Anda di halaman 1dari 25

PEMBAHASAN

A. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari
pada yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan
langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak dan bahkan kontraksi otot
ekstrem. Meskipun tulang patah , jaringan di sekitarnya juga akan terpengaruh
mengakibatkan edema jaringang lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi
sendi, ruptur tendo, kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah. Organ
tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau
akibat fragmen tulang (Brunner and Sudarth, 2002).

Fraktur adalah patahnya kontinuitas tulang yang terjadi ketika tulang


tidak mampu lagi menahan tekanan yang diberikan kepadanya (Donna L.
Wong, 2004)

B. Etiologi
1. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang pata secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur
melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan
fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang
kuat.

2. Fraktur Patologik.
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai
keadaan berikut :

a. Tumor tulang (jinak atau ganas)


Pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis
Dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah
satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.

c. Rakhitis
Suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh
defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan
absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang
rendah.

3. Secara spontan
Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit
polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

C. Klasifikasi Fraktur
1. Menurut jumlah garis fraktur :
a.Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur)
b. Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis
fraktur)

c.Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen


kecil yang lepas)
2. Menurut luas garis fraktur :
a. Fraktur inkomplit (tulang tidak terpotong secara langsung)
b. Fraktur komplit (tulang terpotong secara total)
c. Hair line fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada
perubahan bentuk tulang)

3. Menurut bentuk fragmen :


a. Fraktur transversal (bentuk fragmen melintang)
b. Fraktur obligue (bentuk fragmen miring)
c. Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar)
4. Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar :
a. Fraktur terbuka (fragmen tulang menembus kulit), terbagi 3 :
1) Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan jaringan sedikit,
kontaminasi ringan, luka <1 cm.

2) Kerusakan jaringan sedang, resiko infeksi lebih besar, luka >1 cm.
3) Luka besar sampai ± 8 cm, kehancuran otot, kerusakan
neurovaskuler,kontaminasi besar.
b. Fraktur tertutup (fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar)
D. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan
eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka
terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur,
periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan
lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan
tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang
segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami
nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan
vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.
Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang
nantinya (Black, J.M, et al, 1993).

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur


1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas,
kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang. ( Ignatavicius, Donna D,
1995 )

Defisit
Perawatan
Diri

Kekuran
gan vol.
cairan

Hambatan disfagia
mobilitas
fisik
E. PATHWAY

Kondisi Patologis Traumatik


Osteoporosis Jatuh
Ca. Tulang Kecelakaan
Tumor Tulang Olah raga

Penurunanabsorbsikalsiumdlm tulang Terputusnya kontinuitas tulang

Tulang menjadi rentan Fraktur

Terbuka Tertutup

Pembuluh darah rusak Reduksi Imobilisasi

Perdarahan Eksterna Interna Bedrest

Traksi Pembedahan Ancamanan Kematian

Penekanan Pd KulitKerusakan Ansietas


muskulos
keletal Trauma
Kerusakan saraf dalam korteks, marrow, dan
jaringan
integritas jaringan lunak yang membungkus
kulit tulang rusak
Resiko
infeksi
Nyeri
F. Tahap Penyembuhan Tulang
1. Tahap pembentukan hematom
Dalam 24 jam pertama mulai terbentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk
kearea fraktur. Suplai darah meningkat, terbentuklah hematom yang
berkembang menjadi jaringan granulasi sampai hari kelima.
2. Tahap proliferasi
Dalam waktu sekitar 5 hari, hematom akan mengalami organisasi.
Terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan
untuk revaskularisasi dan invasi fibroblast dan osteoblast yang akan
menhasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada
patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan.
3. Tahap pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh
mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang
digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur.
Perlu waktu 3-4 minggu agar frakmen tulang tergabung dalam tulang rawan
atau jaringan fibrus.
4. Osifikasi
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah
tulang melalaui proses penulangan endokondrial. Mineral terus menerus
ditimbun sampai tulang benar-benar bersatu. Proses ini memerlukan waktu

3-4 bulan.
5. Konsolidasi (6-8 bulan) dan Remodeling (6-12 bulan)
Tahap akhir dari perbaikan patah tulang. Dengan aktifitas osteoblas dan
osteoclas, kalus mengalami pembentukan tulang sesuai aslinya.

G. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan tulang tergantung dari :

1. Banyaknya tulang yang rusak.

2. Usia penderita.
Waktu penyembuhan tulang anak-anak jauh lebih cepat daripada orang
dewasa. Hal ini terutama disebabkan aktivitas proses osteogenesis pada
periosteum dan endosteum serta proses pembentukan tulang pada bayi
sangat aktif. Apabila usia bertambah, proses tersebut semakin berkurang.

