Anda di halaman 1dari 8

ETIKA

SISTEM PENGOLAHAN AIR LIMBAH DI INDONESIA

Disusun Oleh:
Nama : Ghazian Ewaldo Adri
NPM : 2014410180
Kelas :E
Dosen : RD. Alfonsus Sutarno, Pr. Lic. Th.

LEMBAGA PENGEMBANGAN HUMANIORA


UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
BANDUNG
2017
Krisis lingkungan hidup yang kian parah beberapa dekade terakhir melahirkan filsafat
baru, yakni filsafat lingkungan hidup. Filsafat baru ini bermaksud membantu manusia dalam
upaya menjalin relasi dan hidup yang harmonis dengan alam. Memperbaiki relasi dengan alam,
mengendalikan adanya perubahan (bukan sekedar pergeseran) dalam cara pandang manusia
terhadap alam. Selanjutnya perubahan cara pandang ini diikuti juga dengan perubahan nilai,
perilaku, dan gaya hidup.
Teknik lingkungan adalah profesi yang relatif baru dan baru digunakan setelah tahun
1960-an. Teknik ini meliputi beberapa kurikulum utama termasuk teknik sipil, kesehatan
masyarakat, ekologi, kimia, dan meteorologi. Dari masing-masing yayasan, profesi teknik
lingkungan menarik pengetahuan, keterampilan, dan profesionalisme. Dari segi etika, insinyur
lingkungan menarik perhatian untuk kebaikan yang lebih besar.
Pasokan air dan drainase air limbah termasuk di antara fasilitas umum yang dirancang
oleh insinyur sipil untuk mengendalikan pencemaran lingkungan dan melindungi kesehatan
masyarakat. Ketersediaan air selalu menjadi suatu komponen penting seluruh peradaban dunia.
Seiring dengan pertumbuhan kota, permintaan air meningkat drastis. Selama abad ke-18 dan
ke-19 penduduk miskin kota-kota Eropa hidup dalam kondisi yang sangat buruk, dengan
persediaan air yang sangat tercemar, mahal, atau bahkan tidak ada sama sekali. Sistem
penyediaan air umum pertama terdiri dari pipa kayu, dilubangi, dan dibakar dengan cincin
logam menyusut di ujungnya untuk mencegah pembelahan (1962).
Sistem pembuangan limbah di kota-kota baru menimbulkan gangguan dan masalah
kesehatan yang serius dikarenakan sistem pembuangannya hanya melemparkan isi tong
sampah ke luar jendela. Lalu lahirlah sistem saluran pembuangan atau selokan yang digunakan
untuk limbah sanitasi dan air hujan karena mulai timbul masalah banjir yang diakibatkan
sampah yang tidak terkendali.
Insinyur sipil bertanggung jawab untuk mengembangkan solusi teknik untuk masalah
air dan air limbah dari seluruh fasilitas yang ada. Namun, nyatanya ada sedikit apresiasi
terhadap aspek pengelolaan dan pengendalian pencemaran lingkungan yang lebih luas.
Kekhawatiran tentang air bersih berasal dari profesi kesehatan masyarakat dan dari studi ilmu
ekologi.
Sungai-sungai besar di daerah perkotaan pada dasarnya adalah selokan terbuka. Namun
karena terlalu banyak yang membuang sampah di sungai, sungai yang awalnya layak untuk
dipakai mandi menjadi wabah penyakit. Penyakit yang ditularkan melalui air telah menjadi
salah satu perhatian utama kesehatan masyarakat. Pengendalian penyakit tersebut dengan

