Anda di halaman 1dari 22

FAKULTAS KEDOKTERAN Laporan Kasus

UNIVERSITAS HASANUDDIN Juni 2016

EFUSI PLEURA

OLEH:
Sri Megawati C11112056
Andi Saputri Majid C11112057
Nurhafidah Mahfudz C11112058
Tasya Aisyah P. Maasba C11112123

Pembimbing Residen
dr. Thio Ananda Steven

Dosen Pembimbing
dr.Dario A. Nelwan, Sp.Rad

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :


Nama :
Sri Megawati C11112056
Andi Saputri Majid C11112057
Nurhafidah Mahfudz C11112058
Tasya Aisyah P. Maasba C11112123

Judul Laporan Kasus: Efusi Pleura Bilateral


Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Juni 2016


Penguji

dr.Dario A. Nelwan, Sp.Rad

Konsulen Pembimbing

dr.Dario A. Nelwan, Sp.Rad dr.Thio Ananda Steven

Mengetahui,
Kepala Bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin

Prof.Dr.dr.Muhammad Ilyas, Sp.Rad(K)

2
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN 2

DAFTAR ISI 3

BAB I KASUS

A. Identitas Pasien 4

B. Anamnesis 4

C. Pemeriksaan Fisik 5

D. Pemeriksaan Penunjang 6

E. Radiologi 8

F. Diagnosis 9

G. Terapi 9

BAB II DISKUSI

A. Pendahuluan 10

B. Anatomi 10

C. Fisiologi 12

D. Patofisiologi 13

E. Resume Medis 13

F. Diskusi Radiologi 14

G. Diagnosis Banding 19

BAB III DAFTAR PUSTAKA 22

3
BAB I
KASUS
A. Identitas Pasien
 Nama : Ny. S
 Umur : 64 Tahun
 No. RekamMedik : 759853
 RuangPerawatan : Lontara 1 Atas Depan
 Tanggal MRS : 31-05-2016

B. Anamnesis
 Keluhan utama : Sesak napas
 Riwayat Penyakit Sekarang :

Sesak napas dialami sejak 3 bulan yang lalu dan memberat sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan terus menerus dan makin
memberat. Pasien mengeluh susah tidur terlentang karena sesak dan biasanya
lebih nyaman jika duduk dan memeluk bantal. Riwayat sesak sebelumnya
tidak ada. Riwayat batuk sebelumnya ada yaitu hanya sesekali, berlendir
warna putih atau kuning. Nyeri dada tidak ada. Demam tidak ada, mual-
muntah tidak ada, nafsu makan berkurang ada, keringat malam tidak ada,
berat badan juga dirasakan menurun.Pasien juga mengeluh ada benjolan di
perut yang muncul sejak 3 bulan yang lalu, sesaat sebelum mulai sesak.
Benjolan tersebut terasa sakit jika ditekan. Sebelumnya, sejak 2 tahun yang
lalu pasien mengeluh sering ada keluar masuk benjolan seperti daging dari
anus, yang lama kelamaan makin membesar. Buang air besar tidak lancar dan
nyeri, hanya seperti tai kambing. Buang air kecil tidak lancar.

 Riwayat Penyakit Dahulu :


- Riwayat Hipertensi disangkal
- Riwayat DM disangkal
- Riwayat penyakit jantungtidak ada
- Riwayat Stroke (-)
- Riwayat Trauma (-)
- Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama tidak ada

4
- Riwayat merokok tidak ada
- Riwayat minum alkohol tidak ada
C. PemeriksaanFisik
 Keadaan umum : Sakit sedang, gizi kurang
 Kesadaran : Kompos mentis
 Tanda Vital
- Tekanandarah : 100/80 mmHg
- Nadi : 70x/menit
- Suhu : 36,5oC
- Pernafasan : 32 x/menit

