Pembimbing:
Disusun oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan petunjuk
dan karunia Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan penyusunan laporan kasus tentang
“KATARAK SENILIS WHITE MATUR” dalam rangka pemenuhan tugas selama
kepaniteraan ilmu kesehatan mata di RS Bhayangkara Tk. I R. Said Sukanto.
Dalam penyusunan Laporan kasus ini penulis menyadari bahwa laporan kasus ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun, guna untuk kesempurnaan penulisan laporan kasus selanjutnya.
Penulis juga menghanturkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan laporan kasus ini, semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat
bagi setiap yang membacanya.
1
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. T
Usia : 54 thn
Tempat tanggal lahir : Kebumen, 27 Juli 1963
Jenis kelamin : Laki – laki
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pendidikan : IPTU
Pekerjaan : Polisi
Alamat : Bintara 14 RT/RW 006/09 no.57, Bekasi
Status : Menikah
Tanggal Pemeriksaan : 19 Oktober 2017
II. ANAMNESIS
2
berjalan. Riwayat nyeri hebat pada mata yang disertai dengan mual, muntah dan
sakit kepala disangkal oleh pasien. Keluhan melihat ganda dan melihat lingkaran
disekitar sinar disangkal namun pasien tidak dapat melihat sumber cahaya pada
mata kanan.
Pasien mengaku tidak pernah berobat ke dokter mata sebelumnya untuk
mengobati penyakitnya. Pasien juga menyangkal pernah mengkonsumsi obat-
obatan baik dalam bentuk tablet maupun obat tetes mata dalam jangka panjang.
Pasien tidak pernah mengalami benturan atau trauma pada daerah mata. Pasien
tidak memiliki riwayat penyakit diabetes dan hipertensi .
3
IV. STATUS OFTALMOLOGI
OD OS
Visus 1/∞ 6/7,5 Pinhole (-)
TIO (Tonometri Schiotz) 9 mmHg 7,5 mmHg
Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
Konjungtiva Tarsal
o Superior Tenang Tenang
4
OD OS
Diameter 3 mm (+)/(+)
Diameter 3 mm
Iris Warna coklat, Warna coklat,
Kripti (+) Kripti (+)
Sinekia anterior dan Sinekia anterior dan
posterior (-) / (-) posterior (-) / (-)
Lensa Keruh menyeluruh Jernih
Shadow test (-) Shadow test (-)
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Pemeriksaan mata :
Gambar 1.
Gambar 2.
5
V. RESUME
Tn. T datang ke Poliklinik Mata RS POLRI dengan keluhan mata buram dialami
sejak ± 1 tahun yang lalu, secara perlahan-lahan. Namun dalam 3 bulan terakhir
penglihatan dirasakan semakin menurun terutama pada mata kanan. Pasien mengeluh
sulit membaca walaupun sudah memakai kacamata. Riwayat penglihatan seperti ada
bayangan putih / kabut di depan mata (+), silau (+)
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda vital dalam batas normal (tekanan
darah 120/70 mmHg, nadi 84 x/menit, suhu 36,5˚C, dan pernafasan 20 x/menit).
Pada pemeriksaan oftalmologis ditemukan:
OCULI DEXTRA(OD)
VIII. PENATALAKSANAAN :
A. Medikamentosa
- Tidak diberikan terapi medikamentosa pada pasien karena tidak terdapat
keluhan lain selain keluhan mata buram. Pemberian kacamata dengan
6
koreksi terbaik dapat dilakukan kepada pasien karena visus sinistra pasien
6/7,5
B. Terapi Operatif
- Pada Ocular Dextra: Dapat dilakukan Operasi ECCE atau
Fakoemulsifikasi + IOL secara bertahap
C. Edukasi Pasien
- Menjelaskan cara pemakaian obat dan pentingnya menggunakan
obat dengan teratur sesuai petunjuk
- Menjelaskan kepada pasien untuk rutin kontrol setelah operasi
- Setelah operasi, pasien tidak diperbolehkan untuk menggaruk,
menekan, dan terkena air pada mata yang dioperasi
- Menghindari mengangkat beban, mengejan dan bersin yang kuat
selama kurang lebih dua bulan
D. Rencana Monitor/Evaluasi
- Kunjungan pertama: dijadwalkan dalam waktu 48 jam setelah
operasi (untuk mendeteksi dan mengatasi komplikasi dini seperti
kebocora luka yang menyebabkan bilik mata dangkal, hipotonus,
peningkatan tekanan intraokular, edema kornea ataupun tanda-
tanda peradangan).
