Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH PENGENDALIAN VEKTOR DAN BINATANG

PENGGANGGU

“Jenis Binatang Pengganggu”

Disusun oleh :

Kelompok 6

1. Amelia Damayanti
2. Farras Arvinendi
3. Gita Ovi Dwi Astuti
4. Nurina Dwi Hastanti

Dosen Pebimbing :

Moh. Ichsan Sudjarno, SKM. M. Epid

Program Studi :

D-IV 2B Kesehatan Lingkungan

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II


Jln. Hang Jebat III/F3 Kebayoran Baru Jakarta Selatan, Daerah khusus Ibukota Jakarta
12120
2019
Penyakit Menular
Pada proses penyakit menular secara umum , maka dapat dijumpai berbagai manifestasi
klinik sebagai hasil proses penyakit pada individu, mulai dari gejala klinik yang tidak tampak
(inapparent infection) sampai pada keadaan yang berat disertai komplikasi dan berakhir cacat
atau meninggal dunia. Penyakit menular dapat terbagi-bagi menjadi beberapa kelompok , yakni
kelompok yang pertama adalah penyakit dengan keadaan lebih banyak penderita terselubung
yakni penderita tanpa gejala ringan saja, dimanana penyakit tidak menampakkan diri pada
berbagai tingkatan. Kelompok yang kedua adalah penyakit dengan bagian yang berselubung
(tanpa gejala) relative sudah kecil. Sebagian besar penderita tampak secara klinis dan dapat
dengan mudah didiagnosis, karena umumnya penderita muncul dengan gejala klasik. Diantara
mereka yang menderita, hanya sebagian kecil saja menjadi berat atau berakhir dengan kematian.
Penyakit Rabies disebabkan oleh Virus , perbedaan antara Virus dengan organism lain,
yaitu bentuk yang sangat sederhana. Bentuk yang sangat sederhana karena virus tidak
mempunyai kelengkapan untuk metabolism. Metabolisme termasuk sintesis protein tidak dapa
dilakukan oleh virus tanpa bantuan sel inang. Namun sebagai organism hidup, virus memiliki
pula molekul yang merupakan sumber informasi genetiknya, Virus dibedakan menjadi virus
DNA dan virus RNA. Untuk dapat masuk ke dalam sel inang, sel inang perlu memiliki reseptor
untuk virus bersangkutan, ataupun dengan cara endositosis oleh sel inang. Ditinjau dari tingkat
seluler, Notkins (1984) membagi dalam 3 penyebaran virus yaitu; Penyebaran ekstraseluler,
penyebaran Intraseluler dan Penyebaran melalui inti. Ditinjau dari tingkat jaringan organism
inang (tubuh) dapat dikenal 4 cara penyebaran Virus, yaitu; Setempat, Hematogen primer,
hematogen sekunder dan penyebaran melalui saraf. Suatu penyakit dapat menular dari satu orang
ke orang yang lain ditentukan oleh 3 faktor, yakni : Agen (penyebab penyakit), Host (induk
semang), dan Route of transmission (jalannya penularan). Agen penyakit adalah suatu unsure
organisme hidup atau kuman infektif yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit atau masalah
kesehatan lainnya. Agen-agen atau penyebab penyakit menular ini tetap hidup maka perlu
persyaratan-persyaratan sebagai berikut: Berkembang biak, bergerak atau berpindah dari induk
semang, mencapai induk semang, mencapai induk semang baru dan menginfeksi induk semang
baru tersebut. Para agen penyakit juga memiliki habitat atau tempat dimana bibit penyakit
mampu hidup dan berkembang biak yang disebut Reservoar. Reservoar tersebut dapat berupa
manusia, binatang atau benda-benda mati.