 Status lokalis
1. Kepala
Rambut : Berwarna hitam dan beruban, tidak rontok
Mata : Konjungtiva anemis (-), Sclera ikterus (-),
Gangguanpenglihatan(-),
Telinga : Nyeri (-), Sekret(-), Tinnitus (-),
Gangguanpendengaran (-).
Hidung : Nyeri (-), Epistaksis (-), Rhinorrhea (-)
Mulut : Bibir kering, Gusi berdarah (-), Lidah kotor (-),
Gangguan mengecap (-), Sianosis (-)
Tenggorokan : Nyeri tenggorokan (-), Tonsilitis (-), Abses
peritonsil (-), Laryngitis (-), Perubahan suara(-)
2. Leher
Inspeksi :Warna kulit sama dengan sekitarnya, tidak tampak massa
tumor,
Palpasi : Tidak ada massa tumor, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
pembesaran kelenjar getah bening., JVP R+2 cmH2O
3. Paru-Paru
Inspeksi : Simetris kiri sama dengan kanan
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada, Vokal Fremitus
menurun setinggi ICS VII posterior kiri dan kanan
Perkusi :Pekaksetinggi ICS VII posterior kiri dan kanan
Auskultasi :Bunyi pernafasan menurun. Ronkhi -/-,Wheezing -/-

5
4. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas atas ICS II sinistra
Batas bawah ICS VI sinistra
Batas kanan linea parasternalis dekstra
Batas kiri 2 jari lateral dari linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II, murni, reguler, tidak ada bising.
5. Abdomen
Inspeksi : Dinding abdomen tampak membesar, ikut gerak nafas
Auskultasi : Peristaltik kesan normal
Palpasi : Tidak teraba massa tumor, ada nyeri tekan, hepar dan lien
tidak teraba.
Perkusi : Shifting Dullnes (+)
6. Ekstremitas Inferior Dekstra et Sinistra
Inspeksi : Edema (-)
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
D. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

WBC 10,4 4.00 – 10.0 [103/uL]

RBC 3,69 3.80 – 5.80 [106/uL]

HGB 9.2 12.0 – 16.0 [g/dL]

HCT 28.0 37.0 – 47.0 [%]

MCV 76.1 80.0 - 100.0 fL

MCH 25.01 27 – 32 Pg

MCHC 33.0 32 – 36 gr/dL

PLT 506 150 – 400 [103/uL]

6
PT 8.4 10 – 14 Detik

APTT 23.0 22.0 – 30.0 Detik

GDS 105 140 mg/dL

Ureum 96 10-50 mg/dL

Creatinine 3.37 <1.1 mg/dL

Bilirubin Total 0.41 <1.1 mg/dL

Bilirubin Direk 0.13 <0.30 mg/dL

SGOT 34 <38 u/L

SGPT 17 <41 u/L

Albumin 2.8 3.5-5.0 gr/dl

Natrium 136 136-145 mmol/l

Kalium 4.7 3.5-5.1 mmol/l

Klorida 107 97-111 mmol/l

Fe (Besi) 14 37-148 ug/dl

TIBC 172 274-389 ug/dl

Ferritine 340.36 13.00-400.00 ng/ml

2. Urinalisa

Jenis Pemeriksaan Hasil Niali Rujukan Satuan

Warna Kuning Muda Kuning Muda

pH 5.5 4.5-8.0

Bj 1.020 1.005-1.035

Protein +/30 Negatif mg/dl

Glukosa Negatif Negatif mg/dl

Bilirubine Negatif Negatif

7
Urobilinogen Normal Normal mg/dl

Keton Negatif Negatif mg/dl

Nitrit Negatif Negatif mg/dl

Blood +-/10 Negatif RBC/ μl

Lekosit +-/15 Negatif WBC/ μl

Vit.C Negatif mg/dl

Sedimen Lekosit 2 <5 Lpb

Sedimen Eitrositr 2 <5 Lpb

Sedimen Torak Lpk

Sedimen Kristal Urat Amorf + 1 lpk

Sedimen Epitel Sel 1 lpk

Sedimen lain-lain lpk

E. Radiologi

Gambar 1.Foto Thorax AP

8
Foto thorax AP

Hasil Pemeriksaan :

