Anda di halaman 1dari 19

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

“Bronkitis”
Dosen Pendamping : Maria Manungkalit,. S. Kep.,Ns.,M. Kep

Oleh Kelompok 2

Nur Cholifah Rachmawati (9103016030)


Istanilaus (9103016069)
Maria Kristina Sebatini Lehot (9103016009)
Martha Susana Stefania (9103016031)
Marwah Wahab ( 9103016048)
Vincencius (9103016073)

2017
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bronkitis merupakan penyakit infeksi pada saluran pernapasan yang
menyerang bronkus. Penyakit ini banyak menyerang anak-anak yang lingkungannya
banyak polutan, misalnya orang tua yang merokok dirumah, asap kendaraan
bermotor, asap hasil pembakaran pada saat masak yang menggunakan bahan bakar
kayu. Di Indonesia masih banyak keluarga yang setiap hari menghirup polutan ini,
kondisi ini menyebabkan angka kejadian penyakit bronkhitis sangat tinggi (Marni,
2014).
Pada tahun 2007 di Negara berkembang seperti Indonesia infeksi saluran
pernafasan bawah masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting.
Resiko penularan setiap tahun di Indonesia di anggap cukup tinggi. Di Indonesia
yang terinfeksi bronkhitis sekitar 1.6 juta orang. Bronkhitis adalah suatu peradangan
pada bronkus, bronkhiali, dan trakhea (saluran udara ke paru-paru). Penyakit ini
biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi pada
penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit
paru-paru) dan usia lanjut, bronkhitis bisa menjadi masalah serius (Arif, 2008).

1.2 Rumusan Masalah


1. Mengetahui definisi penyakit bronkitis
2. Mengetahui anatomi da fisiologi bronkitis
3. Mengetahui etiologi penyakit bronkitis
4. Mengetahui patofisiologi penyakit bronkitis
5. Mengetahui Web of Cotion penyakit bronkitis
6. Mengetahui manifestasi klinis bronkitis
7. Mengetahui klasifikasi bronkitis
8. Mengetahui komplikasi penyakit bronkitis
9. Mengetahui pemeriksaan penunjang dan terapi pada bronkitis
10. Mengetahui asuhan keperawatan penyakit bronkitis

1.3 Tujuan
1. Memahami definisi penyakit bronkitis
2. Memahami anatomi dan fisiologi bronkitis
3. Memahami etiologi penyakit bronkitis
4. Mengetahui patofisiologi penyakit bronkitis
5. Memahami Web of Cotion penyakit bronkitis
6. Memahami manifestasi klinis penyakit bronkitis
7. memahami klasifikasi bronkitis
8. Memahami komplikasi penyakit bronkitis
9. Memahami pemeriksaan penunjang dan terapi pada penyakit bronkitis
10. Memahami asuhan keperawatan penyakit bronkitis.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Penyakit bronkitis


Bronkitis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya inflamasi bronkus
(Ngastiyah, 2003).
Bronkitis adalah suatu infeksi akut saluran besar paru (yaitu trachea dan
bronchus) karena infeksi virus atau bakteri (Catzel dan Robert, 1998).
Bronkitis adalah inflamasi pada saluran nafas yang luas (trachea dan bronhki)
yang kebanyakan selalu berhubungan dengan infeksi respiratori atas (Wong, 2003).
Bronkitis adalah suatu penyakit peradangan saluran napas bawah jangka
panjang, umumnya dipicu oleh pajanan berulang ke asap rokok, polutan udara, atau
alergen (Sherwood (2014).
Bronkitis ialah inflamasi non spesifik pada bronkus umumnya (90%)
disebabkan oleh virus (adenovirus, influenza, parainfluenza, RSV, rhinovirus, dan
harpes simplex virus) dan 10% oleh bakteri, dengan batuk sebagai gejala yang paling
menonjol (Widagdo, 2012).
Menurut pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa pengertian
bronkitis adalah suatu penyakit infeksi akut saluran besar paru yang ditandai
inflamasi pada bronkus.

