Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

TB PARU + DIABETES MELLITUS

Oleh:

Dokter Internsip RSUD Kabupaten Jombang

dr. Yovita Amalia WIdjaya

Pembimbing :

dr. Puspitasari Pantjawardani

dr. Sangidu

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


KABUPATEN JOMBANG
2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

Tuberculosis paru (TB paru) merupakan penyakit infeksi kronis dan salah
satu penyakit infeksi yang prevalansinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan
laporan World Health Organitation (WHO,2012), sepertiga populasi dunia yaitu
sekitar dua milyar penduduk terinfeksi Mycobacterium Tuberculosis. Lebih dari 8
juta populasi terkena TB aktif setiap tahunnya dan sekitar 2 juta meninggal.
Di negara maju, diperkirakan 10 hingga 20 kasus diantara 100.000
penduduk, sedangkan angka kematian berkisar antara 1 hingga 5 kematian per
10.000 pendududuk. Center for disease Control and Prevention (CDC) melaporkan
terdapat total 9.563 kasus TB di Amerika Serikat pada tahun 2015 dengan rata-
rata 3 kasus baru per 100.000 populasi.
Menurut laporan WHO tahun 2015, ditingkat global diperkirakan 9,6 juta
kasus TB baru dengan 3,2 juta kasus diantaranya adalah perempuan. Dengan 1,5
juta kematian karena TB dimana 480.000 kasus adalah perempuan. Dari kasus TB
tersebut ditemukan 1,1 juta (12%) HIV positif dengan kematian 320.000 orang
(140.000 orang adalah perempuan) dan 480.000 TB Resistan Obat (TB-RO)
dengan kematian 190.000 orang. Dari 9,6 juta kasus TB baru, diperkirakan 1 juta
kasus TB Anak (di bawah usia 15 tahun) dan 140.000 kematian/tahun.
Jumlah kasus TB di Indonesia menurut Laporan WHO tahun 2015,
diperkirakan ada 1 juta kasus TB baru pertahun (399 per 100.000 penduduk)
dengan 100.000 kematian pertahun (41 per 100.000 penduduk). Diperkirakan
63.000 kasus TB dengan HIV positif (25 per 100.000 penduduk). Angka Notifikasi
Kasus (Case Notification Rate/CNR) dari semua kasus, dilaporkan sebanyak 129
per 100.000 penduduk. Jumlah seluruh kasus 324.539 kasus, diantaranya 314.965
adalah kasus baru. Secara nasional perkiraan prevalensi HIV diantara pasien TB
diperkirakan sebesar 6,2%. Jumlah kasus TB-RO diperkirakan sebanyak 6700
kasus yang berasal dari 1,9% kasus TB-RO dari kasus baru TB dan ada 12%
kasus TB-RO dari TB dengan pengobatan ulang.
Tuberkulosis (TB) paru dan Diabetes Melitus (DM) merupakan dua
masalah kesehatan yang cukup besar secara epidemiologi dan berdampak besar
secara global karena keduanya merupakan penyakit kronik dan saling berkaitan.
Tuberkulosis paru tidak akan sembuh dengan baik pada diabetes yang tidak
terkontrol. TB paru pada penderita DM mempunyai karakteristik berbeda, sehingga