- Tampak perselubungan homogen pada kedua hemithorax yang menutupi


kedua sinus, diafragma, dan kedua batas jantung disertai gambaran
meniscus sign
- Cor sulit dievaluasi, aorta dilatatio dan kalsifikasi
- Tulang-tulang intak
Kesan : - Efusi pleura bilateral
- Dilatatio et atherosclerosis aortae

F. Diagnosis
Efusi Pleura bilateral

Diagnosis penyerta:

- Prolaps Recti
- Cholesistolith
- Hidronephrosis Bilateral e.c Nephropathi Dextra

G. Terapi

- IFVD Ringer Laktat


- Ceftazidim 1 gram/12jam/intravena
- Ketorolac 30 mg/8jam/intravena
- Ranitidin 50 mg/8jam/intravena
- Pasang Chestube + WSD Bilateral
Takar produksi chest tube/24jam
Rawat luka tiap 3 hari

9
BAB II

DISKUSI

A. Pendahuluan

Pleura terdiri atas pleura visceral dan pleura parietal dengan rongga yang
berisi sedikit cairan sebagai fungsi pelumas dalam pengerakan pernapasan. Dalam
keadaan normal, pada foto thorax tidak dapat diperlihatkan lapisan pleura.
Kelainan-kelainan yang sering dijumpai adalah cairan berlebih dalam rongga
pleura (efusi pleura), udara dalam rongga pleura (pneumothorax), infeksi
(pleuritis), dan tumor pleura. (Iwan Ekayuda, 2009) Efusi pleura adalah ketika
terdapat cairan berlebih di dalam rongga pleura pleura. (Chris Tanto, 2014)

B. Anatomi

Gambar 1. Cavum Thorax

Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring,
trakea, bronkus dan bronkiolus nonrespiratorius yang berfungsi dalm konduksi
(pengantar gas), serta bronkiolus respiratorius dan alveolus yang befungsi sebagai

10
pertukaran gas (difusi). Paru-paru berbentuk kerucut, tumpul pada bagian apeks
yang mencapai os.costae 1 dan konkaf pada bagian dasarnya yang tepat berada di
atas diafragma. Paru-paru kanan sedikit lebih besar dari paru-paru kiri dan terdiri
atas tiga lobus yaitu lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior.Sedangkan
paru-paru kiri terdiri atas dua lobus yaitu lobus superior dan dan lobus inferior.
Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil bernama segmen. (Harold
Ellis. 2006)

Cabang terkecil dikenal sebagai bronkiolus. Di ujung-ujung bronkiolus


terkumpul alveolus, kantung udara kecil tempat terjadinya pertukaran gas-gas
antara udara dan darah.Bronkiolus yang lebih kecil tidak memiliki tulang rawan
yang dapat menahannya tetap terbuka.Dinding bronkiolus mengandung otot polos
yang dipersarafi oleh sistem saraf otonom dan peka terhadap hormon zat kimia
lokal tertentu.Faktor-faktor ini, dengan mengubah-ubah derajat kontraksi otot
polos bronkiolus, mampu mengatur jumlah udara yang mengalir antara atmosfer
dan setiap kelompok alveolus. (Sherwood, 2011)

Gambar 2. Pleura (virtual medical center)

Pleura merupakan membran serosa intratoraks yang membatasi rongga


pleura, secara embriogenik berasal dari jaringan selom intraembrionik;terdiri dari
pleura viseral dan pleura parietal.Pleura viseral dan parietal merupakan jaringan
berbeda yang memiliki inervasi dan vaskularisasiberbeda pula.Pleura secara
mikroskopis tersusun atas selapis mesotel, lamina basalis, lapisan elastik
superfisial, lapisan jaringan ikat longgar,dan lapisan jaringan fibroelastik dalam.

