Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang ditandai
adanya mengi episodik, batuk dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran
nafas, termasuk dalam kelompok penyakit saluran pernafasan kronik. World Health
Organization (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita
asma. Bahkan jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah hingga mencapai
180.000 orang setiap tahun. Sumber lain menyebutkan bahwa pasien asma sudah
mencapai 300 juta orang di seluruh dunia dan terus meningkat selama 20 tahun
belakangan ini. Apabila tidak dicegah dan ditangani dengan baik, maka
diperkirakan akan terjadi peningkatan prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masa
akan datang serta mengganggu proses tumbuh-kembang anak dan kualitas hidup
pasien.
Asma memberi dampak negatif bagi pengidapnya seperti sering
menyebabkan anak tidak masuk sekolah, membatasi kegiatan olahraga serta
aktifitas seluruh keluarga, juga dapat merusak fungsi sistem saraf pusat,
menurunkan kualitas hidup penderitanya, dan menimbulkan masalah pembiayaan.
Selain itu, mortalitas asma relatif tinggi. WHO memperkirakan terdapat 250.000
kematian akibat asma.
Asma dapat diderita seumur hidup sebagaimana penyakit alergi lainnya,
dan tidak dapat disembuhkan secara total. Upaya terbaik yang dapat dilakukan
untuk menanggulangi permasalahan asma hingga saat ini masih berupa upaya
penurunan frekuensi dan derajat serangan, sedangkan penatalaksanaan utama
adalah menghindari faktor penyebab.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah itu penyakit asma bronkial?
2. Apakah yang menyebabkan penyakit asma bronkial?
3. Bagaimana proses terjadinya penyakit asma bronkial?
4. Apa saja tanda dan gejala penyakit asma bronkial?

1
5. Bagaimana penanganan (pencegahan dan penanggulangan) penyakit asma
bronkial?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien asma bronchial?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui, memahami dan mampu mengaplikasikan penanganan
pasien asma bronkial menggunakan pendekatan proses keperawatan, meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi yang
dihubungkan dengan konsep dasar medis penyakit asma bronkial.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengetian penyakit asma bronkial
b. Untuk mengetahui penyebab penyakit asma bronkial
c. Untuk mengetahui proses terjadinya penyakit asma bronkial
d. Untuk mengetahui tanda dan gejala penyakit asma bronkial
e. Untuk mengetahui penanganan (pencegahan dan penanggulangan)
penyakit asma bronchial
f. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien asma bronchial

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Medis


1. Pengertian
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trachea
dan bronchus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya
penyempitan luas jalan napas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara
spontan maupun sebagai hasil pengobatan. (The American Thoracic Society,
1962)
Asma bronchiale adalah obstruksi atau penyempitan sebagian dari
bronchus yang bersifat reversible disertai dengan berkurangnya aliran udara
dan wheezing. (J. Purnawan, 1997)
Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang menyebabkan
peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik
berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama
pada malam menjelang dini hari.Gejala tersebut terjadi berhubungan dengan
obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi dan sering kali bersifat reversibel
dengan atau tanpa pengobatan. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006)
Asma merupakan gangguan inflamasi pada jalan nafas yang ditandai
oleh obstruksi aliran udara nafas dan respon jalan nafas yang berlebihan
terhadap berbagai bentuk rangsangan. Obstruksi jalan nafas yang menyebar
luas tetapi bervariasi disebabkan oleh bronkospasme, edema mukosa jalan
nafas, dan peningkatam produksi mukus (lendir) disertai penyumbatan
(plugging) serta remodeling jalan nafas.
Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for
Asthma (GINA) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas
dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T.
pada seorang yang rentan inflamasi akan menyebabkan mengi berulang, sesak
nafas, rasa dada tertekan, dan batuk.

3
2. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma bronkhial.
a. Faktor Predisposisi
1) Genetik
Yang diturunkan adalah bakat alergi meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga menderita penyakit
alergi.Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena
penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus.
b. Faktor Presipitasi
1) Alergen
Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Contoh: debu,
bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri, dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut. Contoh: makanan dan obat-
obatan
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh:
perhiasan, logam, dan jam tangan.
2) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma.Kadang-kadang serangan berhubungan dengan
musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga.Hal ini
berhubungan dengan arah angin, serbuk bunga, dan debu.
3) Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus asma dan
memperberat serangan asma yang sudah ada.Penderita diberikan
motivasi untuk menyelesaikan masalah pribadinya karena jika stressnya
belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
4) Olah raga/aktivitas jasmani yang berat
Asma yang timbul karena bergerak badan terjadi bila
seseorangmengalami gejala-gejala asma selama atau setelah
berolahraga ataumelakukan gerak badan. Pada saat penderita dalam
keadaan istirahat, iabernafas melalui hidung. Sewaktu udara bergerak
4
melalui hidung, udara itudipanaskan dan menjadi lembab.Saat
melakukan gerak badan, pernafasanterjadi melalui mulut, nafasnya
semakin cepat dan volume udara yang dihirupbertambah banyak.Hal ini
dapat menyebabkan otot yang peka di sekitarsaluran pernafasan
mengencang sehingga saluran udara menjadi lebih sempit.
Dari kategori asma, maka penyebab dari penyakit asma dapat
digolongkan sebagai berikut :
a. Asma alergik
Asma alergik disebabkan oleh alergen-alergen misalnya serbuk
sari, binatang, makanan, debu rumah, dan jamur.Kebanyakan alergen
terdapat di udara dan musiman.Klien dengan asma alergik biasanya
memiliki riwayat keluarga yang alergik dan riwayat medis masa lalu
eczema rhinitis alergik.Pemajanan terhadap alergen mencetuskan
serangan asma.
b. Asma idiopatik atau non alergik
Asma idiopatik atau non alergik tidak berhubungan dengan
alergen spesifik.Faktor-faktor seperti common cold, infeksi traktus
respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat
mencetuskan serangan.Beberapa agen farmakologi, seperti aspirin dan
agen antiinflamasi non steroid lain, pewarna rambut, antagonis beta-
adrenergik, dan agen sulfit (pengawet makanan) juga dapat menjadi
faktor.Serangan asma idiopatik atau non alergik menjadi lebih berat
dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang
menjadi bronkitis kronis dan emfisema.
c. Asma gabungan
Asma gabungan adalah bentuk asma yang paling umum.Asma
ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk
idiopatik. (Suzane, 2001)