- Kunjungan kedua: dijadwalkan pada hari ke 4-7 setelah operasi
jika tidak dijumpai masalah pada kunjungan pertama, yaitu untuk
mendeteksi dan mengatasi kemungkinan endoftalmitis yang paling
sering terjadi pada minggu pertama pasca operasi.
- Kunjungan ketiga: dijadwalkan sesuai dengan kebutuhan pasien
dimana bertujuan untuk memberikan kacamata sesuai dengan
refraksi terbaik yang diharapkan.
IX. PROGNOSIS :
o Quo Ad Vitam : Ad Bonam
o Quo Ad Fungsionam : Ad Bonam
o Quo Ad Sanactionam : Ad Bonam
o Quo Ad Cosmetican : Ad Bonam
7
TINJAUAN PUSTAKA
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan hampir transparan
sempurna. Tebal sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Lensa tergantung pada zonula di
belakang iris, (zonula Zinnii) yang menghubungkannya dengan korpus siliare. Zonula
tersusun atas banyak fibril, fibril-fibril ini berasal dari permukaan corpus ciliare dan menyisip
ke dalam ekuator lensa. Di sebelah anterior lensa terdapat humor aquaeus dan disebelah
posterior terdapat viterus.
8
Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel yang dapat dilewati air dan
elektrolit. Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Sel epitel lensa akan terus-
menerus membentuk serat lensa sehingga mengakibatkan serat lensa memadat dibagian
sentral lensa dan membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang
paling dahulu dibentuk atau serat lensa tertua di dalam kapsul lensa. Di bagian luar nukleus
terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa. Nukleus lensa
memiliki konsistensi lebih keras daripada korteks lensa. Sesuai dengan bertambahnya usia,
serat-serat lamelar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi kurang
elastic. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang.
9
menjadi lebih atau kurang bulat (sferis), tergantung besarnya tegangan serat-serat zonula pada
kapsul lensa. Tegangan zonula dikendalikan oleh aktivitas musculus ciliaris, yang bila
berkontraksi akan mengendurkan tegangan zonula. Dengan demikian, lensa menjadi lebih
bulat dan dihasilkan daya dioptri yang lebih kuat untuk memfokuskan objek – objek yang
lebih dekat. Relaksasi musculus ciliaris akan menghasilkan kebalikan rentetan peristiwa-
peristiwa tersebut, membuat lensa mendatar dan memungkinkan objek-objek jauh terfokus.
Dengan bertambahnya usia, daya akomodasi lensa akan berkurang secara perlahan – lahan
seiring dengan penurunan elastisitasnya.
10
1.3 Metabolisme Lensa
Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium dan
kalium). Kedua kation berasal dari humour aqueous dan vitreous. Kadar kalium di bagian
anterior lensa lebih tinggi di bandingkan posterior. Dan kadar natrium di bagian posterior
lebih besar. Ion K bergerak ke bagian posterior dan keluar ke aqueous humour, dari luar Ion
Na masuk secara difusi dan bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan ion K dan keluar
melalui pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan di dalam
oleh Ca-ATPase. Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%).
Jalur HMP shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk
aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktse adalah enzim yang
merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi fructose oleh enzim sorbitol
dehidrogenase.
II. KATARAK
2.1 Definisi Katarak
Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan Latin Cataracta yang
berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup
air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang
dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi
akibat kedua-duanya.
Definisi katarak menurut WHO adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, yang
menghalangi sinar masuk ke dalam mata. Katarak terjadi karena faktor usia, namun juga
dapat terjadi pada anak-anak yang lahir dengan kondisi tersebut. Katarak juga dapat terjadi
setelah trauma, inflamasi atau penyakit lainnya.
Menurut INASCRS (Indonesian Society of Cataract and Refractive Surgery) 2011,
katarak adalah kekeruhan lensa kristalin yang menyebabkan turunnya tajam penglihatan dan
menyebabkan keluhan gangguan penglihatan lainnya seperti kontras sensitivitas, silau dan
tidak nyaman. Kekeruhan ini dapat disebabkan oleh gangguan metabolisme serat akibat
proses degenerasi, trauma, obat-obatan, penyakit sistemik dan lain-lain.
