Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN MANAJEMEN

PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA


MUHAMMADIYAH RANCABOLANG BANDUNG
Diajukan untuk memenuhi tugas manajemen keperawatan gerontik

Disusun Oleh:
ANGKATAN XI
1. Ade Sholikin, S. Kep 2. Dedi, S.Kep
3. Agus Suprianto, S. Kep 4. Maya Indriani, S.Kep
5. Ahmad Hidayat, S. Kep 6. Agus Supriyanto, S.Kep
7. Asep Kosasih, S. Kep 8. Ina Kurniasih, S.Kep
9. Dadang Mustopa, S. Kep 10. Dewi Nurhayati, S.Kep
11. Fitri Munawaroh, S. Kep 12. Sudaro, S.Kep
13. Ika Hari Karti, S. Kep 14. Sri Rahayu, S.Kep
15. Imas Suryatini, S. Kep 16. Krisna Nurgraha, S.Kep
17. Yoga Sugiharto, S. Kep 18. Kenangan Ovataro Zai, S.Kep
19. Haris Samsudin, S. Kep 20. Rubby Rasyid, S.kep
21. Karyat, S. Kep

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XI


STIKes BHAKTI KENCANA BANDUNG
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat, hidayah, kesehatan dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan

i
tugas Manajemen Unit dan Asuhan keperawatan di Panti Tresna Werdha
Muhammadiyah Rancabolang Bandung. Tugas ini disusun untuk memenuhi salah
satu syarat tugas pada stase Keperawatan Gerontik Program Profesi Ners
Angkatan XI di STIKes BHAKTI KENCANA BANDUNG.
Kami menyadari bahwa tugas ini bukanlah tujuan akhir dari proses belajar
karena belajar adalah sesuatu yang tidak terbatas. Kami berharap dengan segala
kekurangan yang ada, tugas ini semoga dapat bermanfaat bagi kami dalam
kemajuan ilmu pengetahuan khususnya pada bidang keperawatan dan juga dapat
bermanfaat bagi PSTW Muhammadiyah Rancabolang Bandung
Akhir kata, kami mohon maaf apabila ada penulisan kata-kata yang salah,
merupakan suatu kebanggaan bagi kami apabila terdapat kritik dan saran untuk
perbaikan lebih lanjut.

Bandung, 28 Mei 2018

Mahasiswa NERS
Angkatan XI

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN..................................................................... i
KATA PENGANTAR.............................................................................. ii

ii
DAFTAR ISI............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................. 1
1.2 Tujuan Penulisan ............................................................................. 3
1.3 Manfaat Penulisan............................................................................ 4
1.4 Metode Penulisan............................................................................. 5
1.5 Sistematika penulisan....................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Usia Lanjut....................................................................................... 6
2.2 Proses Menua .................................................................................. 8
2.3 Faktor yang mempengaruhi proses menua....................................... 10
2.4 Perubahan yang terjadi pada lansia.................................................. 12
2.5 Permasalahan yang terjadi pada lansia............................................. 15
2.6 Kajian Panti Werdha......................................................................... 17
2.7 Karakteristik panti............................................................................ 29
BAB III KAJIAN SITUASI
3.1 Visi Misi PTSW Muhammadiyah....................................................... 32
3.2 Tujuan PTSW Muhammadiyah.......................................................... 32
3.3 Kriteria dan Syarat Warga Asuh......................................................... 33
3.4 Kajian Umum PTSW Muhammadiyah............................................... 34
3.5 Kajian Internal PTSW Muhammadiyah............................................. 34
3.6 Kajian Eksternal................................................................................. 35
BAB IV ANALISA DATA
4.1 Analisa Data Internal.......................................................................... 40
4.2 Analisa Data Eksternal ...................................................................... 41
BAB V PERENCANAAN
5.1 POA Internal....................................................................................... 42
5.2 POA Eksternal ................................................................................... 44
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH) merupakan salah satu
indikator meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan. Peningkatan UHH
ini dapat mengakibatkan terjadinya transisi epidemiologi dalam bidang
kesehatan akibat meningkatnya jumlah angka kesakitan karena penyakit
degeneratif. Perubahan struktur demografi ini diakibatkan oleh
peningkatan populasi lanjut usia (lansia) dengan menurunnya angka
kematian serta penurunan jumlah kelahiran. (Kemenkes, 2013)
World Health Organization (WHO) pada tahun 2013
mempublikasikan suatu fakta bahwa di hampir setiap negara, proporsi
penduduk dengan kategori lansia tumbuh lebih cepat disbanding kelompok

iii
usia lainnya. Peningkatan populasi lansia tersebut dapat dinilai sebagai
suatu keberhasilan bagi kebijakan kesehatan masyarakat serta
pembangunan sosial ekonomi, tetapi juga dapat menjadi tantangn bagi
masyarakat untuk beradaptasi, memaksimalkan kapasitas kesehatan dan
fungsional lansia serta partisipasi sosial keamanan.
Seiring meningkatnya derajat kesehatan dan kesejahteraan
penduduk akan berpengaruh pada peningkatan UHH di Indonesia.
Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa 2011, pada tahun 2000-
2005 UHH adalah 66,4 tahun, angka ini akan meningkat pada tahun 2045-
2050 yang diperkirakan UHH menjadi 77,6 tahun (dengan persentase
populasi lansia tahun 2045 adalah 28,68%).(Kemenkes, 2013)
Data Badan Pusat Stastistik menunjukkan bahwa penduduk lanjut
usia di Indonesia pada tahun 1980 berjumlah 7,9 juta jiwa (5,45% dari
jumlah total penduduk). Pada tahun 1990 meningkat menjadi 12,7 juta
jiwa (6,39%) dan pada tahun 2000 menjadi 14,4 juta jiwa (7,18%). Untuk
tahun 2010 menjadi 23,9 juta jiwa (9,77 %) dan pada tahun 2020
diprediksi akan berjumlah 28,8 juta jiwa (11,34%). (Kemensos, 2010)
Secara demografi, lansia di Indonesia termasuk lima besar
terbanyak di dunia dengan jumlah lansia sesuai sensus penduduk 2010
berjumlah 18,1 juta jiwa (9,6% dari total penduduk), pada tahun 2030
diperkirakan akan mencapai 36 juta (Direktur Bina Upaya Kesehatan
Dasar Kemenkes RI, 2013).
Perubahan ini akan berdampak luas terhadap berbagai aspek
kehidupan. Berbagai permasalahan baru dapat muncul berhubungan
dengan penduduk usia lanjut, terutama berkenaan dengan kebutuhan dasar
fisik dan psikologis lansia. Guna memenuhi kebutuhan tersebut,
pemerintah Indonesia menggalakan berbagai kebijakan dan program yang
ditujukan bagi lansia.
Kebijakan dan program yang telah dilaksanakan tertuang dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya
Peningkatan Kesejahteraan Lanjut Usia, antara lain meliputi: 1) Pelayanan
keagamaan dan mental spiritual seperti pembangunan sarana ibadah
dengan pelayanan aksesibilitas bagi lanjut usia; 2) Pelayanan kesehatan
melalui peningkatan upaya penyembuhan (kuratif), diperluas pada bidang

iv
pelayanan geriatrik/gerontologik; 3) Pelayanan untuk prasarana umum,
yaitu mendapat kemudahan dalam penggunaan fasilitas umum, keringanan
biaya, kemudahan dalam melakukan perjalanan, penyediaan fasilitas
rekreasi dan olahraga khusus; 4) Kemudahan dalam penggunaan fasilitas
umum, seperti pelayanan administrasi pemerintah (Kartu Tanda Penduduk
seumur hidup), pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan milik
pemerintah, pelayanan dan keringanan biaya untuk pembelian tiket
perjalanan, akomodasi, pembayaran pajak, pembilian tiket rekreasi,
penyediaan tempat duduk khusus, penyediaan loket khusus, penyediaan
kartu wisata khusus, mendahulukan para lanjut usia (Kemenkes, 2013).
Salah satu upaya pemerintah dalam menangani masalah pada lansia
adalah dengan adanya panti-panti sosial bagi lansia yang disebut dengan
panti werdha. Panti werdha (rumah perawatan orang-orang lanjut usia) ini
biasanya diperuntukkan bagi lansia yang tidak mempunyai sanak keluarga
atau teman yang mau menerima sehingga pemerintah wajib melindungi
lansia dengan menyelenggarakan panti werdha (Darmojo, 2009 dalam
Oktariyani, 2012).
Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) merupakan salah satu unit
pelaksana teknik di lingkungan Dinas Sosial Propinsi Jawa Barat yang
memberikan pelayanan kepada lanjut usia. PSWT Muhammadiyah
Rancabolang Bandung adalah salah satu institusi swasta yang terlibat
dalam meningkatkan kesejahteraan individu usia lanjut. PSWT
Muhammadiyah Rancabolang telah berdiri sejak 1984 terus berupaya
untuk memberikan pelayanan kepada lansia baik secara jasmani maupun
rohani melalui peran keluarga pengganti.
Pelayanan sosial yang ideal tentu memerlukan manajemen dan
iklim kerja yang kondusif, sistematis, efektif, dan efisien. Dalam
menunjang pencapaian visi dan misi panti, diperlukan evaluasi salah
satunya dari segi manajerial. Peran perawat dalam institusi sosial ialah
melakukan asuhan keperawatan baik individu lansia, maupun kajian situasi
internal dan eksternal. Dalam menjalankan peran tersebut, diperlukan data-
data yang telah diperbaharui agar evaluasi yang berkaitan dengan
permasalahan internal dan ekternal panti dapat dilaksanakan.