11
Tekanan pleura bersama tekanan jalan napas menimbulkan tekanan transpulmoner
yang memengaruhi pengembangan paru dalam proses respirasi. Cairan pleura
dalam jumlah tertentu berfungsi untuk memungkinkan pergerakan kedua
pleuratanpa hambatan selama proses respirasi. Keseimbangan cairan pleura diatur
melalui mekanisme hukum Starling dan sistem penyaliran limfatikpleura. Rongga
pleura merupakan rongga potensial yang dapat mengalami efusi akibat penyakit
yang mengganggu keseimbangan cairanpleura. Karakteristik pleura lain penting
diketahui sebagai dasar pemahaman patofisiologi kelainan pleura dan gangguan
proses respirasi. (Pratomo IP, Yunus F, 2013)

Gambar 3. Gambaran foto thorax normal (William Herring,2016)

Gambaran radiologi thoraks, posisi frontal. Processus spinosus terlihat


dibalik bayangan jantung, kedua sudut costophrenicus terlihat tajam. Garis putih
menunjukkan perkiraan posisi fissura minor. Tidak tampak fissura minor pada sisi
kiri. Lingkaran putih menunjukkan pembuluh darah paru, posisi hilus kiri
umumnya lebih tinggi dibandingkan hilus kanan. (William Herring, 2016)

C. Fisiologi

Permukaan pleura mengeluarkan cairan intrapleura encer, yang membasahi


permukaan pleura sewaktu kedua permukaan saling bergeser satu sama lain saat
12
gerakan bernapas. Dinding yang satu dengan dinding lainnya hanya dipisahkan
oleh satu film cair yang memungkinkan mereka menggelinding satusama lain.
Ruang yang terdapat di antara lapisan ini disebut rongga pleura. (Sherwood, 2011)

Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui tekanan pleura yang


ditimbulkan oleh rongga pleura. Tekanan pleura bersama tekanan jalan napas akan
menimbulkan tekanan transpulmoner yang selanjutnya akan memengaruhi
pengembangan paru dalam proses respirasi. Pengembangan paru terjadi bila kerja
otot dan tekanan transpulmoner berhasil mengatasi recoil elastik (elastic recoil)
paru dan dinding dadasehingga terjadi proses respirasi. Jumlah cairan rongga
pleura diatur keseimbangan Starling yang ditimbulkan oleh tekanan pleura dan
kapiler, kemampuan sistem penyaluran limfatik pleura serta keseimbangan
elektrolit.Ketidakseimbangan komponen-komponengaya ini menyebabkan
penumpukan cairansehingga terjadi efusi pleura (Pratomo IP, Yunus F, 2013).
D. Patofisiologi
Efusi pleura terjadi apabila produksi meningkat minimal 30x normal dan
atau adanya gangguan pada absorbsinya. Pada cairan pleura eksudat protein
rasionya dengan plasma >0,50 sedangkanlaktat dehidrogenase rasionya >0,60.
Sedangkan chylus warnanya putih seperti susu dan mengandung banyak lemak.
Eksudat disebabkan oleh karena adanya kerusakan pada capillary bed di paru
pleura dan jaringan sekitarnya.Keadaan ini didapat pada keganasan, infeksi
maupun inflamasi. (Jusuf Wibisono, 2010)
Transudat bisa disebabkan oleh karena tekanan hidrostatik yang meningkat
atau tekanan osmotik yang menurun. Keadaan ini didapatkan pada kegagalan
jantung, kadar protein yang rendah atau sindrom vena cava superior. Absorbsi
dapat terhambat oleh karena (1) Obstruksi pada stomata, (2) Gangguan
kemampuan kontraksi saluran limfe, (3) Infiltrasi pada kelenjar getah bening, dan
(4) Kenaikan tekanan vena sentral tempat masuknya saluran limfe.(Jusuf
Wibisono, 2010)
E. Resume medis
Seorang wanita 64 tahun masuk RS Wahidin Sudirohusodo dengan keluhan
sesak yang dialami sejak 3 bulan yang lalu dan memberat sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit. Keluhan sesak dialami secara terus-menerus dan semakin
memberat. Pasien mengeluh sulit tidur terlentang karena sesak dan biasanya lebih