2
sering tidak terdiagnosis dan terapinya sulit mengingat interaksi obat TB dan obat
antidiabetik oral. Prevalensi TB paru meningkat seiring dengan peningkatan
prevalensi DM. Studi Dobler, dkk. di Australia (2012) (tabel 1) dan Leung, dkk. di
Hong Kong (2008) menemukan penderita DM dengan kadar HbA1c >7% lebih
banyak menderita TB paru. Simpulan penelitian tersebut bahwa kondisi
hiperglikemia, bahkan pengguna insulin berisiko tinggi menderita TB paru.7,8
Studi Restrepo, dkk. di Mexico dan Texas (2007) serta Dobler, dkk. di Australia
(2012), menunjukkan angka kejadian TB paru disertai DM lebih banyak ditemukan
pada penderita dengan usia lebih dari 40 tahun.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tuberculosis
1.1. Definisi
Penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Kuman Penyebab TB Tuberkulosis adalah suatu
penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis.
1.2. Sumber Penularan
Sumber penularan adalah pasien TB terutama pasien yang mengandung
kuman TB dalam dahaknya. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan
kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei / percik renik).
Infeksi akan terjadi apabila seseorang menghirup udara yang mengandung
percikan dahak yang infeksius.
1.3. Faktor Resiko
1. Kuman penyebab TB.
a. Pasien TB dengan BTA positif lebih besar risiko menimbulkan penularan
dibandingkan dengan BTA negatif.
b. Makin tinggi jumlah kuman dalam percikan dahak, makin besar risikoterjadi
penularan.
c. Makin lama dan makin sering terpapar dengan kuman, makin besar risiko
terjadi penularan.
2. Faktor individu yang bersangkutan.
Beberapa faktor individu yang dapatmeningkatkan risikomenjadi sakit TB adalah:
a. Faktor usia dan jenis kelamin:
1) Kelompok paling rentan tertular TB adalah kelompok usia dewasa muda
yang juga merupakan kelompok usiaproduktif.
2) Menurut hasil survei prevalensi TB, Laki-laki lebih banyak terkena TB
dari pada wanita.
b. Daya tahan tubuh:
Apabila daya tahan tubuh seseorang menurun oleh karena sebab apapun,
misalnya usia lanjut, ibu hamil, koinfeksi dengan HIV, penyandang diabetes
mellitus, gizi buruk, keadaan immuno-supressive, bilamana terinfeksi dengan
M.tb, lebih mudah jatuh sakit.
c. Perilaku:

4
1) Batuk dan cara membuang dahak pasien TB yang tidak sesuai etika
akan meningkatkan paparan kuman dan risiko penularan.
2) Merokok meningkatkan risiko terkena TB paru sebanyak 2,2 kali.
3) Sikap dan perilaku pasien TB tentang penularan, bahaya, dan cara
pengobatan.
d. Status sosial ekonomi:
TB banyak menyerang kelompok sosial ekonomi lemah.
3. Faktor lingkungan:
a. Lingkungan perumahan padat dan kumuh akan memudahkan penularan
TB.
b. Ruangan dengan sirkulasi udara yang kurang baik dan tanpa cahaya
matahari akan meningkatkan risiko penularan.
1.4. Manifestasi Klinis
 Batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih
 Batuk berdahak bercampur darah
 Penurunan berat badan yang signifikan
 Berkeringat pada malam hari tanpa aktifitas
 Malaise
1.5. Klasifikasi
Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi dalam :
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
• Sekurang-kurangnya 1 dari 2 spesimen dahak menunjukkan hasil
BTA positif
• Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
• Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan biakan positif
b. Tuberkulosis Paru BTA (-)
• Hasil pemeriksaan dahak 2 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis
aktif serta tidak respons dengan pemberian antibiotik spektrum luas
• Hasil pemeriksaan dahak 2 kali menunjukkan BTA negatif dan
biakan M.tuberculosis positif
• Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa5

5
Berdasarkan Tipe Penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe penderita yaitu : 5
a. Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT
atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian)
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA positif atau biakan positif.
Bila hanya menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik sehingga
dicurigai lesi aktif kembali, harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
• Infeksi sekunder
• Infeksi jamur
• TB paru kambuh
c. Kasus pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu
kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita
pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah
d. Kasus lalai berobat
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2
minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita
tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
e. Kasus Gagal
•Adalah penderita BTA positif yang masih tetap
positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan
sebelum akhir pengobatan)
• Adalah penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik
positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau
gambaran radiologik ulang hasilnya perburukan
f.. Kasus kronik
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif
setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang
baik