v
Salah satu pencapaian kompetensi pada program profesi
keperawatan gerontik adalah kajian situasi internal dan eksternal yang
bertujuan untuk melatih mahasiswa dalam melakukan kajian situasional di
PSWT Muhammadiyah Rancabolang Bandung, melalui telaah visi dan
misi, sifat kekaryaan, melakukan analisa permasalahan, perencanaan
strategi dan operasional serta melakukan implementasi dan evaluasi serta
tindak lanjutnya. Praktik ini merupakan salah satu bentuk partisipasi aktif
untuk melatih mahasiswa dalam mengelola asuhan keperawatan di panti
werdha khususnya PSWT Muhammadiyah Rancabolang Bandung.
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Setelah melaksanakan praktik keperawatan gerontik di PSWT
Muhammadiyah Rancabolang Bandung sejak 22 Mei -30 Mei 2018,
mahasiswa Program Profesi Ners yang merupakan calon praktisi perawat,
mampu melakukan pengelolaan unit pelayanan sosial sesuai dengan
asuhan keperawatan, konsep, dan tahap-tahap manajerial keperawatan.
1.2.2. Tujuan Khusus
Praktik manajemen keperawatan program pembelajaran Profesi
Ners pada area praktik Keperawatan Gerontik mahasiswa mampu :
1) Melakukan kajian situasi internal dan eksternal pelayanan
keperawatan di area praktik manajemen keperawatan PSWT
Muhammadiyah Rancabolang Bandung.
2) Melakukan analisis permasalahan dari data-data yang didapatkan
dari kajian situasi internal maupun eksternal.
3) Mengkomunikasikan hasil kajian situasi kepada penanggung
jawab PSWT Muhammadiyah Rancabolang Bandung .
4) Merancang perencanaan atau intervensi yang akan dilakukan
untuk mengatasi masalah yang muncul berdasarkan hasil kajian
bersama dengan penanggung jawab unit.
5) Melakukan implementasi, evaluasi dan tindak lanjut sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan unit di PSWT
Muhammadiyah Rancabolang Bandung.
1.3. Manfaat Penulisan
1) Bagi PSWT Muhammadiyah Rancabolang Bandung
Laporan kajian situasi panti ini dapat memberikan
gambaran kepada petugas panti mengenai kondisi terkini di panti

vi
serta berguna untuk mengevaluasi kembali system yang selama ini
dijalankan oleh panti. Selain itu, laporan ini juga dapat memberi
kemudahan bagi petugas panti dalam melaksanakan tugas pokok
dan fungsi masing-masing sehingga tercipta iklim kerja yang baik,
sistematis, efektif, dan efisien.
2) Bagi Mahasiswa
Memberikan pembelajaran bagi mahasiswa praktikan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan di institusi pelayanan sosial
yang meliputi tahap kajian situasi, analisa data, intervensi,
implementasi, dan evaluasi.
3) Bagi Klien
Memberikan kepuasan bagi klien dalam memperoleh
pelayanan sosial dan kesehatan yang komprehensif.
1.4. Metode Penulisan
Penyusunan laporan kajian situasi panti menggunakan metode
pendekatan: observasi dan wawancara dengan penanggung jawab,
pengasuh serta pekerja sosial di PSWT Muhammadiyah Rancabolang
Bandung. Selain itu juga didukung dengan melakukan studi dokumentasi,
dan studi literature dari berbagai sumber teori baik buku,media internet,
dan lain-lain.
1.5. Sistematika Penulisan
Penulisan laporan ini berdasarkan sistematika sebagai berikut :
1. BAB I PENDAHULUAN
2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
3. BAB III KAJIAN SITUASI INTERNAL DAN EKSTERNAL PANTI
PSTW MUHAMMADIYAH RANCABOLANG BANDUNG
4. BAB IV ANALISA DATA
5. BAB V PERENCANAAN
6. BAB VI IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
7. BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
8. DAFTAR PUSTAKA
9. LAMPIRAN

vii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Usia Lanjut
2.1.1 Definisi
Keperawatan gerontik adalah ilmu yang mempelajari
tentang perawatan pada lansia yang berfokus pada pengkajian
kesehatan dan status fungsional, perencanaan, implementasi serta
evaluasi (Lueckerotte, 2000). Menurut UU RI No. 13 tahun 1998
tentang kesejahteraan usia lanjut disebutkan bahwa lanjut usia
adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun.
Sebagian besar negara-negara maju telah menerima usia
kronologis 65 tahun sebagai definisi dari lanjut usia. Tetapi hingga
saat ini, belum ada standar kriteria numerik yang disepakati oleh
PBB mengenai definisi usia lanjut (WHO, 2015).
Penduduk usia lanjut (lansia) didefinisikan oleh Undang-
Undang No 13 Tahun 1998 sebagai penduduk yang berusia 60
tahun ke atas. Lanjut usia bukan suatu penyakit, namun merupakan
tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan
penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress
lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan
seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi
stress fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya
kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara
individual (Efendy dan Makhfudli, 2009).
Pertumbuhan penduduk lansia diprediksi akan mengalami
peningkatan yang pesat, terutama di negara-negara berkembang.
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga akan
mengalami ledakan jumlah penduduk lansia. Indonesia termasuk
negara berstruktur tua, dimana persentase penduduk lansia tahun
2008, 2009, dan 2012 cukup besar, yaitu telah mencapai di atas 7%

viii
dari keseluruhan penduduk. Persentase ini bahkan diperkirakan
oleh PBB akan terus mengalami peningkatan tiap tahunnya dan
akan mencapai angka 28,68% di tahun 2050 (Kemenkes, 2013).
2.1.2 Batasan – batasan Usia Lanjut
Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendy dan Makhfudli
(2009) batasan-batasan yang mencakup batasan umur lansia adalah
sebagai berikut: menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998
dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi lanjut usia adalah
seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas.
Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu:
pertama, fase investus, ialah lansia berusia 25-40 tahun; kedua, fase
virilities, 40-55 tahun; ketiga, fase presenium, ialah 55-65 tahun;
keempat, fase senium, ialah 65 hingga tutup usia. Menurut Prof. Dr.
Koesoemato Setyonegoro, masa lanjut usia (geriatric age) adalah
usia lebih dari 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (geriatric
age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu: young old
(70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan very old (> 80 tahun).
Sedangkan WHO (2015) membagi usia lanjut menjadi empat
kriteria berikut: usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia
45-59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua
(old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah diatas 90
tahun. Selain itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa menyepakati bahwa
batasan usia lanjut adalah 60 tahun ke atas (WHO, 2015).
Maka dapat disimpulkan bahwa lanjut usia adalah mereka,
baik pria maupun wanita, yang berusia lebih dari 60 tahun,
dikategorikan menjadi: lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun,
lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old)
ialah diatas 90 tahun.
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi :
a. 45 – 59 tahun : usia pertengahan (middle age)
b. 60 – 70 tahun : usia lanjut (elderly)
c. 75 – 90 tahun : usia lanjut usia (old)
d. > 90 tahun : usia sangat tua (very old)
Menurut Departemen Kesehatan RI (2006) memberikan batasan
lansia sebagai berikut:

ix
1. Virilitas (prasenium) : Masa persiapan usia lanjut yang
menampakkan kematangan jiwa (usia 55-59 tahun).
2. Usia lanjut dini (sevescen) : kelompok yang memasuki masa
usia lanjut dini (usia 60-64 tahun).
3. Lansia beresiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit
degeneratif : Usia di atas 65 tahun.
3.2 Proses Menua
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu anak, dewasa, dan
tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis
(Nugroho, 2008). WHO dan Undang-Undang No 13 Tahun 1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa
umur 60 tahun adalah usia permulaan tua, baik pria maupun wanita.
Menurut Nugroho (2008), salah satu teori yang menjadi landasan
tentang proses menua pada lansia adalah Teori Sosiologis yang terdiri dari
teori interaksi sosial, teori aktivitas/kegiatan, teori kepribadian berlanjut,
serta teori pembebasan/penarikan diri. Teori interaksi sosial menjelaskan
mengapa lansia bertindak pada suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-
hal yang dihargai masyarakat. Pokok-pokok social exchange theory antara
lain: masyarakat terdiri atas aktor sosial yang berupaya mencapai
tujuannya masing-masing. Dalam upaya tersebut, terjadi interaksi sosial
yang memerlukan biaya dan waktu dan untuk mencapai tujuan yang
hendak dicapai, seorang aktor mengeluarkan biaya.
Teori aktivitas/kegiatan menyatakan bahwa lanjut usia yang sukses
adalah mereka yang aktif dan banyak ikut serta dalam kegiatan sosial.
Dalam hal ini lansia akan merasakan kepuasan bila dapat melakukan
aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin.
Teori kepribadian berlanjut (continuity theory) merupakan
gabungan teori yang disebutkan sebelumnya. Teori ini mengemukakan
adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lanjut usia, sehingga
perubahan yang terjadi pada seorang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh
tipe personalitas yang dimilikinya. Dengan demikian, pengalaman hidup

x
seseorang pada suatu saat, gaya hidup, perilaku, dan harapan seeorang
merupakan gambarannya kelak pada saat ia lanjut usia.
Teori pembebasan/penarikan diri (disengagement theory)
merupakan teori yang pertama diajukan oleh Cumming dan Henry. Teori
ini menyatakan bahwa dengan bertambah lanjutnya usia, apalagi ditambah
dengan adanya kemiskinan, lanjut usia secara berangsur-angsur mulai
melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan
sekitarnya. Kedaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun,
baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering lanjut usia
mengalami kehilangan ganda (triple loss), yaitu : kehilangan peran (loss of
role), hambatan kontak sosial (restriction of contact and relationship), dan
berkurangnya komitmen (reduced commitment to social mores and
values).
Pokok-pokok disengagement theory yaitu: pada pria, kehilangan
peran hidup utama terjadi pada masa pensiun. Sedangkan pada wanita,
terjadi pada masa peran dala keluarga berkurang, misalnya saat anak
menginjak dewasa dan meninggalkan rumah untuk belajar dan menikah.
Lanjut usia dan masyarakat menarik manfaat dari hal ini karena lanjut usia
dapat merasakan tekanan sosial berkurang, sedangkan kaum muda
memperoleh kesempatan kerja yang lebih baik. Ada tiga aspek utama
dalam teori ini yang perlu diperhatikan yaitu proses menarik diri terjadi
sepanjang hidup, proses tersebut tidak dapat dhindari., dan hal ini diterima
lanjut usia dan masyarakat.
Banyak faktor yang memengaruhi proses menua (menjadi tua),
antara lain herediter/genetik, nutrisi/makanan, status kesehatan,
pengalaman hidup, lingkungan, dan stress (Nugroho, 2008). Jadi, proses
menua/menjadi lanjut usia bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan
proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif,
merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam mengahadapi
rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian
(WHO, 2015; Kemenkes, 2013).
3.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Proses Menua
2.3.1 Faktor lingkungan dan sosial