Page | 1
menyediakan air yang aman dan bersih bagi masyarakat merupakan salah satu hal penting
untuk kesehatan masyarakat.
Saat ini kekhawatiran kesehatan masyarakat tidak hanya mencakup air bersih saja tetapi
semua aspek kehidupan beradab, termasuk makanan, udara, bahan beracun, kebisingan, dan
kerusakan lingkungan lainnya. Insinyur lingkungan harus menghadapi tugas yang sulit untuk
menjelaskan bukti-bukti yang berkaitan dengan sebab dan akibat dari masalah kesehatan
manusia dan lingkungan.
Sistem pembuangan limbah terdiri dari air limbah domestik, buangan industri, dan
infiltrasi. Menambah volume air limbah total tidak menjadi perhatian dalam pembuangan air
limbah, infiltrasi bahkan akan mengencerkan limbah kota sampai batas tertentu. Limbah ini
sangat bervariasi dengan ukuran dan jenis industri dan jumlah perlakuan yang diterapkan
sebelum dibuang ke saluran pembuangan.
Bidang industri telah memberikan sumbangan bagi perekonomian Indonesia melalui
barang produk dan jasa yang dihasilkan, namun di sisi lain pertumbuhan industri telah
menimbulkan masalah lingkungan yang cukup serius. Buangan air limbah industri
mengakibatkan timbulnya pencemaran air sungai yang dapat merugikan masyarakat yang
tinggal di sepanjang aliran sungai, seperti berkurangnya hasil produksi pertanian, menurunnya
hasil tambak, maupun berkurangnya pemanfaatan air sungai oleh penduduk.
Seiring dengan makin tingginya kepedulian akan kelestarian sungai dan kepentingan
menjaga keberlanjutan lingkungan dan dunia usaha, maka muncul upaya industri untuk
melakukan pengelolaan air limbah industrinya melalui perencanaan proses produksi yang
effisien sehingga mampu meminimalkan limbah buangan industri dan upaya pengendalian
pencemaran air limbah industrinya melalui penerapan Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL). Bagi industri yang terbiasa dengan memaksimalkan profit dan mengabaikan usaha
pengelolaan limbah sangatlah bertentangan dengan akal sehat mereka, karena mereka
beranggapan bahwa menerapkan sistem IPAL berarti harus mengeluarkan biaya pembangunan
dan biaya operasional yang mahal.
Tujuan pengolahan air limbah adalah untuk mengurangi konsentrasi polutan spesifik
ke tingkat di mana pelepasan efluen tidak akan mempengaruhi lingkungan atau menimbulkan
ancaman kesehatan. Selain itu, pengurangan konstituen ini hanya perlu beberapa tingkat yang
diperlukan. Meskipun air secara teknis dapat dimurnikan secara murni dengan distilasi dan
deionisasi, hal ini tidak perlu dan mungkin benar-benar merugikan penerima air. Ikan dan
organisme lainnya tidak dapat bertahan dalam air deionisasi atau suling. Kurva oksigen terlarut
(Dissolved Oxygen/DO) dapat menunjukkan berapa banyak Biochemical Oxygen Demand
Page | 2
(BOD) yang harus dikeluarkan dari air limbah sehingga DO dari air penerima tidak tertekan
terlalu jauh.
Di pihak lain timbul ketidakpercayaan masyarakat bahwa industri akan dan mampu
melakukan pengelolaan limbah dengan sukarela mengingat banyaknya perusahaan industri
yang dibangun di sepanjang aliran sungai, dan membuang air limbahnya tanpa melakukan
proses pengolahan terlabih dahulu. Sikap perusahaan yang hanya berorientasi “Profit motive”
dan lemahnya penegakan peraturan terhadap pelanggaran pencemaran ini mengakibatkan
timbulnya beberapa kasus pencemaran oleh pihak industri dan tuntutan-tuntutan oleh
masyarakat yang berada disekitar area industri sehingga perusahaan harus mengganti kerugian
kepada masyarakat yang terkena dampaknya.
Latar belakang yang menyebabkan terjadinya permasalahan pencemaran tersebut dapat
diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Upaya pengelolaan lingkungan yang ditujukan untuk mencegah dan atau
memperkecil dampak negatif yang dapat timbul dari kegiatan produksi dan jasa
di berbagai sektor industri belum berjalan secara terencana.
2. Biaya pengolahan dan pembuangan limbah semakin mahal dan dana
pembangunan, pemeliharaan fasilitas bangunan air limbah yang terbatas,
menyebabkan perusahaan enggan menginvestasikan dananya untuk pencegahan
kerusakan lingkungan, dan anggapan bahwa biaya untuk membuat unit IPAL
merupakan beban biaya yang besar yang dapat mengurangi keuntungan
perusahaan.
3. Tingkat pencemaran baik kualitas maupun kuantitas semakin meningkat, akibat
perkembangan penduduk dan ekonomi, termasuk industri di sepanjang sungai
yang tidak melakukan pengelolaan air limbah industrinya secara optimal.
4. Perilaku sosial masyarakat dalam hubungan dengan industri memandang bahwa
sumber pencemaran di sungai adalah berasal dari buangan industri, akibatnya
isu lingkungan sering dijadikan sumber konflik untuk melakukan tuntutan
kepada industri berupa perbaikan lingkungan, pengendalian pencemaran,
pengadaan sarana dan prasarana yang rusak akibat kegiatan industri.
5. Adanya Peraturan Pemerintah tentang pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air nomor: 82 Tahun 2001, meliputi standar
lingkungan, ambang batas pencemaran yang diperbolehkan, izin pembuangan
limbah cair, penetapan sanksi administrasi maupun pidana belum dapat
