PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang ditandai
adanya mengi episodik, batuk dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran
nafas, termasuk dalam kelompok penyakit saluran pernafasan kronik. World Health
Organization (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita
asma. Bahkan jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah hingga mencapai
180.000 orang setiap tahun. Sumber lain menyebutkan bahwa pasien asma sudah
mencapai 300 juta orang di seluruh dunia dan terus meningkat selama 20 tahun
belakangan ini. Apabila tidak dicegah dan ditangani dengan baik, maka
diperkirakan akan terjadi peningkatan prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masa
akan datang serta mengganggu proses tumbuh-kembang anak dan kualitas hidup
pasien.
Asma memberi dampak negatif bagi pengidapnya seperti sering
menyebabkan anak tidak masuk sekolah, membatasi kegiatan olahraga serta
aktifitas seluruh keluarga, juga dapat merusak fungsi sistem saraf pusat,
menurunkan kualitas hidup penderitanya, dan menimbulkan masalah pembiayaan.
Selain itu, mortalitas asma relatif tinggi. WHO memperkirakan terdapat 250.000
kematian akibat asma.
Asma dapat diderita seumur hidup sebagaimana penyakit alergi lainnya,
dan tidak dapat disembuhkan secara total. Upaya terbaik yang dapat dilakukan
untuk menanggulangi permasalahan asma hingga saat ini masih berupa upaya
penurunan frekuensi dan derajat serangan, sedangkan penatalaksanaan utama
adalah menghindari faktor penyebab.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah itu penyakit asma bronkial?
2. Apakah yang menyebabkan penyakit asma bronkial?
3. Bagaimana proses terjadinya penyakit asma bronkial?
4. Apa saja tanda dan gejala penyakit asma bronkial?
1
5. Bagaimana penanganan (pencegahan dan penanggulangan) penyakit asma
bronkial?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien asma bronchial?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui, memahami dan mampu mengaplikasikan penanganan
pasien asma bronkial menggunakan pendekatan proses keperawatan, meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi yang
dihubungkan dengan konsep dasar medis penyakit asma bronkial.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengetian penyakit asma bronkial
b. Untuk mengetahui penyebab penyakit asma bronkial
c. Untuk mengetahui proses terjadinya penyakit asma bronkial
d. Untuk mengetahui tanda dan gejala penyakit asma bronkial
e. Untuk mengetahui penanganan (pencegahan dan penanggulangan)
penyakit asma bronchial
f. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien asma bronchial
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma bronkhial.
a. Faktor Predisposisi
1) Genetik
Yang diturunkan adalah bakat alergi meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga menderita penyakit
alergi.Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena
penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus.
b. Faktor Presipitasi
1) Alergen
Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Contoh: debu,
bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri, dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut. Contoh: makanan dan obat-
obatan
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh:
perhiasan, logam, dan jam tangan.
2) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma.Kadang-kadang serangan berhubungan dengan
musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga.Hal ini
berhubungan dengan arah angin, serbuk bunga, dan debu.
3) Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus asma dan
memperberat serangan asma yang sudah ada.Penderita diberikan
motivasi untuk menyelesaikan masalah pribadinya karena jika stressnya
belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
4) Olah raga/aktivitas jasmani yang berat
Asma yang timbul karena bergerak badan terjadi bila
seseorangmengalami gejala-gejala asma selama atau setelah
berolahraga ataumelakukan gerak badan. Pada saat penderita dalam
keadaan istirahat, iabernafas melalui hidung. Sewaktu udara bergerak
4
melalui hidung, udara itudipanaskan dan menjadi lembab.Saat
melakukan gerak badan, pernafasanterjadi melalui mulut, nafasnya
semakin cepat dan volume udara yang dihirupbertambah banyak.Hal ini
dapat menyebabkan otot yang peka di sekitarsaluran pernafasan
mengencang sehingga saluran udara menjadi lebih sempit.
Dari kategori asma, maka penyebab dari penyakit asma dapat
digolongkan sebagai berikut :
a. Asma alergik
Asma alergik disebabkan oleh alergen-alergen misalnya serbuk
sari, binatang, makanan, debu rumah, dan jamur.Kebanyakan alergen
terdapat di udara dan musiman.Klien dengan asma alergik biasanya
memiliki riwayat keluarga yang alergik dan riwayat medis masa lalu
eczema rhinitis alergik.Pemajanan terhadap alergen mencetuskan
serangan asma.
b. Asma idiopatik atau non alergik
Asma idiopatik atau non alergik tidak berhubungan dengan
alergen spesifik.Faktor-faktor seperti common cold, infeksi traktus
respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat
mencetuskan serangan.Beberapa agen farmakologi, seperti aspirin dan
agen antiinflamasi non steroid lain, pewarna rambut, antagonis beta-
adrenergik, dan agen sulfit (pengawet makanan) juga dapat menjadi
faktor.Serangan asma idiopatik atau non alergik menjadi lebih berat
dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang
menjadi bronkitis kronis dan emfisema.
c. Asma gabungan
Asma gabungan adalah bentuk asma yang paling umum.Asma
ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk
idiopatik. (Suzane, 2001)
3. Patogenesis
Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan
ditandai oleh serangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan
nafas hiperreaktif. Tidak semua asma memiliki dasar alergi, dan tidak semua
orang dengan penyakit atopik mengidap asma. Asma mungkin bermula pada
5
semua usia tetapi paling sering muncul pertama kali dalam 5 tahun pertama
kehidupan. Mereka yang asmanya muncul dalam 2 dekade pertama kehidupan
lebih besar kemungkinannya mengidap asma yang diperantarai oleh IgE dan
memiliki penyakit atopi terkait lainnya, terutama rinitis alergika dan dermatitis
atopik.