xi
Bagi sebagian besar lansia kehidupan masyarakat merupakan
hal yang tidak terbatas karena mereka sudah memiliki banyak
pengalaman di masyarakat. Masyarakat berasumsi bahwa lansia
bertanggung jawab dalam membesarkan anak cucunya. Asumsi
masyarakat tersebut meruapakan suatu dukungan bagi lansia, hanya
yang perlu diingat adalah dengan semakin bertambahnya usia,
menurunnya kekuatan fisik dan daya ingat, maka dalam
membarikan suatu tanggung jawab harus disesuaikan dengan
kemampuan lansia dan tetap menghormatinya.
Lingkungan yang tidak mendukung akan menambah stressor
lansia di hari tua, untuk itu dibutuhkan sumber – sumber dukungan
sosial antara lain adalah jaringan informal, sistem pendukung
formal dan dukungan semi formal. Jaringan pendukung informal
meliputi tim keamanan sosial setempat, program medikasi dan
kesejahteraan sosial. Dukungan semi formal meliputi bantuan –
bantuan dari lingkungan setempat, misalnya perkumpulan
pengajian dan kelompok dari usia lanjut. Dukungan informal
sendiri dipilih oleh lansia, sering terjadi karena hubungan yang
sudah baik dan terjalin cukup lama misalnya dalam pengobatan
dengan tenaga medis, dan sebagainya. Apabila dukungan –
dukungan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, masalah yang
ada dapat dikurangi atau diminimalkan.
Pada usia lanjut sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
dan pemahaman usia lanjut itu atas dirinya sendiri. Status social
seseorang sangat penting bagi kepribadiannya di dalam pekerjaan.
Perubahan status social usia lanjut akan membawa akibat bagi yang
bersangkutan dan perlu dihadapi dengan persiapan yang baik dalam
menghadapi perubahan tersebut aspek social ini sebaiknya
diketahui oleh usia lanjut sedini mungkin sehingga dapat
mempersiapkan diri sebaik mungkin (Maryam , 2008)
2.3.2 Faktor psikologi dan perilaku
Pada masa tua ada beberapa fungsi yang mulai menurun
yang berkaitan dengan kemunduran fisik, kemampuan bereaksi

xii
seperti kemampuan refleks, kemampuan menjawab dan berdiskusi.
Dalam kemampuan berfikir ada pendapat yang mengatakan masih
tetap penuh, sedangkan kemampuan dibidang psikologis banyak
dipengaruhi oleh kelambanan yang terjadi karena faktor fisik.
Faktor psikologi antara lain dalam hal :
a. Perilaku, persepsi dan perhatian
Perilaku menurun disebabkan karena kecepatan tindakan
menurun, hal ini disebabkan oleh degenerasi sistem persyarafan
sehingga terjadi perlambatan dalam proses sensansi, persepsi,
inisiasi, dan persepsi visual yang abnormal seperti katarak dan
glukoma. Persepsi auditori datangnya lebih lambat dan gradual,
tetapi adaptasinya lebih sulit karena mengganggu proses
komunikasi dengan lingkungan. Persepsi perabaan, penciuman,
pengecapan dan nyeri, belum banyak diteliti.
Perhatian juga perlu diperhatikan karena lansia sudah
mengalami penurunan dalam perhatian, kurang waspada,
perhatiannya terpilih dan mudah terbagi.
b. Daya ingat dan belajar
Daya ingat menurun/mudah lupa, belajar lebih lambat
c. Intelegensi
Kemampuan intelektual sangat dipengaruhi oleh kondisi
kesehatan, usia dan pelatihan pekerjaan. Kebanyakan hasil tes
intelegensi menujukkan hasil yang sama antara lansia dengan
dewasa muda. Motivasi, kemaknaan dan kelelahan bukan
merupakan sumber yang penting dalam evaluasi kemampuan
intelektual lansia
d. Kepribadian dan penyesuaian
Kepribadian tidak berubah. Masalah utama dalam penyesuaian
adalah demensia senilis tipe Alzheimer (hilangnya fungsi
kognitif secara progresif, biasanya menyerang usila >80 tahun)
dan depresi.
e. Keberhasilan
Dalam hal ini, filosofi, musik, seni, dan kepemimpinan
keberhasilannya dijumpai pada usia 93 tahun.
2.3.3 Faktor Biologi

xiii
Dalam perkembangan terakhir dari ilmu dan teknologi
biologi dipelajari proses penuaan dari sistem kekebalan tubuh,
mutasi sel, sistem saraf, endokrin, kegagalan DNA, kesalahan
dalam sintesa protein, akumulasi dari toksin, kerusakan sel, dan
jaringan akibat radikal bebas, pencemaran lingkungan, dsb. Proses
penuaan disini tidak hanya dipengaruhi oleh suatu mekanisme saja,
tetapi lebih dipengaruhi oleh berbagai penyebab. Teori intrinsik
berarti perubahan yang berkaitan dengan usia yang timbul didalam
tubuh sendiri, sedangkan ekstrinsik menjelaskan bahwa perubahan-
perubahan terjadi disebabkan oleh pengaruh lingkungan.
3.4 Perubahan yang terjadi pada lansia
2.4.1 Perubahan fisik
Seluruh sistem biologis pada lansia mengalami penurunan
fungsi, meliputi perubahan pada sistem persarafan, sistem
penglihatan, sistem pendengaran, sistem kardiovaskuler, sistem
respirasi, sistem pengaturan temperatur tubuh, sistem
gastrointestinal, sistem genitourinaria, sistem endokrin dan sistem
musculoskeletal. Selain itu, fungsi tubuh pun mengalami
perubahan, seperti berkurangnya waktu tidur dan kekuatan otot
(Besdine, 2013).

2.4.2 Perubahan mental


Perubahan mental ini dipengaruhi oleh faktor perubahan
fisik, khususnya organ perasa, kesehatan umum, tingkat
pendidikan, keturunan dan lingkungan. Perubahan mental ini
meliputi perubahan pada memori dan kecerdasan intelektual
(Nugroho, 2008). Pada memori, kenangan jangka panjang (berjam-
jam sampai berhari-hari yang lalu mencakup beberapa perubahan),
kenangan jangka pendek (0-10 menit, kenangan buruk). Sedangkan
pada kecerdasan intelektual, terjadi hal-hal seperti berkurangnya
penampilan, persepsi dan keterampilan psikomotor, serta IQ tidak
berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal.
2.4.3 Perubahan psikososial

xiv
Fritch (2015) mengungkapkan beberapa dampak psikologi
dan sosial terhadap penuaan, di antaranya adanya perubahan
seluruh kehidupan, ketakutan akan masa depan, memori dan
pembelajaran, kehilangan rasa percaya diri, kesedihan dan
kehilangan, serta diskriminasi.
Menurut Nugroho (2008) ada beberapa masalah psikososial
yang dapat terjadi pada lansia yaitu adanya pensiun yang
menyebabkan lansia kehilangan finansial status, teman, dan
kegiatan. Selain itu, lansia cenderung merasakan atau sadar akan
kematian. Adanya penyakit kronis yang dialami lansia dan
ketidakmampuan lansia dalam melakukan kegiatan pun termasuk
dalam perubahan psikososial. Perubahan dalam cara hidup,
termasuk perubahan dalam konsep diri juga dialami oleh lansia.
Masalah atau perubahan psikososial yang sering dialami lansia pun
adanya perasaan kesepian pada masa tuanya, seperti yang
dinyatakan oleh penelitian Abramson dan Silverstein (2006) pada
lanjut usia berusia 65 tahun ke atas yang menunjukkan 33%
diantaranya merasakan kesepian sebagai masalah yang serius bagi
mereka.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa perubahan psikososial
yang terjadi seiring betambahnya usia, adalah adanya perubahan
persepsi seseorang terhadap individu lain akibat kemunduran-
kemunduran yang mereka alami. Hal ini dapat menyebabkan
seorang lansia membatasi kegiatan sosialnya dengan orang lain
sehingga mereka merasa kesepian (Fritch, 2015).
2.4.4 Perubahan sosial
Lansia mengalami perubahan dalam peranan mereka. Ada
beberapa peranan tertentu yang mungkin masih bisa dilanjutkan
atau berkembang. Perubahan peran dapat menimbulkan masalah
apabila peranan tidak seimbang. Menurut Golden et al (2009),
pengunduran diri (retirement) atau kehilangan fungsi utama di
rumah, terutama ketika hal tersebut tidak direncanakan atau