3. Patogenesis
Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan
ditandai oleh serangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan
nafas hiperreaktif. Tidak semua asma memiliki dasar alergi, dan tidak semua
orang dengan penyakit atopik mengidap asma. Asma mungkin bermula pada
5
semua usia tetapi paling sering muncul pertama kali dalam 5 tahun pertama
kehidupan. Mereka yang asmanya muncul dalam 2 dekade pertama kehidupan
lebih besar kemungkinannya mengidap asma yang diperantarai oleh IgE dan
memiliki penyakit atopi terkait lainnya, terutama rinitis alergika dan dermatitis
atopik.
Langkah pertama terbentuknya respon imun adalah aktivasi limfosit T
oleh antigen yang dipresentasikan oleh sel-sel aksesori, yaitu suatu proses yang
melibatkan molekul Major Histocompability Complex atau MHC (MHC kelas
II pada sel T CD4+ dan MHC kelas I pada sel T CD8+). Sel dendritik
merupakan Antigen Precenting Cells (APC) utama pada saluran respiratori. Sel
dendritik terbentuk dari prekursornya di dalam sumsum tulang, lalu membentuk
jaringan yang luas dan sel-selnya saling berhubungan di dalam epitel saluran
respiratori. Kemudian, sel-sel tersebut bermigrasi menuju kumpulan sel-sel
limfoid di bawah pengaruh GM-CSF, yaitu sitokin yang terbentuk oleh aktivasi
sel epitel, fibroblas, sel T, makrofag, dan sel mast. Setelah antigen ditangkap,
sel dendritik pindah menuju daerah yang banyak mengandung limfosit. Di
tempat ini, dengan pengaruh sitokin-sitokin lainnya, sel dendritik menjadi
matang sebagai APC yang efektif.
Reaksi fase cepat pada asma dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif
terhadap alergen Ig-E spesifik, terutama sel mast dan makrofag. Pada pasien
dengan komponen alergi yang kuat terhadap timbulnya asma, basofil juga ikut
berperan. Reaksi fase lambat pada asma timbul beberapa jam lebih lambat
dibanding fase awal. Meliputi pengerakan dan aktivasi dari sel-sel eosinofil, sel
T, basofil, netrofil, dan makrofag. Juga terdapat retensi selektif sel T pada
saluran respiratori, ekspresi molekul adhesi, dan pelepasan newly generated
mediator. Sel T pada saluran respiratori yang teraktivasi oleh antigen, akan
mengalami polarisasi ke arah Th2, selanjutnya dalam 2 sampai 4 jam pertama
fase lambat terjadi transkripsi dan transaksi gen, serta produksi mediator pro
inflamasi, seperti IL2, IL5, dan GM-CSF untuk pengerahan dan aktivasi sel-sel
inflamasi. Hal ini terus menerus terjadi, sehingga reaksi fase lambat semakin
lama semakin kuat.
Pada remodeling saluran respiratori, terjadi serangkaian proses yang
menyebabkan deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran
respiratori melalui proses dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan maturasi
6
struktur sel. Kombinsai antara kerusakan sel epitel, perbaikan epitel yang
berlanjut, ketidakseimbangan Matriks Metalloproteinase (MMP) dan Tissue
Inhibitor of Metalloproteinase (TIMP), produksi berlebih faktor pertumbuhan
profibrotik atau Transforming Growth Factors (TGF-β), dan proliferasi serta
diferensiasi fibroblas menjadi miofibroblas diyakini merupakan proses yang
penting dalam remodelling. Miofibroblas yang teraktivasi akan memproduksi
faktor-faktor pertumbuhan, kemokin, dan sitokin yang menyebabkan proliferasi
sel-sel otot polos saluran respiratori dan meningkatkan permeabilitas
mikrovaskular, menambah vaskularisasi, neovaskularisasi, dan jaringan saraf.
Peningkatan deposisi matriks molekul termasuk kompleks proteoglikan pada
dinding saluran respiratori dapat diamati pada pasien yang meninggal akibat
asma. Hal tersebut secara langsung berhubungan dengan lamanya penyakit.

Gambar 1. Patogenesis Asma


Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran respiratori serta sel goblet dan
kelenjar submukosa terjadi pada bronkus pasien asma, terutama yang kronik dan
berat. Secara keseluruhan, saluran respiratori pasien asma, memperlihatkan
perubahan struktur saluran respiratori yang bervariasi dan dapat menyebabkan
penebalan dinding saluran respiratori. Remodeling juga merupakan hal penting
pada patogenesis hiperaktivitas saluran respiratori yang non spesifik, terutama pada
pasien yang sembuh dalam waktu lama (lebih dari 1-2 tahun) atau yang tidak
sembuh sempurna setelah terapi inhalasi kortikosteroid.

7
Gejala asma, yaitu batuk sesak dengan mengi merupakan akibat dari
obstruksi bronkus yang didasari oleh inflamsai kronik dan hiperaktivitas bronkus.

Faktor Risiko Faktor Risiko


Inflamasi

Hiperaktivitas Obstruksi
Bronkus Bronkus

Faktor Risiko Gejala

Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar,


nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran nafas. Peregangan vagal
menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh
sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan nafas lebih permeabel dan
memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa sehingga memperbesar reaksi
yang terjadi.

Gambar 2. Proses imunologis spesifik dan non-spesifik


Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung
menyebabkan serangan asma, melalui sel efektor sekunder seperti eusinofil,
8
netrofil, trombosit dan limfosit. Sel-sel inflamasi ni juga mengeluarkan
mediator yang kuat seperti leukotrien, tromboksan, Platelet Activating Factors
(PAF) dan protein sititoksis memperkuat reaksi asma. Keadaan ini
menyebabkan inflamasi yang akhirnya menimbulkan hiperaktivitas bronkus.

4. Patofisiologi
a. Obstruksi saluran respiratori
Penyempitan saluran nafas yang terjadi pada pasien asma dapat
disebabkan oleh banyak faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot
polos bronkial yang diprovokasi mediator agonis yang dikeluarkan oleh sel
inflamasi seperti histamin, triptase, prostaglandin D2, dan leukotrien C4
yang dikeluarkan oleh sel mast, neuropeptidase yang dikeluarkan oleh saraf
aferen lokal dan asetilkolin yang berasal dari saraf eferen post ganglionik.
Akibat yang ditimbulkan dari kontraksi otot polos saluran nafas adalah
hiperplasia kronik dari otot polos, pembuluh darah, serta terjadi deposisi
matriks pada saluran nafas. Namun,dapat juga timbul pada keadaan dimana
saluran nafas dipenuhi sekret yang banyak, tebal dan lengket pengendapan
protein plasma yang keluar dari mikrovaskularisasi bronkial dan debris
seluler.
Secara garis besar, semua gangguan fungsi pada asma ditimbulkan
oleh penyempitan saluran respiratori, yang mempengaruhi seluruh struktur
pohon trakeobronkial. Bunyi mengi (wheezing) dapat terdengar pada saat
batuk — semakin tinggi nadanya, semakin sempit lumen bronkus. Salahsatu
mekanisme adaptasi terhadap penyempitan saluran nafas adalah
kecenderungan untuk bernafas dengan hiperventilasi untuk mendapatkan

9
volume yang lebih besar, yang kemudian dapat menimbulkan hiperinflasi
toraks. Perubahan ini meningkatkan kerja pernafasan agar tetap dapat
mengalirkan udara pernafasan melalui jalur yang sempit dengan rendahnya
compliance pada kedua paru. Inflasi toraks berlebihan mengakibatkan otot
diafragma dan interkostal, secara mekanik, mengalami kesulitan bekerja
sehingga kerjanya menjadi tidak optimal . Peningkatan usaha bernafas dan
penurunan kerja otot menyebabkan timbulnya kelelahan dan gagal nafas.

Gambar 3. Bronkus Normal dan Bronkus Asmatik

b. Hiperaktivitas saluran respiratori


Mekanisme terhadap reaktivitas yang berlebihan bronkus yang
menyebabkan penyempitan saluran napas sampai saat ini tidak diketahui,
namun dapat berhubungan dengan perubahan otot polos saluran nafas yang
terjadi sekunder serta berpengaruh terhadap kontraktilitas ataupun
fenotipnya. Sebagai tambahan, inflamasi pada dinding saluran nafas yang
terjadi akibat kontraksi otot polos tersebut.
Saluran respiratori dikatakan hiperreaktif atau hiperresponsif jika
pada pemberian histamin dan metakolin dengan konsentrasi kurang 8µg%
didapatkan penurunan Forced Expiration Volume (FEV1) 20% yang
merupakan kharakteristik asma, dan juga dapat dijumpai pada penyakit
yang lainnya seperti Chronic Obstruction Pulmonary Disease (COPD),
fibrosis kistik dan rhinitis alergi. Stimulus seperti olahraga, udara dingin,
ataupun adenosin, tidak memiliki pengaruh langsung terhadap otot polos