Langkah pertama terbentuknya respon imun adalah aktivasi limfosit T
oleh antigen yang dipresentasikan oleh sel-sel aksesori, yaitu suatu proses yang
melibatkan molekul Major Histocompability Complex atau MHC (MHC kelas
II pada sel T CD4+ dan MHC kelas I pada sel T CD8+). Sel dendritik
merupakan Antigen Precenting Cells (APC) utama pada saluran respiratori. Sel
dendritik terbentuk dari prekursornya di dalam sumsum tulang, lalu membentuk
jaringan yang luas dan sel-selnya saling berhubungan di dalam epitel saluran
respiratori. Kemudian, sel-sel tersebut bermigrasi menuju kumpulan sel-sel
limfoid di bawah pengaruh GM-CSF, yaitu sitokin yang terbentuk oleh aktivasi
sel epitel, fibroblas, sel T, makrofag, dan sel mast. Setelah antigen ditangkap,
sel dendritik pindah menuju daerah yang banyak mengandung limfosit. Di
tempat ini, dengan pengaruh sitokin-sitokin lainnya, sel dendritik menjadi
matang sebagai APC yang efektif.
Reaksi fase cepat pada asma dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif
terhadap alergen Ig-E spesifik, terutama sel mast dan makrofag. Pada pasien
dengan komponen alergi yang kuat terhadap timbulnya asma, basofil juga ikut
berperan. Reaksi fase lambat pada asma timbul beberapa jam lebih lambat
dibanding fase awal. Meliputi pengerakan dan aktivasi dari sel-sel eosinofil, sel
T, basofil, netrofil, dan makrofag. Juga terdapat retensi selektif sel T pada
saluran respiratori, ekspresi molekul adhesi, dan pelepasan newly generated
mediator. Sel T pada saluran respiratori yang teraktivasi oleh antigen, akan
mengalami polarisasi ke arah Th2, selanjutnya dalam 2 sampai 4 jam pertama
fase lambat terjadi transkripsi dan transaksi gen, serta produksi mediator pro
inflamasi, seperti IL2, IL5, dan GM-CSF untuk pengerahan dan aktivasi sel-sel
inflamasi. Hal ini terus menerus terjadi, sehingga reaksi fase lambat semakin
lama semakin kuat.
Pada remodeling saluran respiratori, terjadi serangkaian proses yang
menyebabkan deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran
respiratori melalui proses dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan maturasi
6
struktur sel. Kombinsai antara kerusakan sel epitel, perbaikan epitel yang
berlanjut, ketidakseimbangan Matriks Metalloproteinase (MMP) dan Tissue
Inhibitor of Metalloproteinase (TIMP), produksi berlebih faktor pertumbuhan
profibrotik atau Transforming Growth Factors (TGF-β), dan proliferasi serta
diferensiasi fibroblas menjadi miofibroblas diyakini merupakan proses yang
penting dalam remodelling. Miofibroblas yang teraktivasi akan memproduksi
faktor-faktor pertumbuhan, kemokin, dan sitokin yang menyebabkan proliferasi
sel-sel otot polos saluran respiratori dan meningkatkan permeabilitas
mikrovaskular, menambah vaskularisasi, neovaskularisasi, dan jaringan saraf.
Peningkatan deposisi matriks molekul termasuk kompleks proteoglikan pada
dinding saluran respiratori dapat diamati pada pasien yang meninggal akibat
asma. Hal tersebut secara langsung berhubungan dengan lamanya penyakit.
7
Gejala asma, yaitu batuk sesak dengan mengi merupakan akibat dari
obstruksi bronkus yang didasari oleh inflamsai kronik dan hiperaktivitas bronkus.
Hiperaktivitas Obstruksi
Bronkus Bronkus
4. Patofisiologi
a. Obstruksi saluran respiratori
Penyempitan saluran nafas yang terjadi pada pasien asma dapat
disebabkan oleh banyak faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot
polos bronkial yang diprovokasi mediator agonis yang dikeluarkan oleh sel
inflamasi seperti histamin, triptase, prostaglandin D2, dan leukotrien C4
yang dikeluarkan oleh sel mast, neuropeptidase yang dikeluarkan oleh saraf
aferen lokal dan asetilkolin yang berasal dari saraf eferen post ganglionik.
Akibat yang ditimbulkan dari kontraksi otot polos saluran nafas adalah
hiperplasia kronik dari otot polos, pembuluh darah, serta terjadi deposisi
matriks pada saluran nafas. Namun,dapat juga timbul pada keadaan dimana
saluran nafas dipenuhi sekret yang banyak, tebal dan lengket pengendapan
protein plasma yang keluar dari mikrovaskularisasi bronkial dan debris
seluler.
Secara garis besar, semua gangguan fungsi pada asma ditimbulkan
oleh penyempitan saluran respiratori, yang mempengaruhi seluruh struktur
pohon trakeobronkial. Bunyi mengi (wheezing) dapat terdengar pada saat
batuk — semakin tinggi nadanya, semakin sempit lumen bronkus. Salahsatu
mekanisme adaptasi terhadap penyempitan saluran nafas adalah
kecenderungan untuk bernafas dengan hiperventilasi untuk mendapatkan
9
volume yang lebih besar, yang kemudian dapat menimbulkan hiperinflasi
toraks. Perubahan ini meningkatkan kerja pernafasan agar tetap dapat
mengalirkan udara pernafasan melalui jalur yang sempit dengan rendahnya
compliance pada kedua paru. Inflasi toraks berlebihan mengakibatkan otot
diafragma dan interkostal, secara mekanik, mengalami kesulitan bekerja
sehingga kerjanya menjadi tidak optimal . Peningkatan usaha bernafas dan
penurunan kerja otot menyebabkan timbulnya kelelahan dan gagal nafas.