11
Klasifikasi katarak berdasarkan usia:
1. Katarak kongenital : katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun
2. Katarak juvenil : katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
3. Katarak senilis : katarak yang terjadi setelah usia 50 tahun
12
2.4 Etiologi Katarak
a. Degeneratif (usia)
b. Diabetes
c. Radang mata
d. Trauma mata
e. Riwayat keluarga dengan katarak
f. Pemakaian steroid lama (oral) atau tertentu lainnya
g. Merokok
h. Pembedahan mata lainnya
i. Terpajan banyak sinar ultraviolet (matahari)
13
bersifat bening. Kebeningan lensa secara keseluruhan bergantung pada keseragaman
penampang dari serat-serat ini serta keteraturan dan kesejajaran letaknya di dalam
lensa. Ketika protein rusak, keseragaman struktur ini menghilang dan serat-serat
bukannya meneruskan cahaya secara merata, tetapi menyebabkan cahaya terpencar
dan bahkan terpantul. Hasilnya adalah kerusakan penglihatan yang parah.
Kerusakan protein akibat elektronnya diambil oleh radikal bebas dapat
mengakibatkan sel-sel jaringan dimana protein tersebut berada menjadi rusak yang
banyak terjadi adalah pada lensa mata sehingga menyebabkan katarak.
Pandangan yang mengatakan bahwa katarak karena usia mungkin disebabkan
oleh kerusakan radikal bebas memang tidak langsung, tetapi sangat kuat dan terutama
didasarkan pada perbedaan antara kadar antioksidan di dalam tubuh penderita katarak
dibandingkan dengan mereka yang memiliki lensa bening.
3. Sinar Ultraviolet
Banyak ilmuan yang sekarang ini mencurigai bahwa salah satu sumber radikal
bebas penyebab katarak adalah sinar ultraviolet yang terdapat dalam jumlah besar di
dalam sinar matahari. Memang sudah diketahui bahwa radiasi ultraviolet
menghasilkan radikal bebas di dalam jaringan. Jaringan di permukaan mata yang
transparan sangat peka terhadap sinar ultraviolet. Pada mereka yang mempunyai
riwayat terpajan sinar matahari untuk waktu lama dapat mempercepat terjadinya
katarak
4. Merokok
Kerusakan lensa pada katarak adalah kerusakan akibat oksidasi pada protein
lensa. Rokok kaya akan radikal bebas dan substansi oksidatif lain seperti aldehid. Kita
tahu bahwa radikal bebas dari asap rokok dapat merusak protein. Dilihat dari semua
ini, tidaklah mengherankan bahwa perokok lebih rentan terhadap katarak dibanding
dengan yang bukan perokok.
3.1 Definisi
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,
yaitu usia di atas 50 tahun. Penyakit ini mempengaruhi tajam penglihatan sesorang
14
yang di tandai dengan penebalan lensa pada mata yang terjadi secara progresif dan
bertahap. Katarak merupakan penyebab utama kebutaan yang dapat diobati.
15
1. Katarak Insipien
Pada katarak stadium insipien terjadi kekeruhan mulai dari tepi ekuator
menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai
terlihat di dalam korteks. Pada katarak subkapsular posterior, kekeruhan
mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat
lensa dan korteks berisi jaringan degeneratif (benda Morgagni) pada katarak
isnipien. Kekeruhan ini dapat menimbulkan polipia oleh karena indeks
refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang
menetap untuk waktu yang lama.
2. Katarak Intumesen.
Pada katarak intumesen terjadi kekeruhan lensa disertai pembengkakan
lensa akibat lensa yang degeneratif menyerap air. Masuknya air ke dalam
celah lensa mengakibatkan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan
mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan
keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit
glaukoma. Stadium ini tidak selalu terjadi pada proses katarak. Katarak
intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan
mengakibatkan mipopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi
korteks hingga lensa akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah,
yang memberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada
lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa.
3. Katarak Imatur
16
Pada katarak senilis stadium imatur sebagian lensa keruh atau katarak
yang belum mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat
bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa
yang degeneratif. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan
hambatan pupil, sehingga dapat menimbulkan glaukoma sekunder. Pada
pemeriksaan uji bayangan iris atau shadow test akan terlihat bayangan iris
pada lensa, disebut shadow test positif.
4. Katarak Matur
Pada katarak senilis stadium matur kekeruhan telah mengenai seluruh
masa lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang
menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka
cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal.
Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan
kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal
kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji
bayangan iris negatif.