10
saluran nafas (tidak seperti histamin dan metakolin). Stimulus tersebut akan
merangsang sel mast, ujung serabut dan sel lain yang terdapat disaluran
nafas untuk mengeluarkan mediatornya.
c. Otot polos saluran respiratori
Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot
bronkus. Kelainan ini disebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil
pada bagian elastisitas jaringan otot polos atau pada matriks
ektraselularnya. Peningkatan kontraktilitas otot pada pasien asma
berhubungan dengan peningkatan kecepatan pemendekan otot. Sebagai
tambahan, terdapat bukti bahwa perubahan pda struktur filamen
kontraktilitas atau plastisitas dari sel otot polos dapat menjadi etiologi
hiperaktivitas saluran nafas yang terjadi secara kronik.
Peran dari pergerakan aliran udara pernafasan dapat diketahui
melalui hipotesis pertubed equilibrium, yang mengatakan bahwa otot polos
saluran nafas mengalami kekakuan bila dalam waktu yang lama tidak
direnggangkan sampai pada tahap akhir, yang merupakan fase terlambat,
dan menyebabkan penyempitan saluran nafas yang menetap atau persisten.
Kekakuan dari daya kontraksi, yang timbul sekunder terhadap inflamasi
saluran nafas, kemudian menyebabkan timbulnya edema adventsial dan
lepasnya ikatan dari tekanan rekoil elastis.
Mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast, seperti triptase
dan protein kationik eosinofil, dikatakan dapat meningkatkan respon otot
polos untuk berkontraksi, sama seperti mediator inflamasi yang lainnya
seperti histamin. Keadaan inflamasi ini dapat memberikan efek ke otot
polos secara langsung ataupun sekunder terhadap geometri saluran nafas.
d. Hipersekresi mukus
Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali
ditemukan pada saluran nafas pasien asma dan penampakan remodeling
saluran nafas merupakan karakteristik asma kronis. Obstruksi yang luas
akibat penumpukan mukus saluran nafas hampir selalu ditemukan pada
asma yang fatal dan menjadi penyebab ostruksi saluran nafas yang
persisiten pada serangan asma berat yang tidak mengalami perbaikan
dengan bronkodilator.

11
Sekresi mukus pada saluran nafas pasien asma tidak hanya berupa
peningkatan volume saja tetapi juga perbedaan pada viskoelastisitas.
Penebalan dan perlengketan dari sekret tidak hanya sekedar penambahan
produksi musin saja tetapi terdapat juga penumpukan sel epitel,
pengendapan albumin yang bersal datri mikrovaskularisasi bronkial,
eosinofil, dan DNA yang berasal dari sel inflamasi yang mengalami lisis.
Hipersekresi mukus merefleksikan dua mekanisme patofisiologi
yaitu mekanisme terhadap sekresi sel yang mengalami metaplasia dan
hiperplasia dan mekanisme patofisologi hingga terjadi sekresi sel granulasi.
Degranulasi sel Goblet yang dicetuskan oleh stimulus lingkungan,
diperkirakan terjadi karena adanya pelepasan neuropeptidase lokal atau
aktivitas jalur refleks kolinergik. Kemungkinan besar yang lebih penting
adalah degranulasi yang diprovokasi oleh mediator inflamasi, dengan
aktivitas perangsang sekret, seperti neutrofil elastase, kimase sel mast,
leukotrien, histamin, produk neutrofil non-protease.

5. Tanda dan Gejala


Serangan asma akut diawali secara dramatis disertai lebih dari satu gejala
berat dengan awitan bersamaan dan kemudian secara berangsur akan menjadi
peningkatan kegawatan nafas (respiratory distress). Asma yang terjadi disertai
gejala sianosis, konfusi, serta letargi menunjukkan awitan status asmatikus dan
gagal nafas yang bisa membawa kematian.
TRIAS gejala asma terdiri atas :
a. Dispnea (sesak nafas), terjadi karena pelepasan histamine dan leukotrien
yang menyebabkan kontraksi otot polos sehingga saluran nafas menjadi
sempit.
b. Batuk, adalah reaksi tubuh untuk mengeluarkan hasil dari inflamasi atau
benda asing yang masuk ke saluran nafas.
c. Mengi (bengek), suara nafas tambahan yang terjadi akibat penyempitan
bronkus.Bunyi mengi (wheezing) dapat terdengar pada saat batuk semakin
tinggi nadanya, semakin sempit lumen bronkus

12
Gambaran klinis pasien yang menderita asma :
1) Gambaran objektif
a) Sesak nafas parah mendadak dengan ekspirasi memanjang disertai
wheezing serta rasa berat pada dada
b) Batuk dengan sputum kental, jernih, ataupun kuning serta sulit
dikeluarkan.
c) Takipnea, bersamaan dengan penggunaan otot-otot nafas tambahan
d) Terdapat pernafasan cuping hidung
e) Denyut nadi yang cepat (takikardia)
f) Pengeluaran keringat (perspirasi) yang banyak
g) Lapangan paru yang hipersonor pada perkusi
h) Pergerakan dinding dada simetris
i) Sianosis akibat gejala hipoksia berat, penurunan saturasi oksigen
yang terkait hemoglobin dalam darah, perlambatan aliran darah pada
jari-jari tangan dan kaki
j) Gelisah
2) Gambaran subjektif adalah pasien mengeluhkan sukar bernafas, sesak
dan anoreksia.
3) Gambaran psikososial adalah cemas, takut, mudah tersinggung dan
kurang pengetahuan pasien terhadap situasi penyakitnya.

Gambaran klinis pada penyakit asma intermiten ringan:


1) Keluhan dan gejala asma terjadi kurang dari dua kali per minggu
2) Pasien tampak asimptomatik disertai PEF (peak expiratory flow) normal
diantara serangan eksaserbasi
3) Eksaserbasi singkat (selama beberapa jam hingga beberapa hari) dengan
intensitas bervariasi
4) Keluhan dan gejala pada malam hari terjadi kurang dari dua kali per
bulan
5) Hasil pemeriksaan faal paru memperlihatkan FEV1 atau PEF melebihi
80%, PEF dapat bervariasi dengan kisaran kurang dari 20%

13
Gambaran klinis pada penyakit asma intermiten sedang:
1) Keluhan dan gejala asma terjadi tiap hari
2) Ekserbasi terjadi lebih dari dua kali per minggu dan dapat berlangsung
selama berhari-hari, eksaserbasi mempengaruhi aktivitas pasien
3) Terapi bronkodilator digunakan setiap hari
4) Hasil pemeriksaan faal paru memperlihatkan FEV1 atau PEF sebesar
60% hingga 80% nilai normal , PEF dapat bervariasi dengan kisaran
melebihi 30%

Gambaran klinis pada penyakit asma intermiten berat:


1) Keluhan dan gejala asma terjadi secara terus menerus
2) Eksaserbasi sering terjadi dan membatasi aktivitas pasien
3) Keluhan dan gejala pada malam hari sering terjadi
4) Hasil pemeriksaan faal paru memperlihatkan FEV1 atau PEF kurang dari
60% nilai normal, PEF dspat bervariasi dengan kisaran melebihi 30%

6. Penatalaksanaan
Pengobatan asma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik dan pengobatan farmakologik.
a. Pengobatan non farmakologik
1) Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien
tentang penyakit asma sehingga klien secara sadar menghindari faktor-
faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsultasi
pada tim kesehatan.
2) Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asma yang
ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan
mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup
bagi klien.
3) Fisioterapi
Fisioterapi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran
mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan
fibrasi dada.

14
4) Latihan relaksasi seperti yoga untuk membantu meningkatkan peredaran
darah dan memulihkan pasien dari serangan asma.
Mencegah Serangan Asma
Bagan alir berikut ini memperlihatkan patofisiologi perubahan yang
terjadi pada kondisi asma.Penanganan dan intervensi menunjukkan tempat
rangkaian fisiologis tersebut harus diubah untuk menghentikan serangan
asma.