2.2 Anatomi dan Fisiologi Jantung


2.2.1 Anatomi Sistem Pernapasan
A. Saluran pernapasan bagian atas
A.1 Hidung (Naso) Merupakan saluran utama dan yang pertama yang
dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung
vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir disekresikan secara terus
menerus oleh sel-sel boblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan
bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia. Hidung berfungsi
sebagai penyaring kotoran, melembabkan serta menghangatkan udara
yang dihirup ke dalam paru-paru.

A.2 Tekak (Faring) Faring adalah struktur yang menghubungkan hidung


dengan rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region :
nasofaring, orofaring, dan lariofaring. Fungsi utamanya adalah untuk
menyediakan saluran pada traktus respiratorium dan digestif.

A.3 Tenggorok (Laring) Laring adalah struktur epitel kartilago yang


menghubungkan faring dan trakhea. Fungsi utamanya adalah untuk
memungkinkan terjadinya lokalisasi. Laring juga melindungi jalan napas
bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk. Laring juga
merupakan saluran udara dan bertindak sebegai pembentuk suara. b.
Saluran Pernapasan bagian bawah.

B.saluran pernafasan bagian bawah


B.1 Batang Tenggorok (Trakea) Merupakan lanjutan dari laring yang
dibentuk oleh 16 s/d 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang
berbentuk huruf C, sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang
berbulu getar yang disebut sel bersilia.

B.2 Cabang tenggorok (Bronkus) Merupakan lanjutan dari trakea.


Bronkus ada 2 yaitu: Bronkus kanan dan bronkus kiri. Bronkus kanan
lebih pendek, lebih besar dan mempunyai 3 cabang. Bronkus kanan lebih
pendek, lebih besar dan mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih
panjang, lebih ramping dan mempunyai 2 cabang.
B.3 Ranting-ranting tenggorok (Bronchiolus) Merupakan cabang yang
lebih kecil dari bronkus. Pada ujung bronhiolus terdapat gelembung atau
alveoli.

B.4 Alveoli adalah kantung udara, didalam alveoli darah hampir


langsung bersentuhan dengan udara dan didalam alveoli ada jaringan
pembuluh darah kapiler, didalam alveoli inilah terjadi pertukaran gas.
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel – sel
alveolar, sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding
alveolar. Sel alveolar tipe II sel-sel yang aktif secara metabolik,
mensekresi surfactan, suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam
dan mencegah alveolar tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-sel
fagositosis yang besar memakan benda asing dan bekerja sebagai
mekanisme pertahanan penting.

B.5 Paru – paru dua, yaitu paru kanan dan paru kiri. Paru kanan terdiri
dari 3 lobus, dan paru kiri terdiri dari 2 lobus.

B.6 Pembuluh darah pada paru Arteri pulmonalis membawa darah yang
sudah tidak mengandung oksigen (O2) dari ventrikel kanan jantung ke
paru-paru. Pembuluh darah yang dilukiskan sebagai arteri bronchialis
membawa darah yang berisi oksigen (O2) langsung dari aorta torasika ke
paru-paru untuk menghantarkan oksigen (O2) ke dalam jaringan paru-
paru.

2.2.2 Fisiologi Pernapasan


Pernapasan mencakup 2 proses, yaitu:
a. Pernapasan luar yaitu proses penyerapan oksigen (O2) dan penegluaran
karbondiosida (CO2) secara keseluruhan.
b. Pernapasan dalam yaitu proses pertukaran gas anatar sel jaringan dengan cairan
sekitarnya (penggunaan oksigen dalam sel). Proses fisiologi pernapasan dalam
menjalankan fungsinya mencakup 3 proses, yaitu:
b.1. Ventilasi yaitu proses keluar masuknya udara dari atmosfir ke alveoli paru.
b.2 Difusi yaitu proses perpindahan/pertukaran gas dari alveoli ke dalam kapiler
paru.
b.3 Transper yaitu proses perpindahan oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan
tubuh.