5. Katarak Hipermatur
Pada katarak stadium hipermatur terjadi proses degenerasi lanjut, dapat
menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi
kelur dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning
dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul
lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan
zonula Zinn menjadi kendor. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai
dengan kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak
dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong
susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena
lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni.
6. Katarak Morgagni
Merupakan lanjutan dari katarak hipermatur dimana likuefaksi total
pada korteks telah menyebabkan inti tenggelam pada bagian inferior. Bila
proses katarak hipermatur berlanjut disertai dengan perubahan kapsul, maka
korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan
17
memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang
terbenam didalam korteks lensa karena lebih berat.
1. Katarak Nukleus
Katarak nukleus sebagai hasil dari sclerosis nukleus yang
menyebabkan terbentuknya kekeruhan sentral lentikular. Pada dekade keempat
kehidupan, tekanan serat lensa perifer menyebabkan penebalan seluruh lensa
terutama nukleus. Katarak nukleus meningkatkan kekuatan refraksi lensa
sehingga menyebabkan myopia lentikuler dan terkadang menghasilkan titik
fokus kedua sehingga terjadi diplopia monokular. Katarak nukleus ini
berkembang sangat lambat. Karena adanya myopia lentikular, penglihatan
dekat (bahkan tanpa kacamata) tetap baik untuk waktu yang lama
2. Katarak Kortikal
Pada katarak kortikal, terdapat perubahan komposisi ion dari korteks
lensa dan akhirnya mengubah hidrasi dari serat lensa.katarak ini biasanya
bilateral tapi tidak simetris. Pasien katarak kortikal cenderung mengalami
18
hiperopia. Namun gangguan fungsi penglihatan bervariasi tergantung seberapa
dekat kekeruhan dengan aksis visual
19
juga masih mudah diperoleh dan katarak jenis ini paling sering memberikan
gambaran seperti katarak subkapsularis posterior.
c. Derajat 3: Nukleus dengan kekerasan medium, dimana nukleus tampak
berwarna kuning disertai dengan kekeruhan korteks yang berwarna keabu-
abuan. Visus biasanya antara 3/60 sampai 6/30.
d. Derajat 4: Nukleus keras, dimana nukleus sudah berwarna kuning kecoklatan
dan visus biasanya antara 3/60 sampai 1/60, dimana refleks fundus maupun
keadaan fundus sudah sulit dinilai.
e. Derajat 5: Nukleus sangat keras, nukleus sudah berwarna kecoklatan bahkan
ada yang berwarna agak kehitaman. Visus biasanya hanya 1/60 atau lebih jelek
dan usia penderita sudah diatas 65 tahun. Katarak ini sangat keras dan disebut
juga brunescent cataract atau black cataract.
20
myopia ringan atau sedang. Umumnya, pematangan katarak nuklear ditandai
dengan kembalinya penglihatan dekat oleh karena meningkatnya miopia akibat
kekuatan refraktif lensa nuklear sklerotik yang menguat, sehingga kacamata
baca atau bifokal tidak diperlukan lagi. Perubahan ini disebut dengan “second
sight”. Akan tetapi, seiring dengan penurunan kualitas optikal lensa,
kemampuan tersebut akhirnya menghilang.
- Diplopia monokular
Seiring berkembangnya waktu, nukleus lensa mengalami perubahan, yaitu lebih
padat pada bagian dalam lensa dan mengakibatkan pembiasan multipel di
tengah lensa sehingga menyebabkan refraksi ireguler karena indeks bias yang
berbeda.
- Halo
Hal ini bisa terjadi pada beberapa pasien oleh karena terpecahnya sinar putih
menjadi spektrum warna oleh karena meningkatnya kandungan air dalam lensa.
- Melihat warna terganggu atau diskriminasi warna yang buruk
3.4 Diagnosis
Diagnosis katarak senilis dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya penyakit-
penyakit yang menyertai (contoh: diabetes melitus, hipertensi, cardiac anomalies).
Penyakit seperti diabetes militus dapat menyebabkan perdarahan perioperatif sehingga
perlu dideteksi secara dini sehingga bisa dikontrol sebelum operasi.
Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui
kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subkapsuler posterior dapat
membaik dengan dilatasi pupil.