3. Daerah tulang yang patah.


4. Persediaan pembuluh darah/vaskularisasi di sekitar fraktur untuk
pembentukan kalus.

5. Faktor lain seperti : imobilisasi yang tidak cukup, infeksi, interposisi dan
gangguan perdarahan setempat.

H. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda klasik fraktur
1. Nyeri
2. Deformitas
3. Krepitasi
4. Bengkak
5. Peningkatan temperatur lokal
6. Pergerakan abnormal
7. Kehilangan fungsi

I. Komplikasi
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin
pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.

b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari
luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.

c. Fat Embolism Syndrom


Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel
lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan
gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.

d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.

e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya Volkman’s Ischemia.

f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.

Ini biasanya terjadi pada fraktur.


2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karenn\a penurunan supai darah ke tulang.

b. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada
sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga
disebabkan karena aliran darah yang kurang.

c. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan
meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).
Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
( Black, J.M, et al, 1993). Fiksasi internal atau Open Reduction
Internal Fiksasi (ORIF) Fragmen tulang dapat diikat dengan sekrup,
pen atau paku pengikat, plat logam yang diikat dengan sekrup, paku
intra meduler yang panjang (dengan atau tanpa sekrup pengunci).

J. Pemeriksaan Diagnostik:
1. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan ini menentukan lokasi dan luasnya fraktur / cedera.
Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang
sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan Lateral.Dalam
keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) untuk
memperlihatkan patoligi yang dicari karena adanya super posisi.Perlu
diketahui bahwa permintaan X-Ray harus atas dasar indikasi kegunaan
pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. a.
Hal yang harus dibaca pada X-Ray adalah :

1) Bayangan jaringan lunak


2) Tipis tebalnya korteks akibat reaksi periosteum atau biomekanik
atau rotasi
3) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
b. Selain X-Ray kadang perlu teknik khusus seperti :
1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tetapi struktur
lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan
kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur
saja tetapi pada struktur lain juga mengalaminya.
2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah diruang verkbre yang mengalami kerusakan akibat
trauma.
3) Arthografi meggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena
ruda paksa.

2. Stan Tulang (Scan CT / MKI)


Memperlihatkan fraktur untuk mengidentifikasi kerusakan jaringa lunak.
Dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
4. Pemeriksaan laboratorium
a. Hitung darah lengkap
Mungkin terjadi peningkatan (Hemokonsentrasi) atau penurunan
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh trauma
multiple), peningkatan jumlah leuksit adalah respon stress normal
setelah trauma.
b. Kretinin
Trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk ginjal.

K. Penatalaksanaan

Ada 4 konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur
(4 R Fraktur) :

1. Rekognisi ( Pengenalan )

Riwayat kecelakaan, parah tidaknya, jenis kekuatan yang berperanan dan


deskriptif tentang kejadian tersebut oleh pasien itu sendiri, menentukan
kemungkinan tulang yang patah yang dialami dan kebutuhan pemeriksaan
spesifik untuk fraktur.

Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas


rangka perkiraan diagnosis fraktur pada tempat kejadian dapat dilakukan
sehubungan dengan adanya rasa nyeri dan bengkak lokal, kelainan bentuk,
dan ketidakstabilan.

2. Reduksi

Reduksi Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada


kesejajarannya dan rotasi anatomis.

a. Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisinya ( ujung


ujungnya saling berhubungan ) dengan manipulasi dan traksi manual.

Alat yang digunakan biasanya traksi, bidai dan alat yang lainnya.
b. Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah. Reduksi adalah usaha dan
tindakan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah
sedapat mungkin kembali seperti letak asalnya.
Fraktur tertutup pada tulang panjang seringkali ditangani dengan
reduksi tertutup. Sebelum dilakukan reposisi beri dahulu
anestesi/narkotika intravena, sedativ atau anastesi blok syaraf lokal. Ini
seringkali dapat dilaksanakan secara efektif di dalam ruang gawat
darurat atau ruang pembalut gips.

