Anda di halaman 1dari 9

Perencanaan Wisata

2.2.1.1. Pentingnya perencanaan

Merencanakan sesuatu bila dilakukan dengan baik tentu akan memberikan

manfaat yang sebesar-besarnya dan dapat pula memperkecil semua efek

sampingan yang tidak menguntungkan. Karena itu pentingnya perencanaan dalam

pengembangan pariwisata sebagai suatu industri tidak lain ialah agar

perkembangan industri pariwisata sesuai dengan apa yang telah dirumuskan dan

berhasil mencapai sasaran yang dikehendaki, baik itu ditinjau dari segi ekonomi,

sosial, budaya, dan lingkungan hidup.

Aspek perencanaan kepariwisataan terdiri atas unsur wisatawan, unsur

aksesbilitas (transportasi), unsur atraksi dan unsur informasi. Unsur wisatawan

yang menggambarkan karakteristik wisatawan, pola budaya dan aktivitas yang

dilakukan akan terbentuk apabila unsur informasi yang ada dapat diterima.

Sumber informasi biasanya berasal dari guide atau informasi yang bersifat

langsung. Karakteristik wisatawan akan memberikan pengaruh terhadap

kebutuhan unsur transportasi baik transportasi dari dan ke atraksi wisata maupun

aksesbilitas di dalam atraksi wisata. Unsur atraksi lebih mengikat terhadap service

yang diberikan kepada wisatawan. Atraksi yang baik akan memberikan informasi

yang tepat kepada wisatawan untuk datang. Kondisi aksesbilitas yang baik akan

mampu memberikan manfaat yang signifikan terhadap kunjungan wisatawan.

Secara umum, manfaat dari produk perencanaan yang dilakukan adalah

(Terry G.R., 1982):


a. Melakukan inventarisasi mengenai semua fasilitas yang tersedia dan

potensi yang dimiliki.

b. Menaksir pasaran pariwisata dan mencoba melakukan proyeksi lalu –

lintas wisatawan pada masa yang akan datang.

c. Memperhatikan di daerah belahan dunia mana permintaan (demand)

adalah lebih besar dari pada persediaan atau penawaran (supply).

d. Melakukan penelitian kemungkinan perlunya penanaman modal, baik

modal dalam negeri maupun modal asing.

e. Melakukan perlindungan terhadap kekayaan alam yang dimiliki dan

memelihara warisan budaya bangsa serta adat astiadat suatu bangsa

yang ada.

2.2..12. Prinsip – prinsip Perencanaan Wisata

Macam – macam perencanaan kepariwisataan itu terdapat dalam ruang

lingkup lokal, regional, nasional, dan dapat pula secara internasional. Adapun

prinsip – prinsip dalam perumusan perencanaan kepariwisataan hendaknya

ditetapkan sebagai berikut (Yoeti, 2008) :

a. Perencanaan pengembangan kepariwisataan haruslah merupakan suatu

kesatuan dengan pembangunan regional atau nasional dari

pembangunan perekonomian Negara. Karena itu, perencanaan

pengembangan kepariwisataan hendaknya termasuk dalam kerangka

kerja dari pembangunan ekonomi dan sosial – budaya yang hidup di

Negara tersebut.
b. Seperti halnya perencanaan sektor perekonomian lainnya,

perencanaan pengembangan kepariwisataan menghendaki pendekatan

terpadu (integrated-approach) dengan sektor – sektor lainnya yang

banyak berkaitan dengan bidang kepariwisataan.

c. Perencanaan pengembangan kepariwisataan pada suatu daerah

haruslah dibawah koordinasi perencanaan fisik daerah tersebut secara

keseluruhan.

d. Perencanaan fisik suatu daerah untuk tujuan pariwisata harus pula

berdasarkan suatu studi yang khusus dibuat untuk itu dengan

memperhatikan perlindungan terhadap lingkungan, alam dan budaya di

daerah sekitarnya

e. Perencanaan pengembangan kepariwisataan tidak hanya

memperhatikan masalah dari segi ekonomi saja, tetapi tidak kalah

pentingnya memperhatikan masalah sosial yang mungkin

ditimbulkannya

f. Pada masa – masa yang akan datang jam kerja para buruh dan

karyawan akan semakin singkat dan waktu senggang akan semakin

panjang, karena itu dalam perencanaan pariwisata, khususnya di

daerah yang dekat dengan industri perlu diperhatikan pengadaan

fasilitas rekreasi dan hiburan di sekitar daerah yang disebut sebagai

pre-urban.