menggugah industri untuk melakukan pengelolaan air limbah.
Page | 3
Permasalahan di atas dapat disimpulkan bahwa “Penerapan Pengelolaan air Limbah
pada industri kurang optimal” dan jawaban terhadap berbagai pertanyaan di atas pada
umumnya menyangkut:
1. Apakah industri telah melakukan upaya minimisasi limbah untuk mencegah
atau memperkecil dampak negatif yang timbul dari kegiatan produksi?
2. Faktor-faktor apa yang menyebabkan penerapan pengolahan air limbah kurang
optimal?
3. Apakah penerapan pengolahan air limbah secara bersama-sama dipengaruhi
oleh biaya, beban buangan air limbah, teknologi IPAL, perilaku sosial
masyarakat, dan peraturan pemerintah?
Pertanyaan ini tentunya dimaksudkan untuk para pelaku usaha agar dalam usaha
industrinya dapat melakukan mengolah air limbahnya pada proses produksi agar tidak merusak
lingkungan, faktor-faktor yang menyebabkan pengelolaan limbah cair pada industri tidak
dilakukan dengan optimal, pengaruh dari investasi terhadap pencemaran lingkungan, tingkat
buangan limbah, teknologi IPAL, perilaku sosial masyarakat dan peraturan pemerintah
terhadap penerapan pengelolaan air limbah dibidang industri termasuk menghitung biaya
manfaat penerapan IPAL dibidang industri. Berdasarkan dugaan yang terjadi hampir di seluruh
daerah di Indonesia bahwa penerapan sistem IPAL dibidang industri dipengaruhi oleh biaya
investasi, beban buangan limbah, teknologi proses IPAL, sosial masyarakat dan peraturan
pemerintah tentang pengelolaan lingkungan, serta menyangkut manfaat penerapan IPAL lebih
besar daripada biaya investasi IPAL.
Dari 350 industri terdapat kelompok jenis industri pengolahan makanan dengan 110
perusahaan, industri kimia/farmasi 70 perusahaan, permesinan 60 perusahaan, tekstil 40
perusahaan, furniture 30 perusahaan dan kelompok jenis industri kemasan dan lain-lain
masing-masing 20 perusahaan, yang umumnya telah mengupayakan meminimalisasi air
limbah pada proses produksinya melalui proses optimalisasi (reduce 74,29%), proses
pemakaian kembali sisa air (reuse 8,57%), pemanfaatan kembali air limbah (recycle 8,57%),
melakukan pengambilan kembali air limbah (recovery 5,71%), sedangkan industri yang
melakukan penerapan IPAL ( 42,85%) atau sebanyak 150 industri.
Hubungan fungsional antara variabel X dan Y didapat model persamaan regresi
berganda yaitu: Y= 9,132+ 0,935 X₁+ 0,694 X₂ + 0.081X₃+ 0.161X₄ – 0,234 X₅, yang dapat
diartikan bahwa fungsi penerapan IPAL dipengaruhi secara positif oleh biaya investasi, beban
buangan air limbah, teknologi proses, sosial masyarakat dan peraturan pemerintah. Tanda
koefisien negatif menunjukkan adanya hubungan negatif antara penerapan IPAL dengan
Page | 4
peraturan pemerintah yang berarti semakin tinggi industri menerapkan IPAL maka semakin
rendah kontrol pemerintah terhadap industri yang menerapkan IPAL.
Perhitungan biaya manfaat diambil dengan asumsi faktor pemotongan biaya 15 % dan
umur ekonomis IPAL 10 tahun, didapatkan biaya pembuatan IPAL per m³ air limbah, yaitu
Rp 975 – Rp 1836 untuk kelompok jenis industri makanan, Rp 1450 – Rp 2027 untuk industri
tekstil, Rp 1301 – Rp 1613 untuk Industri Farmasi dan Rp 2339 – Rp 2961 untuk kelompok
jenis industri permesinan. Perhitungan nilai manfaat dilihat dari kemampuan IPAL
menurunkan kadar Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD)
dan Suspended solid (SS) per m³ air limbah yaitu Rp 1499 – Rp 2764 untuk kelompok industri
pengolahan makanan , Rp 2269 – Rp 6217 untuk industri tekstil, Rp 1613 – Rp 2359 untuk
industri farmasi, dan Rp3427 – Rp 6026 untuk industri permesinan. Perhitungan rasio manfaat
biaya juga menghasilkan nilai perbandingan biaya manfaat (Benefit Cost Ratio/BCR)
penerapan IPAL yaitu 1,01 – 1,57 untuk kelompok industri pengolahan makanan, 1,11 – 4,28
untuk industri tekstil, 1,24 – 1,46 untuk industri farmasi, dan 1,15 – 2,57 untuk industri
permesinan.
Kesimpulan dari Penelitian ini adalah:
1. Terdapat sekitar 74,29% industri dari 350 perusahaan yang terbanyak memilih
melakukan upaya minimisasi air limbah industrinya melalui optimalisasi pada
proses produksi (reduce).
2. Faktor-faktor yang mendorong industri menerapkan instalasi pengolahan air
limbah antara lain adalah biaya investasi, beban buangan air limbah, proses
teknologi, sosial masyarakat industri, dan peraturan pemerintah di bidang
pengelolaan lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa semua faktor tersebut
secara bersama-sama dan signifikan mempengaruhi penerapan IPAL.
3. Manfaat penerapan ipal lebih besar dari biaya instalasi, baik dari nilai bersih
sekarang (Net Present Value), maupun dari rasio manfaat biayanya. Oleh karena
itu secara ekonomi dan ekologis ipal layak diterapkan sebagai salah satu upaya
mengurangi pencemaran air limbah industri.
Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat diberikan kesimpulan dan juga berupa saran
bahwa:
1. Sebaiknya industri dapat melakukan program minimisasi ke arah cleaner
production yang terpadu dijalankan oleh semua bagian terkait baik itu produksi,
enginering, maintenance, lingkungan, keuangan dan lainnya.