3. Retensi reduksi (mempertahankan reduksi)

a. Pemasangan gips

Tepung gips terdiri dari garam kapur sulfat berupa bubuk halus
berwarna putih dan mempunyai sifat mudah menarik air

( hygroskopis). Bila diberi air, tepung gips akan membentuk semacam


bubur yang beberapa saat kemudian akan mengeras dengan
mengeluarkan panas. Untuk fiksasi luar patah tulang dipasang gips
spalk atau gips sirkulair. Perban gips spalk biasanya dipakai pada patah
tulang tungkai bawah karena biasanya akan terjadi oedema. Setelah
edema menghilang baru diganti dengan gips sirkulair. Biasanya gips
baru dibuka setelah terjadi kalus (bersambung), untuk lengan
memerlukan waktu 4 – 6 minggu sedangkan tungkai 6 – 10 minggu.
Makin muda umur pasien makin cepat penyembuhannya.

b. Traksi

Traksi adalah usaha untuk menarik tulang yang patah untuk


mempertahankan keadaan reposisi secara umum traksi didapatkan
dengan penempatan beban berat sehingga arah tarikan segaris dengan
sumbu panjang tulang fraktur. Biasanya lebih disukai traksi rangka ,

9dengan dengan baja steril dimasukkan melalui fragmen distal atau


tulang yang lebih distal melalui pembedahan dibanding dengan traksi
kulit. Keuntungan pemasangan traksi :

a) Metode nyata yang dapat mempertahankan reduksi.


b) Traksi menjamin bahwa ekstremitas dapat diangkat sehingga
mengurangi pembengkakan dan meningkatkan penyembuhan
jaringan lunak.

c) Ekstremitas yang cedera dapat diamati dengan mudah


kemungkinan gangguan sirkulasi neurovaskuler.

1) Kerugian pemasangan traksi,

Tergantung dari jenis traksi yang dipasang misalnya pemasangan


traksi kulit dapat menyebabkan banyak komplikasi mengganggu
sirkulasi akibat pemasangan ban perban elastis, alergi kulit
terhadap plester, traksi yang berlebihan akan membuat kulit rapuh
pada orang yang sudah lanjut usia.

c. Tindakan pembedahan

Reposisi terbuka dilakukan melalui operasi/pembedahan. Metode


perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka (ORIF : Open
Reduction Internal Fixation). Insisi dilakukan pada tempat yang terjadi
cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomis menuju tempat yang
mengalami fraktur. Fraktur kemudian direposisi ke kedudukan normal
secara manual. Sesudah reduksi fragmen-fragmen fraktur kemudian
distabilisasi dengan menggunakan peralatan ortopedis yang sesuai
seperti pin, skrup, plat dan paku.

1) Keuntungan perawatan fraktur dengan operasi antara lain:

a) Ketelitian reposisi fragmen-fragmen fraktur


b) Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf di
sekitarnya.

c) Stabilitas fiksasi yang cukup memadai dapat dicapai.


d) Perawatan di RS yang relatif singkat pada kasus tanpa
komplikasi.

e) Potensi untuk mempertahankan fungsi sendi yang mendekati


normal serta kekuatan otot selama perawatan fraktur.

2) Kerugian yang potensial juga dapat terjadi antara lain :

a) Setiapanastesi dan operasi mempunyai resiko komplikasi


bahkan kematian akibat dari tindakan tersebut.

b) Penanganan operatif memperbesar kemungkinan infeksi


dibandingkan pemasangan gips atau traksi.

c) Penggunaan stabilisasi logam interna memungkinkan


kegagalam alat itu sendiri.

d) Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak,


dan struktur yang sebelumnya tak mengalami cedera mungkin
akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan
operasi.

4. Rehabilitasi

Rencana program rehabilitasi yang paling rasional sudah harus dimulai


sejak permulaan perawatan di rumah sakit dan oleh karena itu bila
keadaan memungkinkan, harus segera dimulai melakukan latihan-
latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.

b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan:

(1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang


menjadi faktor presipitasi nyeri.

(2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
(3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.

(4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa
jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.

(5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah


buruk pada malam hari atau siang hari. (Ignatavicius, Donna D,

1995)
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian
tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius, Donna D, 1995).

d) Riwayat Penyakit Dahulu


Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur
dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s
yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt
beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang ( Ignatavicius, Donna D,
1995).

e) Riwayat Penyakit Keluarga


Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan
kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik ( Ignatavicius,
Donna D, 1995).

f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).

2) Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:


Gejala-gejala fraktur tergantung pada lokasi, berat dan jumlah kerusakan
pada struktur lain. Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat
keperawatan yang perlu dikaji adalah:

a. Aktivitas/istirahat:
Gejala :
Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin
segera akibat langsung dari fraktur atau akibat sekunder pembengkakan
jaringan dan nyeri.

b. Sirkulasi:
Tanda :
a) Peningkatan tekanan darah mungkin terjadi akibat
respon terhadap nyeri/ansietas, sebaliknya dapat
terjadi penurunan tekanan darah bila terjadi
perdarahan.
b) Takikardia
c) Penurunan/tak ada denyut nadi pada bagian distal
area cedera, pengisian kapiler lambat, pucat pada
area fraktur.

d) Hematoma area fraktur.


c. Neurosensori :
Gejala : Hilang gerakan/sensasi, Kesemutan (parestesia) Tanda:

a) Deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan,


rotasi, krepitasi, spasme otot, kelemahan/kehilangan
fungsi.

b) Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang


terkena ( mungkin segera akibat langsung dari fraktur
atau akibat sekunder pembengkakan jaringan dan
nyeri.
c) Agitasi (mungkin berhubungan dengan
nyeri/ansietas atau trauma lain.

d) Nyeri/Kenyamanan :
Gejala: Nyeri hebat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi
pada area fraktur, berkurang pada imobilisasi. Spasme/kram otot setelah
imobilisasi.

e) Keamanan:
Tanda :
a) Laserasi kulit, perdarahan
b) Pembengkakan lokal (dapat meningkat bertahap atau
tiba-tiba)

B. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x8 jam
diharapkan nyeri berkurang.

Kriteria Hasil : Menyatakan nyeri berkurang, skala nyeri 1, nadi


normal (60-100), pernapasan normal (16-24), klien
tampak rileks.

Intervensi Rasional
Mandiri Mandiri
a. Pertahankan a. Mengholangkan nyeri dan imobilisasi
bagian yang sakit mencegah kesalahan posisi dengan
tirah baring, gips, tulang/ teganggan jaringan

traksi. yang cedera


b. Tinggikan dan b. Menurunkan edema dan dukung
ekstermitas yang menurunkan nyeri terkena.
c. Hindari penggunaan c. Dapat
meningkatkan
sprei/ bantal plastik dibawah ketidaknyamanan karena
ekstermitas dalam gips produksi panas dalam gips
c. Ubah posisi secara periodik resopsi kalsium yang tidak
yaitu tiap 2 jam sekali. digunakan
yang kering.
d. Ajarkan teknik d. Membantu mengurangi relaksasi dan
distraksi nyeri
Kolaborasi Kolaborasi
e. Berikan obat sesuai e. Diberikan untuk indikasi : narkotik
dan menurunkan nyeri dan atau analgesik non narkotik
injeksi. spasme otot.

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan


kekuatan otot.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan gangguan mobilitas fisik tidak
terjadi.

Kriteria Hasil : Menunjukkan teknik yang mampu


melakukan aktivitas fisik, klien mampu
menunjukkan aktifitas yg mandiri.

Intervensi Rasional
Mandiri Mandiri
a. Kaji derajat a. Pasien mungkin dibatasi oleh
imobilitas yang dihasilkan pandangan diri/ persepsi diri
oleh sedera/ pengobatan dan tentang keterbatasan
fisik perhatikan persepsi pasien aktual, memerlukan
informasi terhadap imobilisasi untuk
meningkatkan kemajuan kesehatan.
b. Bantu pasien dalam rentang b. Meningkatkan aliran darah
ke gerak aktif pada ekstermitas otot dan tulang untuk
yang sakit dan yang tak sakit. meningkatkan tonus otot,
mempertahankan gerak sendi, c. Mencegah/ menurunkan insiden
mencegah kontraktur dan komplikasi kulit
( dekubitus )
Kolaborasi Kolaborasi
d. Konsul dengan ahli terapi d. Pasien dapat memrlukan
fisik bantuan jangka panjang
dengan gerakan, kekuatan,
dan aktivitas yang
mengandalkan berat badan,
juga penggunaan alat (kruk,
tongkat)

3. Resiko Infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak


adekuat.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam


diharapkan infeksi tidak terjadi.

Kriteria Hasil : Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas


drainase purulen, dan demam.

Tidak ada tanda-tanda infeksi : tumor (bengkak),


Kalor (panas), dolor (nyeri), rubor (kemerahan),

d. Lakukan perawatan luka, d. Untuk mencegah


dengan penggantian balut terjadinya infeksi
mikroorganisme dari luar
Kolaborasi Kolaborasi
e. Berikan obat sesuai e. Antibiotik spektrum luas
indikasi : dapat digunakan secara
Antibiotik IV profilaktik atau dapat
ditujukan pada
mikroorganisme khusus.