10
saluran nafas (tidak seperti histamin dan metakolin). Stimulus tersebut akan
merangsang sel mast, ujung serabut dan sel lain yang terdapat disaluran
nafas untuk mengeluarkan mediatornya.
c. Otot polos saluran respiratori
Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot
bronkus. Kelainan ini disebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil
pada bagian elastisitas jaringan otot polos atau pada matriks
ektraselularnya. Peningkatan kontraktilitas otot pada pasien asma
berhubungan dengan peningkatan kecepatan pemendekan otot. Sebagai
tambahan, terdapat bukti bahwa perubahan pda struktur filamen
kontraktilitas atau plastisitas dari sel otot polos dapat menjadi etiologi
hiperaktivitas saluran nafas yang terjadi secara kronik.
Peran dari pergerakan aliran udara pernafasan dapat diketahui
melalui hipotesis pertubed equilibrium, yang mengatakan bahwa otot polos
saluran nafas mengalami kekakuan bila dalam waktu yang lama tidak
direnggangkan sampai pada tahap akhir, yang merupakan fase terlambat,
dan menyebabkan penyempitan saluran nafas yang menetap atau persisten.
Kekakuan dari daya kontraksi, yang timbul sekunder terhadap inflamasi
saluran nafas, kemudian menyebabkan timbulnya edema adventsial dan
lepasnya ikatan dari tekanan rekoil elastis.
Mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast, seperti triptase
dan protein kationik eosinofil, dikatakan dapat meningkatkan respon otot
polos untuk berkontraksi, sama seperti mediator inflamasi yang lainnya
seperti histamin. Keadaan inflamasi ini dapat memberikan efek ke otot
polos secara langsung ataupun sekunder terhadap geometri saluran nafas.
d. Hipersekresi mukus
Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali
ditemukan pada saluran nafas pasien asma dan penampakan remodeling
saluran nafas merupakan karakteristik asma kronis. Obstruksi yang luas
akibat penumpukan mukus saluran nafas hampir selalu ditemukan pada
asma yang fatal dan menjadi penyebab ostruksi saluran nafas yang
persisiten pada serangan asma berat yang tidak mengalami perbaikan
dengan bronkodilator.
11
Sekresi mukus pada saluran nafas pasien asma tidak hanya berupa
peningkatan volume saja tetapi juga perbedaan pada viskoelastisitas.
Penebalan dan perlengketan dari sekret tidak hanya sekedar penambahan
produksi musin saja tetapi terdapat juga penumpukan sel epitel,
pengendapan albumin yang bersal datri mikrovaskularisasi bronkial,
eosinofil, dan DNA yang berasal dari sel inflamasi yang mengalami lisis.
Hipersekresi mukus merefleksikan dua mekanisme patofisiologi
yaitu mekanisme terhadap sekresi sel yang mengalami metaplasia dan
hiperplasia dan mekanisme patofisologi hingga terjadi sekresi sel granulasi.
Degranulasi sel Goblet yang dicetuskan oleh stimulus lingkungan,
diperkirakan terjadi karena adanya pelepasan neuropeptidase lokal atau
aktivitas jalur refleks kolinergik. Kemungkinan besar yang lebih penting
adalah degranulasi yang diprovokasi oleh mediator inflamasi, dengan
aktivitas perangsang sekret, seperti neutrofil elastase, kimase sel mast,
leukotrien, histamin, produk neutrofil non-protease.
12
Gambaran klinis pasien yang menderita asma :
1) Gambaran objektif
a) Sesak nafas parah mendadak dengan ekspirasi memanjang disertai
wheezing serta rasa berat pada dada
b) Batuk dengan sputum kental, jernih, ataupun kuning serta sulit
dikeluarkan.
c) Takipnea, bersamaan dengan penggunaan otot-otot nafas tambahan
d) Terdapat pernafasan cuping hidung
e) Denyut nadi yang cepat (takikardia)
f) Pengeluaran keringat (perspirasi) yang banyak
g) Lapangan paru yang hipersonor pada perkusi
h) Pergerakan dinding dada simetris
i) Sianosis akibat gejala hipoksia berat, penurunan saturasi oksigen
yang terkait hemoglobin dalam darah, perlambatan aliran darah pada
jari-jari tangan dan kaki
j) Gelisah
2) Gambaran subjektif adalah pasien mengeluhkan sukar bernafas, sesak
dan anoreksia.
3) Gambaran psikososial adalah cemas, takut, mudah tersinggung dan
kurang pengetahuan pasien terhadap situasi penyakitnya.
13
Gambaran klinis pada penyakit asma intermiten sedang:
1) Keluhan dan gejala asma terjadi tiap hari
2) Ekserbasi terjadi lebih dari dua kali per minggu dan dapat berlangsung
selama berhari-hari, eksaserbasi mempengaruhi aktivitas pasien
3) Terapi bronkodilator digunakan setiap hari
4) Hasil pemeriksaan faal paru memperlihatkan FEV1 atau PEF sebesar
60% hingga 80% nilai normal , PEF dapat bervariasi dengan kisaran
melebihi 30%
6. Penatalaksanaan
Pengobatan asma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik dan pengobatan farmakologik.
a. Pengobatan non farmakologik
1) Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien
tentang penyakit asma sehingga klien secara sadar menghindari faktor-
faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsultasi
pada tim kesehatan.
2) Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asma yang
ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan
mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup
bagi klien.
3) Fisioterapi
Fisioterapi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran
mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan
fibrasi dada.
14
4) Latihan relaksasi seperti yoga untuk membantu meningkatkan peredaran
darah dan memulihkan pasien dari serangan asma.