2.3 Etiologi
Secara umum penyebab bronkitis dibagi berdasarkan faktor lingkungan dan
faktor host/penderita. Penyebab bronkitis berdasarkan faktor lingkungan meliputi
polusi udara, merokok dan infeksi. Infeksi sendiri terbagi menjadi infeksi bakteri
(Staphylococcus, Pertusis, Tuberculosis, mikroplasma), infeksi virus (RSV,
Parainfluenza, Influenza, Adeno) dan infeksi fungi (monilia). Faktor polusi udara
meliputi polusi asap rokok atau uap/gas yang memicu terjadinya bronkitis.
Sedangkan faktor penderita meliputi usia, jenis kelamin, kondisi alergi dan riwayat
penyakit paru yang sudah ada.
a. Bronkitis infeksiosa Brokitis infeksiosa disebabkan oleh infeksi bakteri atau
virus, terutama Mycoplasamapneumoniae dan Chlamydia. Serangan bronkitis
berulang bisa terjadi pada perokok dan penderita penyakit paru dan saluran
pernapasan menahun. Infeksi berulang bisa merupakan akibat dari :
a.1 Sinusitis kronik
a.2 Bronkiektasis
a.3 Alergi
a.4 Pembesaran amandel dan adenoid pada anak-anak
b. Bronkitis iritatif Bronkitis iritatif adalah bronkitis yang disebabkan alergi
terhadap sesuatu yang dapat menyebabkan iritasi pada daerah bronkus. Bronkitis
iritatif bisa disebabkan oleh berbagai jenis debu, asap dari asam kuat, amonia,
beberapa pelarut organik klorin, hidrogen sulfida, sulfur dioksida, dan bromine,
polusi udara yang menyebabkan iritasi ozon dan nitrogen dioksida, tembakau dan
rokok lainnya. Faktor etiologi utama adalah zat polutan.

2.4 Patofisiologis
Menurut Kowalak (2011) Bronchitis terjadi karena Respiratory Syncytial
Virus (RSV),Virus Influenza, Virus Para Influenza, Asap Rokok, Polusi Udara yang
terhirup selama masa inkubasi virus kurang lebih 5 sampai 8 hari. Unsur-unsur iritan
ini menimbulkan inflamasi pada precabangan trakeobronkial, yang menyebabkan
peningkatan produksi sekret dan penyempitan atau penyumbatan jalan napas. Seiring
berlanjutnya proses inflamasi perubahan pada sel-sel yang membentuk dinding
traktus respiratorius akan mengakibatkan resistensi jalan napas yang kecil dan ketidak
seimbangan ventilasi-perfusi yang berat sehingga menimbulkan penurunan
oksigenasi daerah arteri.
Efek tambahan lainnya meliputi inflamasi yang menyebar luas, penyempitan
jalan napas dan penumpukan mucus di dalam jalan napas. Dinding bronkus
mengalami inflamasi dan penebalan akibat edema serta penumpukan sel-sel
inflamasi. Selanjutnya efek bronkospasme otot polos akan mempersempit lumen
bronkus. Pada awalnya hanya bronkus besar yang terlibat inflamasi ini, tetapi
kemudian semua saluran napas turut terkena. Jalan napas menjadi tersumbat dan
terjadi penutupan, khususnya pada saat ekspirasi. Dengan demikian, udara napas akan
terperangkap di bagian distal paru. Pada keadaan ini akan terjadi hipoventilasi yang
menyebabkan ketidakcocokan dan akibatnya timpul hipoksemia.
Hipoksemia dan hiperkapnia terjadi sekunder karena hipoventilasi. Resistensi
vaskuler paru meningkat ketika vasokonstriksi yang terjadi karena inflamasi dan
konpensasi pada daerah-daerah yang mengalami hipoventilasi membuat arteri
pulmonalis menyempit. Inflamasi alveolus menyebabkan sesak napas.
2.6 Manifestasi Klinis
Gejala umum bronkitis akut maupun bronkitis kronik adalah:
2.6.1 Batuk dan produksi sputum adalah gejala yang paling umum biasanya terjadi
setiap hari. Intensitas batuk, jumlah dan frekuensi produksi sputum bervariasi dari
pasien ke pasien. Dahak berwarna yang bening, putih atau hijaukekuningan.