Pada pemeriksaan slit lamp biasanya dijumpai keadaan palpebra, konjungtiva,
dan kornea dalam keadaan normal. Iris, pupil, dan COA terlihat normal. Pada lensa
pasien katarak, didapatkan lensa keruh. Lalu, dilakukan pemeriksaan shadow test untuk
menentukan stadium pada penyakit katarak senilis. Ada juga pemeriksaan-pemeriksaan
lainnya seperti biomikroskopi, stereoscopic fundus examination, pemeriksaan lapang
pandang dan pengukuran TIO
Pemeriksaan Rutin
21
1. Pemeriksaan visus dengan kartu Snellen atau chart projector dengan koreksi terbaik serta
menggunakan pinhole
2. Pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat segmen anterior
3. Tekanan intraocular (TIO) diukur dengan tonometer non contact, aplanasi atau Schiotz
4. Jika TIO dalam batas normal (kurang dari 21 mmHg) dilakukan dilatasi pupil dengan tetes
mata Tropicanamide 0.5%. Setelah pupil cukup lebar dilakukan pemeriksaan dengan slit
lamp untuk melihat derajat kekeruhan lensa apakah sesuai dengan visus pasien
5. Pemeriksaan funduskopi jika masih memungkinkan
Pemeriksaan Tambahan
1. Biometri untuk mengukur power IOL jika pasien akan dioperasi katarak
2. Retinometri untuk mengetahui prognosis tajam penglihatan setelah operasi
3. Shadow Test untuk menentukan derajat kekeruhan katarak
1. Penatalaksanaan non bedah untuk visus lebih baik atau sama dengan 6/12, yaitu
pemberian kacamata dengan koreksi terbaik.
2. Jika visus masih lebih baik dari 6/12 tetapi sudah mengganggu untk melakukan
aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan pasien atau ada indikasi medis lain untuk
operasi, pasien dapat dilakukan operasi katarak
3. Tatalaksana pasien katarak dengan visus terbaik kurang dari 6/12 adalah operasi
katarak berupa EKEK + IOL atau fakoemulsifikasi + IOL dengan
mempertimbangkan ketersediaan alat, derajat kekeruhan katarak dan tingkat
kemampuan ahli bedah
22
4. Operasi katarak dilakukan menggunakan mikroskop operasi dan peralatan bedah
mikro, di mana pasien dipersiapkan untuk implantasi IOL
5. Ukuran IOL dihitung berdasarkan data keratometri serta pengukuran biometri A-‐
scan
6. Apabila tidak tersedia peralatan keratometri dan biometri ukuran IOL dapat
ditentukan berdasar anamnesis ukuran kacamata yang selama ini dipakai pasien. IOL
standar power +20.00 dioptri, jika pasien menggunakan kacamata, power IOL standar
dikurangi dengan ukuran kacamata. Misalnya pasien menggunakan kacamata S -‐6.00
maka dapat diberikan IOL power +14.00 dioptri
7. Operasi katarak bilateral (operasi dilakukan pada kedua mata sekaligus secara
berturutan) sangat tidak dianjurkan berkaitan dengan risiko pasca operasi
(endoftalmitis) yang bisa berdampak kebutaan. Tetapi ada beberapa keadaan khusus
yang bisa dijadikan alas an pembenaran dan keputusan tindakan operasi katarak
bilateral ini harus dipikirkan sebaik-baiknya.
Indikasi Operasi:
1. Fungsi penglihatan: jika visus <6/12 atau sudah mengganggu untuk melakukan
kegiatan sehari-hari berkaitan dengan pekerjaan pasien.
2. Indikasi medis: terjadi penyulit lain yang disebabkan oleh katarak itu sendiri, seperti
uveitis, dislokasi lensa, glaukoma, endoftalmitis, dan penyakit retina seperti retinopati
diabetikum dan ablasio retina.
3. Indikasi kosmetik: terkadang pasien dengan katarak matur meminta ekstraksi katarak
agar pupil kembali menjadi hitam
Teknik Operasi
Terapi definitif dari katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Terdapat 3 prosedur yang
biasa digunakan yaitu ekstraksi katarak intrakapsular, ekstraksi katarak ekstrakapsular dan
fakoemulsifikasi.
23
sehingga membutuhkan waktu penyembuhan yang lebih lama. Teknik ini masih dapat
digunakan jika tidak tersedia fasilitas yang cukup untuk dilakukan teknik ekstraksi katarak
ekstrakapsular. Operasi ini dapat dilakukan pada beberapa kondisi, yaitu: Pasien
katarak muda, Pasien dengan kelainan endotel, Keratoplasti, Implantasi lensa intraokular
posterior, Implantasi lensa sekunder intraokular, Bedah glaukoma, mata dengan
predisposisi terjadi prolaps badan kaca, ablasio retina, mata dengan edema makular
sistoid. Pencegahan penyulit pada bedah katarak seperti prolapsnya badan kaca.
