Anda di halaman 1dari 9

4.

1 Uji Ketebalan Lamina


Uji ketebalan lamina dilakukan untuk menentukan jenis ketebalan yang akan
digunakan sebagai pembuatan panel nantinya. Lamina yang akan diuji memiliki
dimensi panjang dan lebar 80 cm x 9 cm. Lamina-lamina akan direkatkan
sehingga menjadi sebuah panel glulam dengan menggunakan jenis perekat Crona
234. Dimensi panjang, lebar dan tinggi awal panel yang direncanakan yaitu 80 cm
x 9 cm x 10 cm.
Jenis tebal lamina yang akan diuji disesuaikan dengan hasil pensortiran dan
pemilihan kayu lamina yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Hasil
pensortiran lamina tidak memiliki tebal yang seragam yaitu 1 cm, 1,5 cm, 2 cm
dan 2,5 cm. Oleh karena itu akan dilakukan pengujian dari masing-masing
ketebalan lamina yang sudah tersedia yang akan disusun menjadi panel glulam
dengan jumlah lapisan per tebal lamina yang berbeda, akan tetapi dengan dimensi
yang sama yaitu panjang, lebar dan tinggi 80 cm x 9 cm x 10 cm. GA tebal lamina
1 cm dengan jumlah lamina 10 lapis, GB tebal 1,5 cm dengan jumlah lamina 7
lapis, GC tebal 2 cm dengan jumlah lamina 5 lapis dan GD tebal 2,5 dengan
jumlah lamina 4 lapis (Gambar 4.1).

Gambar 4.1 Susunan Penampang Melintang Lamina

Berikut ini adalah langkah-langkah proses pembuatan Benda Uji :


1. Masing- masing lamina disusun berdasarkan tebal dan jumlah lapisannya
2. Laburkan lem diatas permukaan lamina ratakan permukaan tersebut
menggunakan spatula dari plastik.
3. Setelah rata rekatkan lamina-lamina tersebut sesuai dengan tebal dan
jumlah lapisannya hingga menjadi semi panel glulam dan diamkan
beberapa saat supaya tidak bergeser saat dilakukan pengepresan.
4. Lakukan pengepresan Semi panel tersebut menggunakan clam C dan clam
F (Gambar 4.2). Sebelum dilakukakan pengepresan lapisi permukaan
pada bagian atas, bawah, kanan dan kiri panel agar pada bagian
permukaan kayu tidak rusak dan juga beban yang disalurkan oleh clamp
menjadi rata. Setelah dilakukan pengepresan, panel di diamkan tertekan
selam 24 jam pada suhu ruangan lalu dibuka.

Gambar 4.2 Pengepresan Panel

5. Lakukan hal yang sama pada pembuatan sampel lainnya.

Setelah semua lamina selesai direkat dan dipress, tahap selanjutnya yaitu
dilakukan perataan dan perapihan pada bagian-bagian sisi panel yang tidak rapih
karena adanya sisa lem yang masih menempel (Gambar 4.3).

Gambar 4.3 Panel Glulam sebelum dirapihkan


Proses perapihan panel dilakukan di SMK N 2 Bandar Lampung. Panel kayu
dirapihkan bagian lebarnya karena seperti terlihat pada Gambar 4.3 diatas terlihat
jelas bahwa sisi kanan dan kiri tidak rapih karena adanya sisa lem yang masih
menempel. Perapihan dilakukan menggunakan mesin ketam dan mesin gergaji
potong sejajar serat. Proses perapihan mengakibatkan berkurangnya volume tebal
pada masing-masing panel. Seperti yang telah direncanakan, dimensi awal panel
yang akan dibuat yaitu 80 cm x 9 cm x 10 cm dan setelah dirapihkan dimensi
tebal panel berkurang menjadi 80 cm x 8,5 cm x 10 cm.
Setelah dilakukan perapihan, sampel di bawa kembali ke Laboratorium
Teknik Sipil Pascasarajan UBL (Gambar 4.4). Sampel di diamkan selama
beberapa hari lalu sampel siap dilakukan pengujian.

