Anda di halaman 1dari 8

1.

Teori Negara hukum dari Immanuel Kant dan Friedrich Stahl,


mengkaji dari logika berpikir falsifikasi Karl P. Popper

Immanuel Kant dan Friedrich Julius Stahl telah mengemukakan buah pikiran mereka.
Kant memahami negara hukum sebagai Nachtwakerstaat atau Nachtwachterstaat
(negara jaga malam) yang tugasnya adalah menjamin ketertiban dan keamanan
masyarakat, urusan kesejahteraan didasarkan pada persaingan bebas (free fight),
laisez faire, laisez ealler, siapa yang kuat dia yang menang. Paham liberalisme
diinspirasikan oleh aliran ekonorni liberal Adam Smith yang menolak keras campur
tangan negara dalam kehidupan negara ekonomi.

Pemikiran Immanuel Kant pada gilirannya mernberi inspirasi dan mengilhami F.J.
Stahl dengan lebih memantapkan prinsip liberalisme bersamaan dengan lahirnya
kontrak sosial dari Jean Jacques Rousseau, yang memberi fungsi negara menjadi dua
bagian yaitu pembuat Undang¬-Undang (the making of law) dan pelaksana Undang-
Undang (the executing of law).

Konsepsi negara hukum Immanuel Kant berkembang menjadi negara hukum formal,
hal ini dapat dipetik dari pendapat F.J. Stahl tentang negara hukum ditandai oleh
empat unsur pokok yaitu: (1) pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi
manusia. (2) negara didasarkan pada teori trias politica. (3) pemerintahan
diselenggarakan berdasarkan undang¬-undang (wetmatig bestuur). dan (4) ada
peradilan administrasi negara yang bertugas mnangani kasus perbuatan melanggar
hukum oleh pemerintah (onrechtmatige overheidsdaad).

Konsepsi negara hukum dalam kajian teoritis dapat dibedakan dalam dua pengertian.
Pertama, negara hukum dalam arti formal (sempit/klasik) ialah negara yang kerjanya
hanya menjaga agar jangan sampai ada pelanggaran terhadap ketentraman dan
kepentingan umum, seperti yang telah ditentukan oleh hukum yang tertulis (undang-
tmdang), yaitu hanya bertugas melindungi jiwa, benda, atau hak asasi warganya
secara pasif, tidak campur tangan dalam bidang perekonomian atau penyelenggaraan
kesejahteraan rakyat, karena yang berlaku dalam lapangan ekonomi adalah prinsip
laiesez faire laiesizealler.

Kedua, negara hukum dalam arti materiil (luas modem) ialah negara yang terkenal
dengan istilah welfare state (walvaar staat), (wehlfarstaat), yang bertugas menjaga
keamanan dalam arti kata seluas-luasnya, yaitu keamanan social (social security) dan
menyelenggarakan kesejahteraan umum, berdasarkan prinsip-prinsip hukum yang
benar dan adil sehingga hak-hak asasi warga negaranya benar-benar terjamin dan
terlindungi.

Di negara-negara Eropa Kontinental, konsep negara hukum tersebut, selanjutnya


dikembangkan oleh Immanuel Kant, Friederich Julius Stahl, Fichte, Laband, Buys
dan lain-lainnya, yang terkenal dengan istilah konsep rechtsstaat, sedangkan di
negara-negara Anglo Saxon lahirlah konsep yang semacam, yang terkenal dengan
konsep ”rule of law”.

FALSIFIKASI KARL POPPER

Karl Popper adalah salah satu kritikus yang paling tajam terhadap gagasan
lingkaran Wina. Karena lingkaran ini dianggap menjadi mesin yang memproduk
dan pengembang aliran neopositivistik, yang pro terhadap metode berfikir
induktivistik. Falsifikasi menggunakan cara kerja ilmu pengetahuan tidak hanya
menggunakan observasi dan pengalaman sebagai dasar di dalam menentukan
hukum-hukum ilmu pengetahuan (generalisasi), akan tetapi masih ada prasyarat
lain yaitu uji kesalahan (Falsifiable) melalui uji kesahihan (testable). Menurutnya
Falsifikasi adalah untuk mematahkan sesuatu keadaan yang salah, tidak benar.1
Suatu teori dapat dikatakan salah, jika meminta bantuan pada hasil
observasi dan eksperimen tanpa percobaan dan kesalahan (Trial and Error)

1
Chalmer. Apa itu yang dinamakan Ilmu. (Jakarta: Hastra Mitra 1963) halaman 39
melalui dugaan dan penolakan hanya teori yang paling cocok dapat dipertahankan
untuk menghindarkan kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan oleh
Neopositivisme, Popper membuat sistem kerja ilmu dengan teori Falsifikasi.
Pertama, Suatu pengetahuan empirik/ilmiah dinyatakan benar, bila sistem tersebut
dapat diuji (Falsifiabilitas) dan bukan veriabilitas.2
Dengan ini Popper hendak menunjukkan bahwa prinsip falsifikasi
membuat kita mampu belajar dari kesalahan-kesalahan kita melalui penunjukan
kesalahan dan juga koreksi-koreksi. Pengamatan memperoleh peranan yang
jatmika dan penting sebagai ujian yang mungkin bisa membantu kita dalam
menemukan kesalahan-kesalahan kita. Peranan yang sama diberikan kepada
penalaran rasional (rational argument) untuk mengkritik usaha-usaha kita dalam
menjelaskan realitas.3
Popper memodifikasi teori Immanuel Kant tentang teori ilmiah. Kant
menegegaskan bahwa “akal kita tidak menarik hukum-hukumnya dari alam….
Melainkan mendesakkannya atas alam”. Poper mengkritik argument yang terlalu
radikal itu. Ia menambahkan bahwa akal memang mampu memahami realitas
secara intuitif, tetapi kita tidak memaksakan melainkan menanyakan jawaban-
jawaban negative tentang kebenaran teori-teori kita. Hanya lewat pengujian yang
kritis dan keketatan ilmiah dan logika masuk ke dalam kekuatan empiris.4