6
g. Kasus bekas TB
• Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada
fasilitas) negatif dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB
inaktif, terlebih gambaran radiologik serial menunjukkan gambaran
yang menetap. Riwayat pengobatan OAT yang adekuat akan lebih
mendukung
• Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB aktif,
namun setelah mendapat pengobatan OA T selama 2 bulan ternyata
tidak ada perubahan gambaran radiologik
1.6. Patofisiologi
Diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang berkaitan dengan
gangguan fungsi imunitas tubuh, sehingga penderita lebih rentan terserang
infeksi, termasuk TB paru. Penyebab infeksi TB paru pada penderita DM adalah
karena defek fungsi sel-sel imun dan mekanisme pertahanan tubuh, termasuk
gangguan fungsi dari epitel pernapasan serta motilitas silia. Paru pada penderita
DM akan mengalami perubahan patologis, seperti penebalan epitel alveolar dan
lamina basalis kapiler paru yang merupakan akibat sekunder dari komplikasi
mikroangiopati sama seperti yang terjadi pada retinopati dan nefropati.
Gangguan neuropati saraf autonom berupa hipoventilasi sentral dan sleep
apneu. Perubahan lain yang juga terjadi yaitu penurunan elastisitas rekoil paru,
penurunan kapasitas difusi karbonmonoksida, dan peningkatan endogen
produksi karbondioksida (Wijaya, 2015)
Sel-sel efektor yang sering berkontribusi terhadap infeksi M. tuberculosis
adalah fagosit, yaitu makrofag alveolar, perkursor monosit, dan limfosit sel-T.
Makrofag alveolar, berkolaborasi dengan limfosit sel-T, berperan. penting dalam
mengeliminasi infeksi tuberkulosis. Pada penderita diabetes melitus, diketahui
terjadi gangguan kemotaksis, fagositosis, dan antigen presenting oleh fagosit
terhadap bakteri M. tuberculosis; kemotaksis monosit tidak terjadi pada penderita
DM. Defek ini tidak dapat diatasi dengan terapi insulin. Beberapa penelitian
menunjukkan makrofag alveolar pada penderita TB paru dengan komplikasi DM
menjadi kurang teraktivasi. Penurunan kadar respons Th-1, produksi TNF-α, IFN-
γ, serta produksi IL-1 β dan IL-6 juga ditemukan pada penderita TB paru disertai
DM dibandingkan pada penderita TB tanpa DM. Penurunan produksi IFN-γ lebih
signifi kan pada pasien TB paru dengan DM tidak terkontrol dibandingkan pada
pasien TB paru dengan DM terkontrol. Produksi IFN-γ ini akan kembali normal

7
dalam 6 bulan, baik pada pasien TB paru saja maupun pasien TB paru dengan
DM terkontrol, tetapi akan terus menurun pada pasien TB paru dengan DM tidak
terkontrol. Selain itu, terjadi perubahan vaskuler pulmonal dan tekanan oksigen
alveolar yang memperberat kondisi pasien.
1.7. Diagnosis
Mikroskopis
Pemeriksaan dahak selain berfungsi untuk menegakkan diagnosis, juga
untuk menentukan potensi penularan dan menilai keberhasilan pengobatan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 2 contoh uji dahak yang dikumpulkan berupa dahak Sewaktu-
Pagi (SP):
a) S (Sewaktu): dahak ditampung di fasyankes.
b) P (Pagi): dahak ditampung pada pagi segera setelah bangun tidur. Dapat
dilakukan di rumah pasien atau di bangsal rawat inap bilamana pasien menjalani
rawat inap.
Tes Cepat Molekuler (TCM) TB
Pemeriksaan tes cepat molekuler dengan metode Xpert MTB/RIF. TCM
merupakan sarana untukpenegakan diagnosis, namun tidak dapat dimanfaatkan
untuk evaluasi hasil pengobatan.
Biakan
Pemeriksaan biakan dapat dilakukan dengan media padat (Lowenstein-
Jensen) dan media cair (Mycobacteria Growth Indicator Tube) untuk identifikasi
Mycobacterium tuberkulosis (M.tb).
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB
pada pasien tertentu, misal:
• Pasien TB ekstra paru.
• Pasien TB anak.
• Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis langsung BTA
negatif.
Pemeriksaan Penunjang Lainnya
1) Pemeriksaan foto toraks
2) Pemeriksaan histopatologi pada kasus yang dicurigai TB ekstraparu.
Pemeriksaan uji kepekaan obat
Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi
M.tb terhadap OAT. Uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan di laboratorium