xv
diinginkan, berhubungan dengan kelesuan, involusi (degenerasi
progresif), dan depresi.
Retirement berhubungan dengan pengurangan pendapatan
personal sebesar sepertiga sampai setengahnya. Perubahan peran
akan berdampak langsung pada penghargaan diri. Retirement juga
akan menyebabkan perubahan gaya hidup pada pasangannya dan
menyebabkan beberapa adaptasi dalam hubungan mereka. Dalam
Hoyer & Roodin (2003) disebutkan bahwa sekitar 15% lansia
mengalami kesulitan-kesulitan besar dalam penyeseuaian diri
terhadap retirement.
Hal-hal di atas menyebabkan lansia menjadi lebih rentan
untuk mengalami masalah kesehatan mental. Gangguan yang sering
terjadi meliputi loneliness, depresi, kecemasan, alkoholisme, dan
gangguan dalam penyesuaian terhadap kehilangan atau disabilitas
fungsional (Hoyer & Roodin, 2003).
Selain itu, hubungan pribadi antara lansia dan keluarga
merupakan unsur penting bagi kehidupan lansia. Perubahan
tersebut dipengaruhi oleh ikatan emosional antara anak dan orang
tua yang telah lanjut usia. Bila ikatan ini renggang maka akan
menimbulkan masalah bagi lansia (Hawkley & Cacioppo, 2008).
3.5 Permasalahan yang terjadi pada lansia
Terjadinya perubahan normal pada fisik lansia yang dipengaruhi
oleh factor kejiwaan sosial, ekonomi dan medik. Perubahan tersebut akan
terlihat dalam jaringan dan organ tubuh seperti kulit menjadi kering dan
keriput, rambut beruban dan rontok, penglihatan menurun sebagian atau
menyeluruh, pendengaran berkurang, indar perasa menurun, daya
penciuman berkurang, tinggi badan menyusut karena proses
osteoporosisyang berakibat badan menjadi bungkuk, dinding pembuluh
darah menebal sehingga tekanan darah tinggi, otot jantung bekerja tidak
efisien, adanya penurunan organ reproduksi terutama pada wanita, otak
menyusut dan reaksi menjadi lambat terutama pada pria, serta seksualitas
tidak terlalu menurun.
Menurut Martono (dalam Darmojo, 2009), beberapa masalah
psikologis lansia antara lain: kesepian (loneliness), yang dialami oleh

xvi
lansia pada saat tidak mempunyai pasangan, bisa karena ditinggalkan
akibat kematian/bercerai, atau karena tidak menikah. Kondisi ini terjadi
terutama bila dirinya saat itu mengalami penurunan status kesehatan
seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan
sensorik terutama gangguan pendengaran, dapat juga terjadi pada lansia
yang hidup di lingkungan yang beranggota keluarga yang cukup banyak
tetapi mengalami kesepian.
Lebih lanjut dibahas masalah lain yang dialami lansia adalah duka
cita (bereavement), pada periode duka cita ini merupakan periode yang
sangat rawan bagi lansia. Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau
bahkan hewan kesayangan bisa meruntuhkan ketahanan kejiwaan yang
sudah rapuh dari seorang lansia, yang selanjutnya memicu terjadinya
gangguan fisik dan kesehatannya. Adanya perasaan kosong kemudian
diikuti dengan rasa kesepian, ingin menangis, dan kemudian suatu periode
depresi. Depresi akibat duka cita biasanya bersifat self limiting.
Masalah lain yang terjadi adalah depresi. Persoalan hidup yang
mendera lansia seperti kemiskinan, usia, stress yang berkepanjangan,
penyakit fisik yang tidak kunjung sembuh, perceraian atau kematian
pasangan, keturunan yang tidak bias meawatnya dan sebagainya dapat
menyebabkan terjadinya depresi. Gejala depresi pada usia lanjut sedikit
berbeda dengan dewasa muda, dimana pada usia lanjut terdapat gejala
somatic. Pada usia lanjut rentan untuk terjadi episode depresi berat dengan
ciri melankolik, harga diri rendah, penyalahan diri sendiri, dan ide bunuh
diri. Penyebab terjadinya depresi merupakan gabungan antara faktor-faktor
psikologik, sosial, dan biologik.
Gangguan cemas pada lansia, terbagi dalam beberapa golongan
yaitu fobia, gangguan panik, gangguan cemas umum, gangguan stress
setelah trauma dan gangguan obstetif-kompulsif. Pada lansia, gangguan
cemas merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan biasanya berhubungan
dengan sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek samping obat atau
gejala penghentian mendadak suatu obat.
Psikosis pada lansia, dimana terbagi dalam bentuk psikosis. Biasa
terjadi pada lansia, baik sebagai kelanjutan dari dewasa muda, atau yang
timbul pada lansia. Parafrenia, merupakan suatu bentuk skizofrenia lanjut

xvii
yang sering terdapat pada lansia yang ditandai dengan waham curiga
seperti misalnya lansia tersebut merasa tetangganya mencuri barang-
barangnya atau berniat membunuhnya. Parafrenia biasanya terjadi pada
lansia yang terisolasi atau diisolasi atau menarik diri dari kegiatan sosial.
Selain itu, terjadi juga sindroma diagnosa, merupakan suatu
keadaan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku yang sangat
mengganggu. Rumah atau kamar yang kotor serta berbau karena lansia ini
sering bermain-main dengan urin dan fesesnya. Lansia sering menumpuk
barang-barangnya dengan tidak teratur.
3.6 Tugas Perkembangan Lanjut Usia
Sebagian besar tugas perkembangan lanjut usia lebih banyak
berkaitan dengan kehidupan seseorang dari pada kehidupan orang lain.
Tugas perkembangan lansia antara lain (Havinghurst, 1961 dalam Depkes,
2000);
1. Menyesuaikan diri dengan penurunan kekuatan fisik dan
kesehatan.
2. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya
penghasilan keluarga.
3. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup
4. Membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusia
5. Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan
6. menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes
Adapun tugas perkembangan pada lansia adalah : beradaptasi
terhadap penurunan kesehatan dan kekuatan fisik, beradaptasi terhadap
masa pensiun dan penurunan pendapatan, beradaptasi terhadap kematian
pasangan, menerima diri sebagai individu yang menua, mempertahankan
kehidupan yang memuaskan, menetapkan kembali hubungan dengan anak
yang telah dewasa, menemukan cara mempertahankan kualitas hidup
(Potter & Perry, 2009).
3.7 Kajian Panti Werdha
2.7.1 Definisi dan Pengertian Panti Wherdha
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti panti adalah
rumah atau tempat kediaman. Dan arti dari panti werdha adalah
rumah tempat memelihara dan merawat orang jompo. Arti kata
jomposendiri menurut Kamus Besat Bahasa Indonesia adalah tua

xviii
sekali dan sudah lemah fisiknya;tua renta; uzur. Pengertian panti
werdha menurut Departemen Sosial RI adalah suatu tempat untuk
menampung lansiadan jompo terlantar dengan memberikan
pelayanan sehingga mereka merasa aman, tentram sengan tiada
perasaan gelisah maupun khawatir dalam menghadapi usia tua.
Secara umum panti werdha memiliki fungsi sebagai berikut:
1) Pusat pelayanan kesejahteraan lanjut usia (dalam memenuhi
kebutuhan pokok lansia).
2) Menyediakan suatu wadah berupa kompleks bangunan dan
memberikan kesempatan pula bagi lansia melakukan aktivitas
aktivitas social rekreasi
3) Bertujuan membuat lansia dapat menjalani proses penuaannya
dengan sehat dan mandiri.
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008, yaitu
Peraturan gubernur daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 44 Tahun
2008, panti werdha memiliki fungsi sebagai berikut:
1) Pusat pelayanan pendampingan dan perlindungan bagi lanjut usia.
2) Pusat informasi tentang kesejahteraan sosial lanjut
3) Pusat pengembangan ilmu pengetahuan tentang usia lanjut.
2.7.2 Sejarah Panti Werhdha di Indoneia
Panti werdha di Indonesia pertama kali didirikan oleh
pemerintah dengan nama Sasana Trena Werdha yang berarti tempat
untuk mencintai dan mengasihi orang tua. Pendirian panti ini
bertujuan untuk menangani masalah yang dihadapi para lansia dalam
kehidupan sehari-hari. Pemerintah menjalankan panti werdha
tersebut sebagai suatu sarana pelayanan esejahteraan social terhadap
kaum lansia yang terlantar. Panti ini membantu kaum lanjut usia
untuk mempertahankan kepribadiannya, memberikan jaminan
kehidupan secara wajar, baik secara fisik maupun psikologis. Selain
itu para lansia juga mendapatkan jaminan untuk ikut menikmati hasil
pembangunan tanpa merasa tertekan, terhina, dan mendapatkan
perhatian dari pemerintah dan masyarakat. Dari pembangunan
tersebut, panti werdha di Indonesia terus bertambah jumlahnya dan
berkembang sesuai denmgan kebutuhan para lansia.

xix
2.7.3 Tujuan Panti Werdha
Adapun diadakannya panti werdha bagi lansia yang terlantar antara
lain :
1) memberikan tempat tinggalbagi para lansia terlantar
2) memenuhi kebutuhan fisik dan psikologis bagi para lansia
terlantar
3) meningkatkan harga diri dan menyalurkan hobby yang mungkin
tidak dapat mereka lakukan sebelumnya.
4) Meningktkan hubungan sosialisasi antar sesame lansia
2.7.4 Standarisasi Panti Werdha
Sebelum dilakukan pembahasan tentang standar pelayanan
panti, ada baiknya kita uraian dulu tentang standarisasi panti yang
telah dituangkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Sosial RI.
Nomor : 50/HUK/2004 tentang Standardisasi Panti Sosial dan
Pedoman Akreditasi.Panti Sosial, sebagai landasan untuk
menetapkan standar pelayanan panti.
Standard panti sosial adalah ketentuan yang memuat kondisi
dan kinerja tertentu bagi penyelenggaraan sebuah panti sosial dan
atau lembaga pelayanan sosial lainnya yang sejenis. Adapun yang
dimaksud dengan panti sosial adalah lembaga pelayanan
kesejahteraan sosial yang memiliki tugas dan fungsi untuk
meningkatkan kualitas SDM dan memberdayakan para penyandang
masalah kesejahteraan sosial ke arah kehidupan normatif secara
fisik, mental, maupun sosial.
Ada dua macam standar panti sosial, yaitu standar umum dan
standar khusus. Standar umum adalah ketentuan yang memuat
kondisi dan kinerja tertentu yang perlu dibenahi bagi
penyelenggaraan sebuah panti sosial jenis apapun. Sedangkan
standar khusus adalah ketentuan yang memuat hal-hal tertentu yang
perlu dibenahi bagi penyelenggaraan sebuah panti sosial dan/atau
lembaga pelayanan sosial lainnya yang sejenis sesuai dengan
karakteristik panti sosial.
Standar umum panti sebagaimana dimaksud adalah :
1) Kelembagaan, meliputi :