Mencegah Serangan Asma
Bagan alir berikut ini memperlihatkan patofisiologi perubahan yang
terjadi pada kondisi asma.Penanganan dan intervensi menunjukkan tempat
rangkaian fisiologis tersebut harus diubah untuk menghentikan serangan
asma.
Stimulasi imunoglobulin E
Histamin
Leukositrien
Progstaglandin
Bradikinin
Obat-obat antihistamin
Sekresi mukus
Inflamasi
Bronkospasme
Obat-obst bronkodilator
16
antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat
bronkodilator.
c. Pengobatan selama serangan status asthmatikus terjadi :
Infus RL : D 5% = 3 : 1 tiap 24 jam diberikan karena pasien
mengalami dehidrasi akibat proses diaforesis dan untuk menambah tenaga
karena kelelahan akibat sesak nafas. Oksigen diberikan 4 l/menit melalui
nasal kanul untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang kurang akibat sesak
nafas. Aminophylin bolus 5 mg/kgBB diberikan pelan-pelan selama 20
menit dilanjutkan drip RL atau D 5% mentenence 20 tetes/menit dengan
dosis 20 mg/kgBB/24 jam. Aminophylin diberikan untuk melebarkan jalan
nafas karena aminophylin adalah bronkodilator. Selain itu diberikan
dexamethason 10-20 mg/6 jam secara intravena untuk memacu jantung
menghantarkan darah yang mengandung oksigen ke organ-organ yang
membutuhkan. Antibiotik spektrum luas untuk membunuh mikroba yang
menyebabkan infeksi.(Pedoman penatalaksanaan status asthmatikus UPF
paru RSUD Dr Soetomo Surabaya ).
d. Penatalaksanaan Keperawatan
Ada beberapa usaha perawat untuk membantu pasien mengatasi
asma yang dideritanya serta usaha perawat untuk mengelola respon yang
muncul pada pasien asma, seperti:
1) Jelaskan proses penyakit dengan gambar-gambar atau phantom.
2) Jelaskan cara pencegahan asma dengan menghindari kontak dengan
faktor alergen.
3) Fokuskan pada perawatan mandiri di rumah.
4) Jelaskan tanda-tanda bahaya akan muncul.
5) Ajarkan strategi kontrol kecemasan, takut, dan stress.
6) Jelaskan pentingnya istrirahat, termasuk latihan nafas dalam dan batuk
efektif.
7) Jelaskan pentingnya intake cairan dan nutrisi yang adekuat.
8) Ikut sertakan keluarga dalam proses pengobatan. Keluarga perlu
mengetahui dan memahami tentang pengobatan, nama obat, dosis, efek
samping, dan efek samping obat.
9) Gunakan teknik fisioterapi dada untuk membantu merontokkan sekret.
17
10) Tindakan kolaboratif untuk mengurangi oksigen yang terperangkap di
dalam paru yaitu dengan pemberian terapi obat bronkodilator baik
melalui oral, IV, maupun menggunakan nebulizer untuk mengatasi
bronkospasme, sehingga udara yang terperangkap dapat mudah keluar
saat ekspirasi. Dapat pula dilakukan tindakan kolaboratif suction jika
udara terhalangi keluar oleh akumulasi sekret. Jika terdapat udara
ataupun cairan yang terkumpul di rongga pleura seperti pada kasus
pneumotoraks, dapat dilakukan tindakan pemasangan WSD(Water Seal
Drainage).
18
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Dasar Data Pengkajian Pasien
AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Gejala: Keletihan, kelelahan, malaise.
Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari
karena sulit bernafas.
Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk
tinggi.
Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas
atau latihan.
Tanda: Keletihan.
Gelisah, imsomnia
Kelemahan umum/kehilangan massa otot.
SIRKULASI
Tanda: Peningkatan TD
Peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, disritmia
Distensi vena leher (penyakit berat).
Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit
jantung.
Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan
diameter AP dada).
Warna kulit/membran mukosa: normal atau abu-
abu/sianosis; kuku tabuh dan sianosis perifer.
Pucat dapat menunjukan anemia.
INTEGRITAS EGO
Gejala: Peningkatan faktor risiko.
Perubahan pola hidup
Tanda: Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
19
MAKANAN/CAIRAN
Gejala: Mual/muntah.
Ketidakmampuan untuk makan karena distres pernapasan.
Tanda: Turgor kulit buruk.
Edema dependen.
Berkeringat.
HIGIENE
Gejala: Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan aktivitas sehari-hari.
Tanda: Kebersihan buruk.
PERNAPASAN
Gejala: Napas pendek (timbulnya tersembunyi dengan dispnea
sebagai gejala menonjol) khususnya pada kerja; cuaca atau
episode berulangnya sulit napas (asma); rasa dada tertekan,
ketidakmampuan untuk bernapas (asma).
“Lapar udara” kronis.
Episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada
tahap dini meskipun dapat terjadi produktif.
Riwayat alergi polusi kimia/iritan pernapasan (mis., rokok
sigaret) atau debu/asap (mis., asbes, debu batubara, rami
katun, serbuk gregaji).
Faktor keluarga dan keturunan, mis., dua pengaruh genetik
yang ditemukan pada penyakit asma, yaitu kemampuan
seseorang untuk mengalami asma (atopi) dan kecenderungan
untuk mengalami hipereaktivitas jalan nafas.
Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.
Tanda: Pernapasan: Biasanya cepat, dapat lambat; fase ekspirasi
memanjang dengan mendengkur.
Penggunaan otot bantu pernapasan, mis., meninggikan bahu,
retraksi fosa supraklafikula, melebarkan hidung.