Gambar 4.4 Panel Glulam sesudah dirapihkan

Pengujian dilakukan di Lab Teknik Sipil Universitas Bandar Lampung


dengan metode pengujian yang dilakukan menggunakan metode kuat lentur balok
yaitu menggunakan mesin UTM (Universal Testing Machine). Pada pengujian ini
kami menggunakan perletakan alat seperti Gambar 4.5
Gambar 4.5 Alat Perletakan

Karena ketersediaan alat yang terbatas yaitu panjang bentang jarak tumpuan
ke tumpuan maksimumnya hanya 60 cm (Gambar 4.5). Maka metode perletakan
pada masing-masing sampel dapat dilihat pada Gambar 4.6. Dengan diberikan
pembebanan satu titik ditengah bentang diatas luas permukaan sampel pada
dimensi panel yang telah dibuat yaitu 80 cm x 8,5 cm x 10 cm.

Gambar 4.6 Metode Perletakan pengujian

Pembebanan dihitung menggunakan metode balok lentur. Berikut ini rumus


yang digunakan untuk menghitung beban pada balok lentur :
𝑀.𝑌
σ=
𝐼
Dimana:

σ = Tegangan Lentur ( SNI 8 -10 kg/cm2/menit)


M = Momen
Y = Jarak tegangan yang ditinjau
I = Momen Inersia terhadap sumbu X

Untuk hasil perhitungan beban pada masing-masing balok glulam dapat dilihat
pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Hasil perhitungan beban balok lentur.


L B H Lentur P P
Benda Uji
(cm) (cm) (cm) (kg/cm2/menit (kg/menit) (N/menit)
Glulam A tb 1 cm 60 8,5 10 9 85,00 833
Glulam B tb 1,5 cm 60 8,5 10 9 85,00 833
Glulam C tb 2 cm 60 8,5 10 9 85,00 833
Glulam D tb 2,5 cm 60 8,5 10 9 85,00 833

Dari tabel diatas diperoleh nilai pembebanan dari ke empat sampel balok
glulam memiliki nilai yang sama yaitu 833 N/menit, hal ini dikarenakan ukuran
dan dimensi pada panel balok glulam sama.

Setelah proses menyetel alat dan melakukan perhitungan beban selesai, tahap
selanjutnya yaitu siap melakukan pengujian. Pengujian di mulai dengan meletakan
sampel di atas dua tumpuan dengan posisi tidur (Gambar 4.2)

Gambar 4.7 Perletakan saat pengujian sampel


Setelah itu input data yang diperlukan kedalam komputer yang terhubung
dengan mesin UTM seperti input nilai pembebanan yang terletak ditengah-tengah
bentang yang sudah dihitung kemudian jalankan mesin dengan nilai pembebanan
dari masing-masing sampel yang dihitung. Pembebanan dilakukan sampai sampel
terjadi kerusakan (beban maksimum) seperti terlihat pada gambar 4.5. Lakukan
hal yang sama pada masing-masing sampel.

Gambar 4.17 Pembebanan tekanan

Gambar 4.17. Kerusakan Sampel

Dari hasil pegujian diperoleh data seperti tabel 4.2 oleh karena pada
pengujian ini bertujuan untuk mengetahui lenturan (defleksi) maka dari hasil
pengujian ini hanya berfokus pada kekuatan maksimumnya.

Tabel 4.2 Hasil pengujian kuat lentur balok


Area Max Force Compression
Sampel
(mm²) ( N) strength (N/mm²)
GA 1 Ccm 8500 27057,8 3,18
GB 1,5 Cm 8500 31753,6 3,74
GC 2 Cm 8500 31653,5 3,72
GD 2,5 Cm 8500 28478,7 3,35

Dari kekuatan maksimum selanjutnya dilakukan perhitungan kekuatan


lenturan (defleksi). Nilai defleksi diperoleh dari excel hasil pengujian yang
disajikan dalam bentuk Grafik 4.1. Perhitungan kekuatan lenturan yaitu MOE
(nilai keteguhan Lentur) dan MOR (nilai keteguhan patah).
Grafik 4.1 Nilai Defleksi dan Beban
35000

30000

25000 G100
G150
20000
G250
N
15000

10000

5000

0
0 5 10 15 20 25 30

mm

Grafik diatas merupakan nilai defleksi yang diperoleh dari masing-masing


balok glulam, seperti terlihat diatas bahwa GA 1 cm memiliki nilai defleksi yaitu
25,06 mm, GC 2 cm 24,97 mm dan GD 23,97 mm.