Page | 5
2. Bagi industri yang limbahnya belum memenuhi baku mutu meskipun telah
menerapkan minimisasi limbah perlu menerapkan IPAL, mengingat IPAL
merupakan aset perusahaan yang bermanfaat untuk mengurangi beban
pencemaran dan juga kelangsungan industri di masa depan.
3. Bagi industri yang menerapkan IPAL dan memenuhi bakumutu buangan air
limbah perlu diberikan penghargaan oleh Pemerintah. Keterlibatan pemerintah,
masyarakat, dan industri dalam mengusahakan daerah aliran sungai sekitar
industri sangatlah perlu untuk ditata secara berkelanjutan melalui sistem
pengelolaan bersama.
4. Pabrik industri yang dioperasikan dengan baik menghasilkan limbah yang
seringkali jauh lebih tidak tercemar dibandingkan dengan perairan penerima
dimana mereka diberhentikan. Namun, tidak semua pabrik berkinerja baik.
Banyak pabrik pengolahan air limbah hanya sedikit efektif dalam
mengendalikan pencemaran air, dan operasi pabrik seringkali dipersalahkan.
Pengoperasian pabrik pengolahan air limbah modem sangat kompleks dan
menuntut. Sayangnya, operator, secara historis kurang mendapat kompensasi,
sehingga perekrutan operator berkualitas sulit dilakukan. Semua negara
sekarang memerlukan lisensi operator, dan gaji operator akan meningkat.
Pengolahan air limbah memerlukan desain dan operasi yang tepat.

Page | 6
Daftar Pustaka
Tarpin, Laurentius. A. Hadisoepadma. Yohanes P. Daruis Jehanih. H. Endar Suhendar. A.
Oscar Yasunari. 2005. Etika Dasar dan Terapan. Bandung: Tim Dosen Etika.
Weiner, Ruth F. Robin Matthews. 2003. Environmental Engineering Fourth Edition. United
States: Butterworth Heinemann
Brinda. 2011. “Etika Penerapan Pengolahan Air Limbah Industri di Indonesia Tidak Optimal”,
http://zaizai1990.blogspot.co.id/2011/05/etika-penerapan-pengolahan-air-limbah.html,
diakses pada 20 November 2017 pukul 18.12.

Anda mungkin juga menyukai