2.6.2 Dyspnea (sesak napas) secara bertahap meningkat dengan tingkat keparahan
penyakit. Biasanya, orang dengan bronkitis kronik mendapatkan sesak napas dengan
aktivitas dan mulai batuk.

2.6.3 Gejala kelelaha, sakit tenggorokan , nyeri otot, hidung tersumbat, dan sakit
kepala dapat menyertai gejala utama.

2.6.4 Demam dapat mengindikasikan infeksi paru-paru sekunder virus atau bakteri.
Pada bronkitis akut, batuk terjadi selama beberapa minggu. Sesorang
didiagnosis bronkitis kronik ketika mengalami batuk berdahak selama paling sedikit
tiga bulan selama dua tahun berturut-turut. Pada bronkitis kronik mungkin saja
seorang penderita mengalami bronkitis akut diantara episode kroniknya, dan batu
mungkin saja hilang namun akan muncul kembali.

2.7 Klasifikasi
2.7.1 Bronkitis akut
Adalah batuk yang tiba-tiba terjadi karena infeksi virus yang melibatkan jalan napas
yang besar. Bronkitis akut pada umumnya ringan. Berlangsung singkat (beberapa hari
hingga beberapa minggu), rata-rata 10-14 hari. Meski ringan, namun adakalanya
sangat mengganggu, terutama jika disertai sesak, dada terasa berat, dan batuk
berkepanjangan.21
2.7.2 Bronkitis kronik
Bronkitis kronik merupakan penyakit saluran napas yang sering didapat di
masyarakat. Penyakit ini menjadi masalah kesehatan oleh karena sifatnya yang
kronik, persisten dan progresif. Infeksi saluran napas merupakan masalah klinis yang
sering dijumpai pada penderita bronkitis kronik yang dapat memperberat
penyakitnya.
Eksaserbasi infeksi akut akan bronkitis kronik yang dapat memperberat
penyakitnya. Eksaserbasi infeksi akut akan mempercepat kerusakan yang telah
terjadi, disamping itu kuman yang menyebabkan eksaserbasi juga berpengaruh
terhadap morbiditas penyakit ini. Penyakit ini berlangsung lebih lama dibandingkan
bronkitis akut, yaitu berlangsung selama 1 tahun dengan frekuensi batu produktif 3
bulan selam 2 tahun berturut-turut.

2.8 Komplikasi
Komplikasi dari bronkitis tidak terlalu besar, yaitu antara lain:
2.8.1 Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung menjadi Bronkitis Kronik.
2.8.2 Pada orang yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak dengan gizi
kurang dapat terjadi Othitis Media, Sinusitis dan Pneumonia.
2.8.3 Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang infeksi.
2.8.4 Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasis atau Bronkietaksis.

2.9 Pemeriksaan Penunjang dan Terapi


Pemeriksaan mikrobiologis, spesimen usap tenggorok, sekresi nasafaring,
biasan bronkus atau sputum, darah, aspirasi trakea, fungsi pleura atau aspirasi paru
(Rahajoe, 1998).
Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan penderita
bronkitis dengan terapi-terapi yang dapat membantu pernapasan.
Pencegahan tersier untuk penderita bronkitis dapat ditolong dengan terapi
farmakologi dan terapi nonfarmakologi yaitu:
a. Terapi Farmakologi
a.1 Bronkodilatori Bronkodilator mempunyai aksi merelaksasi otot-otot polos
pada saluran pernapasan.
Ada tiga jenis bronkodilator yaitu : Simpatomimetika, metilsantin, dan
antikolinergik.
a.1.1 Beta-2 agonis (Simpatomimetika) Obat-obat simpatomimetika
merupakan obat yang mempunyai aksi serupa dengan aktifitas simpatis.
Sistem saraf simaptis memgang peranan penting dalam menentukan ukuran
diameter bronkus. Ujung saraf simpatis yang menghasilkan norephinepherin,
epinefrin dan isoproterenol disebut adrenergik (Dipiro, et al., 2008).
Adrenergik memiliki dua reseptor yaitu alfa dan beta. Reseptor beta terdiri
beta 1 dan beta 2. Beta 1 adrenergik terdapat pada jantung, beta 2 adrenergik
terdapat pada kelenjar dan otot halus bronkus. Adrenergik menstimulasi
reseptor beta 2 sehingga terjadi bronkodilatasi.