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan MOE dan MOR


MOE
MOR =
Glulam P (N) L (cm) b (cm) h (cm) Ϫy (cm) =PL3/4bh3dy
3PL/2bh2
(kgf/cm2)
GA ( 1 cm) 2759,136 60 8,5 10 2,51 6993,27 292,14
GB (1,5 cm) 2753,2 60 8,5 10 1,80 9717,33 291,52
GC ( 2cm) 3227,771 60 8,5 10 2,50 8211,37 341,76
GD (2,5 cm) 2904,035 60 8,5 10 2,40 7698,38 307,49

1. MOE (Modulus of Elasticity)


Secara umum dapat dikatakan bahwa jumlah lamina, pada suatu balok dengan
dimensi yang sama, akan mempengaruhi kekakuan balok. Penambahan jumlah
lamina akan menambah luas rekatan antar lapisan lamina tersebut sehingga dapat
meningkatkan kekakuan balok. Hal ini senada dengan pernyataan Sulistyawati et
al. 2008, semakin tipis ketebalan lamina cenderung kekakuan balok glulam
semakin besar.
Dari hasil perhitungan keempat jenis balok glulam nilai kekakuan dari masing-
masing yaitu GA 1 cm 6993, 27, GB 1,5 cm 9717,33, GC 2 cm 8211,37 cm dan
GD 2,5 cm yaitu 7698,38 hal ini menunjukkan bahwa rata-rata jumlah lamina
yang lebih banyak akan berefek pada berkurangnya nilai kekakuan kecuali pada
GA 1 cm yang memiliki nilai lebih rendah dibanding GB, hal ini kemungkinan
disebabkan lamina-lamina nya yang kurang bagus seperti adanya banyak mata
kayu pada lamina tersebut dan rekatan antar laminanya juga kurang sempurna
pada saat pembuatan benda uji.
Hal ini dinyatakan oleh Herawati 2007 bahwa nilai nilai MOE tidak
dipengaruhi oleh ukuran lebar lamina, tetapi lebih pada kondisi lamina terutama
adanya cacat mata kayu atau serat miring.

1. MOR (Modulus of Repture)


MOR (Modulus of Repture) atau keteguhan patah merupakan kemampuan
benda untuk menahan beban lentur maksimum sampai benda tersebut mengalami
kerusakan. Berdasarkan hasil pengujian dari keempat balok glulam diatas nilai
MOR masing-maing balok glulam adalah GA 1 cm memiliki nilai 292,14, GB 2
cm GC 291,52
tidak memiliki perbedaan yang jauh yaitu GA 1 cm memiliki nilai 292,14, GC 2
cm 341,76 dan GD 2,5 cm 307,49. Sama halnya dengan nilai MOE diatas bahwa
hasil perhitungan MOR tidak memiliki nilai yang berturut-turut. GA memiliki
nilai yang paling kecil dari GC dan GD, hal ini mungkin dikarenakan perekatan
yang dilakukan pada GA kurang rapat dan mutu lamina-lamina yang kurang bagus
yang terdapat banyak serat mata kayu.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa glulam ditentukan dari proses
pembuatan dan sistem perekatanya. Dan seperti halnya adanya cacat mata kayu
sangat mempengaruhi balok glulam yang diungkapkan oleh Herawati 2007 diatas.
Akan tetapi nilai MOR jika mengacu pada standar JAZ 234:2003, GB 2
cm dan GD 2,5 cm memenuhi standar tersebut, karena pada standar JAZ 234:2003
nilai MOR minimum yaitu 300 kg/cm2.
Berdasarkan hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa nilai kekakuan lebih
besar di bandingkan dengan nilai kekuatan. Nilai kekakuan dari masing-masing
balok glulam memiliki nilai yang berbeda GA 1 cm yaitu 6993,27 kgf/cm2, GB
1,5 cm 9717,33 cm, GC 2 cm 8211,37 kgf/cm2, GD 2,5 cm 7698,38 kgf/cm. GA
memiliki nilai yang paling rendah diantara GB,GC dan GD.
Hal ini mungkin dikarenakan mutu lamina pada GA kurang bagus karena pada
saat penyusunan balok glulam banyaknya lamina yang terdapat cacat serat kayu.
Jika dilihat dari hasil MOE (kekuatan) dapat disimpulkan bahwa ketebalan lamina
tidak mempengaruhi nilai kelenturan, akan tetapi tergantung pada mutu lamian-
lamina dalam penyusunan balok glulam karena dari jika di lihat dari pola
kerusakan hasil pengujian rata-rata balok glulam memiliki kerusakan yang berada
pada daerah mata kayu (Gambar 4.8).

Anda mungkin juga menyukai