13
nyaman kala pasien duduk condong ke depan memeluk bantal. Keluhan batuk ada,
berlendir warna putih atau kuning, dirasakan sekali-kali. Nyeri dada tidak ada,
demam tidak ada, mual-muntah tidak ada. Keringat malam tidak ada, nafsu makan
berkurang. Riwayat ada benjolan pada perut yang dialami 3 bulan lalu, nyeri jika
ditekan. Riwayat ada benjolan seperti daging yang keluar masuk di daerah vagina
kurang lebih 2 tahun lalu, benjolan tersebut beberapa hari ini sudah tidak bisa
masuk lagi. Riwayat Hipertensi dan Diabetes Melitus tidak ada. Buang air besar
kurang lancarseperti tahi kambing, Buang air kecil lancar. Pada pemeriksaan fisis
didapatkan tekanan darah 100/80 mmHg, nadi 80x/menit, pernapasan 30 x/menit,
suhu 36,3 oC. Pada palpasi ditemukan vocal fremitus yang menurun pada kedua
hemithoraks, perkusi didapatkan suara pekak pada kedua hemithoraks, auskultasi
didapatkan bunyi pernapasan yang menurun pada kedua hemithoraks. Pada palpasi
abdomen didapatkan undulasi (+), bunyi peristaltik (+). Berdasarkan hasil
pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit meningkat, Haemoglobin, eritrosit
dan haematokrit menurun Pada pemeriksaan radiologi foto X-Ray AP pasien,
didapatkan kesan efusi pleura bilateral.
F. Diskusi Radiologi

Foto X-Ray Thorax AP Ny. S (diambil pada tanggal 31/05/2016)


Hasil pemeriksaan:
- Tampak perselubungan homogen pada kedua hemithorax yang
menutupi kedua sinus, diafragma dan kedua batas jantung serta dengan
gambaran meniscus sign

14
- Cor sulit dievaluasi, aorta dilatasi dan kalsifikasi
- Tulang-tulang intak
Kesan:
o Efusi pleura bilateral
o Dilatatio et atherosclerosis aortae
Pembahasan:
Pada foto thorax AP pasien ini tampak perselubungan pada kedua
hemithorax yang menunjukkan gambaran efusi pleura bilateral. Diafragma sebelah
kanan dan sudut costophrenikus kanan tertutup oleh efusi.Cairan pleura yang
bergerak bebas menampilkan densitas cairan atau jaringan lunak pada gambaran
radiologi thoraks. Apabila tidak terjadi adhesi, maka posisi dan morfologi
bayangan cairan pleura akan ditentukan oleh jumlah cairan, kondisi paru - paru
dan posisi pasien.
Gambaran Radiologi pada Efusi Pleura
Hal – hal yang mempengaruhi tampilan efusi pleura adalah posisi pasien, gaya
gravitasi, jumlah cairan dan elestisitas paru – paru (William Herring, 2016).
Efusi Subpulmonik
Hampir sebagian besar efusi pleura awalnya berkumpul pada lokasi sub
pulmonal dibawah paru – paru, diantara lapisan parietal yang melekat pada
diafragma dan lapisna viseral lobus bawah paru – paru. Apabila efusi tetap berada
pada seluruhnya pada lokasi sub pulmonal maka sulit untuk dideteksi
menggunakan radiografi konvensional. Efusi sub pulmonal dapat berpindah posisi

secara bebas sesuai dengan perpindahan posisi pasien.