Dada: Dapat terlihat hiperinflasi dengn peninggian diameter
AP (bentuk-barel); gerakan diafragma minimal.
20
Bunyi napas: Mungkin redup dengan ekspirasi mengi; ronki,
mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan
selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tak adanya
bunyi napas (asma).
Perkusi: Hipersonan pada area paru (mis,. jebakan udara);
bunyi pekak pada area paru (mis., konsolidasi, cairan,
mukosa).
Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata
sekaligus.
KEAMANAN
Gejala: Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor
lingkungan.
Adanya/berulangnya infeksi.
Kemerahan/berkeringat (asma).
SEKSUALITAS
Gejala: Penurunan libido.
INTERAKSI SOSIAL
Gejala: Hubungan ketergantungan.
Kurang sistem pendukung.
Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang terdekat.
Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik.
Tanda: Ketidakmampuan untuk membuat/mempertahankan suara
karena distres pernapasan.
PENYULUHAN/PEMBELAJARAN
Gejala: pengguanaan/penyalahgunaan obat pernapasan.
Kesulitan menghentikan merokok.
Penggunaan alkohol secara teratur.
Kegagalan untuk membaik.
Pertimbangan DRG menunjukan rerata lama dirawat:
Rencana Pemulangan: 5,9 hari.
21
Bantuan dalam berbelanja, transportasi,
kebutuhan perawatan diri. Perawatan
rumah/mempertahankan tugas rumah.
Perubahan pengobatan/progran terapeutik.
Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan penunjang yang penting dalam menegakkan
diagnosis adalah sebagai berikut :
a. Spirometri untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversibel.
b. Tes provokasi, untuk menunjukkan hyperaktivitas bronchus. Penurunan
FEV sebesar 20% atau lebih setelah test provokasi menunjukkan
hyperaktivitas bronchus.
c. Tes fungsi paru : dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk
menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi,
utntuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek
terapi, mis., bronkodilator.
d. Pemeriksaan test kulit, untuk menunjukkan adanya antibodi IgE yang
spesifik dalam tubuh. Test ini hanya menyokong anamnesis, karena
alergen yang menunjukkan test kulit positif (+) tidak selalu merupakan
penyebab asma, sedangkan hasil negatif (-) tidak selalu berarti tidak ada
faktor kerentanan kulit.
e. Pemeriksaan kadar IgE total dan Ig E spesifik untuk menyokong adanya
penyakit atopi.
f. Pemeriksaan radiologi (foto thoraks / Chest X-ray), dapat menunjukkan
hiperinflasi paru-paru, diafragma mendatar, peningkatan ruang udara
retrosternal dan normal ditemukan saat periode remisi (asma).
g. GDA (Gas Darah Arteri) : memperkirakan progresi penyakit kronis,
mis., paling sering PaO2 menurun dan PaO2 normal atau meningkat
(bronchitis kronis dan emfisema) tetapi sering menurun pada asma; pH
normal atau asidotik, alkalosis, respiratorik ringan sekunder terhadap
hiperventilasi (emfisema sedang atau asma).
h. Pemeriksaan eosinofil dalam darah, dapat membantu membedakan
asma dengan bronchitis kronik. Pada penderita asma jumlah eosinofil
dalam darah biasanya meningkat. Peningkatan eosinofil dapat mencapai
22
1000-1500/mm3 sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100-
200/mm3.
i. Pemeriksaan sputum, untuk melihat adanya eosinofil dan meselium
Aspergilus Fumigatus, untuk menentukan adanya infeksi,
mengidentifikasi patogen dan pemeriksaan sitologi untuk menentukan
penyakit keganansan atau alergi.
j. Kimia darah dan darah rutin: jumlah sel leukosit lebih dari 15.000
terjadi karena adanya infeksi. SGOT (Serum Glutamic Oxakoacetix
Transaminase) dan SGPT (Serum Glutamic Piruvat Transaminase)
meningkat disebabkan karena kerusakan hati akibat hipoksia atau
hiperkapnea.
k. Perubahan EKG didapat pada 50% penderita Status Asthmatikus, ini
karena hipoksemia, perubahan pH, hipertensi pulmunal dan beban
jantung kanan . Sinus takikardi – sering terjadi pada asma.
23
Dampak Asma terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
Melepaskanhistamine,prostaglandin,bradikinin,SRA-A,ECT.A(Eosinophilic Chemotatik
factor of Anaphylasis)
Ketidakseimbangan
Dispnea setelah Gangguan pola istirahat tidur
antara suplai dan
beraktivitas Intoleransi Aktivitas
kebutuhan oksigen
24
b. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan suplai
oksigen sekunder terhadap penurunan ventilasi alveolar sebagai akibat
penyempitan jalan napas.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1) Dispnea
2) Bingung, gelisah
3) Ketidakmampuan membuang sekret
4) Nilai GDA tak normal (hipoksia dan hiperkapnia)
5) Perubahan tanda vital
6) Penurunan toleransi terhadap aktivitas
(Doenges, Marilynn, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler,
1999)
b. Bersihan jalan napas berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan
produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekret kental, penurunan
energi/kelemahan.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1) Pernyataan kesulitan bernafas
2) Perubahan kedalaman/kecepatan pernafasan, penggunaan otot
aksesori
3) Bunyi nafas tak normal, misalnya mengi, ronki, krekels
4) Batuk (menetap), dengan/tanpa produksi sputum
(Doenges, Marilynn, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler,
1999)
c. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan dispnea dan keterbatasan
aliran udara kronis. (Swearingen, Pamela L. 2000)
25
4) Mengeluh gangguan sensasi mengecap
5) Keengganan untuk makan, kurang tertarik pada makanan
(Doenges, Marilynn, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler,
1999)
e. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, perubahan
terhadap status kesehatan, kebutuhan yang belum terpenuhi dan kurang
pengetahuan. (Swearingen, Pamela L. 2000)
c. Intervensi
Dx 1: Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan suplai oksigen sekunder
terhadap penurunan ventilasi alveolar sebagai akibat penyempitan jalan napas.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kerusakan pertukaran gas dapat teratasi dengan
kriteria :
Pasien mempunyai pertukaran gas yang adekuat, ditandai dengan FP 12-20 kali/menit
GDA pasien (PaO2 ≥ 80 mmHg, PaCO2 35-45 mmHg, dan pH 7,35-7,45 (nilai
konsisten dengan nilai dasar pasien)
Tidak ada suara tambahan napas
TTV dalam rentang normal
Bebas dari tanda-tanda distress pernafasan
26
Tidak ada sianosis dan dispnea (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas
dengan mudah)
Intervensi Rasional
Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Catat Berguna dalam evaluasi derajat distres
penggunaan otot aksesori, nafas bibir, pernafasan dan kronisnya proses penyakit.