4. Ansietas b/d ancaman kematian, perubahan dalam status kesehatan


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selsms 1x8 jam ansietas klien dapat teratasi. Kriteria
Hasil : Klien tampak rileks dan tenang

fungsiolesia (perubahan fungsi)


Intervensi Rasional
Mandiri Mandiri
a. Inspeksi kulit untuk adanya a. Pen atau kawat tidak harus
iritasi atau robekan kontinuitas. dimasukkan melalui kulit
yang terinfeksi, kemerahan
(dapat menimbulkan infeksi
tulang)
b. Observasi luka untuk b. Tanda perkiraan infeksi
pembentukan bula, krepitasi, gas ganggren.
perubahan warna kulit
kecoklatan, bau drainase yang
tak enak/ asam.
c. Kaji tonus otot. c. Kekakuan otot
menunjukkan terjadinya
tetanus.
Klien lebih mengetahui tentang penyakitnya
untuk mengungkapkan isi secara terbuka di mana rasa pikiran dan
perasaan takutnya takut dapat ditujukan

d. Berikan dukungan terhadap d. Meningkatkan perasaan akan


perencanaan gaya hidup yang keberhasilan dalam nyata setelah
sakit dalam penyembuhan

keterbatasannya tetapi
sepenuhnya menggunakan
kemampuan/kapasitas pasien

5. Kerusakan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
Intervensi Rasional
Mandiri Mandiri
a. Kaji status mental dan tingkat a. Angguan tingkat kesadaran
ansietas dari pasien/ keluarga dapat mempengaruhi ekspresi
catat adanya tanda-tandaVerbal rasa takut tetapi tidak tidak
atau non verbal menyangkal keberadaanya.
Derajat ansietas akan di
pengaruhi bagaimana
informasi tersebut diterima
oleh individu.

b. Berikan penjelasan hubungan b. Meningkatkan pemahaman,


antara proses penyakit dan mengurangi rasa takut karena
gejalanya ketidak tahuan dan dapat
membantu menurunkan
ansietas

c. Berikan kesempatan pasien c. Mengungkapkan rasa takut


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x8

jam diharapkan kerusakan integritas kulit teratasi.


Kriteria hasil : klien tampak lebih nyaman dan aman, luka klien

Menunjukkan tanda-tanda penyembuhan


Intervensi Rasional
Mandiri Mandiri
a. Pertahankan tempat tidur yang a. Menurunkan risiko nyaman dan
aman (kering, kerusakan/abrasi kulit yang bersih, alat tenun kencang,
lebih luas. bantalan bawah siku, tumit).

b. Masase kulit terutama daerah b. Meningkatkan sirkulasi perifer


penonjolan tulang dan area dan meningkatkan kelemasan distal
bebat/gips. kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan


pada imobilisasi.

c. Lindungi kulit dan gips pada c. Mencegah gangguan integritas


daerah perianal kulit dan jaringan akibat
kontaminasi fekal.
d. Observasi keadaan kulit, d. Menilai perkembangan
penekanan gips/bebat terhadap masalah klien.

kulit, insersi pen/traksi.

6. Kekurangan volume cairan dan elektrolit b/d perdarahan


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3
x24 jam diharapkan kekurangan vol. cairan klien
dapat teratasi

Kriteria hasi : menunjukkan vol. cairan yang stabil dengan


keseimbangan intake dan output, berat badan stabil,
ttv dalam rentang normal, terjadi peningkatan asupan
cairan minimal 2000ml.
Intervensi Rasional
Mandiri Mandiri
a. Ukur intake & output, timbang a. Menunjukkan status vol.
berat badan tiap hari, catat tiap sirkulasi, terjadinya penurunan lebih
dari 0,5 kg perpindahan cairan.

b. Ukur ttv (TD, nadi, suhu) b. Untuk mengetahui keadaan umum klien

c. Pantau asupan per oral, c. Untuk mengontrol asupan minimal 1500


ml/24 jam klien

d. Kolaborasi pemberian suplemen d. Untuk menambah nafsu


makan
klien
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Fraktur adalah patahnya kontinuitas tulang yang terjadi ketika tulang tidak mampu lagi
menahan tekanan yang diberikan kepadanya (Donna L. Wong, 2004). Fraktur disebabkan
karena trauma. Terdapat manifestasi klinis serta komplikasi sebagai akibat fraktur.
Pemeriksaan diagnostik pada fraktur meliputi; Foto Rontgen, Pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan darah.

Penatalaksanaan terapetik meliputi ; Pengobatan dan Reduksi.

B. Saran
Untuk mencegah terjadinya fraktur kita diharapkan untuk berhati-hati baik dalam
berkendara maupun dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

Anda mungkin juga menyukai