a. Reservoar pada manusia, artinya kelompok penyakit menular dijumpai lebih sering pada
manusia. Penyakit ini pada umumnya berpindah dari manusia ke manusia dan hanya
menimbulkan penyakit pada manusia saja. Penyakit-penyakit yang mempunyai reservoar
di dalam tubuh manusia antara lain campak (measles), cacar air (small pox), typhus
(typhoid), meningitis, gonoirhea dan syphilis.
b. Reservoar pada binatang, selain dari manusia , maka penyakit menular yang mengenai
manusia dapat berasal dari binatang terutama yang termasuk dalam kelompok penyakit
zoonosis utama dan reservoir utamanya adalah Pes dan Leptospirosis pada tikus, Rabies
dan Hidatosis pada anjing, Bovine tuberculosis pada sapi, Virus encephlitides pada kuda,
Trichinosis pada babi, Brocellossis pada kambing.
c. Benda-benda mati sebagai Reservoar, Penyakit-penyakit yang mempunyai reservoar pada
benda-benda mati pada dasarnya adalah saprofit hidup dalam tanah. Pada umumnya bibit
penyakit ini berkembang biak pada lingkungan yang cocok untuknya. Oleh karena itu
bila terjadi perubahan temperatir atau kelembaban dari kondisi dimana ia dapat hidup
maka ia berkembang biak dan siap infektif. Contoh Clostridium tetani penyebab tetanus,
C. botulium penyebab keracunan makanan dan sebagainya.
Rabies
A. Pengenalan Rabies
Selain Rabies, penyakit ini memiliki istilah lain, penyakit rabies juga biasa disebut
dengan nama penyakit anjing gila . Selain itu rabies juga biasa disebut dengan penyakit
hidrofobia, yang dimaksud rabies itu sendiri adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh infeksi
dengan virus rabies, atau biasa rabies juga diartikan sebagai infeksi akut susunan saraf pusat
yang hamper selalu mematikan. Penyakit ini sebenarnya telah dikenal secara luas oleh
masyarakat terutama di daerah endemic. Istilah lyssa juga dipakai di Indonesiaterhadap rabies
pada orang untuk membedakan kasus pada orang dan pada hewan. Di berbagai Negara, rabies
disebut dengan berbagai istilah, yakni: Canine Madness (inggris); Rage (Prancis); die tollwut;
Hundswut (Jerman); Rabbia (Italia); Oulou fato (Afrika Utara); Makupa, Mazimu (Zaire);
Rabiosa (Esperanto); Lyssa, Lytta (Yunani); Beshenstua (Rusia); Pollar madness (Kutub Utara);
Derringue/Limping illness, Mal de caderas/hip illness, Rabie parasiente (Amerika Tengah dan
Selatan), Ironbuang (Filiphina); dan anjing gila (Indonesia). Mungkin masih banyak lagi istilah
yang dipakai oleh berbagai Negara atau daerah yang menandakan bahwa penyakit ini dikenal
secara luas dan perhatian yang besar dari masyarakat dunia tentang penyakit ini. Virus rabies
terdebut terdapat dalam air liur binatang yang telah terinfeksi melalui gigitan, goresan, dan
garukan yang masuk ke dalam tubuh manusia. Dengan demikian semua kasus rabies terjadi
sebagai akibat dari Inokulasi virus melalui virus yang telah terbuka. Hewan-hewan yang sering
mengalami adalah anjing, rubah, srigala, kucing, kalong dan kera. Di dunia juga telah dilaporkan
bahwa kasus rabies juga terjadi tanpa gigitan binatang, tetapi hanya dengan menghirup udara
yang mengandung rabies. Hal ini terjadi di dalam gua-gua, di mana terdapat banyak sekali
kalong yang telah menderita rabies. Selain itu dapat pula terjadi di laboratorium karena kurang