ketidakmampuan bicara/berbincang.
27
dengan hipoksemia.
Pantau hasil GDA dan nadi oksimetri. Mewaspadai penurunan PaO2 dan
peningkatan PaCO2 yang menandakan
ancaman pernapasan. PaCO2biasanya
meningkat (bronkitis, emfisema) dan
PaO2secara umum menurun, sehingga
hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil
atau lebih besar. Catatan :PaCO2“normal”
atau meningkat menandakan kegagalan
pernafasan yang akan datang selama
asmatik.
Berikan O2 tambahan yang sesuai dengan Dapat memperbaiki atau memperbaiki atau
indikasi hasil GDA dan toleransi pasien. mencegah memburuknya hipoksia.
Kolaborasi pemberian terapi bronkodilator Dapat mengurangi atau mengatasi
secara oral maupun inhalasi (menggunakan penyempitan jalan nafas (bronkus) sehingga
nebulizer) pertukaran gas dapat kembali normal.
28
nafas. dengan obstruksi jalan nafas dan dapat/tak
dimanifestasikan adanya bunyi nafas
adventisius misalnya, penyebaran, krekels
basah (bronkitis); bunyi nafas redup dengan
ekspirasi mengi (emfisema); atau tak
adanya bunyi nafas (asma berat).
Kaji atau pantau frekuensi pernafasan. Catat Takipnea biasanya ada pada beberapa
rasio inspirasi atau ekspirasi. derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stres/adanya proses
infeksi akut. Pernafasan dapat melambat
dan frekuensi ekspirasi memanjang
dibanding inspirasi.
Catat adanya atau derajat dispnea, misalnya Disfungsi pernafasan adalah variabel yang
keluhan “lapar udara”, gelisah, ansietas, tergantung pada tahap proses kronis selain
distres pernafasan, penggunaan otot bantu. proses akut yang menimbulkan perawatan
di rumah sakit misalnya infeksi, reaksi
alergi.
Kaji pasien untuk posisi yang nyaman Peninggian kepala tempat tidur
misalnya peninggian kepala tempat tidur, mempermudah fungsi pernafasan dengan
duduk pada sandaran tempat tidur. menggunakan gravitasi namun, pasien
dengan distres berat akan mencari posisi
yang paling mudah untuk bernafas.
Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal,
dll membantu menurunkan kelelemahan
otot dan dapat sebagai alat
Pertahankan polusi lingkungan minimum Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang
misalnya debu, asap, dan bulu bantal yang dapat mentriger episode akut.
berhubungan dengan kondisi individu.
Dorong atau bantu latihan nafas abdomen Memberikan pasien beberapa cara untuk
atau bibir. mengatasi dan mengontrol dispnea dan
menurunkan jebakan udara.
Observasi karakteristik batuk misalnya Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif,
29
menetap, batuk pendek, basah. Bantu khususnya bila pasien lansia, sakit akut,
tindakan untuk memperbaiki keefektifan atau kelemahan. Batuk paling efektif pada
upaya batuk. posisi duduk tinggi atau kepala di bawah
setelah perkusi dada.
30
penurunan frekuensi perawatan di
rumah sakit.
Steroid oral, IV dan inhalasi; Kortikosteroid digunakan untuk
metilprednisolon (medrol), mencegah reaksi alergi/menghambat
deksametason (decadral), pengeluaran histamin, menurunkan
antihistamin misalnya beklometason berat dan frekuensi spasme jalan
(vanceril, betchlonent), triamsinolon nafas, inflamasi pernafasan, dan
(azmacort). dispnea.
Analgesik, penekan batuk/antitusif Mengencerkan mukus sehingga
misalnya kodein, produk mudah untuk dikeluarkan dan
dekstrometorphan (benylin DM, menekan produksi mukus.
contreks, novahistamin).
Bantu pengobatan pernafasan misalnya Batuk menetap yang melelahkan perlu
fisioterapi dada. ditekan untuk menghemat energi dan
memungkinkan pasien istirahat.
Drainasi postural dan perkusi bagian
penting untuk membuang banyaknya
sekresi/kental dan memperbaiki ventilasi
pada segmen dasar paru. Catatan: dapat
meningkatkan spasme bronkus pada asma.