Pajanan alergen dan faktor kausatif

Upaya menghindari dalergen


Suntikan alergi upaya
mngurangi faktor kausatif
(kelas untuk mengurangi
stres) kortikosterid

Stimulasi imunoglobulin E

Degranulasi sel mast

Obat-obat penstabil sel mast

Histamin
Leukositrien
Progstaglandin
Bradikinin

Obat-obat antihistamin

Sekresi mukus
Inflamasi
Bronkospasme

Obat-obst bronkodilator

Mengi dan penyempitan jalan napas

Obstruksi jalan napas


15
b. Pengobatan farmakologik
1) Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberikan 3-4 kali semprot dan
jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang
termasuk obat ini adalah metaproterenol (Alupent, metrapel), albuterol,
terbutatin.Pemberian obat ini untuk mengurangi bronkokontriksi,
meredakan edema pada jalan nafas bronkial, dan meningkatkan ventilasi
paru.
2) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan.Pemberian obat ini untuk mengurangi bronkokontriksi,
meredakan edema pada jalan nafas bronkial, dan meningkatkan ventilasi
paru.
3) Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid (seperti hidrokortison sodium suksinat,
prednison, metil prednisolon, dan beklometason) untuk memberikan
efek antiinflamasi dan imunosupresi, yang akan mengurangi reaksi
inflamasi dan edema pada jalan nafas. Steroid dalam bentuk aerosol
(beclometason dipropinate. Jika agonis beta dan metil xantin tidak
memberikan respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Karena
pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang
mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
4) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asma, khususnya anak-anak.
Pemberian obat-obat penstabil sel mast (natrium kromolin dan natrium
nedokromil) yang efektif bagi pasien asma atopik dengan serangan
musiman.
5) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin. Keuntungannya dapat diberikan
secara oral.
6) Pemberian obat-obat bronkodilator antikolinergik seperti Iprutropioum
bromide (Atroven) yang akan menyekat asetilkolin. Atroven adalah

16
antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat
bronkodilator.
c. Pengobatan selama serangan status asthmatikus terjadi :
Infus RL : D 5% = 3 : 1 tiap 24 jam diberikan karena pasien
mengalami dehidrasi akibat proses diaforesis dan untuk menambah tenaga
karena kelelahan akibat sesak nafas. Oksigen diberikan 4 l/menit melalui
nasal kanul untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang kurang akibat sesak
nafas. Aminophylin bolus 5 mg/kgBB diberikan pelan-pelan selama 20
menit dilanjutkan drip RL atau D 5% mentenence 20 tetes/menit dengan
dosis 20 mg/kgBB/24 jam. Aminophylin diberikan untuk melebarkan jalan
nafas karena aminophylin adalah bronkodilator. Selain itu diberikan
dexamethason 10-20 mg/6 jam secara intravena untuk memacu jantung
menghantarkan darah yang mengandung oksigen ke organ-organ yang
membutuhkan. Antibiotik spektrum luas untuk membunuh mikroba yang
menyebabkan infeksi.(Pedoman penatalaksanaan status asthmatikus UPF
paru RSUD Dr Soetomo Surabaya ).
d. Penatalaksanaan Keperawatan
Ada beberapa usaha perawat untuk membantu pasien mengatasi
asma yang dideritanya serta usaha perawat untuk mengelola respon yang
muncul pada pasien asma, seperti:
1) Jelaskan proses penyakit dengan gambar-gambar atau phantom.
2) Jelaskan cara pencegahan asma dengan menghindari kontak dengan
faktor alergen.
3) Fokuskan pada perawatan mandiri di rumah.
4) Jelaskan tanda-tanda bahaya akan muncul.
5) Ajarkan strategi kontrol kecemasan, takut, dan stress.
6) Jelaskan pentingnya istrirahat, termasuk latihan nafas dalam dan batuk
efektif.
7) Jelaskan pentingnya intake cairan dan nutrisi yang adekuat.
8) Ikut sertakan keluarga dalam proses pengobatan. Keluarga perlu
mengetahui dan memahami tentang pengobatan, nama obat, dosis, efek
samping, dan efek samping obat.
9) Gunakan teknik fisioterapi dada untuk membantu merontokkan sekret.

17
10) Tindakan kolaboratif untuk mengurangi oksigen yang terperangkap di
dalam paru yaitu dengan pemberian terapi obat bronkodilator baik
melalui oral, IV, maupun menggunakan nebulizer untuk mengatasi
bronkospasme, sehingga udara yang terperangkap dapat mudah keluar
saat ekspirasi. Dapat pula dilakukan tindakan kolaboratif suction jika
udara terhalangi keluar oleh akumulasi sekret. Jika terdapat udara
ataupun cairan yang terkumpul di rongga pleura seperti pada kasus
pneumotoraks, dapat dilakukan tindakan pemasangan WSD(Water Seal
Drainage).

18
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Dasar Data Pengkajian Pasien

AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Gejala: Keletihan, kelelahan, malaise.
Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari
karena sulit bernafas.
Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk
tinggi.
Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas
atau latihan.
Tanda: Keletihan.
Gelisah, imsomnia
Kelemahan umum/kehilangan massa otot.

SIRKULASI
Tanda: Peningkatan TD
Peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, disritmia
Distensi vena leher (penyakit berat).
Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit
jantung.
Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan
diameter AP dada).
Warna kulit/membran mukosa: normal atau abu-
abu/sianosis; kuku tabuh dan sianosis perifer.
Pucat dapat menunjukan anemia.

INTEGRITAS EGO
Gejala: Peningkatan faktor risiko.
Perubahan pola hidup
Tanda: Ansietas, ketakutan, peka rangsang.

19
MAKANAN/CAIRAN
Gejala: Mual/muntah.
Ketidakmampuan untuk makan karena distres pernapasan.
Tanda: Turgor kulit buruk.
Edema dependen.
Berkeringat.

HIGIENE
Gejala: Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan aktivitas sehari-hari.
Tanda: Kebersihan buruk.

PERNAPASAN
Gejala: Napas pendek (timbulnya tersembunyi dengan dispnea
sebagai gejala menonjol) khususnya pada kerja; cuaca atau
episode berulangnya sulit napas (asma); rasa dada tertekan,
ketidakmampuan untuk bernapas (asma).
“Lapar udara” kronis.
Episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada
tahap dini meskipun dapat terjadi produktif.
Riwayat alergi polusi kimia/iritan pernapasan (mis., rokok
sigaret) atau debu/asap (mis., asbes, debu batubara, rami
katun, serbuk gregaji).
Faktor keluarga dan keturunan, mis., dua pengaruh genetik
yang ditemukan pada penyakit asma, yaitu kemampuan
seseorang untuk mengalami asma (atopi) dan kecenderungan
untuk mengalami hipereaktivitas jalan nafas.
Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.
Tanda: Pernapasan: Biasanya cepat, dapat lambat; fase ekspirasi
memanjang dengan mendengkur.
Penggunaan otot bantu pernapasan, mis., meninggikan bahu,
retraksi fosa supraklafikula, melebarkan hidung.
Dada: Dapat terlihat hiperinflasi dengn peninggian diameter
AP (bentuk-barel); gerakan diafragma minimal.
20
Bunyi napas: Mungkin redup dengan ekspirasi mengi; ronki,
mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan
selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tak adanya
bunyi napas (asma).
Perkusi: Hipersonan pada area paru (mis,. jebakan udara);
bunyi pekak pada area paru (mis., konsolidasi, cairan,
mukosa).
Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata
sekaligus.
KEAMANAN
Gejala: Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor
lingkungan.
Adanya/berulangnya infeksi.
Kemerahan/berkeringat (asma).

SEKSUALITAS
Gejala: Penurunan libido.

INTERAKSI SOSIAL
Gejala: Hubungan ketergantungan.
Kurang sistem pendukung.
Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang terdekat.
Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik.
Tanda: Ketidakmampuan untuk membuat/mempertahankan suara
karena distres pernapasan.
PENYULUHAN/PEMBELAJARAN
Gejala: pengguanaan/penyalahgunaan obat pernapasan.
Kesulitan menghentikan merokok.
Penggunaan alkohol secara teratur.
Kegagalan untuk membaik.
Pertimbangan DRG menunjukan rerata lama dirawat:
Rencana Pemulangan: 5,9 hari.

21
Bantuan dalam berbelanja, transportasi,
kebutuhan perawatan diri. Perawatan
rumah/mempertahankan tugas rumah.
Perubahan pengobatan/progran terapeutik.

Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan penunjang yang penting dalam menegakkan
diagnosis adalah sebagai berikut :
a. Spirometri untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversibel.
b. Tes provokasi, untuk menunjukkan hyperaktivitas bronchus. Penurunan
FEV sebesar 20% atau lebih setelah test provokasi menunjukkan
hyperaktivitas bronchus.
c. Tes fungsi paru : dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk
menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi,
utntuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek
terapi, mis., bronkodilator.
d. Pemeriksaan test kulit, untuk menunjukkan adanya antibodi IgE yang
spesifik dalam tubuh. Test ini hanya menyokong anamnesis, karena
alergen yang menunjukkan test kulit positif (+) tidak selalu merupakan
penyebab asma, sedangkan hasil negatif (-) tidak selalu berarti tidak ada
faktor kerentanan kulit.
e. Pemeriksaan kadar IgE total dan Ig E spesifik untuk menyokong adanya
penyakit atopi.
f. Pemeriksaan radiologi (foto thoraks / Chest X-ray), dapat menunjukkan
hiperinflasi paru-paru, diafragma mendatar, peningkatan ruang udara
retrosternal dan normal ditemukan saat periode remisi (asma).
g. GDA (Gas Darah Arteri) : memperkirakan progresi penyakit kronis,
mis., paling sering PaO2 menurun dan PaO2 normal atau meningkat
(bronchitis kronis dan emfisema) tetapi sering menurun pada asma; pH
normal atau asidotik, alkalosis, respiratorik ringan sekunder terhadap
hiperventilasi (emfisema sedang atau asma).
h. Pemeriksaan eosinofil dalam darah, dapat membantu membedakan
asma dengan bronchitis kronik. Pada penderita asma jumlah eosinofil
dalam darah biasanya meningkat. Peningkatan eosinofil dapat mencapai
22
1000-1500/mm3 sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100-
200/mm3.
i. Pemeriksaan sputum, untuk melihat adanya eosinofil dan meselium
Aspergilus Fumigatus, untuk menentukan adanya infeksi,
mengidentifikasi patogen dan pemeriksaan sitologi untuk menentukan
penyakit keganansan atau alergi.
j. Kimia darah dan darah rutin: jumlah sel leukosit lebih dari 15.000
terjadi karena adanya infeksi. SGOT (Serum Glutamic Oxakoacetix
Transaminase) dan SGPT (Serum Glutamic Piruvat Transaminase)
meningkat disebabkan karena kerusakan hati akibat hipoksia atau
hiperkapnea.
k. Perubahan EKG didapat pada 50% penderita Status Asthmatikus, ini
karena hipoksemia, perubahan pH, hipertensi pulmunal dan beban
jantung kanan . Sinus takikardi – sering terjadi pada asma.

23
Dampak Asma terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

Asma Eksentrik (Alergi) Asma Intrinsik (Idiopatik)


(Dimulai pada masa anak – anak) (Sering timbul sesudah usia40 th)

 Riwayat keluarga yang mempunyai asma  Tidak ditemukan faktor


 Riwayat penyakit atropik (Demam pencetus yang jelas
jerami,eczema,dermatitis)  Faktor yang non spesifik
 Protein dalam serbuk sari yang dihirup (latihan fisik, emosi)
 Bulu halus binatang .
 Kain pembalut

Terjadi reaksi antigen - antibody

Melepaskanhistamine,prostaglandin,bradikinin,SRA-A,ECT.A(Eosinophilic Chemotatik
factor of Anaphylasis)

Kontraksi otot – otot Peningkatan Peningkatan Perubahan terhadap


polos permeabilitas sekresi kelenjar status kesehatan
kapiler mukosa
Bronkopasme
Edema Mukosa Peningkatan Kurangnya
Bronkus menyempit produksi mukus pengetahuan/informasi
Mempengaruhi
Sesak saluran pernapasan Kesulitan
Anoreksia
bernapas, Ansietas
Terdapat wheezing Sianosis sesak/dispnea
Nutrisi
kurang
Pola nafas tidak Kerusakan Bersihan dari
efektif pertukaran gas jalan nafas kebutuhan
tidak efektif tubuh

Ketidakseimbangan
Dispnea setelah  Gangguan pola istirahat tidur
antara suplai dan
beraktivitas  Intoleransi Aktivitas
kebutuhan oksigen

24
b. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan suplai
oksigen sekunder terhadap penurunan ventilasi alveolar sebagai akibat
penyempitan jalan napas.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1) Dispnea
2) Bingung, gelisah
3) Ketidakmampuan membuang sekret
4) Nilai GDA tak normal (hipoksia dan hiperkapnia)
5) Perubahan tanda vital
6) Penurunan toleransi terhadap aktivitas
(Doenges, Marilynn, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler,
1999)
b. Bersihan jalan napas berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan
produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekret kental, penurunan
energi/kelemahan.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1) Pernyataan kesulitan bernafas
2) Perubahan kedalaman/kecepatan pernafasan, penggunaan otot
aksesori
3) Bunyi nafas tak normal, misalnya mengi, ronki, krekels
4) Batuk (menetap), dengan/tanpa produksi sputum
(Doenges, Marilynn, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler,
1999)
c. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan dispnea dan keterbatasan
aliran udara kronis. (Swearingen, Pamela L. 2000)

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan peningkatan produksi mukus yang menyebabkan anoreksia,
mual/muntah; dispnea; kelemahan; efek samping obat.
Kemungkinan dibuktikan oleh:
1) Penurunan berat badan
2) Kehilangan massa otot, tonus otot buruk
3) Kelemahan

25
4) Mengeluh gangguan sensasi mengecap
5) Keengganan untuk makan, kurang tertarik pada makanan
(Doenges, Marilynn, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler,
1999)
e. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, perubahan
terhadap status kesehatan, kebutuhan yang belum terpenuhi dan kurang
pengetahuan. (Swearingen, Pamela L. 2000)

f. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, tindakan


berhubungan dengan kurang informasi/tidak mengenal sumber
informasi, salah mengerti tentang informasi, kurang
mengingat/keterbatasan kognitif.
Kemungkinan dibuktikan oleh:
1) Pertanyaan tentang informasi
2) Pernyataan masalah/kesalahan konsep
3) Tidak akurat mengikuti intruksi
4) Terjadinya komplikasi yang dapat dicegah
(Doenges, Marilynn, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler,
1999)
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan bronkospasme yang
menyebabkan dispnea setelah beraktivitas, serta ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen. (Swearingen, Pamela L. 2000)

c. Intervensi
Dx 1: Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan suplai oksigen sekunder
terhadap penurunan ventilasi alveolar sebagai akibat penyempitan jalan napas.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kerusakan pertukaran gas dapat teratasi dengan
kriteria :
 Pasien mempunyai pertukaran gas yang adekuat, ditandai dengan FP 12-20 kali/menit
 GDA pasien (PaO2 ≥ 80 mmHg, PaCO2 35-45 mmHg, dan pH 7,35-7,45 (nilai
konsisten dengan nilai dasar pasien)
 Tidak ada suara tambahan napas
 TTV dalam rentang normal
 Bebas dari tanda-tanda distress pernafasan

26
 Tidak ada sianosis dan dispnea (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas
dengan mudah)
Intervensi Rasional
Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Catat Berguna dalam evaluasi derajat distres
penggunaan otot aksesori, nafas bibir, pernafasan dan kronisnya proses penyakit.
ketidakmampuan bicara/berbincang.