hati-hati. Rabies juga berlangsung akut yang disebabkan rabiesvirus yang merupakan family dari
rhabdoviridae yang mempunyai virion terselubung berbentuk peluru dengan salah satu ujungnya
datar dan ujung lainnya membulat, berukuran 75x180 nm.
Epidemiologi dan Etiologi Penyakit Rabies
A. Epidemiologi
Penyakit rabies tersebar di seluruh dunia dengan frekuensi kasus dan spesifikasi vector
penular yang berbeda-beda. Di Amerika Serikat ada beberapa kota yang bebas Rabies, seperti
New York dan Philadelphia. Tetapi sebagian besar Negara bagian melaporkan kasus rabies pada
binatang . Pada tahun 1975 dilaporkan terjadi 25 kasus rabies pada anjing.
Vektor utama di amerika utara adalah rubah, raccoon, dan kelelawar. Di Amerika Tengah
dan Latin. Kelelawar penghisap darah ternak (Vampire bat) adalah vector utama penyakit selain
anjing. Rubah juga merupakan hewan penular terpenting di Eropa. Sedangkan di Asia dan
Afrika, anjing merupakan vector terbanyak yang ditemukan.
Rabies ditemukan di Indonesia pada tahun 1889 pada seekor kerbau di bekasi, sementara
rabies pada manusia pertama kali dilaporkan pada tahun 1894 oleh E.V. de Haan. Di daerah
tropis, vector utama rabies adalah hewan karnivora. Dari hasil penelitian pada hewan pemelihara
seperti anjing, kucing, dank era, didapatkan data bahwa dari 12.581 gigitan hewan tersangka
rabies, sebanyak 1112 hewan positif rabies, 120 orang meninggal, dengan kasus tertinggi di NTT,
Sumatera Barat, dan riau. Di Jawa Tengah sejak tahun 1995 tidak terdapat lagi kasus rabies.
Sasaran pengobatan adalah pasien yang tergigit hewan tersangka dan anjing. Dan juga telah
dilakukan berbagai banyak penelitian tentang rabies di seluruh wilayah di Indonesia, misalnya
saja di Nusa Tenggara Timur (NTT), Kalimantan Tengah, Bali dan Ambon yang dimana hasil
penelitian dan simpulannya rata-rata rabies menimbulkan dampak yang siknifikan. Di
Kalimantan Tengah, saat penelitian yang dilakukan selama 1 bulan, yang dimana koisioner
dibuat secara terstruktur mencakup pada literature mengenai rabies meliputi : sifat penyakit, cara
penularan, tindakan-tindakan pencegahan dan bahaya rabies terhadap kesehatan masyarakat.
Penelitian dilakukan kepada 50 pemelihara anjing di salah satu daerah di Kalimantan Tengah
dengan hasil menunjukkan bahwa responden terbanyak mengetahui rabies adalah penyakit yang
disebabkan oleh gigitan hewan rabies yaitu 43 Responden (86%), dan juga 98% tau bahwa cara
penularan rabies melalui gigitan/luka terkena air liur hewan penderita rabies. 82% telah mampu
mengetahui gejala yang ditimbulkan oleh rabies dan juga telah tau cara mencegah penyakit
rabies yaitu:
a. Suntikan Vaksin Rabies 1-2 kali setahun
b. Mengikat anjing sepanjang lebih dari 2 meter dengan rantai
c. Membrangus anjing jika ingin dibawah keluar rumah.
Itulah hasil penelitian yang telah dilakukan di salah satu daerah di Kalimantan Tengah.
Sedangkan penelitian yang dilakukan di Bali dari Oktober 2008 – Februari 2011 ada 122 orang
mengalami penyakit rabies, sebaran umur bervariasi. Dimana data tersebut didapat dari instansi
terkait di wilayah bali mengatakan bahwa umur paling banyak terjangkit yakni umur 41-50 dan
yang paling sedikit adalah umur 81-90, dan kesimpulan yang didapat adalah perlunya
