PBL
PBL
TELAAH PUSTAKA
Selama diskusi, mahasiswa mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang tidak mereka
pahami (Apa yang
ingin diketahui?)
Mahasiswa terdorong untuk mengidentifikasi apa yang tidak mereka ketahui atau pahami. Ini
melengkapi dasar mereka dalam menghadapi tantangan belajar selanjutnya.
Belajar akan lebih baik jika mahasiswa bisa mengajukan pertanyaan dan mencari jawabannya
sendiri.
Sebelum akhir sesi pertama, pengajar mendampingi mahasiswa untuk fokus terhadap
pertanyaan yang dianggap penting. Mahasiswa menentukan cara
membagi tanggung jawab untuk menyelidiki pertanyaan (Apa yang akan
dilakukan? Apa yang harus dilakukan sebagian dari kita? Siapa yang melakukan
apa?)
Mahasiswa bisa memahami hal yang terjadi secara lengkap dan belajar menggunakan
interrelating
ide serta pengetahuan dari bermacam disiplin. Kerja tim dan rasa kebersamaan juga akan
berkembang.
Setelah periode self-study, sesi kedua dilakukan. Pada awal sesi ini mahasiswa
diharapkan dapat membagi pengetahuan baru yang mereka peroleh.
Mahasiswa belajar cara untuk mendapatkan informasi dari bermacam sumber. Mahasiswa
belajar bagaimana untuk mempresentasikan informasi dan bagaimana bertanya.
Pengetahuan baru dan Pemahaman diaplikasikan pada permasalahan. Mahasiswa menguji
validitas dari pendekatan awal dan menyaringnya. Mahasiswa mungkin membutuhkan
penguraian solusi walaupun tidak selamanya itu penting.
Dalam pendidikan gaya bank, yang dibutuhkan bukanlah pemahaman akan isi, tetapi sekedar
hafalan. Sekali lagi bukannya memahami teks, tetapi tugasnya hanya menghafal dan jika
mahasiswa melakukannya berarti telah memenuhi kewajibannya. Lain halnya dengan visi
pendidikan yang kritis : seorang pembaca, dalam hal ini adalah pelajar merasa tertantang oleh
teks yang disodorkan padanya dan tujuan membaca adalah untuk memahami makna yang
lebih dalam.
Berikut ini beberapa cara untuk mengembangkan sikap kritis dalam belajar menurut Paulo
Freire (1999) :
a.Pembaca harus mengetahui peran dirinya. Tidak mungkin orang dapat belajar secara serius
jika motivasi membaca disebabkan oleh ketertarikan terhadap daya pikat kata-kata
pengarangnya, terpesona oleh kekuatan magis, atau jika dia bersikap pasif dan terbelenggu,
hanya berusaha menghafal pemikiran pengarangnya, atau jika dia membiarkan dirinya
’diserbu’ oleh pemikiran pengarang, atau jika pembaca dijadikan sebuah ’bejana’ yang cukup
diisi dengan kutipan-kutipan dari teks yang termaktub di dalamnya.
b.Pada dasarnya praktik belajar adalah bersikap terhadap dunia. Belajar adalah memikirkan
pengalaman, dan memikirkan pengalaman adalah cara terbaik untuk berpikir secara benar.
Orang yang sedang belajar tidak boleh menghentikan rasa ingin tahunya terhadap orang lain
dan kehidupan nyata. Mereka itu selalu bertanya dan berusaha menemukan jawaban, serta
terus mencarinya. Dengan memelihara sikap ingin tahu ini menyebabkan kita menjadi
cekatan dan mendapat banyak keuntungan.
Sikap kritis dalam belajar sama dengan sikap yang diperlukan untuk menghadapi dunia
(yakni dunia dan kehidupan nyata pada umumnya), untuk bertanya dalam hati, yang dimulai
dengan terus mengamati kebenaran yang tersembunyi di balik fakta yang dipaparkan dalam
teks-teks.
Semakin tekun kita belajar semakin kita mempunyai pandangan global dan makin mampu
mengaplikasikannya ketika membaca suatu teks dengan cara memilah-milah komponennya.
