Anda di halaman 1dari 42

Referat

KARSINOMA TIROID BERDIFERENSIASI

Oleh:
Fachrezi Khatami 04084821719198

Pembimbing:
dr. Mulawan Umar, Sp.B(K)Onk

DEPARTEMEN ILMU BEDAH


RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

Judul:

Karsinoma Tiroid Berdiferensiasi

Disusun oleh :

FachreziKhatami, S.Ked 04054821820007

Telah diterima sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP dr.
Mohammad Hoesin Palembang, Periode 4 Februari – 15 April 2019.

Palembang, Februari 2019


Pembimbing

dr. Mulawan Umar, Sp.B(K)Onk

ii
KATA PENGANTAR

Pujian syukur penulis haturkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas


berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan
judul “Karsinoma Tiroid Berdiferensiasi” untuk memenuhi tugas yang merupakan
bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik di Bagian Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dr.
Mulawan Umar, Sp.B(K)Onk selaku pembimbing yang telah membantu dan
membimbing pengerjaan referat ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini
disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran
sangat diharapkan demi perbaikan di masa yang akan datang. Mudah-mudahan
referat ini dapat memberi manfaat dan berguna bagi kita semua.

Palembang, Juli 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 2
2.1. Kelenjar Tiroid
2.1.1 Anatomi ................................................................................ 2
2.1.2 Fisiologi ............................................................................... 7
2.2 Karsinogenesis ............................................................................... 8
2.3. Karsinoma Tiroid........................................................................... 7
2.3.1 Klasifikasi Berdasarkan Histopatologi ................................. 9
2.3.2 Klasifikasi Berdasarkan Sistem TNM .................................. 10
2.3.3 Epidemiologi Karsinoma Tiroid .......................................... 15
2.3.4 Faktor Risiko Karsinoma Tiroid .......................................... 16
2.3.5 Patogenesis Karsinoma Tiroid ............................................. 18
2.3.6 Manifestasi Klinis Karsinoma Tiroid ................................... 22
2.3.7 Penegakan Diagnosis Karsinoma Tiroid .............................. 22
2.3.8 Penatalaksanaan Karsinoma Tiroid ...................................... 27
2.3.9 Prognosis .............................................................................. 34
BAB III KESIMPULAN .................................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 37

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Karsinoma tiroid merupakan kanker organ endokrin terbanyak dijumpai di


dunia. Pada tahun 2016, American Cancer Society memperkirakan 1,68 juta
penduduk US yang didiagnosis dengan karsinoma dan sekitar 64 ribu (3,8%)
adalah karsinoma tiroid.1 Di Indonesia, karsinoma tiroid merupakan urutan ke
enam dari sepuluh besar penyakit kanker terbanyak dari tahun 2010-2013,
karsinoma tiroid dapat ditemukan pada semua golongan usia,dijumpai
peningkatan pada golongan usia 7-20 tahun dan pada usia 40-65 tahun dengan
perbandingan laki-laki dan wanita 1:3.2
Berdasarkan histopatologinya, karsinoma tiroid berasal dari 2 jenis sel yang
ada di tiroid. Sel folikular merupakan asal dari karsinoma tipe papilare, folikulare
dan anaplastik. Sedangkan sel C atau sel parafolikular merupakan asal dari
karsinoma tipe medulare. Selain itu terdapat klasifikasi berdasarkan staging
berdasarkan dari ukuran, kelenjar getah bening regional dan metastasis dengan
menggunakan TNM staging. Malignansi dari kelenjar tiroid memiliki tingkatan
keganasan mulai dari pertumbuhan yang relatif lambat seperti karsinoma papiler,
sampai dengan progresifitas yang tinggi seperti karsinoma folikuler serta
karsinoma anaplastik. Dari seluruh kejadian karsinoma tiroid, 90% adalah
karsinoma dengan berdiferensiasi baik, 5%-9% adalah karsinoma medulare, 1%-
2% adalah karsinoma anaplastik.3
Banyak faktor risiko yang mampu meningkatkan terjadinya karsinoma tiroid
seperti seseorang yang telah mengalami kontak radiasi pada daerah kepala dan
leher, insiden kontak radiasi selama masa kanak-kanak, intake yodium, stimulasi
yang kronik dari thyroid stimulating hormone (TSH), riwayat memiliki goiter
sebelumnya, serta riwayat keluarga yang memiliki karsinoma tiroid sebelumnya.1
Penegakan diagnosis karsinoma tiroid dapat dilakukan dengan melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang dapat berupa berupa
fine needle aspiration biopsy (FNAB), fine needle aspiration cytology (FNAC),
atau dengan menggunakan USG.3 Mengenal dan mendiagnosis karsinoma tiroid
sejak dini merupakan tujuan dari dibuatnya makalah ini.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelenjar Tiroid


2.1.1 Anatomi
Kata tiroid berasal dari bahasa Yunani yang artinya “perisai” pertama
kali diperkenalkan oleh Thomas Wharton pada tahun 1656. Tiroid
merupakan organ endokrin terbesar dengan berat 10–25 g. Kelenjar tiroid
terbagi menjadi dua lobus yang dihubungkan oleh isthmus. Setiap lobus
memiliki tebal 2 cm dan panjang 4 cm, walaupun lobus kanan biasanya
lebih lebar daripada lobus kiri.3 Setiap lobus berbentuk seperti buah alpukat,
dengan apeksnya menghadap ke atas sampai linea oblique cartilago
tiroideae, sementara itu basisnya terletak di bawah setinggi cincin trakea
keempat atau kelima. Isthmus meluas melintasi garis tengah di depan cincin
trakea 2, 3, dan 4. Sering terdapat lobus pyramidalis yang menonjol ke atas
dari isthmus, biasanya ke sebelah kiri garis tengah. Sebuah pita fibrosa atau
muskular sering menghubungkan lobus pyramidalis dengan os hyoideum.
Bila pita ini muskular, disebut m. levator glandula tiroid.4 Tiroid dipersarafi
oleh ganglia servikalis medial dan inferior dari sistem saraf simpatik.3