Dx 3: Pola napas tidak efektif berhubungan dengan dispnea dan keterbatasan aliran udara
kronis
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pola napas tidak efektif dapat teratasi dengan
kriteria:
TTV normal (RR ; 12-20 kali/menit, N ; 60-100 kali/ menit , T ; 36,6oC - 37,2 oC , TD;
110-125/60-80 mmHg)
Tidak ada dispnea
31
Perubahan kedalaman pernapasan menjadi normal
Tidak menggunakan otot bantu pernapasan
Tidak menggunakan pernapasan cuping hidung
Tidak adanya sianosis
Intervensi Rasional
Buka jalan nafas, dengan mengunakan Membuka jalan nafas untuk menjamin jalan
teknik chin lift atau Jawthrust. masuknya udara ke paru secara normal
Posisikan pasien untuk memaksimalkan Untuk mempermudah laju jalan nafas
ventilasi : posisi fowler pasien
32
Setelah dilakukan tindakan keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh dapat teratasi dengan kriteria:
Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
Klien mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi Rasional
Kaji adanya alergi makanan Untuk mengetahui adanya
Berikan perawatan oral sering, buang Rasa tidak enak, bau dan penampilan adalah
sekret, berikan wadah khsus untuk sekali pencegahan terhadap nafsu makan dan dapat
pakai, dan tissue. membuat mual dan muntah dengan
peningkatan kesulitan nafas.
33
Dorong periode istirahat selama satu jam Membantu menurunkan kelemahan selama
sebelum dan sesudah makan. Berikan waktu makan dan memberikan kesempatan
makan porsi kecil tapi sering. untuk meningkatkan masukan kalori total.
Hindari makanan penghasil gas dan Dapat menghasilkan distensi abdomen yang
minuman karbonat. mengganggu nafas abdomen dan gerakan
diafragma dan dapat meningkatkan dispnea
Hindari makanan yang sangat panas atau Suhu ekstrem dapat mencetuskan atau
sangat dingin. meningkatkan spasme batuk
Timbang berat badan sesuai indikasi. Berguna untuk menentukan kebutuhan
kalori, menyusun tujuan berat badan, dan
evaluasi keadekuatan rendah nutrisi.
Catatan : penurunan berat badan dapat
berlangsung meskipun masukan adekuat
sesuai dengan edema
Kaji pemeriksaan laboratorium misal Mengevaluasi atau mengatasi kekuranga
albumin serum transferin, profil asam dan mengawasi keefektifan terapi nutrisi.
amino, besi, pemeriksaan keseimbangan
nitrogen, glukosa, pemeriksaan fungsi hati,
elektrolit. Berikan vitamin atau mineral atau
elektrolit sesuai indikasi.
Berikan oksigen tambahan selama makan Menurunkan dispneu dan meningkatkan
sesuai indikasi energi
34
Intervensi Rasional
Gunakan pendekatan yang menenangkan Untuk menciptakan suasana yang nyaman
Jelaskan mengenai penyakitnya dan semua Pasien mengetahui tindakan yang dilakukan
prosedur dan apa yang dirasakan selama dan mengetahui kenyamanan pasien ketika
prosedur dilakukan prosedur
Identifikasi cara-cara dimana pasien Memberikan jaminan bahwa staf bersedia
mendapat bantuan jika dibutuhkan untuk mendukung atau membantu
Temani pasien untuk memberikan kemanan Memberikan perasaan aman kepada pasien
dan mengurangi takut
Dorong keluarga untuk menemani klien Dukungan yang terus menerus dari keluarga
dapat membantu memperoleh kembali
kontrol lokus internal dan mengurangi
ansietas atau rasa takut ke tingkat yang
dapat diatasi
Dengarkan dengan penuh perhatian Dapat membuat perasaan pasien menjadi
lebih lega atau tenang serta mengetahui
keadaan yang dialami pasien.
Identifikasi tingkat kecemasan Untuk mengetahui tindakan apa yang
dilakukan terhadap kecemasan yang
dialami pasien
Dorong pasien untuk mengungkapkan Seringkali pernyataan perasaan akan
perasaan, ketakutan, persepsi mempermudah untuk menghadapi situasi
dengan lebih baik.
Instruksikan pasien menggunakan teknik Dengan teknik relaksasi pasien dapat
relaksasi mengurangi tingkat kecemasan
Kolaborasi untuk pemberian obat misal : Zat-zat antiansietas berguna untuk periode
diazepam(valium), klorazepatdipotassium yang singkat untuk membantu pasien/orang
(tranxene), dazepoxida(librium), alprazolam terdekat dalam mengurangi ansietas
(xanax). ketingkat yang dapat diatasi, memberi
kesempatan untuk memulai kemampuan
koping pasien
35
Dx 6 : Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, tindakan berhubungan
dengan kurang informasi/tidak mengenal sumber informasi, salah mengerti tentang
informasi, kurang mengingat/keterbatasan kognitif.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah klien teratasi dengan kriteria:
Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan
Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala yang ada dari proses penyakit dan
menghubungkan dengan faktor penyebab
Melakukan perubahan pola hidup dan berparrtisipasi dalam program pengobatan
Intervensi Rasional
Jelaskan/kuatkan proses penyakit individu. Menurunkan ansietas dan dapat
Dorong klien atau orang terdekat untuk menimbulkan perbaikan partisipasi dalam
menanyakan pertanyaan. rencana pengobatan.
Instruksikan/kuatkan rasional untuk latihan Nafas bibir dan nafas
nafas, batuk efektif, dan latihan kondisi abdominal/diafragmatik menguatkan otot
umum. pernafasan, membantu meminimalkan
kolaps jalan nafas kecil, dan memberikan
individu arti untuk mengontrol dispnea.
Latihan kondisi umum meningkatkan
toleransi aktivitas, kekuatan otot, dan rasa
sehat.