xx
Legalitas Organisasi. Mencakup bukti legalitas dari instansi
yang berwenang dalam rangka memperoleh perlindungan dan
pembinaan profesionalnya.
Visi dan Misi. Memiliki landasan yang berpijak pada visi dan
misi; Organisasi dan Tata Kerja. Memiliki struktur organisasi dan
tata kerja dalam rangka penyelenggaraan kegiatan.
2) Sumber Daya Manusia, mencakup 2 aspek :
a. Aspek penyelenggara panti, terdiri 3 unsur :
Unsur Pimpinan, yaitu kepala panti dan kepala-kepala unit
yang ada dibawahnya.
Unsur Operasional, meliputi pekerja sosial, instruktur,
pembimbing rohani, dan pejabat fungsional lainnya. Unsur
Penunjang, meliputi pembina asrama, pengasuh, juru masak,
petugas kebersihan, satpam, dan sopir.
b. Pengembangan personil panti
Panti Sosial perlu memiliki program pengembangan SDM
bagi personil panti.
3) Sarana Prasarana, mencakup :
Pelayanan Teknis. Mencakup peralatan asesmen, bimbingan
sosial, ketrampilan fisik dan mental. Perkantoran. Memiliki ruang
kantor, ruang rapat, ruang tamu, kamar mandi, WC, peralatan
kantor seperti : alat komunikasi, alat transportasi dan tempat
penyimpanan dokumen.nUmum. Memiliki ruang makan, ruang
tidur, mandi dan cuci, kerapihan diri, belajar, kesehatan dan
peralatannya (serta ruang perlengkapan).
4) Pembiayaan
Memiliki anggaran yang berasal dari sumber tetap maupun
tidak tetap.
5) Pelayanan Sosial Dasar
Memiliki pelayanan sosial dasar untuk pemenuhan kebutuhan
sehari-hari klien, meliputi : makan, tempat tinggal, pakaian,
pendidikan, dan kesehatan.
6) Monitoring dan Evaluasi, meliputi :

xxi
Monev Proses, yakni penilaian terhadap proses pelayanan
yang diberikan kepada klien. Monev Hasil, yakni monitoring dan
evaluasi terhadap klien, untuk melihat tingkat pencapaian dan
keberhasilan klien setelah memperoleh proses pelayanan.
2.7.5 Prinsip-prinsip Perancangan Panti Werdha
Dalam artikel “Pynos dan Regnier” (1991) tertulis tentang 12
macam prinsip yang diterapkan pada lingkungan dalam fasilitas
lansia untuk membantu dalam kegiatan-kegiatan lansia. Kedua-belas
prinsip tersebut dikelompokkan dalam aspek fisiologis dan
psikologis, yaitu sebagai berikut:
2.7.5.1 Aspek Fisiologis
a. Keselamatan dan keamanan,
yaitu penyediaan lingkungan yang memastikan setiap
penggunanya tidak mengalami bahaya yang tidak
diinginkan. Lansia memiliki permasalahan fisik dan
panca indera sepeti gangguan penglihatan, kesulitan
mengatur keseimbangan, kekuatan. kaki berkurang,
dan radang persendian yang dapat mengakibatkan
lansia lebih mudah jatuh atau cedera. Penurunan kadar
kalsium di tulang, seiring dengan proses penuaan,
juga dapat meningkatkan resiko lansia mengalami
patah tulang. Permasalahan fisik ini menyebabkan
tingginya kejadian kecelakaan pada lansia.
b. Signage/orientation/wayfindi
ngs, keberadaan penunjuk arah di lingkungan dapat
mengurangi kebingungan dan memudahkan
menemukan fasilitas yang tersedia. Perasaan tersesat
merupakan hal yang menakutkan dan
membingungkan bagi lansia yang lebih lanjut dapat
mengurangi kepercayaan dan penghargaan diri lansia.
Lansia yang mengalami kehilangan memori (pikun)
lebih mudah mengalami kehilangan arah pada gedung
dengan rancangan ruangan-ruangan yang serupa

xxii
(rancangan yang homogen) dan tidak memiliki
petunjuk arah. Adanya penunjuk arah pada area
koridor dapat mempermudah lansia untuk menuju ke
suatu tempat. Terkadang lansia lupa akan jalan
pulang, hal tersebut dapat berpengaruh pada
psikologis lansia. Jika lansia sering tersesat maka
mereka akan sering mengalami depresi dan akan
berpengaruh terhadap kesehatan mereka.
c. Aksesibilitas dan fungsi, tata letak dan aksesibilitas
merupakan syarat mendasar untuk lingkungan yang
fungsional. Aksesibilitas adalah kendala untuk
memperoleh dan menggunakan sarana, prasarana dan
fasilitas bagi lanjut usia untuk memperlancar
mobilitas lanjut usia. Adanya handrail pada koridor
dan area yang lain dapat membantu lansia dalam
berjalan dan beraktivitas layaknya mereka dapat
melakukan segala hal tanpa bantuan. Sedangkan ramp
dapat mempermudah aksesibilitas bagi para lansia
yang menggunakan kursi roda.
d. Adaptabilitas, yaitu kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan, lingkungan
harus dirancang sesuai dengan pemakainya, termasuk
yang menggunakan kursi roda maupun tongkat
penyangga. Kamar mandi dan dapur merupakan
ruangan dimana aktivitas banyak dilakukan dan
keamanan harus menjadi pertimbangan utama.
2.7.5.2 Aspek Psikologis
a. Privasi, yaitu kesempatan
bagi lansia untuk mendapat ruang/ tempat
mengasingkan diri dari orang lain atau pengamatan
orang lain sehingga bebas dari gangguan yang tak
dikenal. Auditory privacy merupakan poin penting
yang harus diperhatikan.

xxiii
b. Interaksi sosial, yaitu
kesempatan untuk melakukan interaksi dan bertukar
pikiran dengan lingkungan sekeliling (sosial). Salah
satu alasan penting untuk melakukan
pengelompokkan berdasarkan unsur lansia di Panti
Wredha adalah untuk mendorong adanya pertukaran
informasi, aktivitas rekreasi, berdiskusi dan
meningkatkan pertemanan. Interaksi sosial
mengurangi terjadinya depresi pada lansia dengan
memberikan lansia kesempatan untuk berbagi
masalah, pengalaman hidup dan kehidupan sehari-hari
mereka.
c. Kemandirian, yaitu
kesempatan yang diberikan untuk melakukan
aktivitasnya sendiri tanpa atau sedikit bantuan dari
tenaga kerja panti wredha, kemandirian dapat
menimbulkan kepuasan tersendiri pada lansia karena
lansia dapat melakukan aktivitas-aktivitas yang
dilakukanya sehari-hari tanpa bergantung dengan
orang lain.
e. Dorongan/tantangan, yaitu memberi lingkungan
yang merangsang rasa aman tetapi menantang.
Lingkungan yang mendorong lansia untuk
beraktivitas didapat dari warna, keanekaragaman
ruang, pola-pola visual dan kontras.
f. Aspek panca indera, kemudian fisik dalam hal
penglihatan, pendengaran, penciuman yang harus
diperhitungkan di dalam lingkungan. Indera
penciuman, peraba, penglihatan, pendengaran, dan
perasaan mengalami kemunduran sejalan dengan
berambah tuanya seseorang. Rangsangan indera
menyangkut aroma dari dapur atau taman, warna dan
penataan dan tekstur dari beberapa bahan. Rancangan

xxiv
dengan memperlihatkan stimulus panca indera dapat
digunakan untuk membuat rancangan yang lebih
merangsan atau menarik.
g. Ketidak-asingan/ keakraban, lingkungan yang aman
dan nyaman secara tidak langsung dapat memberikan
perasaan akrab pada lansia terhadap lingkungannya.
Tinggal dalam lingkungan rumah yang baru adalah
pengalaman yang membingungkan untuk sebagian
lansia. Menciptakan keakraban dengan para lansia
melalui lingkungan baru dapat mengurangi
kebingungan karena perubahan yang ada.
h. Estetik/penampilan, yaitu suatu rancangan
lingkungan yang tampak menarik. Keseluruhan dari
penampilan lingkungan mengirimkan suatu pesan
simbolik atau pesepsi tertentu pada pengunjung,
teman, dan keluarga tentang kehidupan dan kondisi
lansia sehari-hari.
i. Personalisasi, yaitu menciptakan kesempatan untuk
mencptakan lingkungan yang pribadi dan menandai
sebagai “miliki” seorang individu.
2.7.6 Standar pelayanan panti
Standar khusus panti seperti yang tertuang pada keputusan
Menteri Sosial RI. Nomor : 50/HUK/2004 tersebut, merupakan
bentuk-bentuk pelayanan yang akan diberikan oleh panti. Untuk itu
perlu ditetapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk masing-
masing bentuk pelayanan tersebut.
Standar Pelayanan Minimal (SPM) standar kualitas/mutu
untuk menjembatanii terwujudnya pelayanan sosial yng diberikan
yang layak secara keilmuan bagi kelayan. Kata ’minimal’ merujuk
pada kewajiban tanggung jawab serta tindakan-tindakan posisif yang
setidaktidaknya harus dilampai/dijalankan, bukan diterjemahkan
sebagai kelonggaran negatif yang membolehkan pelayanan dengan
apa adanya atau sekedarnya. SPM sebagai dasar menuju pada
Pelayanan Prima kemudian pada Pelayanan Berkualitas.