2
M. Syamsul Huda,
https://www.researchgate.net/publication/286415160_Karl_Raimund_Popper_Problem_Neopositivisti
k_dan_Teori_Kritis_Falsifikasi, diakses pada 18 Mei 2018.
3
Bdk. Popper, Conjectures and Refutations: The Growth of Scientific Knowledge, hlm. vii-ix.
4
Bdk. Ibid., hlm. 191-192
2. UU 8 Tahun 1974 diganti menjadi UU Aparatur Sipil Negara yang
semula dinamakan Pokok-Pokok Kepegawaian. Kaji berdasarkan
paradigma Thomas Khun.

Thomas Kuhn membagi paradigma dalam beberapa tipe paradigma, yaitu


paradigma metafisik, paradigma sosiologis dan paradigma konstruk. Berikut
penjelasan ringkasnya.5
a. Paradigma Metafisik. Paradigma metafisik merupakan paradigma yang
menjadi konsesus terluas dan membatasi bidang kajian dari satu bidang
keilmuan saja, sehingga ilmuan akan lebih terfokus dalam penelitiannya.
Paradigma metafisik ini memiliki beberapa fungsi:
1) Untuk merumuskan masalah ontologi (realitas/ objek kajian) yang
menjadi objek penelitian ilmiah;
2) Untuk membantu kelompok ilmuan tertentu agar menemukan
realitas/objek kajian (problem ontologi) yang menjadi fokus
penelitiannya
3) Untuk membantu ilmuan menemukan teori ilmiah dan penjelasannya
tentang objek yang diteliti.
b. Paradigma Sosiologi. Pengertian paradigma sosiologi ini dikemukakan
Masterman sebagai konsep eksemplarnya Kuhn. Eksemplar dalam hal ini
berkaitan dengan kebiasaankebiasaan, keputusan-keputusan dan aturan umum
serta hasil penelitian yang dapat diterima secara umum di masyarakat.
c. Paradigma Konstruk. Paradigma konstruk adalah konsep yang paling sempit
dibanding kedua paradigma di atas. Contoh pembangunan reaktor nuklir

5
Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu..., hlm. 166-167.
merupakan paradigma konstruk dalam fisika nuklir dan mendirikan
laboratorium menjadi paradigma konstruk bagi ilmu psikologi eksperimental.6

Kepegawaian Negara Republik Indonesia yang kita pahami dengan sebutan


Pegawai Negeri Sipil (PNS)pada masa pemerintahan orde baru diatur berdasarkan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Setelah
era reformasi datang pada Tahun 1998, dibawah Pemerintahan transisi Presiden BJ.
Habibie, UU Nomor 8 Tahun 1974dirasakan tidak sesuai lagi dengansemangat
demokrasi yang multi partai,dimana PNS harus berperan netral dan profesional. Maka
UU Nomor 8Tahun 1974 segera dilakukan perubahan oleh DPR bersama Pemerintah
pada Tahun 1999 menjadi UU Nomor 43 Tahun 1999 tentangPerubahan Atas UU
Nomor 8 Tahun1974 tentang Pokok-PokokKepegawaian.7
UU Nomor 43 Tahun 1999, menghendaki terjadinya perubahan
pengelolaan (manajemen) PNS dengan manajemen kepegawaian yang
profesional, dengan memadukan2 (dua) system, yaitu sistem karier dan sistem
prestasi, namun harus dititik beratkan pada sistem prestasi kerja (Pasal 12 ayat
(2)).8 Perubahan menyeluruh atas UU Nomor 8 Tahun 1974 dan UU Nomor 43
Tahun 1999, sebagai berikut:
a. UU Nomor 8 Tahun 1974 dan UU Nomor 43 Tahun 1999, pada kenyataannya
tidak sesuai lagi dengan semangat perkembangan kehidupan berbangsa,
bernegara dan berpemerintahan pada saat ini dan saat mendatang.
b. Tuntutan kebutuhan yang tidak boleh ditunda lagi untuk melakukan penataan
SDM aparatur Negara yang professional, netralitas politik,memiliki kapasitas

6
George Ritzer, Sosiologi Pengetahuan Berparadigma Ganda, (terj). Alimandan, cet. 5
(Jakarta: Rajawali Press, 2004), hlm 6
7
Riska Rosmawati,
http://www.academia.edu/3159379/MENGGAGAS_PERUBAHAN_MENYELURUH_UU_NOMOR
_43_TAHUN_1999_TENTANG_POKOK-POKOK_KEPEGAWAIAN_MENJADI_UNDANG-
UNDANG_TENTANG_, hlm 37.
8
Ibid., hlm. 38
dan produktivitas, dan berintegritas tinggi sehingga Indonesia mempunyai
daya saing internasional.9
Dilihat dari perubahan tersebut, berdasarkan logika pikir paradigma
Thomas Khan, UU tentang Aparatur Sipil Negara melihat suatu pandangan yang
dapat dipengaruhi oleh latar belakang ideologi, relasi kuasa (otoritas), sehingga
UU Nomor 8 Tahun 1974 diubah.

9
Ibid., hlm. 40-41
TUGAS UAS FILSAFAT ILMU

OLEH
L.P. Suci Arini
NIM. 1880511028
KELAS A

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR

Anda mungkin juga menyukai