TINJAUAN PUSTAKA
3
4
.
5
dengan jarum suntik atau gigitan serangga yang terinfeksi. Populasi berisiko tinggi
termasuk mereka yang belum divaksinasi, pengguna narkoba intravena, dan
mereka yang imunosupresi. Penyebab lain infeksi telah didokumentasikan melalui
prosedur bedah, suntikan intramuskular, infeksi gigi, dan gigitan anjing.7
.
6
.
7
Masih belum jelas mana yang lebih penting, mungkin keduanya terlibat. Pada
mekanisme pertama, toksin yang berikatan pada neuromuscular junction lebih
memilih menyebar melalui saraf motorik selanjutnya secara transinaptik ke saraf
motorik dan otonom yang berdekatan, kemudian ditransport secara retrograd
menuju sistem saraf pusat. Setelah stimulasi saraf perifer dan kranial, asetilkolin
biasanya dilepaskan dari vesikel end plate. Asetilkolin kemudian mengikat
reseptor spesifik pada otot, dan merangsang kontraksi. Relaksasi otot biasanya
disebabkan oleh glisin (G) rilis dari interneuron inhibitor. Glycin bekerja pada
neuron motorik untuk memblokir eksitasi dan pelepasan asetilkolin (A) pada end
plate motor. Akibat toksin tetanus (tetanospasmin) berikatan dengan interneuron
.
8
.
9
cerebri, penderita akan mulai mengalami kejang umum yang spontan. Hal ini
merupakan karakteristik tetanus. 4,5,6,7,8
Otot wajah terkena paling awal karena jalur axonalnya pendek, sedangkan
neuron-neuron simpatis terkena paling akhir, mungkin akibat aksi toksin di batang
otak. Pada tetanus berat, gagalnya penghambatan aktivitas otonom menyebabkan
hilangnya kontrol otonom, aktivitas simpatis yang berlebihan dan peningkatan
kadar katekolamin. Ikatan neuronal toksin sifatnya irreversibel, pemulihan
membutuhkan tumbuhnya terminal saraf yang baru, sehingga memanjangkan
durasi penyakit ini.4,5,6,7,8
.
10
2.6.1.Tetanus lokal
Tetanus lokal merupakan bentuk yang jarang ditemukan. Pasien dengan
tetanus lokal mengalami spasme dan peningkatan tonus otot terbatas pada otot-
otot di sekitar tempat infeksi tanpa tanda-tanda sistemik. Kontraksi dapat
bertahan selama beberapa minggu sebelum perlahan-lahan menghilang. Tetanus
lokal dapat berlanjut menjadi tetanus general tetapi gejala yang timbul biasanya
ringan dan jarang menimbulkan kematian. Mortalitas akibat tetanus lokal hanya
1%.8,9,10,11,12
2.6.2.Tetanus sefalik
Tetanus sefalik juga merupakan bentuk yang jarang ditemukan (insiden
sekitar 6%) dan merupakan bentuk khusus tetanus lokal yang mempengaruhi
otot-otot nervus kranialis terutama di daerah wajah. Tetanus sefalik dapat timbul
setelah otitis media kronik maupun cidera kepala (kulit kepala, mata dan
.
11
konjungtiva, wajah, telinga, atau leher). Manifestasi klinis yang dapat timbul
dalam 1-2 hari setelah cidera antara lain fasial palsi akibat paralisis nervus VII
(paling sering), disfagia, dan paralisis otot-otot ekstraokuler serta ptosis akibat
paralisis nervus III. Tetanus sefalik dapat berlanjut menjadi tetanus general.
Tingkat mortalitas yang dilaporkan tinggi, yaitu 15-30%.8,9,10,11,12
2.6.3.Tetanus general
Sekitar 80% kasus tetanus merupakan tetanus general. Tanda khas dari
tetanus general adalah trismus (lockjaw) yaitu ketidakmampuan membuka mulut
akibat spasme otot maseter. Trismus dapat disertai gejala lain seperti kekakuan
leher, kesulitan menelan, rigiditas otot abdomen, dan peningkatan temperatur 2-
4°C di atas suhu normal. Spasme otot-otot wajah menyebabkan wajah penderita
tampak menyeringai dan dikenal sebagai risus sardonicus (sardonic smile).