2.2.1.3. Cakupan Perencanaan Wisata


Perencanaan wisata seperti produk perencanaan pariwisata umumnya lebih

ditekankan pada pengelolaan daya tarik wisata yang ada. Seperti perencanaan

induk pengembangan pariwisata nasional (RWPNAS) atau daerah (RIPPDA),

meskipun tidak jarang perencanaan wisata dikembangkan secara khusus.

Perencanaan wisata disini juga dimaksudkan tidak hanya dalam konteks

perencanaan produk tetapi juga meliputi pemasaran produk itu sendiri.

Perencanaan wisata merupakan perangkat kerja teknis dalam upaya untuk

mengelola potensi wisata yang ada pada suatu daerah. Dalam konsep kewilayahan

secara umum, materi dasar perencanaan seharusnya memuat visi, misi, strategi,

zoning, rencana tapak yang lebih detail dan mekanisme monitoring dan evaluasi.

A. Visi, Misi, Strategi, Kebijakan dan Program

Visi secara umum digambarkan sebagai cita – cita atau impian yang ingin

dicapai dari sebuah kegiatan. Perumusan bahasa visi biasanya bersifat ideal tetapi

terkait dengan kondisi / kebutuhan yang harus dicapai / dipenuhi. Setelah visi

telah ditetapkan kemudian dilakukan serangkaian kegiatan teknis lainnya untuk

menunjang keberhasilan visi yang telah ditetapkan. Visi umumnya

menggabungkan antara kebutuhan dimasa yang akan datang dengan keinginan

dari subjek dan objek kegiatan yang akan dilakukan. Visi yang baik harus

memiliki karakteristik seperti : imagible (dapat dibayangkan), desirable

(menarik), feasible (realities dan dapat dicapai), focused (jelas), flexible (aspiratif

dan responsive terhadap perubahan lingkungan) dan communicable (mudah

dipahami) (Ilustri.org ; 2011). Setelah ditetapkan visi, kemudian ditetapkan misi

kegiatan yang menggambarkan cara pencapaian tujuan yang telah ditetapkan


dalam visi. Misi memuat rancangan arah yang harus dicapai oleh organisasi.

Dalam pencanaganan sebuah misi yang baik setidaknya harus memenuhi

persyaratan spesifik untuk mengkomunikasikan arah, fokus pada kompetensi /

kemampuan perusahaan dan bebas dari istilah yang tidak aplikatif. Tindakan

lanjutan setelah misi perusahaan ditetapkan yaitu penetapan strategi

perusahaan/organisasi. Strategi merupakan rencana yang mengintegrasikan tujuan

utama organisasi atau prinsip yang harus dilakukan untuk mencapai misi.

B. Aktivitas

Perencanaan aktivitas menjadi bahan dasar proses perencanaan paket /

kegiatan wisata yang akan ditawarkan. Dalam perencanaan aktivitas ini akan

dipadukan mekanisme aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat, aktivitas yang

dilakukan oleh pengelola dan aktivitas yang akan dilakukan oleh wisatawan.

Khusus penegasan mengenai aktivitas yang akan dilakukan oleh wisatawan, akan

dirumuskan aktivitas – aktivitas potensial yang akan dijadikan jenis kegiatan

wisata potensial dengan melihatkan masyarakat.

C. Zoning

Zonasi adalah penetapan zona atau blok pengelolaan kawasan konservasi

sesuai dengan fungsi dan peruntukannya (Pengembangan Wisata Alam di Taman

Nasional, 2001). Penentuan zona secara khusus memiliki tujuan untuk membagi

wilayah yang ada menjadi sejumlah peruntukan. Nantinya peruntukan ini akan di

menjadi dasar sejauh mana kegiatan wisata dapat dilakukan tiap zona yang ada.

Umumnya penentuan zonasi lebih ditekankan pada mayoritas peruntukan guna

lahan eksisting yang ada dan tidak merubah kondisi guna lahan yang telah ada.
D. Sarana dan Prasarana

Kawasan wisata jelas membutuhkan sarana dan prasarana dalam

pengembangan kegiatan wisata yang ada di daerahnya. Dalam proses realisasinya,

pembagunan sarana dan prasarana harus memperharikan sejumlah aspek untuk

kelayakannya seperti ; aspek bentang alam, aspek dampak lingkungan, aspek

fasilitas gedung, aspke konservasi dan konsumsi sumberdaya, aspek bahan, aspek

dampak teknologi, aspek layanan, kontrol kualitas, praktik hijau, aspek program

dan aspek hubungan dengan masyarakat setempat (Ambo Tuwo, 2011).