peningkatan vaksinasi secara berkala dan pengontrolan terhadap populasi anjing , selain itu
terdapat juga Sapi.
Sedangkan di NTT telah dilakukan penelitian dengan tujuan untuk menganalisis kerugian
ekonomi akibat penyakit rabies di Nusa Tenggara Timur. Menurut data yang didapat dari Dinas
Kesehatan NTT mengatakan bahwa biaya pengobatan yang telah dikeluarkan pasca gigitan atau
PET pada manusia adalah 19,9 Milyar, yang merupakan hasil akumulasi biaya transport,
kehilangan pandapatan saat pengobatan dan biaya vaksin. Sehingga membuktikan bahwa
dampak rabies juga sangat berpengaruh terhadap ekonomi masyarakat.
B. Etiologi Penyakit Rabies
Penyebab rabies adalah virus rabies yang termasuk family Rhabdovirus. Bentuknya
menyerupai peluru yang berukuran 180 nm dengan panjang 75 nm, dan pada permukaannya
terlihat struktur seperti paku dengan panjang 9 nm. Virus ini tersusun dari Protein, lemak, RNA
dan karbohidrat. Virus rabies tidak dapat bertahan lama di luar jaringan hidup. Virus mudah mati
oleh sinar matahari dan sinar ultraviolet. Dengan pemanasan 60 derajat Selsius selama 5 menit,
virus rabies akan mati. Virus ini tahan terhadap suhu dingin, bahkan dapat bertaha beberapa
bulan pada suhu -40 Celsius.
Pada suhu kamar, virus dapat bertahan hidup selama beberapa minggu pada larutan
gliserin pekat. Bila konsentrasi gliserinnya hanya 10%. Maka virus akan cepat mati. Virus tidak
akan bertahan hidup lama pada pelarut lemak seperti air sabun, detergen, kloroform, atau eter.
Semua hewan yang mati akibat dugaan rabies harus diperiksa di laboratorium. Diagnosis
rabies dipastikan jika pada pemeriksaan histologist sel galgion hewan yang mati dengan dugaan
rabies ditemukan Negri bodies. Negri bodies adalah benda eksofil yang banyak dijumpai di
dalam sitoplasma saraf, berbentuk bulat yang mudah diwarnai dengan eosin, fuchsin, Giemsa.
Pemeriksaan Mikroskopik cairan serebrospinal dapat dilakukan untuk menemukan virus
rabies . Uji hewan coba menggunakan bayi hewan (suckling animal) misalnya Hamster, tikus
atau kelinci atau kelinci dinokulasi intraktranial dengan suspense otak atau kelenjar lidah
submaksiler hewan yang diduga rabies, akan menunjukkan gejala rabies misalnya terjadinya
konvulsi.
Untuk membantu menegakkan diagnosis rabies pada manusia maupun pada hewan
dilakukan pemeriksaan serologi dan uji fluoresensi. Pemeriksaan darah penderita menunjukkan
gambaran eosinofilla dan hiperglikemia, sedangkan pada pemeriksaan cairan serebsorpinal
jumlah protein dan sel meningkat
Penularan dan Tanda-Tanda Penyakit Rabies
A. Penularan
Sumber penularan penyakit rabies 90% dari anjing, 6% dari kucing, 4% dari monyet dan hewan
lain. Setelah menyerang dan mengakibatkan radang otak. Virus akan menyebar ke air liur
penderita rabies. Pada anjing, virus ditemukan kurang dari 5 hari sebelum timbulnya gejala.
Gigitan hewan terinfeksi bias langsung menularkan penyakit. Cakaran hewan terinfeksi perlu
diwaspadai karena kebiasaan hewan yang menjilati cakarnya.
Masa inkubasi pada hewan hamper sama dengan masa inkubasi pada manusia. Pada
manusia, masa inkubasi virus rabies ini sekitar 20-90 hari. Beberapa literature menyatakan 30-60
hari. Masa inkubasi dipengaruhi oleh beberapa factor, di antaranya:

· Virulensi/srain virus

· Banyak sedikitnya virus

· Jarak lokasi gigitan dengan kepala (Susunan saraf pusat)

· Jumlah luka gigitan

· Dalam dan luasnya luka gigitan

· Jumlah saraf pada luka gigitan

· Respon imun penderita.

Setelah tergigit, virus rabies akan tetap berada pada lokasi gigitan sampai selama + 2
minggu, kemudian virus akan bergerak menuju ujung syaraf posterior untuk menuju ke otak.
Dalam perjalanannya, Virus akan bereplikasi (memperbanyak diri). Di otak, Virus akan
menempati bagian neuron saraf pusat terutama di hipotalamus, bagian otak , dan pada system
limbic.
Selanjutnya, virus akan bergerak menuju saraf tepi melalui saraf eferen, volunteer, dan
otonom, untuk mencapai hamper semua organ, terutama pada kelenjar air liur, air mata dan
ginjal. Pergerakan virus tidak melalui pembuluh darah dan pembuluh limfe. Pada saat perjalanan
virus ke otak , tubuh penderita belum menunjukkan gejala-gejala terserang penyakit. Setelah
berkembang biak di otak, Jumlah virus akan cukup signifikan untuk menyebabkan gangguan
fungsi. Adanya virus pada system limbik yang mengontrol emosi yang menyebabkan penderita
kehilangan control kesadaran emosinya. Pada hewan, hal ini dapat menyebabkan serangan pada
pihak lain secara tiba-tiba tanpa provokasi sebelumnya.
B. Gejala dan Tanda penyakit rabies
Pada Manusia :
Gejala awal biasanya tidak jelas. Pasien merasa tidak enak dan gelisah. Gejala yang
menonjol adalah rasa nyeri, panas, dan gatal disekitar luka, kemudian bias diikuti kejang, sakit
kepala demam, dan sulit menelan. Apabila telah terjadi kelumpuhan otot pernapasan,
Maka penderita dapat terancam meninggal. Gejala khas lainnya adalah hidrofobia, yaitu
ketakutan penderita terhadap air yang bias sampai terjadi kejang apabila berdekatan dengan air.
Gejala aerofobia dapat juga terjadi yaitu rangsangan aliran udara seperti dari kipas angin pada
muka pasien yang dapat menyebabkan spasme.
Hewan terinfeksi mengeluarkan banyak liur karena sulit menelan. Anjing seringkali
menjepit ekor diantara kedua kakinya atau bertingkah laku aneh seperti tidak mengenal
majikannya. Selain itu, anjing yang biasa keluar malam akan lebih sering keluar pada siang hari.
Anjing yang tadinya jinak bisa menjadi ganas. Ia akan menyerang apasaja yang bergerak dan
takut pada air (Hidrofobia).
Jika terdapat tanda-tanda diatas maka yang kharus dilakukan adalah menangkap anjing tersebut
untuk diisolasi dan diobservasi selam 10 hari. Apabila anjing yang diobservasi mati, maka anjing
tersebut kemungkinan besar terkena rabies dan harus segera dibawa ke laboratorium agar
diotobsi untuk memastikan diagnosis. Jika anjing masih hidup, maka anjing tersebut tidak
terkena rabies.
Diagnosis rabies Pada manusia ditegakkan berdasarkan 2 cara yaitu:
a. Klinis, Terbagi menjadi 3 stadium yaitu:
Prodromal, dengan gejala nyeri kepala, demam, hipersalivasi, dan fotofobia.
Eksitasi, dimana reflex mulai meningkat, sulit menelan, agresif, dan hidrofobia.
Paralitik, dimulai dengan munculnya kelumpuhan flasid di tempat gigitan, kelumpuhan yang
dimulai dari ujung anggota gerak terus kea rah pangkal, dan bisa sampai terjadi kelumpuhan
otot-otot pernapasan.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Isolasi Virus Rabies yang didapatkan dari specimen air liur, cairan serebrospinal, air mata,