xxv
Standar Pelayanan Panti, disusun dan ditetapkan oleh para
stakeholder panti yang bersangkutan secara bersama-sama dan
menjadi pedoman operasinal pelayanan panti. Stantar pelayanan
tersebut sekurang-kurang membuat hal-hal sebagaimana yang ada
pada Standar Khusus Panti Sosial, berupa kegiatan pelayanan yang
terdiri dari tahapan sebagai berikut (disesuaikan jenis pelayanan
sosial masing-masing panti ) :
1) Tahap Pendekatan Awal.
Tahap pendekatan yang merupakan tahap persispan ini
meliputi : Sosialisasi program, Penjaringan/penjangkauan calon
klien, Seleksi calon klien, Penerimaan dan registrasi, dan
Konferensi kasus (case conference ). Untuk ini dilakukan
beberapa kegiatan sebagai berikut :
a. Penjemputan (untuk yang
perlu dilakukan penjelmputan) atau penerimaan (bagi kelayan
yang datang sendiri) oleh Peksos sebagai upaya menciptakan
kontak awal/pendahuluan denga kelayan (pengenalan untuk
pendekatan diri dua pihak)
b. Pemeriksaan dokumen
kelayan oleh petugas Peksos/panti.
c. Menetapkan persyaratan
kelayan yang akan memperoleh pelayanan panti
d. Seleksi/pemeriksaan awal
calon kelayan (kesehatan, motivasi, kesesuaian masalah
dengan pelayanan panti, dll). Dan biayanya ditetapkan
menjadi tanggung jawab siapa ?
e. Penetapan kelayan terpilih
dari seleksi kelayan yang dilakukan;
2) Tahap Pengungkapan dan Pemahaman Masalah (Assesment),
Assesment yang termasuk tahap persiapan, dilakukan
untuk mendapatkan data dan informasi mengenai latar belakang
permasalahan kelayan, juga yang terkait dengan bakat, minat,
potensi-potensi diri yang dimilikinya, kemampuan, harapan dan
cita-cita kedepannya yang dapat digunakan untuk mendukung

xxvi
upaya pemecahan masalah serta upaya-upaya untuk
mengembangkan kemampuan kelayan.
Kegiatan Assesment tersebut meliputi :
a. Analisa kondisi kelayan, keluarga kelayan, dan lingkungan
sosial/ masyarakat kelayan.
b. Karakteristik masalah, sebab dan implikasi masalah yang
dihadapi kelayan
c. Kapasitas mengatasi masalah dan sumber daya
d. Konferensi kasus
Misalnya, kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan seperti :
Mendalami seberapa jauh/luas permasalahan yang dihadapi kelayan;
Mengidentifikasi seluruh potensi kelayan, baik kelemahan maupun
kemampuan yang dimiliki dan lingkungannya. Merencanakan
penentuan program pelayanan sesuai hasil indentifikasi
permasalahan yang dihadapi kelayan. Assesment dilakukan dengan
wawancara dan observasi terhadap kelayanan, keluarga kelayan, dan
lingkungan kelayan. Hasil yang diharapkan adalah untuk
mendapatkan data dan informasi yang terkait dengan bakat, minat,
potensi-potensi diri yang dimilikinya, kemampuan, harapan dan cita-
cita kedepannya.
Tahapan assesment dianggap cukup kalau, apabila : telah
dapat ditetapkan klasifikasi permasalahan yang dihadapi kelayan ;
telah dapat dirumuskan rencana pelayanan dan rehabilitasi dengan
dukungan data yang jelas ; dan tersedia bukti fisik adminsitrasi dari
semua kegiatan assesment yang telah dilakukan.
3) Tahap Perencanaan Pelayanan.
Pada tahap perencanaan pelayanan terhadap kelayan dari
panti yang bersangkutan adalah yang meliputi : Penetapan tujuan
pelayanan dari panti ; Penetapan jenis pelayanan panti ; dan
Sumber daya yang akan digunakan. ( sesuai dengan masing-
masing jenis pelayanan sosial yang dilakukan oleh panti ).

xxvii
4) Tahap Pelaksanaan Pelayanan di Panti.
Tahap ini merupakan kegiatan lanjutan dari ditetapkannya
kelayan untuk menerima pelayanan di panti, yang pelaksanaannya
dititik beratkan pada profesi pekerjaan sosial dan didukung oleh
pelatih atau instruktur dari profesi lain untuk menunjang proses
rehabilitasi kelayan.
Tahap pelaksanaan pelayanan kelayan di dalam panti ,
dibagi dalam dua bagian, yaitu Pelayanan Sosial dan Pelayanan
Rehabilitasi.
a. Pelayanan Sosial, yang diberikan di dalam panti
dimaksudkan agar kebutuhan fisiologis kelayan tercukupi,
sehingga dapat mengikuti semua program pemulihan yang
telah ditetapkan oleh panti. Pelayanan sosial yang diberikan
meliputi :
(1) Pelayanan Pangan, SPM yang terkait dengan
pelayanan pangan ini adalah makan diberikan 3 kali
dalam satu hari, panti menetapkan daftar menu dan
mengenatuhi ahli gizi / atau dokter untuk jangka waktu
setiap 1 minggu atau 10 hari yang akan dijadikan acuan
bagi petugas masak; Menu disusun dengan
memperhatikan aspek, gizi, kesehatan dan kebersihan.
Misalnya dibuat Tabel Kebutuhan Sehat Untuk Menu
makanan Kelayan setiap hari per kelayan/orang : Waktu
Jenis menu Ukuran Kadar kalori(terdiri Pagi, Siang,
Sore ) Nasi Lauk, Sayur, minum/Susu, dll ) gram
kaloriJumlah kalori
(2) Pelayanan Papan, SPM yang terkait dengan pelayanan
tempat tinggal kelayan yang ada dipanti berupa apa
(asrama, dll), untuk setiap kamar berapa orang, fasilitas
kamar meliputi apa saja (lemari, meja kursi, tempat
tidur lengkap dengan kasur,bantal, selimut, sprei,

xxviii
sarung bantal, ventilasi udara cukup, lampu penerangan
dll.)
(3) Pelayanan Kesehatan, SPM yang terkait pelayanan
kesehatan meliputi pelayanan kesehatan yang diberikan
kepada kelayan selama di panti baik untuk pemeriksaan
rutin (berapa kali dalam satu bulan) maupun perawatan
bila kelayan sakit ringan atau sakit berat )
(4) Pelayanan Kebutuhan Hidup Sehat, SPM yang terkait
pelayanan ini berupa standar hygiene yang diberikan
panti berupa kebutuhan hidup sehat di panti yang
meliptui : persediaan air bersih (untuk mandi, dan
minum) ; tersedianya MCK yang terjaga kebersihannya
; tersedianya sarana kesehatan (P3K); Saluran
pembuangan yang baik, sirkulasi udara yang sehat,
kegiatan olah raga yang teratur, dll.
b. Pelayanan Rehabilitasi.
Pelayanan ini dimaksudkan sebagaimana yang
ditetapkan tujuan pelayanan panti (dalam perencanaan
pelayanan) yaitu antara lain untuk membentuk dan merubah
perilaku phisik dan psichys (fisik dan mental) dan perilaku
sosial kelayan (Sesuai dengan permasalahan kelayan ).
Kemudian dalam SPMnya ditetap mengenai waktu
pelayanan (berapa hari/minggu/bulan atau tahun). Disusun
jadwal kegiatan (bimbingan) yang diberikan kepada
kepalayan, misalnya dengan membuat daftar layanan
sebagai berikut : (No. Pukul / Jam Uraian
Kegiatan/Bimbingan Keterangan )
Disusn pula SPM bentuk-bentuk kegiatan/bimbingan yang
diberikan kepada kelayan, yang meliputi : Bimbingan Individu ;
Bimbingan Kelompok ; Bimbingan Sosial ; Penyiapan Lingkungan
Sosial ; Bimbingan Mental Spiritual/Psikososial; Bimbingan

xxix
Pelatihan Ketrampilan ; Bimbingan Fisik Kesehatan; Bimbingan
Pendidikan.
SPM untuk Bimbingan fisik Kesehatan, kelayan diberikan
bimbingan berupa : kegiatan olah raga ; kebersihan lingkungan, dan
SKJ ( tentukan frekuensi kegiatannya, setiap hari / setiap hari apa
dan jam berapa). SPM untuk Bimbingan Mental Spiritual ditetapkan
balam bentuk : mental keagamaan sesuai dengan keyakinannya ;
harus menjalankan ibadah agama sesuai dengan keyakinannya. Bagi
yang beragama Islam ada kegiatan pengajian setiap ( kapan), sholat
dilakukan secara berjamaah, dll.
3.8 Karakteristik Panti Werdha
a. Lokasi
Mudah dijangkau, dekat dengan lingkungan keluarga/masyarakat
sehingga dapat sering dikunjungi dan panti dapat berperan sebagai
advokat.
b. Staf
Staf yang bertugas di panti harus mencukupi seluruh penghuni baik
dalam jumlah maupun kualitas.
c. Pembayaran
Bagaimana sistem pembayaran di panti tersebut dalam melayani klien
apakah mendapat subsidi dari pemerintah, asuransi, pensiun atau klien
membayar sendiri dengan kontan
d. Jenis layanan dan biaya
Harus diinformasikan secara tertulis kepada klien/ keluarga hal-hal
yang termasuk kedalam paket atau diluar paket, dan hal-hal yang
memerlukan biaya ekstra.
e. Agama dan budaya
Agama di panti werdha harus sesuai dengan harapan lansia, begitu pula
dengan budayanya harus sesuai pula dengan harapan lansia.
f. Bahasa
Bahasa staf dan pengurus diharapkan sesuai dengan bahasa lansia
sehingga lansia tidak merasa kesepian.
g. Kebutuhan keperawatan khusus
Harus tersedia pelayanan kesehatan dan keperawatan khusus sesuai
dengan kondisi kesehatan lansia.
2.8.1. Hak – Hak Penghuni Panti Werdha
a. Respek