Gambar 1. Anatomi Kelenjar Tiroid

2
Kelenjar tiroid dibungkus oleh selubung yang berasal dari fascia
pretrachealis. Selubung ini menempelkan kelenjar ini ke laring dan trakea.
Penempelan ini menjelaskan mengapa kelenjar tiroid mengikuti gerakan
laring sewaktu menelan. Benjolan patologi apapun di leher, yang merupakan
bagian dari kelenjar tiroid akan bergerak ke atas ketika pasien menelan.4
Tiroid merupakan kelenjar yang kaya vaskularisasi. Pasokan arteri
berasal dari arteri tiroid superior dan inferior. Arteri tiroid superior
merupakan cabang ipsilateral dari arteri karotis eksterna, berjalan turun
menuju kutub atas setiap lobus, bersama dengan nervus laryngeus externus.
Sedangkan arteri tiroid inferior merupakan cabang dari trunkus
tiroservikalis yang merupakan percabangan langsung dari arteri-arteri
subklavia. Arteri tiroid inferior berjalan ke atas di belakang kelenjar tiroid
sampai setinggi kartilago krikoidea, kemudian membelok ke medial dan
bawah untuk mencapai pinggir posterior kelenjar tiroid. Nervus laryngeus
recurrens melintas di depan atau belakang arteri ini, atau mungkin berjalan
di antara cabang-cabangnya. Arteri tiroid ima adalah cabang langsung dari
aorta yang bertugas untuk memperdarahi bagian isthmus dan secara klinis
bisa menjadi cadangan untuk menggantikan arteri tiroid inferior apabila
terjadi kerusakan.3,4

Gambar 2. Vaskularisasi Kelenjar Tiroid


3
Vena-vena dari kelenjar tiroid adalah vena tiroid superior yang
bermuara ke vena jugularis interna; vena tiroid media, yang bermuara ke
vena jugularis interna; dan vena tiroid inferior. Vena tiroid inferior dari
kedua sisi beranastomosis satu dengan lainnya pada saat mereka berjalan
turun di depan trakea. Vena-vena ini akan bermuara ke dalam vena
brachiocephalica sinistra di dalam rongga toraks.4
Cairan limfe dari glandula thyroidea terutama mengalir ke lateral ke
dalam nodi lymphoidei cervicales profundi. Beberapa pembuluh limfe
berjalan turun ke nodi lymphoidei paratracheales.4

Gambar 3. Aliran Limfe Kelenjar Tiroid

Menurut American Joint Committee of Cancer (AJCC),


metastasis nodus limfe pada leher dibagi menjadi 6 zona.11
1. Level I
Pada level ini secara superior terikat pada corpus mandibula, posterior
pada muskulus stylohyoideus, dan secara anterior pada sisi kontralateral
pada muskulus digastrikus venter anterior.11
Level I dibagi menjadi level Ia, yang meliputi nodus pada segitiga
submental (diikat pada venter anterior muskulus digastrikus dan tulang
hyoid) dan Ib, meliputi nodus pada segitiga submandibular. Nodus pada
level Ia berisiko lebih besar untuk mendapatkan metastasis dari kanker yang
berasal dari atap mulut, anterior lidah, alveolar anterior mandibula, dan

4
bibir bawah. Level Ib sering mendapatkan metastasis dari kanker pada
rongga mulut, kavitas nasal anterior, struktur jaringan lunak pada tengah
wajah, dan glandula submandibular. 11

2. Level II
Nodus limfa level II berkaitan dengan sepertiga atas vena jugular,
memanjang dari dasar tengkorak sampai batas inferior dari tulang hyoid.
Batas posterior dari level II adalah batas posterior muskulus
sternocleidomastoideus dan batas anteriornya muskulus stylohyoideus.11
Nervus aksesorius spinal, berjalan secara oblik melewati area ini,
digunakan sebagai landmark untuk membagi area ini menjadi IIb, bagian
atas dan belakang dari saraf, dan IIa, bagian yang terletak secara
anteroinferior dan dekat dengan vena jugular interna. Nodus pada level II
berisiko untuk mendapatkan metastasis kanker berasal dari kavitas oral,
kavitas nasal, nasofaring, orofaring, hipofaring, laring, dan kelenjar parotid.1

3. Level III
Nodus level III terletak antara hyoid secara superior dan garis
horizontal pada batas inferior dari kartilago krikoid. Muskulus sternohyoid
menandai batas anterior dari level III, dan batas posteriornya adalah batas
posterior dari muskulus sternocleidomastoideus. Level III sering
mendapatkan metastasis dari kanker yang berasal dari kavitas oral,
nasofaring, orofaring, hipofaring, dan laring.13

4. Level IV
Grup nodus pada level IV berkaitan dengan sepertiga bawah vena
jugular. Nodus ini terletak antara batas inferior kartilago krikoid dan
klavikular, dan seperti level III, batas anteriornya adalah muskulus
sternohyoideus dan batas posteriornya muskulus sternokleidomastoideus.
Nodus level IV ini mendapatkan metastasis dari kanker yang berasal dari
laring, hipofaring, tiroid, dan esofagus servikal.13

5. Level V
Nodus ini terletak di segitiga posterior pada leher. Grup ini

5
meliputi kelompok nodus aksesori spinal, servikal transversal, dan
supraklavikular. Level V terikat secara anterior pada batas posterior
darimuskulus sternocleidomastoideus dan secara posterior pada muskulus
trapezius. Level V meluas dari apex dari muskulus sternocleidomastoideus
dan muskulus trapezius secara superior dan klavikula secara inferior. Level
ini dibagi berdasarkan bidang pada batas inferior dari kartilago krikoid
menjadi level Va pada superior dan level Vb pada inferior.13

Level Va meliputi nodus yang berkaitan dengan nervus aksesorius


spinal, dan level Vb meliputi nodus servikal transveral san supraklavikular.
Nodus ini berisiko untuk mendapatkan metastasis kanker dari nasofaring,
orofaring, dan kulit dari posterior skalp dan leher.13

6. Level VI
Grup ini meliputi nodus limfe dari kompartemen leher anterior atau
sentral. Secara lateral dibatasi oleh arteri karotis, superior oleh tulang hyoid,
dan inferior oleh incisura jugularis. Area ini kaya akan saluran limfa yang
mendrainase kelenjar tiroid, laring subglottic, trakea servikal, hipofaring,
dan esofagus servikal. Nodus limfa pada kompartemen ini terletak pada
sulkus trakeoesofageal (nodus paratrakeal), di depan trakea (nodus
pretrakeal), sekitar tiroid (nodus paratiroidal dan di membran krikotiroid
(prekrikoid atau Delphian node).13