Awasi TTV dan irama jantung Takikardia, distritmia, dan perubahan TD


dapat menunjukkan efek hipoksemia
sistemik pada fungsi jantung.
Posisikan pasien untuk kenyamanan dan Untuk meningkatkan ekspansi dada yang
untuk meningkatkan pertukaran gas yang maksimal. Pengiriman oksigen dapat
optimal (posisi fowler tinggi) dan catat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi.
respon pasien
Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna Sianosis mungkin perifer (terlihat pada
membran mukosa. kuku) atau terlihat sekitar bibir/atau daun
telinga). Keabu-abuan sianosis sentral
mengindikasikan beratnya hipoksemia.
Dorong mengeluarkan sputum dengan Kental, tebal dan banyaknya sekresi adalah
menggunakan teknik batuk efektif; sumber gangguan pertukaran gas pada jalan
penghisapan bila diindikasikan nafas kecil. Teknik batuk efektif dapat
membatu klien mengeluarkan sputum.
Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak
efektif.
Auskultasi bunyi napas tiap 2-4 jam (pantau Bunyi nafas mungkin redup karena
penurunan dan bunyi tambahan), catat area penurunan aliran udara atau area
penurunan aliran udara dan/atau bunyi konsolidasi. Adanya mengi
tambahan. mengindikasikan spasme bronkus atau
tertahannya sekret.
Awasi tingkat kesadaran/status mental. Gelisah dan ansietas adalah manifestasi
Selidiki adanya perubahan. umum pada hipoksia. GDA memburuk
disertai bingung/somnolen menunjukkan
disfungsi serebral yang berhubungan

27
dengan hipoksemia.
Pantau hasil GDA dan nadi oksimetri. Mewaspadai penurunan PaO2 dan
peningkatan PaCO2 yang menandakan
ancaman pernapasan. PaCO2biasanya
meningkat (bronkitis, emfisema) dan
PaO2secara umum menurun, sehingga
hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil
atau lebih besar. Catatan :PaCO2“normal”
atau meningkat menandakan kegagalan
pernafasan yang akan datang selama
asmatik.
Berikan O2 tambahan yang sesuai dengan Dapat memperbaiki atau memperbaiki atau
indikasi hasil GDA dan toleransi pasien. mencegah memburuknya hipoksia.
Kolaborasi pemberian terapi bronkodilator Dapat mengurangi atau mengatasi
secara oral maupun inhalasi (menggunakan penyempitan jalan nafas (bronkus) sehingga
nebulizer) pertukaran gas dapat kembali normal.

Dx 2 : Bersihan jalan napas berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan produksi


sekret, sekresi tertahan, tebal, sekret kental, penurunan energi/kelemahan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas dapat
teratasi dengan kriteria :
 Sesak napas berkurang/ hilang
 Tidak ada batuk
 TTV normal (RR ; 12-20 kali/menit, N ; 60-100 kali/ menit , T ; 36,6oC - 37,2 oC , TD;
110-125/60-80 mmHg)
 Sekret lebih encer
 Tidak ada suara tambahan napas (mengi/ wheezing)
 Tidak nampak sianosis
 Tidak ada sianosis dan dispnea (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas
dengan mudah)
Intervensi Rasional
Auskultasi bunyi nafas. Catat adanya bunyi Beberapa derajat spasme bronkus terjadi

28
nafas. dengan obstruksi jalan nafas dan dapat/tak
dimanifestasikan adanya bunyi nafas
adventisius misalnya, penyebaran, krekels
basah (bronkitis); bunyi nafas redup dengan
ekspirasi mengi (emfisema); atau tak
adanya bunyi nafas (asma berat).
Kaji atau pantau frekuensi pernafasan. Catat Takipnea biasanya ada pada beberapa
rasio inspirasi atau ekspirasi. derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stres/adanya proses
infeksi akut. Pernafasan dapat melambat
dan frekuensi ekspirasi memanjang
dibanding inspirasi.
Catat adanya atau derajat dispnea, misalnya Disfungsi pernafasan adalah variabel yang
keluhan “lapar udara”, gelisah, ansietas, tergantung pada tahap proses kronis selain
distres pernafasan, penggunaan otot bantu. proses akut yang menimbulkan perawatan
di rumah sakit misalnya infeksi, reaksi
alergi.
Kaji pasien untuk posisi yang nyaman Peninggian kepala tempat tidur
misalnya peninggian kepala tempat tidur, mempermudah fungsi pernafasan dengan
duduk pada sandaran tempat tidur. menggunakan gravitasi namun, pasien
dengan distres berat akan mencari posisi
yang paling mudah untuk bernafas.
Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal,
dll membantu menurunkan kelelemahan
otot dan dapat sebagai alat
Pertahankan polusi lingkungan minimum Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang
misalnya debu, asap, dan bulu bantal yang dapat mentriger episode akut.
berhubungan dengan kondisi individu.

Dorong atau bantu latihan nafas abdomen Memberikan pasien beberapa cara untuk
atau bibir. mengatasi dan mengontrol dispnea dan
menurunkan jebakan udara.

Observasi karakteristik batuk misalnya Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif,

29
menetap, batuk pendek, basah. Bantu khususnya bila pasien lansia, sakit akut,
tindakan untuk memperbaiki keefektifan atau kelemahan. Batuk paling efektif pada
upaya batuk. posisi duduk tinggi atau kepala di bawah
setelah perkusi dada.

Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml Hidrasi membantu menurunkan kekentalan


per hari sesuai toleransi jantung. sekret, mempermudah pengeluaran.
Memberikan air hangat. Anjurkan masukan Penggunaan cairan hangat dapat
cairan sebagai pengganti makan. menurunkan spasme bronkus. Cairan
selama makan dapat meningkatkan distensi
gaster dan tekanan pada diafragma.

Kolaborasi pemberian obat: Kolaborasi pemberian obat untuk:


 Bronkodilator, misalnya β-agonis :  Merilekskan otot halus dan
epinefrin (adrenalin, vaponefrin), menurunkan kongesti lokal,
albuterol (proventil, ventolin), menurunkan jalan nafas, mengi, dan
terbutalin (brethine, brethaire), produksi mukus. Obat-obat mungkin
isoetarin (brokosol, bronkometer). per oral, injeksi, inhalasi.
Menurunkan edema mukosa dan
spasme otot polos dengan
peningkatan langsung siklus AMP.
Dapat juga menurunkan kelemahan
otot/kegagalan pernafasan dengan
meningkatkan kontraktilitas
diafragma.
 Xantin misalnya aminofilin,  Meskipun teofilin telah dipilih untuk
oxtritilin (Choyledil), teofilin terapi, penggunaan teofilin mungkin
(bronkodyl, teo-dhur). sedikit atau tak menguntungkan pada
program obat β-agonis adekuat.
Namun, ini dapat mempertahankan
bronkodilatasi sesuai penurunan efek
dosis antar β-agonis. Penelitian saat
ini menunjukkan teofilin
menggunakan kolerasi dengan

30
penurunan frekuensi perawatan di
rumah sakit.
 Steroid oral, IV dan inhalasi;  Kortikosteroid digunakan untuk
metilprednisolon (medrol), mencegah reaksi alergi/menghambat
deksametason (decadral), pengeluaran histamin, menurunkan
antihistamin misalnya beklometason berat dan frekuensi spasme jalan
(vanceril, betchlonent), triamsinolon nafas, inflamasi pernafasan, dan
(azmacort). dispnea.
 Analgesik, penekan batuk/antitusif  Mengencerkan mukus sehingga
misalnya kodein, produk mudah untuk dikeluarkan dan
dekstrometorphan (benylin DM, menekan produksi mukus.
contreks, novahistamin).
Bantu pengobatan pernafasan misalnya Batuk menetap yang melelahkan perlu
fisioterapi dada. ditekan untuk menghemat energi dan
memungkinkan pasien istirahat.
Drainasi postural dan perkusi bagian
penting untuk membuang banyaknya
sekresi/kental dan memperbaiki ventilasi
pada segmen dasar paru. Catatan: dapat
meningkatkan spasme bronkus pada asma.

Berikan humidifikasi tambahan misalnya Kelembaban menurunkan kekentalan sekret


nebulizer ultranik, himidifier aerosol mempermudah pengeluaran dan dapat
ruangan. membantu menurunkan/mencegah
pembentukkan mukosa tebal pada bronkus.