xxx
Sesuai dengan rencana keperawatan yang telah disepakati lansia
berhak membuat jadwal dan aktivitas harian sendiri
b. Restrain (fisik dan kimia)
Pengekangan hanya diberikan untuk tujuan pengobatan dan atau
mencegah bahaya
c. Managing money
Lansia berhak untuk mengatur keuangannya sendiri. Bila
pengelolaan diserahkan kepada pengurus panti harus dibuat
pernyataan tertulis dan ada laporannya.
d. Privacy, property arrangement
Lansia diberikan kebebasan sejauh tidak mengganggu keamanan
dan kenyamanan orang lain
e. Guardianship and advance
Lansia diberikan kebebasan untuk membuat keputusan sendiri
danmembuat wasiat tentang apa dan siapa yang dikehendaki,
mengatasnamakan lansia bila dirinya sudah tidak dapat
berkomunikasi lagi.
f. Pengunjung
Lansia berhak menerima tamu dan telepon secara pribadi sesuai
dengan waktu yang dikehendaki lansia
g. Medical care
Lansia berhak untuk :
 Mengetahui kondisi keseahatannya
 Berperan serta dalam rencana keperawatan
 Membaca catatan kesehatan dirinya
h. Social service
 Mengikuti konseling
 Berhubungan dengan/berinteraksi dengan sesama penghuni
panti
 Memperoleh bantuan untuk berhubungan dengan area
profesional (secara legal dan financial).
i. Moving out
Lansia berhak untuk berpindah dari panti atau keluar
j. Discharge and transport
Pengurus panti tidak dapat semena-mena untuk mengeluarkan
lansia dari panti kecuali bila sangat diperlukan untuk kesehatan,
keamanan, serta kesejahteraan lansia atau penghuni lainya
k. Right for families and friends
 Keluarga dan teman-teman dapat berperan dalam asuhan
 Keluarga dan teman menyakini bahwa lansia memperoleh
perawatan yang baik.

xxxi
BAB III
KAJIAN SITUASI
3.1 Visi Misi PSTW Muhammadiyah Rancabolang Bandung
PSTW Muhammadiyah Rancabolang memiliki visi dan misi sebagai
berikut :
Visi:
Menjadi lembaga pusat pengembangan dan pelayanan kemandirian
masyarakat menuju kesejahteraan social.
Misi:
1. Membantu pemerintah dalam meningkatkan harkat,
martabat serta kualitas hidup warga masyarakat penyandang masalah
kesejahteraan social (PMS)
2. Memperkecil kesenjangan social dengan
memberikan perhatian kepada warga masyarakat rentan dan tidak
beruntung.
3. Peraturan daerah kota bandungNomor 29 tahun
2002 tentang penyelenggaraan dan penanganan Kesejahteraan Sosial.
Telaahan :
Panti Werdha Muhammadiyah Rancabolang hadir dan terlibat dalam
kegiatan keagamaan yang diadakan baik di masjid maupun di masyarakat.
Serta mewujudkan dan mengangkat harkat martabat manusia sebagai

xxxii
ciptaan Allah SWT memiliki arti bahwa Panti Werdha Muhammadiyah
Rancabolang bertujuan meningkatkan status kesehatan atau nilai manusia
sebagai mahluk Tuhan yanyg dibekali pikiran, perasaan, tekad, hak serta
kewajiban dasar manusia hingga mencapai kedudukan yang terhormat di
mata manusia dan Allah SWT.

3.2 Tujuan

Memberikan pelayanan yang berdassrkan pada Profesi Pekerja Sosial


terhadap orang tua lanjut usia, dengan cara membantu dan membimbing kea
rah perkembangan pribadi yang wajar sesuai ajaran Agama Islam serta
kemampuan berkarya, sehingga mereka menjadi muslim yang baik dapat
hidup layak dan penuh tanggung jawab baik terhadap diriny, agama dan
bangsa.
3.3 Kepenguruan
1. Pimpinan Cabang Muhammadiyah Rancabolang
Gedebage, sebagai penanggung jawab
2. Kepala Panti asuhan, diangkat dan diberhentikan
oleh Pimpinan Cabang Muhammadiyah Gedebage berdasarkan rapat
pleno cabang
3. Staf Administrasi Keuangan, bertanggung jawab
kepada lembaga, dengan tugas pokok membantu Kepala Lembaga
dibidang Administrasi Keuangan baik data Donatur, maupun Penerimaan
atau pengeluaran Keuangan termasuk sebagai kasir/pemegang kas kecil
3.4 Kriteria Dan Syarat Warga Asuh
1. Kriteria Warga asuh
a. Beragama Islam
b. Laki-laki/Perempuan
c. Usia diatas 60 th
d. Keadaan Normal (tidak sakit ingatan)
e. Dalam keadaan sehat tidak mempunyai penyakit kronis/menular
f. Kondisi tidak mampu (ekonomi/Rumah Tangga)
2. Syarat-Syarat Menjadi warga asuh

xxxiii
a. Permohonan Keluarga, warga dan lembaga sebagai penjamin atas
anama calon warga asuh.
b. Pernyataan tidak mampu dari pemerintah setempat dimana calon
warga asuh berdomisili
c. Mengisi formulir kesepakatan untuk penitipan, pengurusan dan
pengasuhan antara penjamin calon warga asuh dengan pihak
lembaga satu minggu setelah calon warga asuh diserahkan kepada
lembaga

3.5 Kajian Umum PSTW Muhammadiyah Rancabolang Bandung


Jenjang Usia Klien
Usia Klien/Tahun L P Asrama Keluarga Jumlah
50.69th >70 th 3 32 5 30 35
11 24

3.6 Kajian Internal PSTW Muhammadiyah Rancabolang Bandung


A. Tabel daftar penghuni panti yang dikaji
Jenis Perawat yang
No. Nama Umur Diagnosa
Kelamin Mengkaji
1 Utik P 86 Rematik Asep k
2 Dedeh P 66 Hipertensi Agus Kusnadi
3 Iroh P 64 Rematik Dadang
4 Imas H P 64 Hipertensi Sudarto
5 P Gastritis Krisna
6 Udi L 75 Rematik Haris
7 Acit P 65 Gastritis Ika
8 Esih P 68 Hipertensi Imas S
9 Uki L 74 Rematik Rubby Rosyid
10 Aah P Rematik Maya
11 Eha P 73 Hipertensi Ina K
12 Tikah P 63 Hipertensi Fitri M
13 Oon P 74 Rematik Ahmad H
14 Sinta P 63 Hipertensi Kenangan
15 Anang P 70 Rematik Dedi
16 Inoh P 75 Rematik Sri R
17 Eha P 73 Hipertensi Agus S

xxxiv
18 Kasih P 97 Rematik Yoga
19 Ende P 82 Rematik Karyat
20 Nonoh P 75 Hipertensi Ade S
21 P DM Dewi

B. Jenis Pendidikan dan Keterampilan


4. Pendidikan seni
5. Pendididikan keehatan Jasmani
6. Pendididkan Keterampilan
C. Kegiatan Pembinaan mental dan Rohani
2. Pendidikan Agama
3. Pendidikan Budi Pekerti
4. Pendidikan Olahraga
5. Pengajian Rutin
D. Sumber Dana
Rutin
1. Donatur/Agnia
2. Swadaya
Tidak Rutin
1. Pemerintah Pusat
2. Pemerintah daerah
tingkat I
3. Pemerintah daerah
tingkat II
4. Sumbangan luar
negri
5. Lain-lain

3.7 Kajian Eksternal PSTW Muhammadiyah Rancabolang Bandung


A. Gambar denah Panti Werdha Muhammadiyah Rancabolang
Bandung

xxxv
Luas kamar tidur @ 2,5x2=5x8 kamar tidur = 40 m2
Luas kamar mandi @ 1,5x2=3x2 kamar mandi = 6 m2
Total luas tanah 11,5 m2 x 11,5 m2 = 132,25 m2
B. Ruangan dan lahan
PSTW Muhammadiyah Rancabolang Bandung terdiri dari satu
bagungan Asrama dengan luas tanah ± 132,25 m² dan luas bangunan ±
87 m². Bangunan PSTW Muhammadiyah Rancabolang terdiri dari:
a. 8 kamar Tidur
b. 2 Km
c. 1 bagian dapur
d. 1 bagian ruang rekreasi/menonton TV
e. 1 ruang tamu
f. Teras
g. Halaman yang dipergunakan sebagai tempat jemur
h. 1 bagian terpisah kamar pengasuh (2 kamar)
i. Lemari baju, tempat tidur
j. Fasilitas audiovisual (TV)
k. Kompor
l. Dispenser (2)
m. Pendukung oprasional : kursi roda 1 unit, kursi panjang kayu 1
unit, kursi sofa ruang tamu 1 set, karpet evamat 1, kruk penyangga
1 unit.
C. Alat dan Perlengkapan
a. Adanya daftar nama klien lengkap dengan tanggal masuk, tanggal
lahir dan alamat asal
b. Adanya tata tertib baik untuk penghuni, pengunjung maupun bagi
praktikan.
c. Adanya poster-poster diantaranya : ROM, olahraga, cuci tangan,
dan lainnya.

xxxvi
d. Setiap kamar dilengkapai dengan 1 tempat tidur, tempat pakaian
untuk setiap klien.
e. Adanya alat masak dan alat makan di dapur.
f. Adanya TV sebagai sarana rekreasi bagi lansia.
g. Adanya kerja sama dengan lembaga pendidikan UNPAD, Unjani,
Stikes Bhakti Kencana dan Akper lainnya.
h. Dijadikan sebagai lahan penelitian dan pengembangan berbagai
institusi pendidikan.
i. Setiap bagian tugas yang ada di panti terdapat penanggung
jawabnya
D. Fasilitas Panti Wreda
Di Panti Wreda Muhammadiyah Rancabolang Bandung terdapat
ruangan kantor yang terpisan dari asrama panti + 150 meter bagi
pengelola panti dan pegawainya. Terdapat satu ruangan aula yang biasa
digunakan jika ada acara tertentu. Di panti Wreda Muhammadiyah
Rancabolang Bandung ini memiliki asrama bagi para lansia. Kamar
atau asrama bagi lansia hanya terdiri dari asrama wanita dan
tidak/belum memiliki asrama pria. Terdapat 8 kamar bagi lansia wanita
dengan kapasitas 1 tempat tidur setiap kamarnya, dan terdapat 2 kamar
madi, dapur, tuang tv dan ruang tamu.
Di panti wreda terdapat terdapat teras dan halaman yang cukup luas
dan saat ini dipergunakan sebagai ruang jemur pakaian.
Di panti wreda Muhammadiyah Rancabolang Bandung ini tidak
terdapat ruang rawat khusus bagi lansia yang sakit, tidak terdapat ruang
pendidikan, dan tidak terdapat ruang keterampilan. Terdapat satu dapur
pantry untuk meyiapkan makanan bagi lansia, namun tidak terdapat
kantin/warung lansia.
Tidak tedapat alat pemadam kebakaran di sekitar panti. Di setiap
pinggiran tembok tidak terdapat pegangan bagi para lansia untuk
memudahkan lansia berjalan dan mencegah lanisa jatuh. Terdapat
potensial hazard yaitu kamar mandi yang tidak ada pegangannya.