8
yang telah lulus uji pemantapan mutu/Quality Assurance (QA), dan mendapatkan
sertifikat nasional maupun internasional.
Pemeriksaan serologis
Sampai saat ini belum direkomendasikan.

Alur Diagnosis TB

Seperti juga pada diagnosis TB maka diagnosis TB-RO juga diawali


dengan penemuan pasien terduga TB-RO. Terduga TB-RO adalah pasien yang
memiliki risiko tinggi resistan terhadap OAT, yaitu pasien yang mempunyai gejala
TB yang memiliki riwayat satu atau lebih di bawah ini:
a) Pasien TB gagal pengobatan Kategori 2.
b) Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi setelah 3 bulan
pengobatan.

9
c) Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB yang tidak standar
serta menggunakan kuinolon dan obat injeksi lini kedua paling sedikit
selama 1 bulan.
d) Pasien TB gagal pengobatan kategori 1.
e) Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi setelah 2 bulan
pengobatan.
f) Pasien TB kasus kambuh (relaps), dengan pengobatan OAT kategori 1
dan kategori 2.
g) Pasien TB yang kembali setelah loss to follow-up (lalai
berobat/default).
h) Terduga TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien TB-
RO, termasuk dalam hal ini warga binaan yang ada di Lapas/Rutan,
hunian padat seperti asrama, barak, buruh pabrik.
i) Pasien ko-infeksi TB-HIV yang tidak respons secara bakteriologis
maupun klinis terhadap pemberian OAT (bila pada penegakan diagnosis
awal tidak menggunakan TCM TB).
1.8. Farmakologi
Pengobatan TB meliputi 2 tahap, yaitu:
1) Tahap Awal:
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah
dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam
tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang
mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan.
Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2
bulan. Pada umumnya denganpengobatan secara teratur dan tanpa adanya
penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2
minggu pertama.
2) Tahap Lanjutan:
Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa sisa kuman yang masih
ada dalam tubuh, khususnya kuman persister sehingga pasien dapat sembuh
dan mencegah terjadinya kekambuhan.
Panduan obat yang digunakan adalah ;
1) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3 atau 2(HRZE)/4(HR).
2) Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 atau 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)E.
3) Kategori Anak : 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZE(S)/4-10HR.