Diskusikan obat pernafasan, efek samping, Klien sering mendapat obat pernafasan
dan reaksi yang diinginkan banyak sekaligus yang mempunyai efek
samping hampir sama dan potensial
interaksi obat. Penting bagi klien
memahami perbedaan antara efek samping
merugikan (obat mungkin
dihentikan/diganti)
Tunjukkan teknik penggunaan dosis inhaler Pemberian yang tepat obat meningkatkan
(matteres dose inhaler/MDI) seperti penggunaan dan keefektifan.
bagaimana memegang, interval semprotan
2-5 menit, bersihkan inhaler
Sistem alat untuk mencatat obat Menurunkan risiko penggunaan tak
intermitten/penggunaan inhaler tepat/kelebihan dosis dari obat, khususnya
36
selama eksaserbasi akut, bila kognitif
terganggu.
Anjurkan menghindari agen sedatif Meskipun klien mungkin gugup dan merasa
antiansietas kecuali diresepkan diberikan perlu sedatif, ini dapat menekan pernafasan
oleh dokter mengobati kondisi pernafasan dan melindungi mekanisme batuk.
Tekankan pentingnya perawatan Menurunkan pertumbuhan bakteri pada
oral/kebersihan gigi mulut, dimana dapat menimbulkan infeksi
saluran nafas atas.
Diskusikan pentingnya menghindari orang Menurunkan pemajanan dan insiden
yang sedang infeksi pernafasan aktif. mendapatkan infeksi saluran nafas atas.
Tekankan perlunya vaksinasi influenza
rutin.
Diskusikan faktor individu yang dapat Faktor lingkungan ini dapat
meningkatkan kondisi misalnya udara yang menimbulkan/meningkatkan iritasi bronkial
terlalu kering, angin, lingkungan dengan menimbulkan peningkatan produksi sekret
suhu ekstrem, serbuk, asap tembakau, sprey dan hambatan jalan nafas.
aerosol, polusi udara. Dorong klien/orang
terdekat untuk mencari cara mengontrol
faktor ini dan sekitar rumah.
Kaji efek bahaya merokok dan nasihati Penghentian merokok dapat
klien yang merokok atau keluarganya untuk memperlambat/menghambat kemajuan
menghentikan rokok. penyakit.
Berikan informasi tentang pembatasan Mempunyai kemampuan ini dapat
aktivitas dan aktivitas pilihan dengan memampukan klien untuk membuat
periode istirahat untuk mencegah pilihan/keputusan informasi untuk
kelemahan; cara menghemat energi selama menurunkan dispnea, memaksimalkan
aktivitas fisik; menggunakan nafas bibir; tingkat aktivitas, melakukan aktivitas yang
posisi berbaring; dan kemungkinan perlu diinginkan, dan mencegah komplikasi.
oksigen tambahan selama aktivitas seksual.
Anjurkan klien/orang terdekat dalam Klien dan orang terdekatnya dapat
penggunaan oksigen aman dan merujuk ke mengalami ansietas, depresi, dan reaksi lain
perusahaan penghasil sesuai indikasi. sesuai dengan penerimaan dengan penyakit
kronis yang mempunyai dampak pada pola
37
hidup mereka. Kelompok pendukung
dan/atau kunjungan rumah mungkin
diperlukan atau diinginkan untuk
memberikan bantuan, dukungan emosi dan
perawatan.
38
Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi Dengan terapi yang tepat, proses
medik dalam merencanakan program terapi pengembalian kondisi klien dapat berjalan
yang tepat. lebih cepat.
C. Implementasi
Tindakan/implementasi berdasarkan rencana atau intervensi keperawatan yang
telah dibuat.
D. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan memperhatikan tujuan dan kriteria hasil yang
diharapkan.
39
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan, penulis menarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Asma bronchiale adalah suatu penyakit yang ditandai dengan meningkatnya
respon trakhea dan bronhus terhadap berbagai alergen yang menyebabkan
terjadinya penyempitan jalan nafas.
2. Faktor predisposisi asma bronchiale adalah adanya riwayat keluarga yang
pernah menderita, pola hidup yang buruk, serta berbagai alergen yang berada di
sekitar tempat tinggal atau di lingkungan kerja.
3. Gejala spesifiknya berupa sesak nafas, batuk dan adanya bunyi nafas tambahan
(wheezing).
4. Penanganan spesifiknya mengarah kepada pembebasan jalan nafas.
5. Tatalaksana asma diluar serangan dapat dilakukan dengan menghindari faktor
pencetus asma serta penggunaan obat pengendali (controller). Diharapkan
dengan dilakukannya tatalaksana asma jangka panjang dapat mengurangi
terjadinya serangan asma, sehingga dapat meningkatkan quality of life dari
penderita asma.
6. Dalam memberikan asuhan keperawatan dengan menerapkan 5 standar yakni
pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.
B. Saran
1. Perlunya pemahaman mengenai gejala klinis dan kriteria diagnosis agar tidak
terjadi kesalahan dalam penegakan diagnosis sehingga penangannya menjadi
lebih tepat dan adekuat.
2. Perlunya pemahaman mengenai penatalaksanaan asma pada saat serangan dan
tidak serangan sehingga dapat meningkatkan quality of life pasien.
3. Perlunya informasi mengenai asma kepada masyarakat
4. Untuk keluarga, diharapkan kesabaran dan pengertian dalam mendampingi,
merawat dan memenuhi kebutuhan klien sehingga terbina kerjasama dan saling
percaya antara perawat/tenaga kesehatan, klien dan keluarga.
40
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler. 1999. Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien.Jakarta : EGC
Kowalak, Jenifer P., William Welsh, Brenna Mayer. 2011. Buku Ajar Patofisiologi.Jakarta
: EGC.
Tucker M, Suzane, dkk. 1998. Standar Perawatan Pasien, edisi V, volume II. Jakarta :
EGC.
Wilkinson, Judith M. dan Nancy R. Ahern.2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi
9, Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria NOC. Jakarta : EGC.
41