Mekanisme perumusan dan penyediaan sarana prasarana wisata yang

dibutuhkan umumnya dilakukan dengan dua cara yaitu sarana prasarana yang

mendukung tujuan wisata dan sarana prasarana yang memberikan manfaat

ekonomi terhadap kegiatan wisata. Fasilitas yang dikembangkan nantinya terdiri

atas berbagai macam fasilitas tetapi secara umum harus menjawab tujuan

pembangunan sarana prasarana di atas.

E. Rencana tapak yang lebih spesifik

Mekanisme perancangan tapak sering kali merupakan produk pra desain

detail dari sebuah perencanaan kawasan dari aspek spasial. Perancangan tapak

umumnya terdiri dari penjabaran konsep detail dari unsure arsitektur. Dalam

mekanisme perancangan tapak yang lebih spesifik umumnya digunakan metode

glass-box dan black-box. Metode glass-box didefinisikan metode perancangan

yang bersifat terbuka bagaimana proses membentuk produk. Sedangkan metode

black-box dimaksudkan sebagai metode perancangan arsitektur yang bersifat

tertutup bagaimana input, syarat – syarat itern dan pengaruh ekstern membentuk
output (Markus Zahnd, 2009). Maksud dasar dari mekanisme perancangan ini

adalah agar tidak terjadi ambiguitas konsep baik dalam ekspresi, estetika dan etika

dalam perancangan. Dalam proses perancangan, seringkali perancang

menggunakan persepsi tertentu dalam rancangannya. Secara umum terdapat tiga

persepsi dasar dalam proses perancangan yaitu persepsi fungsional, persepsi

visual dan persepsi struktural (Vitruvius Polio dalam Pendekatan dalam

Perancangan Arsitektur, 2009).

Penjabaran mengenai persepsi perancangan dijabarkan sebagai berikut

(Markus Zahnd, 2009) : Persepsi fungsional diterapkan melalui tiga pendekatan

yaitu ; fungsi ruang yang menekankan cara penggunaan ruang, lokasi ruang yang

menekankan situasi lokasi objek dan wujud ruang yang menekankan bentuk

objek. Persepsi visual yang diterapkan melalui pendekatan batasan ruang yang

menekankan cara pembatasan ruang dan urutan ruang yang menekankan

sambungan ruang. Serta persepsi struktural yang diterapkan dengan pendekatan

aturan ruang yang menekankan susunan objek dengan lingkungannya dan tata

ruang yang menekankan pada pola ruang yang dibentuk.

F. Kelembagaan

Penetapan recana kelembagaan dilakukan melalui penetapan bentuk dan

aspek legalitas lembaga pengelola, perumusan struktur organisasi dan mekanisme

kerja yang akan dibangun. Rencana penetapan kelembagaan ini nantinya akna

merumusan sejauh mana lembaga pengelola potensi wisata yang ada dapat

dikembangkan / bertindak dalam upaya mengembangkan kegiatan wisata yang


ada. Rumusan rencana kelembagaan umumnya menjabarkan bagaimana tahap

yang harus dilakukan untuk membentuk leabga pengelola potensi wisata ini.

G. Monitoring dan evaluasi

Kegiatan monitoring merupakan pengukuran secara sistematis dan berkala

terhada indikator kunci dari kondisi biofisik dan sosial ekonomi (Ambo Tuwo,

2011). Penjabaran kegiatan monitoring terdiri atas :

1. Rancangan monitoring

2. Aspek yang akan dimonitor

3. Faktor pendukung dan penghambat proses monitoring

4. Instrumen monitoring

5. Jadwal Monitoring

6. Pembiayaan monitoring

Hasil keputusan dari pelaksanaan monitoring akan dijadikan materi dasar tahap

selanjutnya yaitu tahap evaluasi terhadap rencana yang telah dilakukan. Materi

dasar evaluasi terdiri atas ;

1. Pencapaian tujuan

2. Kesesuaian dengan rencana

3. Pengelolaan dampak program

Dibutuhkan rencana monitoring dan evaluasi yang lengkap agar dapat

terlaksana secara ilmiah, profesional dan bertanggungjawab. Aspek teknis yang

harus diperhatikan dalam merealisasikan rencana kegiatan monitoring dan

evaluasi yaitu : penetapan tujuan dan alasan, penetapan indikator, prosedur dan
frekwensi kegiatan, analisis dan penyajian data hasil kegiatan, penentuan personil

pelaksana.

Anda mungkin juga menyukai