Spasme otot-otot somatik yang luas menyebabkan tubuh penderita membentuk
lengkungan seperti busur yang dikenal sebagai opistotonus dengan fleksi lengan
dan ekstensi tungkai serta rigiditas otot abdomen yang teraba seperti
papan.8,9,10,11,12
Kejang otot yang akut, paroksismal, tidak terkoordinasi, dan menyeluruh
merupakan karakteristik dari tetanus general. Kejang tersebut terjadi secara
intermiten, ireguler, tidak dapat diprediksi, dan berlangsung selama beberapa
.
12
detik sampai beberapa menit. Pada awalnya kejang bersifat ringan dan terdapat
periode relaksasi diantara kejang, lama kelamaan kejang menimbulkan nyeri dan
kelelahan (paroksismal). Kejang dapat terjadi secara spontan atau dipicu berbagai
stimulus eksternal dan internal. Distensi vesika urinaria dan rektum atau
sumbatan mukus dalam bronkus dapat memicu kejang paroksismal. Udara
dingin, suara, cahaya, pergerakan pasien, bahkan gerakan pasien untuk minum
dapat memicu spasme paroksismal. Sianosis dan bahkan kematian mendadak
dapat terjadi akibat spasme tersebut. Terkadang pasien dengan tetanus general
menampakkan manifestasi autonomik yang mempersulit perawatan pasien dan
dapat mengancam nyawa. Overaktivitas sistem saraf simpatis lebih sering
ditemukan pada pasien usia tua atau pecandu narkotik dengan tetanus.
Overaktivitas autonom dapat menyebabkan fluktuasi ekstrim tekanan darah yang
bervariasi dari hipertensi ke hipotensi serta takikardia, berkeringat, hipertermia,
dan aritmia jantung. 8,9,10,11,12
Pada tetanus kesadaran penderita tidak terganggu dan penderita mengalami
nyeri hebat pada setiap episode spasme. Spasme berlanjut selama 2-3 minggu,
yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan transpor toksin yang sudah
berada intraaksonal, setelah antitoksin diberikan. Apabila antitoksin tidak
diberikan, pemulihan lengkap akan terjadi dalam beberapa bulan sampai
produksi dan pengikatan tetanospasmin selesai dan terjadi pembentukan
neuromuscular junction yang baru. 8,9,10,11,12
.
13
2.6.4.Tetanus neonatorum
Tetanus neonatorum disebabkan infeksi C. tetani yang masuk melalui tali
pusat sewaktu proses pertolongan persalinan. Spora masuk disebabkan proses
pertolongan persalinan yang tidak steril, baik karena penggunaan alat maupun
obat-obatan yang terkontaminasi spora C. tetani. Kebiasaan menggunakan alat
pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak steril merupakan faktor
utama dalam terjadinya tetanus neonatorum. 8,9,10,11,12
Gambaran klinis tetanus neonatorum serupa dengan tetanus general. Gejala
awal ditandai dengan ketidakmampuan untuk menghisap 3-10 hari setelah lahir.
Gejala lain termasuk iritabilitas dan menangis terus menerus (rewel), risus
sardonikus, peningkatan rigiditas, dan opistotonus. 8,9,10,11,12
.
14
hingga 21 hari setelah masuknya kuman tetanus ke dalam tubuh. Pada masa
inkubasi inilah baru timbul gejala awalnya.1,5,6,9,11
Tetanus memiliki gambaran klinis dengan ciri khas trias rigiditas otot,
spasme otot, dan ketidakstabilan otonom. Gejala penyakit tetanus bisa dibagi
dalam tiga tahap, yaitu :
a. Tahap awal
Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh merupakan
gejala awal penyakit ini. Satu hari kemudian baru terjadi kekakuan otot.