a.1.2 Metilxantin Teofilin merupakan golongan metil santin yang


banyak digunakan, disamping kafein dan dyphylline. Kafein dan dyphylline
kurang paten dibandingkan dengan teofilin. Obat golongan ini menghambat
produksi fosfodiesterase. Dengan penghambatan ini penguraian cAMP
menjadi AMP tidak terjadi sehingga kadat cAMP seluler meningkat.
Peningkatan ini menyebabkan bronkodilatasi. Obat-obat metilsantin antara
lain aminofilin dan teofilin.
b. Terapi Non-farmakologi.
Terapi non-farmakologi dapat dilakukan dengan cara :
b.1 Pasien harus berhenti merokok
b.2 Kalau timbul kesulitan dalam pernapasan atau dadanya bagian tengah
sangat sesak,biarlah dai menghirup uap air tiga kali sehari.
b.3 Taruhlah kompres uap di atas dada pasien dua kali sehari, dan taruhlah
kompres lembab di atas dada sepanjang malam sambil menjaga tubuhnya
jangan sampai kedinginan.
b.4 Rehabilitasi paru-paru secara komprehensif dengan olahraga dan latihan
pernapasan sesuai yang diajarkan tenaga medis.
b.5 Istirahat yang cukup.
2.10 Asuhan Keperawatan
2.1 pengkajian
a) Anemis
 Keluhan utama
Pasien mengeluh batuk kering dan produksi dahak, demam dengan
suhu tubuh dapat mencapai >400c,dan sesak nafas.
 Riwayat kesehatan dahulu
 Batuk atau produksi sputum selama beberapa hari kurang lebih 3
bulan dalam 1 tahun
 Riwayat kesehatan keluarga
Penelitian terakhir di dapat bahwa anak dari orang tua perokok dapat
menderita penyakit pernapasaan lebih sering dan lebih berat serta
prevalensi terhadap gangguan pernapasaan kronik lebih tinggi.
Bronkitis kronis mungkin berkaitan dengan polusi udara rumah,
dengan bukan penyakit yang turunkan.
b) Pemeriksaan fisik
 Penampilan umum: cenderung gemuk 9overweight),sianosis akibat
pengaruh sekunder polisitemia,edema (akibat CHF kanan), dan
barrel chest.
 Jantung: pembesaran jantung,kor pulmonal,hematocrit>60%
 Insfeksi:
Sering didapatkan bentuk dada barrel atau tong. Gerakkan
pernapasaan masih simetris,klien yang mengalami batuk produktif
dengan sputum purulent berwarna kuning kehijauaan sampai hitam
kecoklataan karena bercampur darah.
Pasien terlihat gelisah dan cemas.
 Palpasi:
Taktil premitus biasanya normal.
 Perkusi:
Menunjukkn adanya bunyi reonan pada seluruh lapang paru.
 Auskultasi:
Jika abses terisi penuh dengan cairan pus akibat drainase yang
buruk,maka suara napas melemah. Jika bronkus paten dan
drainasenya baik ditambah adanya konsolidasi disekitar abses maka
akan terdengar suara napas bronkial dan ronchi basah.
c) Pemeriksaan penunjang
 Foto thorax
 Pemeriksaan laboraterium
2.2 Diagnosa
a) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi mucus yang
kental, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema trakheal-faringeal.
b) Hipertermi berhubungan dengan infeksi

3. Intervensi
NO TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL
KRITERIA HASIL
A Setelah dilakukan tindakan  Kaji status  Tanda dan gejala gangguan
keperawatan selama 2x24 pernapasan anak pernapasan dapat
jam diharapkan masalah sesering mungkin. mengindikasikan obstruksi yang
keperawatan dapat teratasi lebih buruk. peningkatan
dengan kriteria hasil: frekuensi napas yang cepat
- Anak akan disertai penongkatan frekuensi
mempertahankan jantung dapat merupakan tanda
saluran pernapasan awal hipoksia.
- Bebas gangguan
yang ditandai  Uap yang lembab dapat
dengan adanya mengencerkan lender.
kesukaran  Berikan udara yang
pernapasan lembab dan sejuk.  Pemberian oksigen
dapat disarankan untuk
 Berikan oksigen jika mengurangi hipoksia dan
diperlukan kegelisahan. oleh karena
penggunaan oksigen dapat
menutupi tanda awal hipoksia
yang sebenarnya, dan
peningkatan obstruksi, yang
perlahan-lahan akan membawa
pada keadaan hiperkapnia,
penggunaan oksigen hanya
diindikasikan untuk menangani
hipoksia yang nyata.

 epinephrine rasemik
mengurangi pembengkakan dari
mukosa subglotis. karena efek
 Berikan aerosol pengobatan biasanya singkat, hal
epinephrine rosemik ini mengakibatkan obstruksi
jika perlu pantulan.

 posisi ini meningkatkan


kapasitas paru dengan cara
mengurangi tekanan diafragma
terhadap paru
 Posisikan anak semi
fowler

B Setelah dilakukan tindakan  Kaji suhu tubuh anak  Data untuk menentukan
keperawatan selama 3x24 intervensi selanjutnya.
jam diharapkan masalah
keperawatan dapat teratasi  Pertahankan  Lingkungan yang sejuk
dengan kriteria hasil: lingkungan sejuk, membantu menurunkan suhu
- Mempertahankan dengan menggunakan tubuh dengan cara radiasi.
suhu tubuh normal piama dan selimut
yaitu 36,50-37,50C yang tidak tebal, serta
mempertahankan suhu
ruangan antara 220 dan
240C.  antipiretik seperti asetaminofen
efektif menurunkan demam.
 Berikan antipiretik
sesuai petunjuk.  Peningkatan suhu secara tiba-
tiba akan mengakibatkan kejang.

 Pantau suhu tubuh


anak setiap 1 sampai 2  Antimikroba mungkin
jam, bila terjadi disarankan untuk mengobati
peningkatan suhu organism penyebab.
secara tiba-tiba.
 kompres air hangat efektif
 Beri antimikroba bila menurunkan suhu tubuh melalui
disarankan cara konduksi.

 Berikan kompres
hangat pada anak di
daerah ketiak, lipatan
paha, dan kening
(untuk sugesti)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bronkitis akut adalah proses inflamasi selintas yang mengenai trakea, bronkus utama
danmenengah yang bermanifestasi sebagai batuk, serta biasanya akan membaik tanpa
terapi dalam2 minggu yang terutama disebabkan oleh virus dimana alergi, cuaca, polusi udara dan
infeksisaluran napas atas juga dapat memudahkan terjadinya bronkitis akut. Adapun
gejala bronkitisakut berupa batuk yang mulanya kering, setelah dua atau tiga hari,
mulai berdahak danmenimbulkan suara adanya lendir dengan dahak yang bewarna
kekuningan. Pada pemeriksaanauskultasi didapatkan ronki. Diperlukan diagnosa yang
tepat agar penatalaksanaan dan pengobatannya tepat dan benar.
Daftar Pustaka

Buku :
Muttaqin,Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan.Jakarta:Salemba Medika
Price&Wilson.2005.Patofisiologi.Jakarta:EGC
Buku Keperawatan Medikal bedah Elsevier
Internet :
Jurnal STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI PROGRAM STUDI ILMU
KEPERAWATAN
2011-2012 KONSEP DASAR TEORI BRONKITIS KRONIS

https://www.scribd.com/doc/79957976/Bronchitis-Makalah-Adis

Anda mungkin juga menyukai