Kontraindikasi absolut teknik ini ialah anak-anak dan dewasa muda dengan katarak dan
kasus ruptur kapsular karena trauma. Kontraindikasi relatif berupa miopia tinggi, sindrom
Marfan, dan katarak morgagni.
24
Gambar 8. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular
c. Fakoemulsifikasi
Fakoemulsifikasi menggunakan vibrator ultrasonik yang berguna untuk
menghancurkan nukleus lensa yang keras sehingga bahan nukleus dan korteks dapat
diaspirasi melalui insisi sebesar + 3mm. Insisi yang sama digunakan untuk memasukkan
lensa intraokular yang dapat dilipat. Jika menggunakan lensa yang kaku, diperlukan insisi
sebesar 5 mm. Keuntungan dari insisi kecil ini adalah bekas sayatan tidak perlu dijahit,
penyembuhan luka lebih cepat dengan distorsi kornea lebih sedikit, mengurangi inflamasi
intraokuler pascaoperasi, dan pemulihan fungsi visual lebih cepat. Risiko terlepasnya
bahan posterior lensa melalui robekan kapsular posterior dapat dihindari.
25
Gambar 9. Fakoemulsifikasi
26
4. Obat-‐obatan yang digunakan pasien pasaca operasi bergantung dari keadaan mata
serta disesuaikan dengan kebutuhan. Tetapi penggunaan tetes mata kombinasi
antibiotika dan steroid harus diberikan kepada pasien untuk digunakan setiap hari
selama minimal 4 minggu pasca operasi.
27
didapatkan rasa silau. Dapat dibuat satu lubang kecil pada kapsul dengan laser
(neodymium yttrum (ndYAG) laser) sebagai prosedur klinis rawat jalan. Terdapat
risiko kecil edema makular sistoid atau terlepasnya retina setelah kapsulotomi
YAG. Penelitian yang ditujukan pada pengurangan komplikasi ini menunjukkan
bahwa bahan yang digunakan untuk membuat lensa, bentuk tepi lensa, dan
tumpang tindih lensa intraokular dengan sebagian kecil cincin kapsul anterior
penting dalam mencegah opasifikasi kapsul posterior
3.6 Prognosis
Apabila pada proses pematangan katarak dilakukan penanganan yang tepat
sehingga tidak menimbulkan komplikasi serta dilakukan tindakan pembedahan pada
saat yang tepat maka prognosis pada katarak senilis umumnya baik.
3.7 Pencegahan
Katarak senilis tidak dapat dicegah karena penyebab terjadinya katarak senilis
ialah oleh karena faktor usia, namun dapat dilakukan pencegahan terhadap hal-hal
yang memperberat seperti mengontrol penyakit metabolik, mencegah paparan
langsung terhatap sinar ultraviolet dengan menggunakan kaca mata gelap dan
sebagainya. Pemberian intake antioksidan (seperti asam vitamin A, C dan E) secara
teori bermanfaat.
28
ANALISA KASUS
Berdasarkan teori Berdasarkan kasus
Definisi Katarak senilis adalah semua kekeruhan Pasien laki-laki usia 54 tahun
lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu
usia di atas 50 tahun.
29
2. Jika visus masih lebih baik dari 2. Terapi bedah: pasien
6/12 tetapi sudah mengganggu disarankan untuk dilakukan
untuk melakukan aktivitas yang operasi ECCE atau
berkaitan dengan pekerjaan pasien Fakoemulsifikasi + IOL
atau ada indikasi medis lain untuk pada OD
operasi, pasien dapat dilakukan 3. Terapi edukasi :
operasi katarak mengedukasi cara
3. Tatalaksana pasien katarak dengan pemakaian obat dan
visus terbaik kurang dari 6/12 penggunaan secara teratur,
adalah operasi katarak berupa rutin kontrol setelah operasi,
EKEK + IOL atau fakoemulsifikasi dan perawatan pasca
+ IOL dengan mempertimbangkan operasi.
ketersediaan alat, derajat kekeruhan
katarak dan tingkat kemampuan ahli
bedah
30
DAFTAR PUSTAKA
31