Beberapa penderita juga mengalami kesulitan menelan. Gangguan terus
dialami penderita selama infeksi tetanus masih berlangsung.
b. Tahap kedua
Gejala awal berlanjut dengan kejang yang disertai nyeri otot pengunyah
(Trismus). Gejala tahap kedua ini disertai sedikit rasa kaku di rahang, yang
meningkat sampai gigi mengatup dengan ketat, dan mulut tidak bisa dibuka
sama sekali. Kekakuan ini bisa menjalar ke otot-otot wajah, sehingga wajah
penderita akan terlihat menyeringai (Risus Sardonicus), karena tarikan dari
otot-otot di sudut mulut. Selain itu, otot-otot perut pun menjadi kaku tanpa
disertai rasa nyeri. Kekakuan tersebut akan semakin meningkat hingga kepala
penderita akan tertarik ke belakang (Ophistotonus). Keadaan ini dapat terjadi
48 jam setelah mengalami luka. Pada tahap ini, gejala lain yang sering timbul
yaitu penderita menjadi lambat dan sulit bergerak, termasuk bernafas dan
menelan makanan. Penderita mengalami tekanan di daerah dada, suara
berubah karena berbicara melalui mulut atau gigi yang terkatub erat, dan
gerakan dari langit-langit mulut menjadi terbatas.
c. Tahap ketiga
Daya rangsang dari sel-sel saraf otot semakin meningkat, maka terjadilah
kejang refleks. Biasanya hal ini terjadi beberapa jam setelah adanya kekakuan
otot. Kejang otot ini bisa terjadi spontan tanpa rangsangan dari luar, bisa pula
karena adanya rangsangan dari luar. Misalnya cahaya, sentuhan, bunyi-
.
15
bunyian dan sebagainya. Pada awalnya, kejang ini hanya berlangsung singkat,
tapi semakin lama akan berlangsung lebih lama dan dengan frekuensi yang
lebih sering. Selain dapat menyebabkan radang otot jantung (mycarditis),
tetanus dapat menyebabkan sulit buang air kecil dan sembelit. Pelukaan lidah,
bahkan patah tulang belakang dapat terjadi akibat adanya kejang otot hebat.
Pernafasan pun juga dapat terhenti karena kejang otot ini, sehingga beresiko
kematian. Hal ini disebabkan karena sumbatan saluran nafas, akibat kolapsnya
saluran nafas, sehingga refleks batuk tidak memadai, dan penderita tidak dapat
menelan.1,5,6,9,11
Spasme otot muncul spontan, juga dapat diprovokasi oleh stimulus fisik,
visual, auditori, atau emosional. Spasme otot menimbulkan nyeri dan dapat
menyebabkan ruptur tendon, dislokasi sendi serta patah tulang. Spasme laring
dapat terjadi segera, mengakibatkan obstruksi saluran nafas atas akut dan
respiratory arrest. Pernapasan juga dapat terpengaruh akibat spasme yang
melibatkan otot-otot dada; selama spasme yang memanjang, dapat terjadi
hipoventilasi berat dan apnea yang mengancam nyawa. Tanpa fasilitas ventilasi
mekanik, gagal nafas akibat spasme otot adalah penyebab kematian paling sering.
Hipoksia biasanya terjadi pada tetanus akibat spasme atau kesulitan membersihkan
sekresi bronkial yang berlebihan dan aspirasi. Spasme otot paling berat terjadi
.
16
selama minggu pertama dan kedua, dan dapat berlangsung selama 3 sampai 4
minggu, setelah itu rigiditas masih terjadi sampai beberapa minggu lagi.1,5,6,9,11
Tetanus berat berkaitan dengan hyperkinesia sirkulasi, terutama bila spasme
otot tidak terkontrol baik. Gangguan otonom biasanya mulai beberapa hari setelah
spasme dan berlangsung 1-2 minggu. Meningkatnya tonus simpatis biasanya
dominan menyebabkan periode vasokonstriksi, takikardia dan hipertensi.
Autonomic storm berkaitan dengan peningkatan kadar katekolamin. Keadaan ini
silih berganti dengan episode hipotensi, bradikardia dan asistole yang tiba-tiba.