jaringan mukosa mulut atau urin penderita.
FAT (fluorencent antibody test) adalah pemeriksaan berdasarkan antigen virus pada specimen
tersebut diatas, hasilnya bisa negative bila antibody sudah terbentuk.
Mikroskopis seller, adalah pemeriksaan mikroskopik untuk menemukan negry body dimana
negry body adalah tanda khas inveksi virus rabies pada sel tubuh.
Biologis, adalah inokulasi specimen ke dalam jarigan otak tikus putih. Setelah tikus mati,
dilanjutkan pemeriksaan ulang dengan metode FAT dan mikroskopis seller.
Pengobatan dan tata laksana kasus
a. Identifikasi luka
Luka risiko rendah, adalah jilatan pada luka kecil di kulit badan dan anggota gerak atau Jilatan
pada luka lecet akibat garukan.
Luka Risiko Tinggi, adalah jilatan pada mukosa (selaput lender) utuh; jilatan pada luka leher,
muka dan luka, luka gigitan pada leher, muka dan kepala; luka gigitan pada jari tangan dan kaki;
luka gigitan pada daerah genitalia dan luka gigitan yang dalam, lebar, atau banyak.
b. Tata Laksana Luka
Pencucian luka: Karena virus rabies masih akan menetap pada luka gigitan selama 2 minggu
sebelum kemudian bergerak ke ujung saraf posterior, maka pencucian sangat penting untuk
mencegah infeksi. Pencucian dilakukan dengan air mengalir, memakai sabun/ detergen selama
15 menit.
Pemberian antiseptic : Setelah dicuci, luka diberi antiseptic seperti alcohol 70%, povidon iodine,
obat merah, dan sebagainya.
Tindakan penunjang : Dilakukan jahit situasi pada luka yang dalam dan lebar untuk
menghentikan pendarahan. Sebelum dijahit harus diberikan suntikan SAR terlebih dahulu.
c. Pemberian VAR (Vaksin anti-Rabies), atau VAR dan SAR (Serum anti-Rabies)
Pada luka resiko rendah: Var diberikan pada semua kasus penderita gigitan HPR yang belum
pernah mendapatkan VAR. Sejumlah 0,5 mL VAR disuntikkan IM pada region deltoideusanak
kanan dan kiri. Sedangkan pada bayi disuntikkan dipangkal paha. Penyuntikan diberikan 4X
(hari ke-0 2x pada pangkal lengan kanan kiri, hari ke-7 1x, dan hari ke-21 1x); sedangkan pada
penderita yang sudah pernah mendapat VAR lengkap sebelum tiga bulan tidak perlu diberi VAR,
bila sudah berusia 3 bulan sampai satu tahun maka perlu diberikan VAR 1x, dan bila sudah
berusia lebih dari satu yahun maka perlu diberikan VAR lengkap karena dianggap sebagai
penderita baru.
Pada Luka Risiko Tinggi: Perlu diberikan VAR dn SAR. VAR disuntikkan sebagaimana pada
luka risiko rendah ditambah dengan 1x pada hari ke-90. SAR disuntikkan disekitar luka guigitan
dan sisanya secara IM dengan dosis 0,1 mL/kgBB pada hari ke-0, bersamaan dengan pemberian
VAR.
d. Perawatan Kasus
Penderita yang menunjukkan gejala rabies harus dirawat di rumah sakit di ruang isolasi.
Ruangan sebaiknya gelap dan tenang. Pengobatan dan perawatan ditujukan untuk
mempertahankan hidup penderita. Petugas kesehatan (dokter dan perawat)yang menangani
seharusnya memakai alat perlindungan diri dari kemungkinan tertular seperti: kacamata plastik,
sarung tangan karet, masker, dan jas laboratorium lengan panjang. Apabila diperlukan, vaksinasi
pencegahan dapat diberikan untuk petugas kesehatan dengan VAR 2x (hari ke-0 dan hari ke-28)
dengan dosis dan cara pemberian yang sama dengan pemberian VAR pada luka. Ulangan dapat
diberikan 1 tahun setelah pemberian 1 dan setiap 3 tahun.