Gambar Efusi Sub Pulmonal Kanan (William Herring, 2016)
Pada foto posisi tegak, (A) gambaran diafragma kanan (bukan merupakan
diafragma yang sesungguhnya sebab telah tertutup oleh efusi yang terjadi) tampak

15
terangkat ( panah hitam ). Pada posisi lateral (B) tampak penumpulan sudut
costophrenicus kanan ( panah putih)

Gambar Efusi Sub Pulmonal kiri


Pada posisi tegak (A), terdapat jarak lebih dari 1 cm antara udara lambung dengan
gambaran diafragma kiri (panah hitam ganda), terdapat penumpulan sudut costophrenicus
sebelah kiri. Pada posisi lateral terlihat juga penumpulan dari sudut costophrenicus
(William Herring, 2016).
Penumpulan sudut costcophrenicus
Seiring dengan bertambahnya jumlah efusi subpulmonal, efusi tersebut akan
mengisi dan menumpulkan sudut costophrenicus posterior, yang dapat terlihat
pada tampilan foto lateral. Hal ini terjadi apabila jumlah cairan sebanyak kurang
lebih 75 mL (William Herring, 2016).

Gambar Penumpulan sudut costophrenicus kiri


Apabila jumlah cairan mencapai 75 mL pada rongga pleura, cairan akan terlihat naik
pada rongga thoraks dan menumpulkan sudut costophrenicus posterior (panah putih) yang
hanya dapat dilihat pada posisi lateral. Tampak sudut normal costophrenicus yang tajam pada
sisi yang berlawanan (panah hitam). Perhatikan bagaimana bayangan hemidiafragma kiri
tertutupi oleh bayangan jantung secara anterior (panah hitam putus-putus), menandakan bahwa
ini adalah hemidiafragma kiri. Efusi pleura terjadi pada sisi kanan (Wiiliam Herring, 2016).

Ketika cairan mencapai jumlah 300 mL, maka akan terjadi penumpulan pada
sudut costophrenicus lateral pada posisi foto tegak. Hal ini harus dibedakan dengan
penebalan pleura akibat fibrosis yang dapat memberikan gambaran yang

16
serupa.Akan tetapi pada fibrosis tidak terjadi perubahan posisi sesudai dengan
perubahan posisi pasien (William Herring, 2016).
Tanda Meniskus (Meniscus Sign)
Sifat elastisitas alami dari paru-paru akan membuat cairan terlihat lebih tinggi
sepanjang margin lateral thorax dibanding medial pada posisi tegak. Hal ini
menghasilkan gambaran meniskus, dimana efusi tampak lebihtinggi pada bagian
sisi dan lebih rendah pada bagian tengah.Pada proyeksi lateral, cairan akan terlihat
seperti bentuk huruf U, dengan posisi sama tinggi anterior dan posterior. Adanya
gambaran meniskus sangat mengindikasikan adanya sebuah efusi (William
Herring, 2016).

Gambar Tanda meniscus (Meniscus sign)


Pada posisi tegak (A), efusi terlihat lebih tinggi pada posisi lateral dibandingkan
medial disebabkan oleh sifat elastisitas alami paru paru. Pada proyeksi lateral (B),
cairan mengisi jumlah yang sama pada posisi posterioir dan anterior membentuk
gambaran seperti huruf U yang disebut tanda meniscus (William Herring, 2016)

Pengaruh Posisi Pasien Pada Gambaran Cairan Pleura:


Ketika pasien berada dalam posisi tegak, cairan pleura akan jatuh ke dasar
rongga dada karena gaya gravitasi. Ketika pasien dalam posisi terlentang efusi
yang sama akan mengalir bebas sepanjang rongga pleura posterior dan
menghasilkan gambaran kabut yang homogen pada seluruh hemithorax. Ketika
pasien berada pada posisi setengah berbaring, cairan pleura akan membentuk
segitiga dengan ketebalan yang bervariasi pada dasar paru - paru, dengan ujung
segitiga yang merupakan bagian paling tipis, memiliki tinggi yang bervariasi pada
rongga dada tergantung seberapa miring posisi pasien dan seberapa banyak jumlah
cairan yang ada (William Herring, 2016).