Gambar 4. Zona Metastasis Nodus Limfe

6
2.1.2 Fisiologi
Kelenjar tiroid terdiri dari dua jenis sel endokrin yang berbeda, yaitu
sel C (clear = jernih) yang menyekresi kalsitonin, dan sel-sel folikular yang
menyekresi hormon tiroid (tiroksin [T4] dan 3,5,3′-triiodothyronine [T3]).3,5
Produksi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid dikendalikan oleh
thyrotropin-stimulating hormone (TSH) yang disekresi dari hipofisis
anterior sebagai respon terhadap hormon yang melepaskan thyrotropin yang
dikeluarkan oleh hipotalamus. Dalam keadaan normal, hormon tiroid
berperan sebagai sinyal umpan balik negatif untuk mencegah terjadinya
sekresi hormon yang berlebihan.3,5
Kadar hormon tiroid yang rendah dalam darah merangsang pelepasan
TSH dari hipofisis anterior. Sebagai respons terhadap stimulus TSH, sel
folikular di kelenjar tiroid menyerap iodida dari sirkulasi melalui pompa
iodida yang terletak di membran sel basal. Iodida kemudian dioksidasi
menjadi iodium di sel folikular dan diangkut ke dalam lumen folikel. Di
lumen, iodium berikatan dengan gugus asam amino tirosin untuk
membentuk tiroglobulin teriodinasi, dengan produk utama adalah T3 dan
T4. T3 dan T4 tetap terikat pada tiroglobulin teriodinasi di folikel tiroid
dalam bentuk inaktif sampai dibutuhkan. TSH yang dilepaskan dari
hipofisis anterior merangsang sel kelenjar tiroid untuk mengeluarkan
hormon tiroid ke dalam aliran darah.6

Gambar 5. Fisiologi Hormon Tiroid

7
Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme basal di dalam
jaringan seluruh tubuh. Hormon tiroid merangsang sintesis protein-protein
spesifik yang terlibat dalam proses kalorigenesis (produksi panas) dan juga
memengaruhi metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak.7

2.2 Karsinogenesis
Terdapat beberapa prinsip yang perlu diketahui mengenai dasar
terbentuknya kanker. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:8
 Karsinogenesis bermula dari kerusakan genetik yang nonletal.
Kerusakan ini dapat disebabkan oleh agen yang terdapat di lingkungan,
seperti zat kimia, radiasi, atau virus. Selain itu, agen ini bisa juga
diturunkan melalui germ line. Akan tetapi, mutasi juga dapat terjadi
secara acak dan tidak terduga.
 Sebuah tumor berasal dari satu sel prekursor yang rusak dan mengalami
ekspansi klonal.
 Gen yang menjadi target kerusakan adalah empat kelas gen regulator
normal: protoonkogen yang mempromosikan pertumbuhan, gen
supresor tumor yang menginhibisi pertumbuhan, gen pengatur
apoptosis, dan gen yang terlibat dalam reparasi DNA.
 Karsinogenesis terdiri dari banyak langkah pada tingkat genetik
maupun fenotipe akibat banyak mutasi. Hasilnya, neoplasma dapat
berprogresi menjadi ganas, dengan karakteristik neoplasma ganas
seperti pertumbuhan berlebihan, invasi lokal, dan kemampuan
metastasis yang jauh.
Jadi, jika disimpulkan, sel yang normal mula-mula terpajan agen yang
dapat merusak DNA. Apabila reparasi DNA gagal terjadi karena gen-gen
pengatur pertumbuhan sel rusak, maka sel akan mengalami pertumbuhan
klonal yang tak terkontrol. Lama-lama, terjadi progresi tumor yang dapat
berujung pada neoplasma yang malignan. Neoplasma malignan memiliki
karakteristik berupa invasi dan metastasis.8
Pada metastasis, sel tumor terlepas dari massa primer, memasuki
aliran darah atau sistem limfatik, lalu tumbuh di tempat yang jauh dari situs

8
awalnya. Proses metastasis terdiri dari invasi sel tumor ke matriks
ekstraseluler, diseminasi vaskular, penempatan sel tumor, dan kolonisasi.
Melalui studi pada manusia dan tikus, ditemukan bahwa metastasis tidak
selalu timbul, meski jutaan sel terlepas dalam sirkulasi setiap harinya dari
suatu tumor. Hal ini disebabkan oleh berbagai mekanisme kontrol (misalnya
sistem imun adaptif dan induksi apoptosis) yang mengatur setiap langkah
dari proses metastasis sehingga tidak semua sel dapat bertahan hidup.8

(A) (B)
Gambar 6. (A) Langkah-langkah karsinogenesis; (B) Langkah-langkah metastasis

2.3 Karsinoma Tiroid


2.3.1 Definisi Karsinoma Tiroid
Karsinoma tiroid adalah suatu bentuk kelainan yang ditandai dengan
pertumbuhan dan penyebaran sel-sel abnormal yang tidak terkontrol dari
kelenjar tiroid.1
9
2.3.2 Klasifikasi Karsinoma Tiroid
2.3.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Histopatologi
Berdasarkan histologinya, tiroid terdiri atas dua sel, yaitu sel
folikular dan sel parafolikular. Dari kedua sel tiroid inilah yang
berkembang menjadi beberapa jenis karsinoma, yaitu:
a. Papillary Thyroid Carcinoma (PTC)
Karsinoma tiroid papiler banyak ditemukan di negara yang
kadar yodium pada makanannya cukup, angka kejadiannya berkisar
antara 80% sampai 85%. Ciri – ciri karsinoma ini bervariasi, ada yang
berupa subkapsular bewarna keputihan, tumor berukuran 5 sampai 6 cm
yang meluas dan menginvasi struktur luar kelenjar tiroid. Perubahan
perubahan yang mungkin nampak adalah perubahan kistik, kalsifikasi,
dan bahkan osifikasi.3 Pada umumnya tipe ini ditemukan pada usia
kurang dari 40 tahun dan jarang terjadi pada anak-anak. Tipe ini
termasuk golongan yang berdiferensiasi baik, multisentris dan
didapatkan varian yang dapat menentukan prognosis.9
Karsinoma papiler dicirikan dengan adanya papilla bila dilihat
secara mikroskopis dan dapat ditemukan pola folikuler disebut variasi
folikuler. Karsinoma tiroid folikuler mempunyai kecenderungan untuk
berpindah ke space limpatik, karena itu multimodal mikroskopik lesi.
Secara klinikopatologi, usia di atas 45 tahun, besaran tumor, invasi
ekstratrioidal, metastase ke pembuluh darah dan diferensiasi buruk
merupakan indikator penilaian prognosis. Gambaran histopatologi PTC
berupa gambaran dari nukleus yang bening menyerupai ground glass
atau dapat dikenal sebagai Orphan Annie eyed.3

Gambar 7. Histopatologi Papillary Thyroid Carcinoma9

10
b. Follicular Thyroid Carcinoma (FTC)
FTC merupakan jenis karsinoma tiroid kedua terbanyak dan
lebih ganas dibandingkan PTC, angka kejadian sekitar 10%-15% dari
kasus keganasan tiroid.3 Tipe ini dapat ditemukan pada segala usia
dengan puncak pada usia 40 tahun dan lebih banyak pada daerah
kekurangan iodium. FTC dapat meginvasi pembuluh darah dan kapsul,
hal ini menjadi indikasi penilaian FTC, kasus ini lebih banyak pada lesi
unilateral dibandingkan lesi bilateral. Angka mortalitas sebesar 20%
karena cenderung metastasis jauh secara hematogen ke paru, tulang,
dan hati, sedangkan metastase ke kelenjar regional jarang terjadi.
Kemungkinan untuk bertransformasi menjadi ATC dua kali lebih besar
dari tipe PTC.9

Gambar 8. Histopatologi Follicular Thyroid Carcinoma11

c. Anaplastic Thyroid Carcinoma (ATC)


ATC didapatkan pada 1%-2% dari keganasan tiroid yang
merupakan salah satu neoplasma yang paling agresif. Tumor ini
terutama timbul pada bisa lanjut terutama di dekade 6 sampai 8
kehidupan, terutama pada daerah endemik gondok. ATC bermanifestasi
sebagai massa yang besar yang biasanya tumbuh pesat melebihi kapsul
tiroid dan masuk ke struktur leher di sekitarnya.3
ATC umumnya terkait dengan diagnosis kanker tiroid well-
differentiated atau penyakit nodul jinak tiroid. Hubungan ini
menunjukkan dua gambaran biologi tumor ini. Pertama, ATC mungkin

11
timbul melalui dedifferentiation dari kanker tiroid well-differentiated,
dan membentuk pola pertumbuhan yang agresif, tumor anaplastik ini
menggantikan semua tempat tumor well-differentiated. ATC
mencerminkan merupakan tumor undifferentiated, neoplasma yang
berkembang dengan cepat disertai karakteristik invasif. Pasien datang
dengan massa teraba yang cepat membesar. Ukuran ATC adalah 8-9
cm. Invasi ke dalam trakea, laring, atau saraf laring berulang
menyebabkan gejala obstruktif, hemoptisis, disfagia, dan suara serak.3
Sebagian besar pasien dengan ATC meninggal akibat penyakit
lokal-regional yang agresif, terutama kegagalan pernafasan saluran
napas bagian atas. Pada saat diagnosis, 25% sampai 50% dari pasien
memiliki metastasis.3

Gambar 9. Histopatologi Anaplastic Thyroid Carcinoma9

d. Medullary Thyroid Carcinoma


Meduler karsinoma tiroid (MTC) diidentifikasi berasal dari C
sel parafollicular yang menghasilkan kalsitonin. MTC terjadi sekitar 3%
sampai 12% dari kejadian karsinoma tiroid. MTC tidak terkait dengan
paparan radiasi, namun terjadi karena sindrom familial. Sporadis atau
nonfamilial MTC ditemukan 60% sampai 70% dari kasus.
Parafollicular, atau C sel, berasal dari nueral crest dan terletak terutama
di pertiga atas dan tengah lobus tiroid, dengan konsentrasi tertentu
posterior.3

12
Penampakan, MTC dibatasi atau infiltratif dan biasanya
berwarna putih-kuning. Secara histologis, tumor ini menunjukkan
berbagai pola, termasuk glanular, padat, spindle-sel, oncocytic, clear
sel, papiler, sel kecil, dan giant cel. Inti MTC mirip dengan tumor
neuroendokrin biasanya bulat dan memiliki dibintik seperti kromatin.
Inti ini berkeliling dan mempunya tekstur “pepper and salt”. Fitur
patologis yang berhubungan dengan prognosis yang buruk termasuk
adanya nekrosis, pola skuamosa, oxyphil sel dalam tumor dan tidak
adanya sel-sel dengan sitoplasma intermediet, dan kurang dari 50%
kalsitonin immunoreactivity.3

2.3.2.2 Klasifikasi Berdasarkan Sistem TNM


TNM staging merupakan klasifikasi tumor berdasarkan tiga
komponen dasar, yaitu tumor primer (Tx), kelenjar getah bening (Nx),
dan metastasis (Mx). Angka di bawahnya (x) digunakan untuk
menunjukkan ukuran dan derajat keterlibatannya. Klasifikasi dengan
menggunakan TNM staging bertujuan membantu dalam menentukan
prognosis suatu penyakit. Berikut TNM Staging untuk tumor primer (Tx),
kelenjar getah bening(Nx), dan metastasis (Mx) karsinoma tiroid.

Tabel 1. Klasifikasi Sistem TNM


T-TUMOR PRIMER
Tx Tumor primer tidak dapat dinilai

T0 Tidak didapat tumor primer (misal: sudah dioperasi)


T1 Tumor dengan ukuran sebesar <= 2cm, masih terbatas pada tiroid
T2 Tumor dengan ukuran terkecil > 2cm, dan ukuran terbesar tidak
lebih dari 4, dan masih terbatas pada tiroid
T3 Tumor dengan ukuran > 4 cm, dan masih terbatas pada tiroid;
atau ukuran berapa saja dengan ekstensi minimal extra tiroid
(misalnya ke otot sternotiroid atau jaringan lunak peritiroid)

T4a Tumor dengan ekstensi keluar kapsul tiroid dan menginfiltrasi

13
jaringan subkutan, laring, trakea, esofakus, n. laringeus rekuren
T4b Tumor menginfiltrasi fascia prevertebra, pembuluh darah
mediastinum atau a. Karotis
T4a* (Karsinoma anaplastia) Tumor dengan ukuran berapa saja masih
terbatas pada tiroid
T4b* (Karsinoma anaplastia) Tumor dengan ukuran berapa saja dan
extensi keluar kapsul tiroid
N-NODES/KELENJAR GETAH BENING
N Kelenjar getah bening tidak dapat dinilai

N0 Tidak terdapat metastasis kelenjar getah bening


N1 Terdapat metastasis pada kelenjar getah bening
N1a Terdapat metastasis pada kelenjar getah bening cervical level VI
(pretrakea, para-trakea, delphian)
N1b Terdapat metastasis pada kelenjar getah bening servikal
unilateral, bilateral, kontra-lateral atau KGB mediastinum
M-METASTASIS JAUH
Mx Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 Tidak terdapat metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh
Catatan:
Tumor multifokal dari semua tipe histologi harus diberi tanda (m)
(ukuran
terbesar menentukan klasifikasi), contoh: T2(m)
Semua karsinoma tiroid anaplastik/undifferentiated termasuk T4
Karsinoma anaplastik Intratiroid – resektabel secara bedah
Karsinoma anaplastik ekstra tiroid – irreektabel secara bedah
Terdapat empat tipe histopatologi mayor:
1. Papillary carcinoma (termasuk dengan fokus folikular)
2. Follicular carcinoma (termasuk Hurthle cell carcinoma)
3. Medullary carcinoma
4. Anaplastic/undifferentiated carcinoma

14
Tabel 2. Stadium klinis
Karsinoma Tiroid Papilare atau Folikulare Umur < 45 Tahun
Stadium I Tiap T Tiap N M0
Stadium II Tiap T Tiap N M1

Karsinoma Papilare atau Folikulare umur ≥ 45 Tahun dan Medulare


Stadium I T1 N0 M0
Stadium II T2 N0 M0
Stadium III T3 N0 M0
T1,T2,T3 N1a M0
Stadium IVA T1,T2,T3 N1b M0
T4a N0,N1 M0
Stadium IVB T4b Tiap N M0
Stadium IVC Tiap T Tiap N M1

Karsinoma Anaplastik/Undifferentiated (Semua kasus stadium IV)


Stadium IVA T4a Tiap N M0
Stadium IVB T4b Tiap N M0
Stadium IVC Tiap T Tiap N M1

2.3.3 Epidemiologi Karsinoma Tiroid


Karsinoma tiroid merupakan kanker organ endokrin terbanyak
dijumpai di dunia. Berdasarkan data dari American Cancer Society pada
tahun 2016, terdapat 1,68 juta penduduk US yang didiagnosis dengan
karsinoma dan sekitar 64 ribu (3,8%) adalah karsinoma tiroid.1 Sedangkan
di Indonesia sendiri karsinoma tiroid merupakan urutan ke enam dari
sepuluh besar penyakit kanker terbanyak dari tahun 2010-2012.2
Karsinoma tiroid lebih banyak menyerang wanita dibandingkan dengan
laki-laki dengan insiden terbanyak mengenai pada usia 40-45 tahun.3
Karsinoma tiroid lebih banyak 2,5 kali pada wanita dibandingkan
dengan laki-laki. Diagnosis lebih awal ditemukan banyak pada wanita
dibandingkan pada pria untuk jenis karsinoma papiler dan folikuler. Secara

15
khusus, usia rata-rata pada wanita kulit putih adalah antara 40 dan 41
tahun, sedangkan untuk laki-laki kulit putih 44-45 tahun pada karsinoma
tiroid papiler. Sedangkan karsinoma folikuler didiagnosis pada usia rata-
rata 48 untuk perempuan kulit putih dan usia 53 untuk laki-laki.3
Karsinoma tiroid yang paling banyak ditemukan adalah tipe papiler
yaitu ditemukan sebesar 80%-85 % dari semua kasus karsinoma
tiroid,diikuti oleh tipe folikuler (5%-10 %), 3%-5% jenis hartel cell dan
MTC (sekitar 5%-9%) dan ATC 1%-3, Limfoma didapatkan 1%-3% dan >
1% untuk sarkoma dan karsinoma jenis lainnya.3

2.3.4 Faktor Risiko Karsinoma Tiroid


Studi epidemiologis telah menunjukkan empat sampai sepuluh kali
lipat peningkatan risiko kanker tiroid berdiferensiasi baik di keluarga
dengan neoplasia. ini Berbeda dengan patologi molekuler yang dijelaskan
terkait dengan karsinoma tiroid meduler, genetika molekuler dan klinis
folikular kanker tiroid sel yang diturunkan hanya baru-baru ini
diluncurkan. Kanker tiroid berdiferensiasi baik keduanya dapat diwariskan
dalam mode autosomal dominan sebagai fitur utama pada beberapa
sindrom serta memiliki peningkatan insiden sindroma suspect tumor lain.
Sebesar 20%-25% kejadian MTC dipengaruhi penurunan sifat MTC oleh
gen autosomal dominan.
Paparan radiasi pada daerah leher sewaktu kecil, usia, jenis
kelamin, dan riwayat keluarga merupakan faktor risiko untuk karsinoma
tiroid tipe well-differentiated. Terdapat hubungan peningkatan risiko
karsinoma tiroid dengan usia terpaparnya radiasi. Periode laten paparan
masa kanak-kanak minimal 3 sampai 5 tahun, dan tidak ada penurunan
peningkatan risiko bahkan setelah 40 tahun terkena paparan. Mayoritas
kasus terjadi setelah paparan antara 20-40 tahun.3
Sebagian besar pasien kohort yang menjalani penyinaran pada
masa kecil untuk kondisi medis yang jinak seperti pembesaran thymus
antara 1920 dan 1960 sekarang antara usia 45 dan 85, dan populasi ini
masih memiliki peningkatan risiko mengembangkan kanker tiroid.

16
Meskipun penggunaan radiasi untuk kondisi jinak belum dipraktekkan
sejak tahun 1960-an, terjadi peningkatan penggunaan penggunaan radiasi
untuk kondisi neoplasma, pada bayi, anak-anak, dan orang dewasa muda.
Mayoritas penduduk ini memiliki Hodgkin atau limfoma non-Hodgkin
juga termasuk tumor Wilms atau neuroblastoma di mana ada beberapa
yang menderita karsinoma tiroid. Pengobatan neuroblastoma dan tumor
Wilms di usia muda untuk ( usia rata-rata, 2 dan 3 tahun, masing-masing)
dan paparan tiroid dengan dosis yang relatif tinggi telah menyebabkan
peningkatan dramatis dalam risiko karsinoma tiroid.3
Paparan radiasi pada kelenjar tiroid mungkin karena paparan
Iodine-133 (I131) diberikan untuk scan diagnostik tiroid. Selain itu, terapi
I131 diberikan untuk ablasi jaringan tiroid untuk mengobati hipertiroidisme
terkait dengan peningkatan kejadian kanker tiroid.3
Selain faktor paparan radiasi, termasuk pengaruh diet, hormon
seks, paparan lingkungan, atau kerentanan genetik, telah dipelajari, dengan
hasil yang beragam dan tidak ada asosiasi yang jelas. Pengaruh diet telah
terutama difokuskan pada tingkat yodium dalam makanan. Diet
kekurangan yodium atau diet sejumlah besar sayuran-sayuran (yang
memblokir uptake yodium) dapat menyebabkan peningkatan thyroid-
stimulating hormone (TSH) dan faktor pertumbuhan mayor untuk sel
folikular tiroid. Intake iodin diketahui mempengaruhi distribusi histotipe
dari kanker tiroid, dibandingkan insidens rata-rata, dengan lebih banyak
karsinoma folikular dan sedikit papilare pada daerah defisiensi iodin.
Ketika profilaksis iodin diberikan, serum TSH rata-rata menurun dan rasio
papilare:folikular meningkat. Adanya perpindahan insidensi dari folikular
menjadi histotipe papilare disebabkan karena mutasi BRAFV600E, yang
merupakan gangguan molekular yang menyebabkan PTC.12
Nodul kelenjar tiroid sering dihubungkan dengan bertambahnya
usia, terutama pada wanita. Nodul kelenjar tiroid ditemukan hampir 90%
wanita yang berumur diatas 70 tahun, sedangkan pada pria hanya 60%
dengan usia diatas 80 tahun. Nodul kelenjar tiroid bisa ditemukan 3-7%
dari pemeriksaan fisik, atau ditemukan secara tidak sengaja dari

17
pemeriksaan USG leher, maupun CT scan leher. Hanya 10-15% nodul
yang ditemukan terbukti sebagai keganasan kelenjar tiroid.3

2.3.5 Patogenesis Karsinoma Tiroid


Tumor/ Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid, dianggap
membesar bila kelenjar tiroid lebih dari 2x ukuran normal. Struma diffusa
adalah pembesaran yang merata dengan konsistensi lunak pada seluruh
kelenjar tiroid . Struma nodusa jika pembesaran kelenjar tiroid terjadi
akibat nodul, apabila nodulnya hanya satu maka disebut uninodusa, dan
bila lebih dari satu baik terletak pada hanya satu sisi lobus saja maupun
pada kedua lobus maka disebut multinodusa.
Dari aspek fungsi kelenjar tiroid, yang tugasnya memproduksi
hormon tiroksin maka bisa kita bagi menjadi :
1. Hipertiroid sering juga disebut sebagai toksika (walaupun pada
kenyataannya pada penderita ini tidak dijumpai adanya toksin ), bila
produksi hormon tiroksin berlebihan.
2. Eutiroid bila produksi hormon tiroksin dalam batas normal.
3. Hipotiroid bila produksi hormon tiroksin kurang . Pada struma yang
tanpa tanda- tanda hipertiroid, kita sebut sebagai struma nontoksika.
Dari aspek histopatologi timbulnya struma bisa kita jumpai akibat
proses hiperplasia, keradangan /inflamasi, neoplasma jinak, neoplasma
ganas. Pembesaran kelenjar tiroid (struma) dapat disebabkan oleh:
1. Hiperplasi dan hipertrofi dari kelenjar tiroid, setiap organ apabila
dipacu untuk bekerja lebih berat maka akan kompensasi dengan jalan
hipertrofi dan hiperplasi. Demikian juga halnya pada kelenjar tiroid pada
saat masa pertumbuhan atau pada kondisi dimana membutuhkan hormon
tiroksin lebih banyak maka akan diikuti dengan pembesaran kelenjar
tiroid, misalnya pada saat pubertas, gravid, sembuh dari sakit parah.
2. Inflamasi atau infeksi kelenjar tiroid, ada 3 bentuk yaitu :
a. Tiroiditis akut
b. Tiroiditis sub-akut (de Quervain)
c. Tiroiditis kronis ( Hashimoto's disease dan Riedel's struma )

18
3. Neoplasma, ada 2 bentuk, yaitu :
a. Neoplasma jinak (adenoma), dimana bentuk adenoma papiliferum
sering dianggap ganas dan dimasukkan dalam karsinoma tiroid tipe
papiler.
b. Neoplasma ganas (adenocarcinoma)
2.3.5.1. Karsinoma tiroid papilare
Adanya mutasi atau rearrangement kromosom pada mitogen-
activated-protein kinase (MAPK) dan phosphatidylinositol 3-kinase
(PI3K)/jalur protein kinase B menyebabkan bentuk yang paling sering
dari karsinoma tiroid. Contohnya, mutasi dari HRAS, KRAS, NRAS, atau
BRAF, atau rearrangement gen yang mengkode RET (RET/PTCs) atau
NTRK1 (TRK-Ts) terjadi pada 70% pasien PTC. Mutasi paling sering,
BRAFv600E, terjadi pada 50% pasien dengan PTC dan paling sering
pada pasien dengan PTC klasik (60%), dan varian tall cell PTC (90%).
Mutasi juga terjadi pada karsinoma tiroid diferensiasi buruk dan
karsinoma tiroid anaplastik (ATC), yang berasal dari PTC. Mutasi pada
HRAS, KRAS, atau paling sering NRAS terjadi pada 25% karsinoma tiroid
folikular (FTC), 15% pada PTC, dan 5% adenoma folikular. Mutasi pada
p53 dan CTNNB (B-catenin) terjadi pada pasien dengan karsinoma
tiroid diferensiasi buruk dan ATC.13

Sekitar 30% PTC memiliki translokasi kromosomal, menyebabkan


fusi dari C- terminal RET tyrosine kinase, yang menyebabkan adanya
ekpresi aktif dari onkogen RET/PTC. Onkogen yang paling sering yaitu
RET/PTC1 (60-70%), dan RET/PTC3 (20-30%). Prevalensi dari
RET/PTC pada kanker tiroid anak-anak >50%; dan pada anak-anak yang
mengalami PTC akibat paparan radiasi pada bencana Chernobyl,
prevalensinya sekitar 67-87%.13

19
Gambar 10. Patogenesis karsinoma tiroid

PTC menempati 80-85% tumor maligna epitel tiroid. Karsinoma


papilare memiliki gambaran yang bervariasi, mulai dari subcapsular white
scar sampai tumor besar >5-6 cm yang dapat menginvasi struktur sekitar
dekat kelenjar tiroid. Perubahan kistik, kalsifikasi, dan osifikasi dapat
ditemukan. Secara mikroskopik, PTC memiliki karakteristik adanya
papila. Adanya gambaran sitologi yang khas pada PTC adalah
karakteristik nukleus yang mengandung Orphan-Annie nuklei, nuclear
grooves, dan intranuclear pseudoinclusions. Nukleusnya membesar
sehingga sering overlap. PTC memiliki kecenderungan menginvasi rongga
limfatik, sehingga menyebabkan adanya lesi mikroskopik multimodal di
KGB dan insidensi yang tinggi untuk metastasis ke KGB regional.13

2.3.5.2. Karsinoma tiroid folikular


Rearrangement gen yang melibatkan faktor transkripsi spesifik
tiroid paired-box gene 8 (PAX8) dengan peroxisome proliferators
activated receptor-γ (PPAR- γ) diidentifikasi pertama kali pada FTC
sebagai translokasi sitogenetik t(2,3)(q13;p25) yang terdeteksi. Sebanyak

20
49% FTC memiliki mutasi RAS dan 36% rearrangement gen PAX8-
PPARγ, dan beberapa memiliki keduanya. Mutasi RAS terjadi hampir
setengah dari adenoma folikular, dan translokasi PAX8-PPARγ terdapat
hanya pada 4%. Kemampuan invasif tumor berkaitan dengan translokasi
PAX8-PPARγ dan bukan mutasi RAS.13
FTC menempati sekitar 5-10% dari malignansi di area nonendemic
goiter di dunia. Kebanyakan pola folikular pada malignansi tiroid
menunjukkan varian folikular padapapilare dan memiliki karakter biologis,
riwayat, dan prognosis PTC. Karakteristik FTC unifokal, berkaspsul tebal,
dan menunjukkan invasi kapsul dan/atau pembuluh darah.14

2.3.5.3. Karsinoma Tiroid Medullare


Karsinoma tiroid Medullare (MTC) berasal dari sel C
parafolikuler. Sebanyak 75% MTC terjadi secara sporadik dan 25% terjadi
secara familial. Sindrom Familial Medullary Thyroid Carcinoma (FMTC)
diturunkan secara autosomal dominan. Anak yang memiliki keturunan
sindrom FMTC memiliki risiko 100% mengalami MTC.
Sindrom MTC terdiri dari MEN 2A, MEN 2B, dan FMTC. MEN2
merupakan mutasi dari protoonkogen RET yang menyebabkan multiple
endocrine neoplasia. MEN2A (Sipple syndrome) terdiri dari MTC,
pheochromocytoma (50% pasien), dan hiperparatiroidisme (10-20%
pasien). MEN2B terdiri dari MTC, pheochromocytoma 26 (50% pasien),
habitus marfanoid, dan ganglioneuromatosis. FMTC terdiri dari hanya
MTC. MTC pada MEN2B memiliki fitur biologis yang lebih agresif, dan
biasa muncul pada umur 10 tahun, dan memiliki kemungkinan untuk
bertumbuh cepat dan metastasis. MTC pada MEN2A dapat muncul pada
dekade pertama kehidupan, dan hampir selalu muncul pada dekade kedua.
MTC pada FMTC muncul pada saat dewasa.13,15
MTC memiliki variasi mikroskopik yang bervariasi. Sel malignan
dapat terlihat bulat, poligonal, atau berbentuk spindle. Pada stroma,
terlihat adanya deposit amiloid. Pada FMTC, terlihat adanya hiperplasia
sel C.15

21
2.3.5.4. Karsinoma Tiroid Anaplastik (ATC)
ATC merupakan malignansi tiroid yang undifferentiated berasal
dari epitel folikular. Kasus ATC jarang ditemukan, tetapi agresif dan
prognosisnya sangat buruk pada median rata-rata survival <6 bulan.
Semua ATC diklasifikasikan sebagai stage IV, dengan stage IVA terbatas
pada tiroid, IVB dengan invasi lokal, dan IVC dengan metastasis jauh.
Paru-paru dan tulang menjadi tempat metastasis paling sering.13
ATC dapat terjadi bersamaan dengan malignasis tiroid lain
termasuk papilare, folikular, dan Hurthle cell carcinoma (HCC), yang
mungkin disebabkan oleh adanya dedifferentiation dari well-differentiated
cancer, melalui mutasi aktif dari BRAF dan RAS. ATC muncul dengan
massa tiroid yang membesar dengan cepat, sering melibatkan kelenjar
getah bening dan struktur leher lain sehingga terjadi gejala kompresif.
USG dapat digunakan untuk menentukan status kelenjar getah bening,
tetapi tidak spesifik. Pemeriksaan FNA adekuat menentukan diagnosis,
selama sampel tersebut diambil dari area non-nekrotik. Dapat dilakukan
biopsi core atau biopsi insisi apabila FNA masih nondiagnostic.13
Pada evaluasi mikroskopik, terlihat sel bervariasi seperti squamoid,
spindle, dan giant cell. Semua variasi histologi ini menunjukkan aktivitas
mitosis yang tinggi, nekrosis dari fokus luas, dan infiltrasi.15
2.3.6 Manifestasi Klinis Karsinoma Tiroid
Sebagian besar karsinoma tiroid muncul dengan adanya nodul pada
pasien terutama pada daerah dengan kekurangan iodine. Nodul semakin
lama semakin membesar ditandai dengan nodul soliter. Nodul yang timbul
tidak disertai nyeri. Dengan ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah
bening maka karsinoma perlu difikirkan. Pasien juga dapat datang dengan
keluhan dypsnue, dysphagia, suara serak dan ditemukannya nodul yang
lunak walaupun tidak spesifik tanda dari keganasan.15
2.3.7 Penegakan Diagnosis Karsinoma Tiroid
2.3.7.1 Anamnesis10
 Karsinoma tiroid lebih banyak diderita dan lebih awal terdeteksi pada
perempuan dibandingkan laki-laki

22
 Terdapatnya nodul soliter dengan pertumbuhan yang progresif
 Disfagia, dipsnue dan suara serak
 Kecepatan tumbuh tumor:16
a) Nodul jinak membesar tidak terlalu cepat
b) Nodul ganas membesar dengan cepat
c) Nodul anaplastik membesar sangat cepat
d) Kista dapat membesar dengan cepat
 Keluhan diare yang disebabkan peningkatan kadar kalsitonin pada
karsinoma tiroid meduler
 Riwayat paparan radiasi pada daerah leher saat masih anak-anak (
meningkatkan risiko 33-37%)
 Daerah endemis struma (area kekurangan iodine) mempunyai insiden
sedikit lebih tinggi terjadinya karsinoma tiroid tipe folikuler dan
anaplastik. Daerah tanpa defisiensi yodium mempunyai angka insiden
karsinoma papiler lebih tinggi dibandingkan daerah endemis
 Dapat berkembang menjadi Sindroma Horner yang dicirikan mata
yang enofthalmus, ptosis pada kelopak mata atas, kontraksi pupil,
penyempitan fisura palpebra, anhidrosis dan warna kemerahan pada
sisi wajah yang sakit disebabkan paralisis saraf servikal.
 Riwayat karsinoma tiroid didalam keluarga