Leptospirosis

Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh infeksi Leptospira interrogans
semua serotipe. Leptospirosis juga dikenal dengan nama flood fever atau demam banjir karena
sering menyebabkan terjadinya wabah pada saat banjir. Menurut International Leptospirosis
Society (ILS), Indonesia merupakan negara dengan insiden leptospirosis yang tinggi, serta
menempati peringkat ketiga di dunia untuk tingkat mortalitas. Penyakit ini ditemukan pertama
kali oleh Weil pada tahun 1886, tetapi pada tahun 1915 Inada menemukan penyebab-nya yaitu
spirochaeta dari genus leptospira. Di antara genus leptospira, hanya spesies interogans yang
patogen untuk binatang dan manusia. Sekurang-kurangnya terdapat 180 serotipe dan 18
serogrup. Satu jenis serotipe dapat menimbulkan gambaran klinis yang berbeda, sebaliknya,
suatu gambaran klinis, misalnya meningitis aseptik, dapat disebab-kan oleh berbagai serotipe.
Leptospirosis memiliki manifestasi klinis yang luas dan bervariasi. Pada leptospirosis ringan
dapat terjadi gejala seperti influenza dengan nueri kepala dan mialgia. Leptospirosis berat
ditandai oleh ikterus, gangguan ginjal, dan perdarahan, dikenal sebagai sindrom Weil.
A. Epidemiologi

Penularan leptospirosis disebabkan oleh bakteri Leptospira yang tersebar diseluruh dunia dan
ditransmisikan baik secara langsung ataupun tidak langsung dari binatang ke manusia (zoonosis).
Transmisi dari manusia ke manusia dapat terjadi, namun sangat jarang. Transmisi
leptospira ke manusia terjadi karena kontak dengan urin, darah, atau organ dari binatang
terinfeksi; serta kontak dengan lingkungan (tanah, air) yang terkontaminasi leptospira.
Leptospira dapat hidup beberapa waktu dalam air dan alam terbuka. Iklim yang sesuai untuk
perkembangan leptospira ialah udara hangat (25oC), tanah basah/ lembab, dan pH tanah 6,2-8.
Leptospira dapat bertahan hidup di tanah yang sesuai sampai 43 hari dan di dalam air dapat
hidup berminggu-minggu lamanya. Hal ini dapat dijumpai sepanjang tahun di negara tropis
sehingga kejadian leptospirosis lebih banyak 1000 kali dibandingkan negara sub-tropis, dengan
risiko penyakit yang lebih berat.Insiden leptospirosis di negara tropis saat musim hujan sebanyak
5-20/100.000 penduduk per tahun. Selama wabah dan dalam kelompok risiko tinggi paparan,
insiden penyakit dapat mencapai lebih dari 100 per 100.000 penduduk. Di Indonesia,
leptospirosis tersebar di Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY),
Lampung, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau, Bali, Nusa Tenggara Barat,
Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat.Jumlah pasien laki-
laki dengan leptospirosis lebih tinggi dibandingkan perempuan. Hal ini mungkin mencermin-kan
paparan dalam kegiatan yang didominasi laki-laki. Untuk alasan yang sama, laki-laki remaja dan
setengah baya memiliki prevalensi lebih tinggi dibanding-kan anak laki-laki dan orang usia
lanjut. Angka kematian akibat leptospirosis di Indonesia termasuk tinggi, mencapai 2,5%-16,4%
dan hal ini tergantung sistem organ yang terinfeksi. Pada usia lebih dari 50 tahun kematian
mencapai 56%.
B. Etiologi