Dx 3: Pola napas tidak efektif berhubungan dengan dispnea dan keterbatasan aliran udara
kronis
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pola napas tidak efektif dapat teratasi dengan
kriteria:
 TTV normal (RR ; 12-20 kali/menit, N ; 60-100 kali/ menit , T ; 36,6oC - 37,2 oC , TD;
110-125/60-80 mmHg)
 Tidak ada dispnea

31
 Perubahan kedalaman pernapasan menjadi normal
 Tidak menggunakan otot bantu pernapasan
 Tidak menggunakan pernapasan cuping hidung
 Tidak adanya sianosis
Intervensi Rasional
Buka jalan nafas, dengan mengunakan Membuka jalan nafas untuk menjamin jalan
teknik chin lift atau Jawthrust. masuknya udara ke paru secara normal
Posisikan pasien untuk memaksimalkan Untuk mempermudah laju jalan nafas
ventilasi : posisi fowler pasien

Identifikasi pasien perlunya pemasangan Memenuhi kebutuhan oksigen pasien


alat jalan nafas buatan : nasal kanul atau
masker
Lakukan fisioterapi dada . Untuk melepaskan dan mengeluarkan
sekret.
Auskultasi suara nafas, catat jika ada suara Untuk mengetahui adanya suara abnormal
nafas tambahan. paru.
Berikan bronkodilator sesuai. Untuk melebarkan bronkus agar jalan nafas
kembali normal.
Pertahankan jalan nafas yang paten Untuk memperlancar jalan masuknya udara.
Monitor aliran oksigen Untuk mengetahui aliran oksigen sesuai
dengan yang dibutuhkan
Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi. Untuk menghindari atau mencegah
penurunan frekunsi O2.
Monitor adanya kecemasan pasien terhadap Untuk melihat keadaan psikologis pasien.
oksigenasi
Identifikasi perubahan vital sign Untuk mengetahui penyebab dari perubahan
vital sign.

Dx 4 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


peningkatan produksi mukus yang menyebabkan anoreksia, mual/muntah; dispnea;
kelemahan; efek samping obat.

32
Setelah dilakukan tindakan keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh dapat teratasi dengan kriteria:
 Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
 Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
 Klien mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
 Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
 Menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
 Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi Rasional
Kaji adanya alergi makanan Untuk mengetahui adanya

Kalaborasi dengan ahli gizi untuk Memenuhi kebutuhan kalori didasarkan


menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang pada situasi atau kebutuhan individu untuk
diperlukan pasien. memeberikan nutrisi maksimal dengan
upaya minimal pasien atau penggunaan
energi
Yakinkan diet yang dimakan mengandung Untuk mencegah konstipasi.
tinggi serat
Auskultasi bising usus Penurunan/hipoaktif bising usus
menunjukkan penurunan mobilitas gaster
dan konstipasi (komplikasi umum) yang
berhubungan dengan pembatasan
pemasukan cairan dan pengaturan makanan
buruk, penurunan aktivitas dan hipoksemia.
Berikan makanan yang terpilih (sudah Untuk memenuhi kebutuhan gizi seimbang.
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
Berikan informasi tentang kebutuhan Agar pasien mengetahui jenis nutrisi yang
nutrisi. dibutuhkan oleh tubuh

Berikan perawatan oral sering, buang Rasa tidak enak, bau dan penampilan adalah
sekret, berikan wadah khsus untuk sekali pencegahan terhadap nafsu makan dan dapat
pakai, dan tissue. membuat mual dan muntah dengan
peningkatan kesulitan nafas.

33
Dorong periode istirahat selama satu jam Membantu menurunkan kelemahan selama
sebelum dan sesudah makan. Berikan waktu makan dan memberikan kesempatan
makan porsi kecil tapi sering. untuk meningkatkan masukan kalori total.
Hindari makanan penghasil gas dan Dapat menghasilkan distensi abdomen yang
minuman karbonat. mengganggu nafas abdomen dan gerakan
diafragma dan dapat meningkatkan dispnea
Hindari makanan yang sangat panas atau Suhu ekstrem dapat mencetuskan atau
sangat dingin. meningkatkan spasme batuk
Timbang berat badan sesuai indikasi. Berguna untuk menentukan kebutuhan
kalori, menyusun tujuan berat badan, dan
evaluasi keadekuatan rendah nutrisi.
Catatan : penurunan berat badan dapat
berlangsung meskipun masukan adekuat
sesuai dengan edema
Kaji pemeriksaan laboratorium misal Mengevaluasi atau mengatasi kekuranga
albumin serum transferin, profil asam dan mengawasi keefektifan terapi nutrisi.
amino, besi, pemeriksaan keseimbangan
nitrogen, glukosa, pemeriksaan fungsi hati,
elektrolit. Berikan vitamin atau mineral atau
elektrolit sesuai indikasi.
Berikan oksigen tambahan selama makan Menurunkan dispneu dan meningkatkan
sesuai indikasi energi

Dx 5: Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, perubahan terhadap


status kesehatan, kebutuhan yang belum terpenuhi dan kurang pengetahuan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan ansietas dapat teratasi dengan kriteria :
 Vital sign dalam batas normal
 Pasien tampak lebih rileks
 Pasien mengerti dan kooperatif untuk setiap tindakan keperawatan yang dilakukan
 Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
 Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan.

34
Intervensi Rasional
Gunakan pendekatan yang menenangkan Untuk menciptakan suasana yang nyaman
Jelaskan mengenai penyakitnya dan semua Pasien mengetahui tindakan yang dilakukan
prosedur dan apa yang dirasakan selama dan mengetahui kenyamanan pasien ketika
prosedur dilakukan prosedur
Identifikasi cara-cara dimana pasien Memberikan jaminan bahwa staf bersedia
mendapat bantuan jika dibutuhkan untuk mendukung atau membantu
Temani pasien untuk memberikan kemanan Memberikan perasaan aman kepada pasien
dan mengurangi takut
Dorong keluarga untuk menemani klien Dukungan yang terus menerus dari keluarga
dapat membantu memperoleh kembali
kontrol lokus internal dan mengurangi
ansietas atau rasa takut ke tingkat yang
dapat diatasi
Dengarkan dengan penuh perhatian Dapat membuat perasaan pasien menjadi
lebih lega atau tenang serta mengetahui
keadaan yang dialami pasien.
Identifikasi tingkat kecemasan Untuk mengetahui tindakan apa yang
dilakukan terhadap kecemasan yang
dialami pasien
Dorong pasien untuk mengungkapkan Seringkali pernyataan perasaan akan
perasaan, ketakutan, persepsi mempermudah untuk menghadapi situasi
dengan lebih baik.
Instruksikan pasien menggunakan teknik Dengan teknik relaksasi pasien dapat
relaksasi mengurangi tingkat kecemasan
Kolaborasi untuk pemberian obat misal : Zat-zat antiansietas berguna untuk periode
diazepam(valium), klorazepatdipotassium yang singkat untuk membantu pasien/orang
(tranxene), dazepoxida(librium), alprazolam terdekat dalam mengurangi ansietas
(xanax). ketingkat yang dapat diatasi, memberi
kesempatan untuk memulai kemampuan
koping pasien

35
Dx 6 : Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, tindakan berhubungan
dengan kurang informasi/tidak mengenal sumber informasi, salah mengerti tentang
informasi, kurang mengingat/keterbatasan kognitif.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah klien teratasi dengan kriteria:
 Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan
 Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala yang ada dari proses penyakit dan
menghubungkan dengan faktor penyebab
 Melakukan perubahan pola hidup dan berparrtisipasi dalam program pengobatan
Intervensi Rasional
Jelaskan/kuatkan proses penyakit individu. Menurunkan ansietas dan dapat
Dorong klien atau orang terdekat untuk menimbulkan perbaikan partisipasi dalam
menanyakan pertanyaan. rencana pengobatan.
Instruksikan/kuatkan rasional untuk latihan Nafas bibir dan nafas
nafas, batuk efektif, dan latihan kondisi abdominal/diafragmatik menguatkan otot
umum. pernafasan, membantu meminimalkan
kolaps jalan nafas kecil, dan memberikan
individu arti untuk mengontrol dispnea.
Latihan kondisi umum meningkatkan
toleransi aktivitas, kekuatan otot, dan rasa
sehat.
Diskusikan obat pernafasan, efek samping, Klien sering mendapat obat pernafasan
dan reaksi yang diinginkan banyak sekaligus yang mempunyai efek
samping hampir sama dan potensial
interaksi obat. Penting bagi klien
memahami perbedaan antara efek samping
merugikan (obat mungkin
dihentikan/diganti)
Tunjukkan teknik penggunaan dosis inhaler Pemberian yang tepat obat meningkatkan
(matteres dose inhaler/MDI) seperti penggunaan dan keefektifan.
bagaimana memegang, interval semprotan
2-5 menit, bersihkan inhaler
Sistem alat untuk mencatat obat Menurunkan risiko penggunaan tak
intermitten/penggunaan inhaler tepat/kelebihan dosis dari obat, khususnya