Membaca ulang sebuah teks untuk mengetahui batasan-batasan komponen tersebut akan
menciptakan pemahaman yang lebih signifikan secara keseluruhannya.
Kualitas perilaku belajar tidak bisa diukur dengan jumlah halaman yang dibaca selama satu
semester. Belajar bukanlah mengonsumsi ide, namun menciptakan dan terus menciptakan
ide.
Berikut ini bagan Standar Keterkaitan Tri Dharma Perguruan Tinggi Terintegrasi dengan
Perwujudan Suasana Akademik Kondusif:
Gambar 2.2. Mekanisme Standar Keterkaitan Tri Dharma Perguruan Tinggi Terintegrasi
dengan Perwujudan Suasana Akademik Kondusif
(Sumber : Buku Pedoman Evaluasi-Diri BAN PT, 2002)
1. Identifikasi masalah
2. Analisis masalah
3. Hipotesis/penjelasan logis sistematis
4. Identifikasi pengetahuan
Fasilitator
BAB IV
PEMBAHASAN
Ada beberapa cara menerapkan PBL dalam pembelajaran. Secara umum, penerapan model
ini mulai dengan adanya masalah yang harus dipecahkan atau dicari pemecahannya oleh
mahasiswa. Masalah tersebut dapat berasal dari mahasiswa atau mungkin juga diberikan oleh
pengajar. Mahasiswa akan memusatkan pembelajaran di sekitar masalah tersebut, dengan arti
lain, mahasiswa belajar teori dan metode ilmiah agar dapat memecahkan masalah yang
menjadi pusat perhatiannya (I Wayan Dasna dan Sutrisno, 2007).
Pemecahan masalah dalam PBL harus sesuai dengan langkah-langkah metode ilmiah.
Dengan demikian mahasiswa belajar memecahkan masalah secara sistematis dan terencana.
Oleh sebab itu, penggunaan PBL dapat memberikan pengalaman belajar melakukan kerja
ilmiah yang sangat baik kepada mahasiswa.
Berikut Diagram Sebab-Akibat Pembentukan Suasana Akademik Kondusif:
Langkah-langkah pemecahan masalah dalam pembelajaran PBL paling sedikit ada delapan
tahapan (Pannen, 2001), yaitu:
1.Mengidentifikasi masalah,
2.Mengumpulkan data,
3.Menganalisis data,
4.Memecahkan masalah berdasarkan pada data yang ada dan analisisnya,
5.Memilih cara untuk memecahkan masalah,
6.Merencanakan penerapan pemecahan masalah,
7.Melakukan uji coba terhadap rencana yang ditetapkan, dan
8.Melakukan tindakan (action) untuk memecahkan masalah.
Empat tahap yang pertama mutlak diperlukan untuk berbagai kategori tingkat berpikir,
sedangkan empat tahap berikutnya harus dicapai bila pembelajaran dimaksudkan untuk
mencapai keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills).
Langkah mengidentifikasi masalah merupakan tahapan yang sangat penting dalam PBL.
Pemilihan masalah yang tepat agar dapat memberikan pengalaman belajar yang mencirikan
kerja ilmiah seringkali menjadi ”masalah” bagi dosen dan siswa. Artinya, pemilihan masalah
yang kurang luas, kurang relevan dengan konteks materi pembelajaran, atau suatu masalah
yang sangat menyimpang dengan tingkat berpikir siswa dapat menyebabkan tidak tercapainya
tujuan pembelajaran.
Oleh sebab itu, sangat penting adanya pendampingan oleh dosen pada tahap ini. Walaupun
dosen tidak melakukan intervensi terhadap masalah tetapi dapat memfokuskan masalah
melalui pertanyaan-pertanyaan agar mahasiswa melakukan refleksi lebih dalam terhadap
masalah yang dipilih. Dalam hal ini dosen harus berperan sebagai fasilitator agar
pembelajaran tetap pada bingkai yang direncanakan. Suatu hal yang sangat penting untuk
diperhatikan dalam PBL adalah pertanyaan berbasis why bukan sekedar how.