10
4) Paduan OAT untuk pasien TB Resistan Obat: terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu
Kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin,
Moksifloksasin,PAS, Bedaquilin, Clofazimin, Linezolid, Delamanid dan obat TB
baru lainnya serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid dan etambutol.
Pasien TB dengan Diabetes Mellitus
TB merupakan salah satu faktor risiko tersering pada seseorang dengan
Diabetes mellitus.
Anjuran pengobatan TB pada pasien dengan Diabetes melitus:
a) Paduan OAT yang diberikan pada prinsipnya sama dengan paduan OAT bagi
pasien TB tanpa DM dengan syarat kadar gula darah terkontrol
b) Apabila kadar gula darah tidak terkontrol, maka lama pengobatan dapat
dilanjutkan sampai 9 bulan
c) Hati hati efek samping dengan penggunaan Etambutol karena pasien DM
sering mengalami komplikasi kelainan pada mata
d) Perlu diperhatikan penggunaan Rifampisin karena akan mengurangi efektifitas
obat oral anti diabetes (sulfonil urea dan TZD) sehingga dosisnya perlu
ditingkatkan
e) Perlu pengawasan sesudah pengobatan selesai untuk mendeteksi dini bila
terjadi kekambuhan
Hingga saat ini belum ada rekomendasi khusus pengobatan TB paru pada
penderita DM. Regimen yang sama sesuai standar pengobatan TB paru tetap
digunakan pada penderita TB paru disertai DM, tetapi akan lebih sulit dan bisa
lebih lama hingga 12 bulan karena interaksi antara OAT (rifampisin) dan obat
antidiabetes (sulfonilurea dan TZD), efek samping obat, dan jumlah bakteri lebih
banyak. Insulin dapat digunakan untuk mengontrol kadar gula darah karena tidak
terdapat interaksi dengan OAT. Hal terpenting dan utama dalam keberhasilan
pengobatan TB paru pada penderita DM adalah kontrol gula darah yang baik dan
keteraturan minum OAT (Wijaya, 2015).

11
BAB III
TINJAUAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Ny. S
No.Register : 41.99.92
Jenis Kelamin : perempuan
Umur : 56 tahun
Agama : Islam
Alamat : Tunggorono, Jombang
Pekerjaan : Tukang Pijat
Status : Menikah
Tanggal MRS : 26 September 2018
Tanggal Pemeriksaan : 27 September 2018

Anamnesis
1. Keluhan Utama : Sesak
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sesak sejak pagi hari sebelum
masuk rumah sakit. Selain itu, pasien juga mengeluhkan batuk sejak 1
bulan ini. Batuk berdahak berwarna kuning kental, tidak berbau, tidak
ada darah. Batuk semakin parah sejak 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit. Dahak dirasa sulit dikeluarkan. Tidak ada faktor yang
memperberat dan memperingan batuk. Pasien juga mengeluhkan
demam sumer sumer sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit,
dirasakan hilang timbul. Pasien juga mengalami penurunan nafsu
makan sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit dan berat badan
yang menurun drastis sejak 2 bulan yang lalu. Berat berkurang kurang
lebih 10 kilogram dalam 2 bulan sebelum masuk rumah sakit ini. Pasien
mengeluh keringat saat malam harı sejak 1 bulan sebelum masuk
rumah sakit. Belum pernah seperti ini sebelumnya. Tidak didapatkan
sakit kepala, kaku leher, benjolan di leher, nyeri dada, pembesaran
kelenjar, nyeri tulang, dan benjolan di tulang belakang pada pasien.
Riwayat kontak dengan orang yang batuk lama tidak ada.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

12
 Pasien menderita Diabetes Mellitus sejak 1 tahun ini. Biasanya
rutin minum Glucodex 1x1 tablet.
 Saat ini sedang menjalani pengoabatan dengan OAT berupa
Rifastar (1x3 tablet). Sudah minum OAT selama kurang lebih 20
hari.
Sebelumnya tidak pernah menjalani pengobatan OAT.
4. Riwayat Sosial
Pasien adalah lulusan SMA yang saat ini tidak bekerja. Dahulu pasien
bekerja sebagai tukang pijat di Jombang. Riwayat seks bebas (-).Riwayat
kontak dengen orang yang batuk lama (-).
5. Riwayat Keluarga
Ayah pasien telah meninggal dunia karena stroke. Ibu pasien meninggal
karena penyakit jantung.