Leptospirosis disebabkan oleh bakteri dari genus Leptospira dari famili Leptospiraceae, ordo
Spirochaetales. Pewarnaan untuk kuman ini ialah impregnasi perak. Leptospira tumbuh baik
pada kondisi aerobik di suhu 28°C-30°C. Genus Leptospira terdiri dari dua spesies yaitu L.
interrogans (bersifat patogen) dan L. biflexa (bersifat saprofit/non-patogen). Leptospira patogen
terpelihara dalam tubulus ginjal hewan tertentu. Leptospira saprofit ditemukan di lingkungan
basah atau lembab mulai dari air permukaan,tanah lembab, serta air keran.
C. Faktor risiko

Orang yang berisiko ialah orang yang sering menyentuh binatang atau air, lumpur, tanah, dan
tanaman yang telah dicemari air kencing binatang yang terkontaminasi leptospirosis. Beberapa
pekerjaan yang berisiko seperti petani sawah, pekerja pejagalan, peternak, pekerja tambang,
industri perikanan, serta petani tebu dan pisang. Dokter hewan maupun staf laboratorium yang
kontak dengan kultur leptospirosis juga memiliki risiko terpapar leptospirosis. Beberapa
kegemaran yang bersentuhan dengan air atau tanah yang tercemar juga bisa menularkan lepto-
spirosis, seperti berkemah, berkebun, berkelana di hutan, berakit di air berjeram, dan olahraga air
lainnya (Gambar 2). Meskipun leptospirosis sering dianggap sebagai penyakit pedesaan, orang
yang tinggal di kota juga dapat terkena, tergantung pada kondisi hidup dan tingkat kebersihan
baik di rumah maupun lingkungan terdekatnya. Wabah leptospirosis telah dilaporkan mengikuti
terjadinya bencana alam seperti banjir dan badai.
D. Kriteria dan gejala klinis

Terdapat tiga kriteria yang ditetapkan dalam mendefinisikan kasus Leptospirosis, yaitu:

1. Kasus suspek: Demam akut dengan atau tanpa sakit kepala, disertai nyeri otot, lemah
(malaise), conjungtival suffusion, dan riwayat terpapar dengan lingkungan yang
terkontaminasi atau aktifitas yang merupakan faktor risiko leptospirosis dalam kurun waktu
2 minggu.

2. Kasus probable: Dinyatakan probable disaat kasus suspek memiliki dua gejala klinis di
antara berikut: nyeri betis, ikterus, manifestasi pendarahan, sesak nafas, oliguria atau anuria,
aritmia jantung, batuk dengan atau tanpahemoptisis, dan ruam kulit. Selain itu, memiliki
3
gambaran laboratorium: trombositopenia <100.000 sel/mm , leukositosis dengan neutrofil
>80%, kenaikan jumlah bilirubin total >2 g% atau peningkatan SGPT, amilase, lipase, dan
creatine phosphokinase (CPK), penggunaan rapid diagnostic test (RDT) untuk mendeteksi
IgM anti-leptospira

3. Kasus konfirmasi: Dinyatakan sebagai kasus konfirmasi saat kasus probable disertai salah
satu dari: isolasi bakteri Leptospira dari spesimen klinik, hasil polymerase chain reaction
(PCR) positif, dan serokonversi macroscopic agglutination test (MAT) dari negatif menjadi
positif.

E. Pencegahan
Pemberian doksisiklin 200 mg/minggu dapat memberikan pencegahan sekitar 95% pada
orang dewasa yang berisiko tinggi, namun profilaksis pada anak belumditemukan. Pengontrolan
lingkungan rumah dan penggunaan alat pelindung diri terutama di daerah endemik dapat
memberikan pencegahan pada penduduk berisiko tinggi walaupun hanya sedikit manfaatnya.
Imunisasi hanya memberikan sedikit perlindungan karena terdapat serotipe kuman yang berbeda.

http://akurniaaa.blogspot.com/2014/04/makalah-rabies.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai