Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS RAPAT BADAN PENYELIDIK USAHA

PERSIAPAN KEMERDEKAAN INDONESIA (BPUPKI)


TANGGAL 10-11 JULI 1945
TENTANG PEMBAHASAN WILAYAH NEGARA
Oleh: Aulia Fajar / 1606878221

Konsep negara Indonesia yang bersatu dan berdaulat merupakan suatu konsep yang benar-benar
baru. Dalam rapat ini, para founding fathers, atau bapak pendiri bangsa membicarakan mengenai
batas-batas negara Indonesia yang merdeka. Hal ini dirasa perlu untuk dibicarakan, karena
berbagai hal dan alasan. Semua argumen-argumen dan saran-saran mengenai batas-batas negara
Indonesia disampaikan oleh anggota-anggota rapat BPUPKI 10 dan 11 Juli 1945. Beberapa
anggota yang sempat menyampaikan pendapatnya antara lain, Ketua BPUPKI Dr. K.R.T.
Radjiman Wedyodiningrat, Moh. Hatta, Soekarno, Woerjaningrat, Moezakir, Moh. Yamin,
Abdul Kaffar, Soemitro Kolopaking, Soetardjo, Agoes Salim, A.A. Maramis, dan masih banyak
bapak pendiri bangsa yang mengerahkan segala tenaga, pikiran, dan waktu untuk
mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.

Semua bapak pendiri bangsa dalam rapat besar itu memiliki pendapat yang berbeda-beda
mengenai bagaimana seharusnya keadaan batas-batas negara Indonesia yang merdeka. Pertama-
tama, Bpk. Woerjaningrat menyatakan bahwa wilayah negara Indonesia yang merdeka meliputi
sebagian wilayah Hindia Belanda yang sudah dapat dihubungi dan dapat dimerdekakan ke dalam
Indonesia, mengingat wilayah Hindia Belanda yang luas dan masih adanya tentara pendudukan
Jepang di wilayah ini, sehingga banyak daerah yang tidak memiliki sentimen kemerdekaan yang
sekuat di pulau Jawa.

Bapak Moezakir menyatakan pendapat yang agak berbeda. Beliau berpendapat bahwa wilayah
negara Indonesia yang merdeka tidak hanya terdiri atas wilayah Hindia Belanda saja, namun
seluruh wilayah Nusantara yang pernah dikuasai oleh Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Oleh
karena itu, wilayah negara Indonesia yang merdeka terdiri atas wilayah Hindia Belanda dan
Semenanjung Malaya, sebagai tanah air orang Melayu. Bapak Moezakir juga menegaskan bahwa
Papua harus menjadi bagian dari negara Indonesia yang merdeka, meski penduduknya berbeda
ras.

Bapak Moh. Yamin memberikan pendapat yang lebih luas. Menurut beliau, sudah sepantasnya
jika wilayah Indonesia yang merdeka ditentukan dengan tiga dasar: (1) Kemerdekaan bangsa-
bangsa yang terjajah ke dalam negara Indonesia, (2) Wilayah negara Indonesia yang utuh dan
bulat, tanpa adanya enclaves (wilayah negara asing) yang dapat mengganggu keutuhan dan
kebulatan wilayah negara Indonesia, dan (3) Menghendaki adanya batas kemanusiaan yang
membatasi nafsu imperialisme dalam menentukan batas-batas wilayah negara Indonesia yang
merdeka.

Bapak Moh. Yamin juga kembali berpendapat bahwa wilayah negara Indonesia terdiri atas tidak
hanya wilayah Hindia Belanda, namun juga Semenanjung Malaya, Borneo Utara, Timor
Portugis, dan Papua. Untuk Semenanjung Malaya, beliau menyatakan bahwa Hindia Belanda dan
Semenanjung Malaya merupakan satu kesatuan Melayu yang dipisah oleh kekuatan imperialis,
dan oleh karena itu harus menjadi bagian dari negara Indonesia yang merdeka. Jika Semenanjung
Malaya tidak digabung, maka Indonesia akan kesulitan mempertahankan kemerdekaannya,
mengingat tentara Jepang memasuki wilayah Hindia Belanda, salah satunya melalui
Semenanjung Malaya. Perlu dicatat juga mengenai penduduk beretnis Tionghoa di Semenanjung
Malaya dan pulau Singapura, serta di wilayah lain, juga dapat dianggap sebagai bangsa
Indonesia.

Untuk wilayah Papua, beliau berpendapat bahwa Papua Barat semestinya menjadi batas timur
wilayah negara Indonesia. Hal ini dikarenakan jika Indonesia menjadikan seluruh wilayah pulau
Papua menjadi wilayah Indonesia, maka Indonesia sudah melewati batas antara Nusantara dan
Polinesia, serta melewati batas kemanusiaan dan bernafsu menjadi negara imperialis. Bukan
hanya itu, namun penduduk di Maluku merasa bahwa Papua Barat bukan merupakan wilayah
yang terpisah dari Nusantara. Secara historis, Papua Barat merupakan wilayah dari Kesultanan
Tidore. Perlu dicatat juga bahwa beliau ingin membebaskan penjara Boven Digoel dari tangan
Belanda, sebagai perlambang akhir dari tindakan represif pemerintah kolonial Belanda terhadap
perjuangan kemerdekaan Indonesia. Begitu pula Borneo Utara (Brunei, Sarawak, dan Sabah) dan
Timor Portugis. Beliau menghendaki wilayah Indonesia yang merdeka secara utuh dan bulat,
tanpa adanya enclaves yang dapat mengancam keutuhan dan kebulatan wilayah negara Indonesia
yang merdeka. Oleh karena itu, Borneo Utara dan Timor Portugis dianggap sebagai wilayah
negara Indonesia yang merdeka.

Setelah Bpk. Moh. Yamin menyatakan pendapatnya mengenai batas-batas wilayah negara
Indonesia, Bpk. Abdul Kaffar menyatakan kekhawatirannya terhadap luasnya wilayah negara
Indonesia yang merdeka. Beliau menyatakan bahwa wilayah Indonesia yang begitu luas dan
tersebar berpulau-pulau akan menjadikan Indonesia kesulitan dalam membela negara serta
mengatasi ancaman. Mengingat Indonesia negara baru merdeka setelah dijajah ratusan tahun,
serta kondisi global saat Perang Dunia II masih berlangsung, akan menyebabkan negara-negara
penjajah berusaha kembali mengambil alih wilayah jajahannya.

Selaras dengan pendapat Bpk. Abdul Kaffar, Bpk. Soemitro Kolopaking menyatakan bahwa
batas wilayah Indonesia yang merdeka adalah batas wilayah Hindia Belanda saja. Jika
kemerdekaan sudah dicapai dan kondisi sudah kondusif, maka wilayah-wilayah di luar Hindia
Belanda seperti Semenanjung Malaya dan Timor Portugis akan ditanyai mengenai keinginan
mereka untuk bergabung dengan negara Republik Indonesia yang merdeka. Jika wilayah-wilayah
tersebut langsung dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia yang merdeka, maka Indonesia yang
baru merdeka harus menghadapi tambahan masalah, ketika kondisi masih belum kondusif.

Pendapat lain pun disampaikan oleh Bpk. Moh. Hatta. Menurut beliau, wilayah Indonesia
sebaiknya terdiri atas wilayah Hindia Belanda, tidak termasuk pulau Papua. Beliau berpendapat
bahwa jika wilayah Indonesia meluas ke pulau Papua, dikhawatirkan Indonesia tidak akan puas
terhadap batas timur wilayahnya, dan bahkan dapat meluaskannya ke kepulauan Pasifik lainnya.
Jika hal seperti itu terjadi, maka Indonesia akan menjadi negara berpaham imperialis, tidak ada
bedanya dengan Jepang, dan mulai melakukan ekspansi ke wilayah-wilayah yang bukan
merupakan tumpah darah bangsa Indonesia.

Beliau juga berpendapat bahwa Semenanjung Malaya tidak perlu digabung ke dalam wilayah
Indonesia, namun membiarkannya merdeka sendiri dalam lingkungan Asia Timur Raya. Namun
jika penduduk Semenanjung Malaya menghendaki, maka bergabungnya Semenanjung Malaya ke
dalam wilayah Indonesia tidak akan ditolak. Hal seperti ini juga berlaku bagi penduduk di
Borneo Utara, Timor Portugis, dan Papua Barat itu sendiri. Namun semua harus dibatasi oleh
dasar kemanusiaan, jangan sampai rasa ingin merdeka digantikan oleh nafsu imperialisme.
Sementara itu, Bpk. Soekarno menyatakan dukungannya terhadap pendapat Bpk. Moh. Yamin,
tentang wilayah negara Indonesia yang merdeka, yang terdiri atas Hindia Belanda, Semenanjung
Malaya, Borneo Utara, Timor Portugis, dan Papua Barat. Bahkan beliau mengatakan pernah
memimpikan sebuah negara Pan-Indonesia, yang tidak hanya terdiri atas wilayah-wilayah
Melayu dan Papua, namun juga bersatu dengan Filipina. Jika benar-benar terwujud, maka negara
ini akan mencakup seluruh wilayah maritim Asia Tenggara. Akan tetapi dengan sudah
merdekanya Filipina, maka kedaulatan mereka harus dihormati.

Beliau berpendapat bahwa seluruh wilayah tersebut ditakdirkan oleh Tuhan yang Maha Kuasa
untuk disatukan ke dalam satu negara besar. Pendapat ini dibandingkan beliau dengan wilayah
kepulauan di Yunani, Inggris, dan Jepang itu sendiri, dimana ketiga negara tersebut terdiri atas
pulau-pulau yang berdekatan, dan terpisah dari negara lain. Beliau juga memberi tahu hadirin
rapat bahwa penduduk di Semenanjung Malaya telah mengirim utusan untuk meminta digabung
ke dalam negara Indonesia. Oleh karena itu, beliau menyimpulkan bahwa negara Indonesia yang
merdeka bukanlah penerus dari Hindia Belanda, namun sebuah bangsa dan negara yang dapat
berdiri sendiri.

Bapak Soetardjo menyatakan hasil observasinya saat beliau dan beberapa koleganya berkunjung
ke Jepang, dan sempat singgah di Singapura. Disana, beliau diminta untuk mendengarkan
permintaan penduduk di sana, yang menghendaki Semenanjung Malaya dan Singapura ingin
bergabung dengan Indonesia yang merdeka. Bahkan mereka meminta agar dikirimkan orang dari
Jawa untuk memimpin usaha-usaha untuk bergabung dengan Indonesia. Sementara untuk Papua,
beliau berpendapat agar Papua langsung diterima sebagai bagian dari Indonesia, untuk
menghilangkan kemungkinan pertikaian di masa depan.

Bapak Agoes Salim kemudian menyatakan bahwa batas-batas wilayah Indonesia yang merdeka
adalah wilayah tumpah darah Indonesia yang telah dibebaskan oleh Jepang dari penjajah Eropa.
Jika ada daerah lain yang berada di bawah pendudukan Jepang, ingin bergabung dengan
Indonesia, maka mereka harus meminta kebijaksanaan dari jepang terlebih dahulu untuk
merdeka dan bersatu dengan Indonesia. Beliau juga setuju dengan adanya Papua dalam
Indonesia, mengingat Papua Barat pernah menjadi wilayah kekuasaan Kesultanan Tidore di
Maluku.
Bapak A.A. Maramis menyatakan pendapatnya mengenai batas-batas wilayah Indonesia.
Menurut beliau, Indonesia harus dapat melihat kondisi yang ada dari sudut hukum internasional,
bukan hanya politik, budaya atau geografis semata. Ketika Pemerintah Negeri Belanda terusir
dari Belanda akibat agresi Jerman, maka dapat dikatakan bahwa Negeri Belanda dianggap tidak
ada lagi. Oleh karena itu, wilayah Hindia Belanda yang diduduki tentara Jepang dianggap
menjadi wilayah Jepang. Akan tetapi, pemerintah Inggris dan Portugis masih ada, sehingga
pemerintah Indonesia yang merdeka harus memohon kepada pemerintah Jepang untuk memintai
pendapat kepada wilayah lain jika mereka ingin bergabung dengan Indonesia.

Dari dialog antar bapak pendiri bangsa dalam rapat besar ini, maka ada beberapa pendapat
mengenai batas-batas wilayah negara Indonesia yang merdeka. Berikut batas-batas wilayah yang
diusulkan:

1. Hindia Belanda saja


2. Hindia Belanda, tanpa Papua Barat
3. Hindia Belanda, ditambah Semenanjung Malaka, Borneo Utara, dan Timor Portugis, tanpa
Papua Barat
4. Hindia Belanda, ditambah Semenanjung Malaka, Borneo Utara, Timor Portugis, dan Papua
Barat
5. Hindia Belanda, ditambah Borneo Utara, Timor Portugis, dan Papua Barat, tanpa
Semenanjung Malaka

Setelah dilakukan pemungutan suara, maka keputusannya adalah batas-batas wilayah Indonesia
yang merdeka terdiri atas Hindia Belanda, ditambah dengan Semenanjung Malaya, Borneo
Utara, Timor Portugis, dan Papua Barat.

Dilihat dari unsur-unsurnya, konsep negara Indonesia yang merdeka yang dicanangkan Bpk.
Moh. Yamin merupakan konsep negara yang disebut Greater Indonesia atau Indonesia Raya.
Indonesia Raya, atau Melayu Raya, merupakan sebuah pemikiran politik tentang sebuah negara
besar yang mengusahakan persatuan seluruh orang Melayu, baik didalam Hindia Belanda,
maupun Semenanjung Malaya dan Borneo Utara. Pemikiran ini didasarkan pada bukti historis,
bahwa Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit pernah menguasai wilayah Nusantara.
Pandangan yang dikemukakan Bpk. Moh. Hatta tentang batas-batas wilayah negara Indonesia
yang merdeka, yakni Hindia Belanda saja tanpa Papua Barat, Semenanjung Malaya dan Borneo
Utara tidak apa-apa jika merdeka sendiri, merupakan pandangan yang lebih realistis. Hal ini
didasarkan pada kekhawatiran beliau jika Indonesia akan berkembang menjadi negara imperialis,
jika memasukkan Papua Barat kedalam Indonesia. Beliau juga memerhatikan kondisi ekonomi
Indonesia yang belum berkembang dan masih dalam suasana politik yang belum kondusif.
Beliau juga menyatakan bahwa hal ini berbahaya jika dibiarkan, dan para pejuang kemerdekaan
harus kembali mengingat tujuan rakyat Indonesia adalah untuk mencapai kemerdekaan, bukan
untuk menindas bangsa lain.

Anda mungkin juga menyukai