Gambaran gangguan otonom lain meliputi salivasi, berkeringat, meningkatnya
sekresi bronkus, hiperpireksia, stasis lambung dan ileus.1,5,6,9,11
Pada keadaan berat dapat timbul berbagai komplikasi. Intensitas spasme
paroksismal kadang cukup untuk mengakibatkan rupture otot spontan dan
hematoma intramuskular. Fraktur kompresi atau subluksasi vertebra dapat terjadi,
biasanya pada vertebrathorakalis.4 Gagal ginjal akut merupakan komplikasi
tetanus yang dapat dikenali akibat dehidrasi, rhabdomiolisis karena spasme, dan
gangguan otonom. Komplikasi lain meliputi atelektasis, penumonia aspirasi, ulkus
peptikum, retensi urine, infeksi traktus urinarius, ulkus dekubitus, thrombosis
vena, dan thromboemboli.1,5,6,9,11
.
17
.
18
Tidak ada 10
Mungkin ada/ibu mendapatkan imunisasi (pada 8
Status neonatus) 4
imunisasi > 10 tahun yang lalu 2
< 10 tahun yang lalu 0
Imunisasi lengkap
10
Penyakit atau trauma yang mengancam nyawa 8
Keadaan yang tidak langsung mengancam nyawa 4
Faktor Keadaan yang tidak mengancam nyawa 2
pemberat Trauma atau penyakit ringan 1
ASA derajat I
.
19
didasarkan pada empat parameter, yaitu masa inkubasi, lokasi infeksi, status
imunisasi, dan faktor pemberat. Skor dari keempat parameter tersebut dijumlahkan
dan interpretasinya sebagai berikut: (a) skor < 9 tetanus ringan, (b) skor 9-18
tetanus sedang, dan (c) skor > 18 tetanus berat. 1,5,6,7,9,11
.
20
Sistem skoring menurut Ablett juga dikembangkan pada tahun 1967 dan menurut
beberapa literatur merupakan sistem skoring yang paling sering digunakan Udwadia
(1992) kemudian sedikit memodifikasi sistem skoring Ablett dan dikenal sebagai skor
Udwadia. 1,5,6,7,9,11,12
.
21
.
22
atau tidak lengkap, kekakuan otot-otot tubuh), risus sardinicus dan kesadaran yang
tetap normal.
a. Meningitis bacterial
Pada penyakit ini trismus tidak ada, kesadaran penderita biasanya menurun.
Diagnosis ditegakkan dengan melakukan lumbal pungsi, dimana adanya
kelainan cairan serebrospinal yaitu jumlah sel meningkat, kadar protein
meningkat dan glukosa menurun.
b. Poliomyelitis
Didapatkan adanya paralisis flaksid dengan tidak dijumpai adanya trismus.
Pemeriksaan cairan serebrospinalis menunjukan lekositosis. Virus polio
diisolasi dari tinja dan pemeriksaan serologis, titer antibody meningkat.
c. Rabies
Sebelumnya ada riwayat gigitan anjing atau hewan lain. Trismus jarang
ditemukan, kejang bersifat klonik.
d. Tetani
Timbul karena hipokalsemia dan hipofosfatemia dimana kadar kalsium dan
fosfat dalam serum rendah. Yang khas bentuk spasme otot ialah karpopedal
spasme dan biasanya diikuti dengan laringospasme, jarang dijumpai
trismus.2,12,13
.
23
.
24
.
25
.
26
.
27
.
28
.
29
.
30
.
31
pemberian imunisasi telah dapat dimulai sejak anak berusia 2 bulan, dengan cara
pemberian imunisasi aktif (DPT atau DT). Mencegah tetanus melalui vaksinasi
adalah jauh lebih baik daripada mengobatinya. Pada anak-anak, vaksin tetanus
diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus) Bagi yang
sudah dewasa sebaiknya menerima booster. Selain itu perawatan luka yang benar
dan anti tetanus serum untuk profilaksis.5,14,15,20
2. Pada kardiovaskular
Komplikasi berupa aktivitas simpatis meningkat antara lain berupa
takikardia, hipertensi, vasokonstriksi perifer dan rangsangan miokardium.
.
32
c. Demam yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar
luas dan mengganggu pusat pengatur suhu.
d. Kematian yang dapat terjadi akibat komplikasi, yaitu: bronkopneumonia,
cardiac arrest, septikemia dan pneumothoraks. 2,12,13