17
Pengaturan posisi dapat dilakukan untuk keuntungan diagnostik, pasien
berbaring pada sisi yang mengalami efusi, dan dilakukan pengambilan
gambar dengan sinar x-ray yang diarahkan secara horizontal ke pasien. Jika
pasien berbaring pada sisi kanan, maka disebut lateral dekubitus kanan dan
lateral dekubitus kiri bila sebaliknya. Posisi lateral decubitus dapat digunakan
untuk:
Mengonfirmasi keberadaan efusi pleura.
Menentukan apakah efusi pleura mengalirbebas dalam rongga pleura,
yang merupakan faktor penting untuk diketahui sebelum mengeluarkan
cairan pleura.
Mengungkap bagian dari paru-paru yang tidak terlihat akibat efusi.
Apabila terdapat cairan pleura yang tidak dapat bergerak bebas
akibatadanya perlekatan maka akan terbentuk efusi yang terlokalisasi.
Posisi lateral dekubitus dapat menunjukkan efusi dengan jumlah kecil, 15
– 20 mL, akan tetapi saat ini foto lateral dekubitus telah digantikan oleh
CT-scan untuk mendeteksi jumlah cairan efusi yang sangat sedikit
(Smith LW dan Farrel TA, 2014).

Gambar Foto lateral decubitus (William Herring, 2016).


Pada foto lateral dekubitus kanan pasien berbaring pada sisi sebelah kanan dan
dilakukan foto secara posteroanterior. Posisi pasien akan menyebebkan seluruh cairan
pleura yang bergerak bebas akan berada pada sisi kanan (panah hitam padat). Cairan juga
mengisi fisura minor (panah hitam bergaris). Pada foto lateral dekubitus kiri (B) Posisi
pasien akan menyebebkan seluruh cairan pleura yang bergerak bebas akan berada pada
sisi kiri (panah hitam padat). Kedua foto menunjukkan efusi bilateral akibat limfoma pada
pasien yang sama (William Herring, 2016).

18
Perselubungan pada hemitoraks
Terjadi ketika rongga pleura mengandung 2 L cairan pada orang
dewasa.Adanya cairan pada rongga pleura menyebabkan paru cenderung menjadi
kolaps. Efusi yang luas dapat menutupi berbagai penyakit dan kondisi yang terjadi
pada paru – paru, CT-scan umumnya digunakan untuk menilai paru-paru yang
tertutupi gambaran efusi. Efusi masif dapat berperan sebagai massa yang dapat
mendorong trakea dan jantung menjauhi sisi yang mengalami perselubungan
(William Herring, 2016).

Gambar Efusi pleura masif kiri.


Terdapat perselubungan total hemithoraks sebelah kiri dan pergesaran
struktur mediastinum yang dapat bergerak seperti jantung (panah hitam padat)
dan trakea (panah hitam bergaris) menjauhi perselubungan (William Herring,
2016).
G. Diagnosis Banding
1. Pneumonia
Peradangan paru dapat disebabkan oleh bakteri, virus, protozoa,
jamur, bahan kimia, lesi kanker, dan radiasi ion. Jika udara dalam alveoli
digantikan oleh eksudat radang, maka bagian paru tersebut akan tampak
putih pada foto Roentgen. Kelainan ini dapat melibatkan sebagian atau
seluruh lobus (pneumonia lobaris) atau berupa bercak yang
mengikutsertakan alveoli secara tersebar (bronkopneumonia). Berbeda
dengan efusi yang memperlihatkan bayangan homogen, pneumonia
memperlihatkan bayangan inhomogen berdensitas tinggi pada satu
segmen, lobis paru, atau pada sekumpulan segmen lobus yang berdekatan,
berbatas tegas. Gambaran kelainan ini dapat dibedakan dari atelektasis,

19
yaitu tidak terdapat pengurangan volume dan daerah paru yang terserang.
Gambaran Roentgen pneumonia primer dan sekunder selalu sama, yaitu
berupa ukuran besar dan jumlah corakan paru yang bertambah atau
konsolidasi, atau berupa campuran dan keduanya. Untuk mempelajari
konsolidasi paru, baik menyangkut perluasan dan lokasi kelainan dibuat
foto toraks proyeksi lateral, oblique, dan frontal (Kahar Kusumawidjaja,
2006).