Pemeriksaan Fisik (tanggal 27 September 2018, pukul 07.00, di Ruang


Cempaka Atas)
1. Status generalis
GCS : 4-5-6 Keadaan umum : cukup
2. Vital sign
Tekanan Darah : 130/80 Nadi : 89
kali/menit
Respiratory Rate : 28 kali/menit Temperatur : 36,8°
Celcius
3. Kepala / leher
Mata : Anemis (+) slightly / Icterus (-) / Cyanosis (-) /
Dyspnea (-)
Telinga/Hidung Mulut/Tenggorokan: tidak didapatkan kelainan
Leher : tidak terdapat deviasi trakea, tidak ada
peningkatan vena jugularis, tidak terdapat
pembesaran KGB
4. Thoraks
Jantung
Inspeksi Iktus: tak tampak
Pulsasi jantung : tak tampak
Palpasi Iktus: teraba, di ICS V, anterior linea axila sinistra

13
Thrill: tidak didapat
Perkusi Batas kanan: ICS 4 linea para sterna dextra
Batas kiri: ICS V, Midclavicular line sinistra
Auskultasi S1, S2: tunggal
Tidak didapatkan murmur, tidak didapatkan gallop
Paru

Pemeriksaan
Kanan Kiri
INSPEKSI

simetris - -
Bentuk

Pergerakan simetris - -

Jarak sela iga Simetris Sama Sama


Pemakaian otot
-
napas bantu
PALPASI
Trachea Ditengah
Pergerakan simetris - -
N N
Fremitus raba simetris N N
N N
Nyeri di epigastrium -
PERKUSI
Sonor Sonor
Suara ketok Sonor Sonor
Sonor Sonor
- -
Nyeri ketok - -
- -
Kronig isthmus Normal
Batas paru hati ICS V mid clavicular line dextra
AUSKULTASI
Vesikuler Vesikuler
Suara nafas Vesikuler Vesikuler
Vesikuler Vesikuler
- +
Ronkhi - +
- +
- -
Wheezing - -
- -
5. Abdomen

14
Inspeksi Datar, umbilicus masuk ke dalam, vena kolateral (-)
Auskultasi Bising usus: positif dalam batas normal
Palpasi Tugor kulit normal, tonus normal.
Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba.
Nyeri tekan -
Perkusi Timpanik, Shifting dullness (-)

6. Extremitas :
Atas Akral hangat kering merah
Tidak didapatkan ptechiae, tidak ada purpura dan echimosis
Sendi: Tidak didapatkan nyeri sendi
Kuku: tidak didapat kelainan, tidak tampak anemis
Edema: tidak didapatkan
Bawah Akral hangat kering merah
Tidak didapatkan ptechiae, tidak ada purpura dan echimosis
Sendi: Tidak didapatkan nyeri sendi
Kuku: tidak didapat kelainan
Edema tidak didapatkan
7. Pemeriksaan Neurologis: Dalam batas normal

Pemeriksaan Tambahan
Laboratorium
Haematologi (26/0918) Normal
Hb 10,9 11,7-15,5
RBC 3.870.000 4-5jt/µl
HCT 32,4 35-47%
WBC 11.790(↑) 3500-11.000
Limfosit 10 25-35%
Monosit 7 4-10%
Segmen 82 50-65%
PLT 275.000 150-440 x 103/ µl
Kimia Klinik (26/09/18) Normal
GDA 249 80-120
Bilirubin Total - 0.30 – 1.20

15
Bilirubin Direk - <0.20
SGOT - 15 – 40
SGPT - 10 - 40

Foto Thoraks
3 September 2018 (dari RSI Jemursari Sby)

Diagnosa
TB paru + Diabetes Mellitus type 2

Terapi
 O2 nasal 4 lpm
 IVFD PZ lifeline
 Regulasi Insulin 3 x 6 IU (s.c.)
 P.o. OAT : H400 / R450 / E 1gr / Z 1gr
 Diet B1

16
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia no 67 Tahun 2016 Tentang
Penanggulangan Tuberkulosis.

Wijaya, Indra. 2015. “Tuberkulosis Paru pada Penderita Diabetes Mellitus”. CDK
42 (6): 412-417.

17

Anda mungkin juga menyukai