1) Fasilitas di setiap kamar

xxxvii
Di dalam kamar lansia hanya terdapat 1 tempat tidur dan 1
lemari kecil, tidak terdapat kursi, kipas maupun fasilitas lainnya,
akan tetapi penghuni panti diizinkan untuk membawa kebutuhan
yang diperlukan selama tidak berbahaya dan mengganggu
kepentingan bersama.
Tabel Jenis Lantai Di Setiap Kamar Di Panti Wreda
Muhammadiyah Rancabolang Bandung ( n = kamar)
Lantai Frekuensi Persentase (%)
Tanah 0 0
Papan 0 0
Semen/plester 0 0
Ubin 8 100

Tabel Kondisi Lantai Di Setiap Kamar Di Panti Wreda


Muhammadiyah Rancabolang Bandung ( n = kamar)
Kondisi Lantai Frekuensi Persentase (%)
Licin 0 0
Tidak Licin 18 100
Semua kamar lantainya menggunakan ubin keramik dan tidak
licin. Tidak terdapat WC di dalam kamar. WC tersedia diluar
kamar dan jumlahnya ada 2 bagi terdiri dari WC duduk dan WC
jongkok. Di setiap kamar terdapat alat tidur yang terdiri dari
kasur, bantal, selimut dan lemari pakaian.

Tabel Fasilitas di dalam kamar (n = Kamar)

Ya Tidak
Fasilitas Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
(%) %
Kasur tanpa bedplang 8 100 8 100
Lemari 8 100 8 100
Ruangan khusus 1 100 1 100
berkumpul

xxxviii
TV 1 100 1 100
Jam dinding 1 100 1 38.9
Kalender 0 0 1 0
Petugas di setiap 0 0 8 0
kamar

Tabel Kebersihan kamar (n = Kamar)

Kebersihan kamar Frekuensi Persentase (%)


Kotor 4 50
Sedikit bersih 2 25
Bersih 2 25
Keadaan kamar di panti wreda Muhammadiyah
Rancabolang Bandung ini 25% dalam keadaan bersih karena
setiap lansia bertanggung jawab terhadap kebersihan kamarnya
masing-masing.

xxxix
BAB IV
ANALISA DATA

4.1 ANALISA DATA INTERNAL

No Data Penyebab Masalah


1  Jumlah lansia 35 Kurangnya Resiko
jiwa. informasi peningkatan
 Jumlah kelolaan kesehatan pada angka kesakitan
mahasiswa sebanyak lansia dan tidak pada lansia
21 lansia adanya
 Kasus penyakit lansia pemeriksaan rutin
DM 2 orang, Gastritis
2 orang, Hipertensi 6
orang, dan rheumatik
11 orang

Diagnosa Keperawatan
Dari data-data yang diperoleh dapat dirumuskan diagnosa
keperawatan Gerontik sebagai berikut :
“Resiko penurunan derajat kesehatan pada lansia ; tidak ada monitoring
rutin kesehatan pada lansia, kurangnya pengetahuan mengenai penyakit
rheumatik, Gizi seimbang dan cara penanggulangannya. “

4.2 ANALISA DATA EKSTERNAL

xl
Analisa Data Eksternal

Item Aktual Ideal Masalah


Sarana - Panti tidak - Idealnya terdapat data- Resiko tinggi
Prasan memiliki ruang data alat kesehatan yang jatuh
a kesehatan serta dimiliki, terutama data
tersedianya obat-obatan yang rutin
peralatan dikonsumsi agar lansia
pemeriksaan yang sakit lebih terkontrol
kesehatan dan dalam mengkonsumsi
obat-obatan yang obat.
lengkap. - Idealnya terdapat
- Tidak terdapat rail/pegangan disetiap
pegangan di setiap sudut tembo atau wialayh
sudut tembok dimana lansia beraktifitas
- Fasilitas kamar untuk menghindari
cukup lengkap, terjadinya resiko jatuh.
namun kebersihan - Idealnya kondisi kamar
dan kerapihan harus diperhatikan seperti
kamar kurang mendapatkan kualitas
terjaga udara yang bersih dan
- Kurang efektifnya sehat, pencahayaan
pengelolaan cukup, dan tidak lembab
taman, dimana untuk mencegah
taman yang ada perkembangan kuman dan
bias dimanfaatkan bakteri.
lansia untuk ruang - Idealnya taman dapat
berjemur. dimanfaatkan sebagai area
hijau dan wilayah tempat
berjemur bagi lansia

xli
BAB V
PERENCANAAN

5.1 PLANNING OF ACTION INTERNAL


No Masalah Kegiatan Tujuan Sasaran Waktu Tempat Dana Penanggung
jawab
1 Resiko penurunan derajat 1. Gebyar 1. Meningkatka Semua 28 Mei Sekertariat Donatur dan Pemilik panti
kesehatan pada lansia ; tidak kesehatan n kesehatan anggota 2018 panti jompo masyarat dan
ada monitoring rutin kesehatan Lansia : lanjut usia panti jompo mahasiswa
pada lansia, kurangnya Pemeriksaan (Lansia)
Sekertariat
pengetahuan mengenai lansia
Lansia dan panti jompo
penyakit rheumatik, Gizi (skreening), 2. Meningkatka
keluarga
seimbang dan cara senam lansia, n derajat
penanggulangannya. dll kesehatan
Data : lansia Sekertariat
2. Mendemontrasi Lansia dan
 Jumlah lansia 36 jiwa. kan cara keluarga panti jompo
3. Meningkatka
 Jumlah kelolaan mahasiswa perawatan kaki
n
sebanyak 21 lansia Pembinaan
pengetahuan
 Kasus penyakit lansia DM Keluarga :
derajat
2 orang, Gastritis 2 orang, lansia
kesehatan
Hipertensi 6 orang, dan
lansia
rheumatik 11 orang 3. Penyuluhan gizi
seimbang
5.2 PLANNING OF ACTION EKSTERNAL
No Masalah Kegiatan Tujuan Sasaran Waktu Tempat Dana Penanggung
jawab
1 Resiko tinggi jatuh: 1. Memasang 1. Meningkatka Semua 28 Mei Asrama Donatur Pemilik panti
tidak ada Rail/pegangan rail/pegangan pada n keamanan anggota 2018 Panti Jompo dan
pada setiap sudut area tembok km dan area bagi lansia panti jompo mahasiswa
mobilitas lansia. mobilitas lansia penghuni
2. Memasang karpet
Data : asrama
karet/antilicin di dalam
 KM 2 buah terdiri
kamar mandi
dari WC duduk dan
3. Menambah fasilitas
WC jongkok,
berupa tempat sampah
 Area lantai tidak
pada area dapur untuk
2. Menjaga
dilengkapi karpet
menjaga kebersihan
kesehatan
anti licin
lingkungan
lingkungan
 Tidak ada 4. Menambah tanaman
untuk
rail/pegangan pada pada area hijau/taman
menciptakan
tembok KM dengan tanaman herbal
lingkungan
maupun area agar bisa dimanfaatkan
mobilitas lansia. oleh lansia yang nyaman
5. Menambah kursi duduk
 Area taman dipakai bagi
untuk berjemur
sebagai tempat penghuni
ditaman
jemur pakaian. asrama
6. Menambah hiasan
3. Memberi
Tidak ada kursi
dinding dan cermin
kemudahan
untuk berjemur
besar untuk
bagi lansia
meningkatkan rasa
dalam
nyaman didalam
memanfaatka
lingkungan panti
n lingkungan
guna
meningkatka
n kesehatan
LAMPIRAN
SEBELUM INTERVENSI

KAMAR MANDI 1 KAMAR MANDI 2

DAPUR RUANG TV
RUANG TAMU KAMAR TIDUR

RUANG TAMU DAN AKTIFITAS TAMPAK DEPAN


INTERVENSI

1. KEGIATAN INTERNAL

PENYULIHAN GIZI SEIMBANG

SENAM REMATIK

SCRENING KESEHATAN
SCRENING KESEHATAN

PEMBERIAN BINGKISAN PADA LANSIA


2. KEGIATAN EKSTERNAL

MENYEDIAKAN TEMPAT MENYEDIAKAN CERMIN


SAMPAH DI DAPUR BESAR

KESET ANTI LICIN DI DEPAN KAMAR MANDI


MEMASANG PEGANGAN DI KAMAR MANDI
MENAMBAH TANAMAN HERBAL DI HALAMAN

KUNYIT JAHE

SALAM
MEMASANG PLANG SPANDUK ASRAMA PANTI

KESET ANTI LICIN KURSI UNTUK BERJEMUR


DITERAS DEPAN
MEMASANG HIASAN KALIGRAFI DI RUANG TAMU

MEMASANG REL PEGANGAN DI LORONG RUANG TAMU

Anda mungkin juga menyukai