Setiap tahap dalam pemecahan masalah, keterampilan mahasiswa dalam tahap tersebut
hendaknya tidak semata-mata keterampilan how, tetapi kemampuan menjelaskan
permasalahan dan bagaimana permasalahan dapat terjadi. Namun yang harus dicapai pada
akhir pembelajaran adalah kemampuannya untuk memahami permasalahan dan alasan
timbulnya permasalahan tersebut serta kedudukan permasalahan tersebut dalam tatanan
sistem yang sangat luas.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1.Problem Based Learning (PBL) optimal untuk segala fakultas, tetapi tidak semua mata
kuliah dimungkinkan untuk dilaksanakan dengan metode PBL. Mata kuliah yang sangat
relevan dilaksanakan dengan metode PBL adalah mata kuliah kelompok Mata Kuliah
Keahlian Berkarya (MKB).
2.Secara umum pengimplementasian model ini mulai dengan adanya masalah yang harus
dipecahkan oleh mahasiswa. Pemecahan masalah dalam PBL harus sesuai dengan langkah-
langkah metode ilmiah. Dengan demikian mahasiswa belajar memecahkan masalah secara
sistematis dan terencana.
3.Infrastruktur harus dipersiapkan dalam pelaksanaan PBL dengan baik. Institusi, mahasiswa,
pengajar masing-masing mempunyai peran yang saling menunjang. Para pengajar, terutama
mempunyai peran memberikan inspirasi agar potensi mahasiswa dimaksimalkan.
5.2. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan oleh penulis, antara lain:
1.Diperlukan penerapan metode Problem Based Learning (PBL) di berbagai fakultas,
sehingga dapat dihasilkan lulusan yang kompeten, mampu berkompetisi, cerdas, kreatif, peka
terhadap perubahan di lingkungan, serta mampu mencari solusi pemecahan masalah.
2.Kurikulum perguruan tinggi di Indonesia seyogyanya diarahkan untuk case Problem Based
Learning (PBL) yang dilakukan melalui teori-teori ilmu pengetahuan diorganisasikan
diseputar masalah-masalah nyata yang diambil dari praktik-praktik profesional.
DAFTAR PUSTAKA
Adler, Ralph W. and Milne, Markus J. 1997. Improving The Quality of Accounting
Students’Learning Through Action-Oriented Learning Tasks. Accounting Education. Vol. 6
No. 3: 191-215.
Amir, M. Taufiq. 2005. PBL Optimal Untuk Segala Bentuk Fakultas (Wawancara dengan
Prof. Howard Barrows, MD). Diakses dari http://www.ibii.ac.id/files/newsletter/edisi3/ pada
tanggal 21 Februari 2008.
Bahti, Husein H. 2006. Riset Multidisiplin Dan Terpadu Untuk Pelaksanaan Tridharma Di
Unpad Sebagai (Calon) Perguruan Tinggi Bhpmn Dengan Visi Research University. Diakses
dari http://www.unpad.ac.id pada tanggal 10 Februari 2008.
Dasna, I Wayan. 2005. Penggunaan Model Pembelajaran Problem-based Learning dan
Kooperatif learning untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar kuliah metodologi
penelitian. Malang: Lembaga Penelitian UM.
Depdiknas. Buku Pedoman Penjaminan Mutu (Quality Assurance) Pendidikan Tinggi. 2003.
Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi - Departemen Pendidikan Nasional.
Djanali, Supeno. 2005. Pedoman Penjaminan Mutu (Quality Assurance) Pendidikan Tinggi.
Diakses dari http://www.kopertis4.or.id/ pada tanggal 21 Februari 2008.
Djanali, Supeno. 2005. Suasana Akademik. Diakses dari http://www.kopertis4.or.id/ pada
tanggal 21 Februari 2008.
Ferdian, Riki. 2006. Pengaruh Problem-Based Learning (Pbl) Pada Pengetahuan Tentang
Kekeliruan DanKecurangan (Errors And Irregularities). Diakses dari
http://info.stieperbanas.ac.id/makalah/ pada tanggal 10 Februari 2008.
Freire, Paulo. 2002. Politik Pendidikan Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembahasan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.