36
selama eksaserbasi akut, bila kognitif
terganggu.
Anjurkan menghindari agen sedatif Meskipun klien mungkin gugup dan merasa
antiansietas kecuali diresepkan diberikan perlu sedatif, ini dapat menekan pernafasan
oleh dokter mengobati kondisi pernafasan dan melindungi mekanisme batuk.
Tekankan pentingnya perawatan Menurunkan pertumbuhan bakteri pada
oral/kebersihan gigi mulut, dimana dapat menimbulkan infeksi
saluran nafas atas.
Diskusikan pentingnya menghindari orang Menurunkan pemajanan dan insiden
yang sedang infeksi pernafasan aktif. mendapatkan infeksi saluran nafas atas.
Tekankan perlunya vaksinasi influenza
rutin.
Diskusikan faktor individu yang dapat Faktor lingkungan ini dapat
meningkatkan kondisi misalnya udara yang menimbulkan/meningkatkan iritasi bronkial
terlalu kering, angin, lingkungan dengan menimbulkan peningkatan produksi sekret
suhu ekstrem, serbuk, asap tembakau, sprey dan hambatan jalan nafas.
aerosol, polusi udara. Dorong klien/orang
terdekat untuk mencari cara mengontrol
faktor ini dan sekitar rumah.
Kaji efek bahaya merokok dan nasihati Penghentian merokok dapat
klien yang merokok atau keluarganya untuk memperlambat/menghambat kemajuan
menghentikan rokok. penyakit.
Berikan informasi tentang pembatasan Mempunyai kemampuan ini dapat
aktivitas dan aktivitas pilihan dengan memampukan klien untuk membuat
periode istirahat untuk mencegah pilihan/keputusan informasi untuk
kelemahan; cara menghemat energi selama menurunkan dispnea, memaksimalkan
aktivitas fisik; menggunakan nafas bibir; tingkat aktivitas, melakukan aktivitas yang
posisi berbaring; dan kemungkinan perlu diinginkan, dan mencegah komplikasi.
oksigen tambahan selama aktivitas seksual.
Anjurkan klien/orang terdekat dalam Klien dan orang terdekatnya dapat
penggunaan oksigen aman dan merujuk ke mengalami ansietas, depresi, dan reaksi lain
perusahaan penghasil sesuai indikasi. sesuai dengan penerimaan dengan penyakit
kronis yang mempunyai dampak pada pola

37
hidup mereka. Kelompok pendukung
dan/atau kunjungan rumah mungkin
diperlukan atau diinginkan untuk
memberikan bantuan, dukungan emosi dan
perawatan.

Dx 7 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan bronkospasme yang menyebabkan


dispnea setelah beraktivitas serta ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Setelah dilakukan tindakan keperawatan ansietas dapat teratasi dengan kriteria :
 Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan TD, nadi dan RR.
 Mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
 TTV normal
 Status respirasi : pertukaran gas dan ventilasi adekuat
Intervensi Rasional
Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas Untuk mengetahui tingkat kemampuan
yang mampu dilakukan klien dalam melakukan aktivitas.
Bantu untuk memilih aktivitas konsisten Aktivitas yang sesuai dengan kondisi klien
yang sesuai dengan kemampuan fisik, dapat mencegah kondisi klien memburuk.
psikologi dan sosial Asma biasanya kambuh ketika melakukan
aktivitas/latihan berat.
Informasikan kepada klien agar Dengan menghindari faktor alergen, dapat
menghindari faktor alergen yang mencegah kekambuhan asma yang
mencetuskan asmanya. menyebabkan kelemahan pada klien.
Ajarkan klien teknik nafas dalam Teknik nafas dalam dapat membantu
efektifitas pengembangan paru.
Bantu klien untuk mengembangkan Untuk membantu klien tetap percaya diri
motivasi diri dan penguatan. dengan kondisinya dan tidak menjadikan
penyakitnya sebagai beban.
Kolaborasikan pemberian obat Bronkodilator akan melebarkan bronkus
bronkodilator yang menyempit, sehingga jalan nafas
kembali normal dan klien tidak mengalami
kesulitan bernafas.

38
Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi Dengan terapi yang tepat, proses
medik dalam merencanakan program terapi pengembalian kondisi klien dapat berjalan
yang tepat. lebih cepat.

C. Implementasi
Tindakan/implementasi berdasarkan rencana atau intervensi keperawatan yang
telah dibuat.

D. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan memperhatikan tujuan dan kriteria hasil yang
diharapkan.

39
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan, penulis menarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Asma bronchiale adalah suatu penyakit yang ditandai dengan meningkatnya
respon trakhea dan bronhus terhadap berbagai alergen yang menyebabkan
terjadinya penyempitan jalan nafas.
2. Faktor predisposisi asma bronchiale adalah adanya riwayat keluarga yang
pernah menderita, pola hidup yang buruk, serta berbagai alergen yang berada di
sekitar tempat tinggal atau di lingkungan kerja.
3. Gejala spesifiknya berupa sesak nafas, batuk dan adanya bunyi nafas tambahan
(wheezing).
4. Penanganan spesifiknya mengarah kepada pembebasan jalan nafas.
5. Tatalaksana asma diluar serangan dapat dilakukan dengan menghindari faktor
pencetus asma serta penggunaan obat pengendali (controller). Diharapkan
dengan dilakukannya tatalaksana asma jangka panjang dapat mengurangi
terjadinya serangan asma, sehingga dapat meningkatkan quality of life dari
penderita asma.
6. Dalam memberikan asuhan keperawatan dengan menerapkan 5 standar yakni
pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.

B. Saran
1. Perlunya pemahaman mengenai gejala klinis dan kriteria diagnosis agar tidak
terjadi kesalahan dalam penegakan diagnosis sehingga penangannya menjadi
lebih tepat dan adekuat.
2. Perlunya pemahaman mengenai penatalaksanaan asma pada saat serangan dan
tidak serangan sehingga dapat meningkatkan quality of life pasien.
3. Perlunya informasi mengenai asma kepada masyarakat
4. Untuk keluarga, diharapkan kesabaran dan pengertian dalam mendampingi,
merawat dan memenuhi kebutuhan klien sehingga terbina kerjasama dan saling
percaya antara perawat/tenaga kesehatan, klien dan keluarga.

40
DAFTAR PUSTAKA

Dian, Syahrul. 2012. Referat Asma Bronkial. [internet]


http://www.docstoc.com/docs/87334107/Referat-Asma-Bronkial diakses pada 20
November 2015 pukul 19.00 WITA.

Doenges, Marilynn, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler. 1999. Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien.Jakarta : EGC

J. Purnawan. 1997. Kapitas Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius, FKUI.

Kowalak, Jenifer P., William Welsh, Brenna Mayer. 2011. Buku Ajar Patofisiologi.Jakarta
: EGC.

Swearingen, Pamela L. 2000. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 2.Jakarta : EGC.

Tucker M, Suzane, dkk. 1998. Standar Perawatan Pasien, edisi V, volume II. Jakarta :
EGC.

Wilkinson, Judith M. dan Nancy R. Ahern.2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi
9, Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria NOC. Jakarta : EGC.

41

Anda mungkin juga menyukai