Gambar Pneumonia lobaris kiri (Kahar Kusumawidjaja, 2006)


2. Atelektasis
Atelektasis adalah suatu keadaan paru atau sebagian paru yang
mengalami hambatan berkembang secara sempurna sehingga aerasi paru
berkurang atau sama sekali tidak berisi udara. Biasanya atelektasis
merupakan akibat suatu kelainan paru yang dapat disebabkan oleh:
a) Bronkus tersumbat, penyumbatan bisa berasal dari dalam bronkus
(tumor bronkus, benda asing, cairan sekresi yang massif) dan
penyumbatan bronkus akibat penekanan dari luar bronkus.
b) Tekanan ektrapulmoner, biasanya diakibatkan oleh pneumothoraks,
cairan pleura, peninggian diafragma, herniasi saluran cerna, dan tumor
intrathoraks tapi ekstrapulmoner (tumor mediastinum)
c) Paralisis dan paresis gerak pernapasan, akan menyebabkan
perkembangan paru yang tidak sempurna. Gerak napas yang terganggu
akan mempengaruhi kelancaran pengeluaran sekret bronkus dan akan
menyebabkan sumbatan bronkus yang akan memperberat atelektasis.

20
d) Hambatan gerak pernapasan oleh kelainan pleura atau trauma toraks.
Keadaan ini juga akan menghambat pengeluaran sekret bronkus yang
dapat memperburuk atelektasis.
Gambaran radiologik atelektasis adalah pengurangan volume bagian
paru baik lobaris, segmental, atau seluruh paru yang berakibat kurangnya
aerasi sehingga memberikan bayangan yang lebih suram (densitas tinggi)
dengan penarikan mediastinum kearah atelectasis (ke sisi yang mengalami
gangguan), sedangkan diafragma tertarik ke atas dan sela iga menyempit.
Ini yang membedakan dengan efusi dimana penarikannya kearah bagian
yang tidak mengalami kelainan dan sela iga melebar (Kahar
Kusumawidjaja, 2006).

Gambar Atelektasi, tampak perselubungan seluruh paru kiri dengan penarikan


mediastinum (jantung dan trachea) ke kiri dan sela iga menyempit (Kahar
Kusumawidjaja, 2006)

21
BAB III

DAFTAR PUSTAKA

Ekayuda, Iwan. 2009. Radiologi Diagnostik, edisi kedua. Jakarta: balai


penerbit FKUI
Ellis, Harold. 2006. Clinical Anatomy, eleventh edition. UK: Blackwell
Publishing. Hal 23-24
Herring, William. 2016.Learning Radiology Recognizing The Basics.
Philadelphia: Elsevier. Hal p.8-12, 14-15, 45-49, 58-67.
Irandi Putra Pratomo, Faisal Yunus. 2013. Anatomi dan Fisiologi Pleura.
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia/RSUP Persahabatan, Jakarta
Jusuf Wibisono. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru 2010. Departemen
Ilmu Penyakit Paru Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD
Dr.Soetomo. hal.111- 121.
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel Ke Sisitem Edisi 6.
Jakarta: EGC. Hal. 411-458.
Smith LW, Farrel TA. 2014 Radiology 101 the Basics and Fundamentals
ofImaging. Philadelpia: lippincot wilkins and williams.p.26-29
Tanto, Chris dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran, Ed.4 Jilid II. Jakarta:
Media Aesculapius. Hal 811.
Virtual Medical Centre. Pleural Effusion. Virtual Medical Centre,
Australia.

22

Anda mungkin juga menyukai