2.3.7.2 Pemeriksaan Fisik


Lakukan pemeriksaan sistematis (urut dari atas ke bawah), simetris
(bandingkan kanan dan kiri), simultan (kanan dan kiri bersamaan),
seksama dan jangan lupa melihat kepala bagian belakang. Secara rutin
harus dievalusi juga keadaan kelenjar getah bening lehernya, adakah
pembesaran, lakukan evaluasi tersebut secara sistematis pula.
Pembesaran kelenjar tiroid sangat bervariasi dari tidak terlihat
sampai besar sekali dan mengadakan penekanan pada trakea, membuat
dilatasi sistem vena serta pembentukan vena kolateral.
Pemeriksaan penderita struma kita lakukan dari belakang, kepala
penderita sedikit fleksi sehingga m.sternokleidomastoideus relaksasi,

23
dengan demikian tumor tiroid lebih mudah dievaluasi dengan palpasi.
Gunakan kedua tangan bersamaan dengan ibu jari posisi ditengkuk
penderita sedang ke-4 jari yang lain dari arah lateral mengevaluasi tiroid
serta mencari pole bawah kelenjar tiroid sewaktu penderita disuruh
menelan. Pada struma yang besar dan masuk retrosternal maka kita tidak
bisa meraba trakea serta pole bawah tiroid. Kelenjar tiroid yang normal
teraba sebagai bentukan yang lunak dan ikut bergerak pada waktu
menelan.9
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan beberapa hal berikut:10
a. Adanya benjolan padat pada tiroid; bisa mono-noduler atau
multinoduler; benjolan kistik masih belum menyisihkan karsinoma
tiroid tipe papiler
b. Adanya pembesaran KGB leher
c. Ada tidaknya keluhan dan tanda-tanda metastasis jauh benjolan pada
kalvaria, tulang belakang, klavikula, sternum dan tanda-tanda yang
menunjukkan metastasis pada paru, serebral hati, dan lain-lain.
d. Kadang dijumpai Horner Syndrome (suatu sindrom yang terdiri dari
kelainan berupa masuknya bola mata, ptosis kelopak mata atas,
kelopak mata atas sedikit naik, kontraksi dari pupil, penyempitan dari
fissura palpebra, anhidrosis dan warna kemerahan di sisi wajah yang
sakit, disebabkan oleh paralisa saraf-saraf simpatis servikal) terutama
pada karsinoma tiroid tipe anaplastik.

2.3.7.3 Pemeriksaan Penunjang10


1 Tes fungsi tiroid (T3, T4 dan TSH).
Human Thyroglobulin: suatu tumor marker untuk keganasan tiroid
Pemeriksaan kadar FT4 dan TSHS untuk menilai fungsi tiroid Kadar
kalsitonin hanya untuk pasien yang dicurigai karsinoma meduler.
Pada kecurigaan adanya kelainan tiroid maka dilakukan uji fungsi
tiroid (thyroid function tests = TFT). Pada awal era pemeriksaan hormon
tiroid, parameter yang tersedia adalah T4 total,T3 total, T3 uptake dan
TSH. Penetapan T4 total tidak tepat menggambarkan fungsi tiroid sebab

24
dipengaruhi oleh Thyroid binding globulin (TBG) sehingga hasil dapat
tinggi atau rendah palsu, juga dipengaruhi oleh obat-obatan tertentu. Oleh
karena itu ada parameter hitungan yaitu Free thyroxin index (FTI) yang
didapatkan dari nilai T4 total x T3 uptake sebagai perkiraan kadar T4
bebas. FTI ini lebih baik daripada hanya kadar T4 total. Hasil yang tinggi
sesuai dengan hipertiroidisme dan yang rendah sesuai dengan
hipotiroidisme. TSH lama kurang peka, hanya dapat mendeteksi kadar
tinggi sehingga hanya dapat mendiagnosis hipotiroid.
Dengan perkembangan teknik pengukuran yang makin peka maka
dimungkinkan untuk mengukur kadar T4 bebas (FT4), T3 bebas (fT3)
dan TSH sensitive (TSHs). Dengan adanya fT4 dan fT3 maka FTI tidak
diperlukan lagi. TSHs dapat mengukur kadar TSH baik yang tinggi
maupun rendah sehingga juga dapat mendiagnosis hipertiroid atau
tirotoksikosis. Sekarang dengan TSH yang dimaksud adalah TSHs.
2 Pemeriksaan Radiologis
Dilakukan pemeriksaan foto thorax PA, untuk menilai ada tidaknya
metastasis, pendesakan trakhea, foto polos leher antero-posterior dan
lateral dengan metode “soft tissue technique” dengan posisi leher hiper
ekstensi, bila tumor besar. Untuk melihat ada atau tidaknya
mikrokalsifikasi (tanda-tanda kemungkinan keganasan). Esofagogram
dilakukan bila secara klinis terdapat tanda-tanda adanya infiltrasi ke
esofagus Pembuatan foto tulang dilakukan bila ada tanda-tanda
metastasis ke tulang yang bersangkutan.
3 Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Mencakup USG biasa dan dopler warna, USG merupakan cara
cukup sensitif untuk memeriksa ukuran dan jumlah tumor tiroid, dapat
menunjukkan ada tidaknya tumor, sifatnya padat atau kistik, ada tidaknya
kalsifikasi dll, akurasi pemeriksaan bergantung pada keterampilan dan
pengalaman pemeriksa. Dopler warna dapat mengetahui situasi alliran
darah di dalam tumor dan kelenjar limfe, sangat membantu dalam
diagnosis banding, lesi jinak, atau ganas.

25
Diperlukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul posterior
yang secara klinis belum dapat dipalpasi. Disamping itu dapat dipakai
untuk membedakan nodul yang padat dan kistik serta dapat dimanfaatkan
untuk penuntun dalam tindakan biopsi.
Tanda Lesi Ganas Lesi Jinak
Batas Tidak tegas, ireguler Tegas, reguler (teratur)
Internal Inhomogen, dominan Homogen, hiperekoik,
hipoekoik, tunggal multiple
Penampakan lesi Solid, mikrokalsifikasi Kistik campur solid
Halo Negatif Komplit
Vaskularisasi Sentral Perifer

Gambar 11. USG abnormal grayscale

4 FNA (Fine Niddle Aspiration) biopsy


Merupakan pemeriksaan sitologi. Ketepatan dari FNAB
bergantung pada beberapa hal, yaitu ketepatan memilih nodul yang
tepat (kadang diperlukan tuntunan USG), pembuatan slides yang
baik, dan fiksasi yang tepat; kemampuan dan pengalaman ahli
sitologi untuk menginterpretasi slides yang diperiksa. Kelemahan

26
dari pemeriksaan sitologi adalah jika nodul yang diperiksa terdiri
dari kista (cairan di aspirasi habil, sisa diperiksa) dan untuk
membedakan antara adenoma dan karsinoma tipe folikuler, yang
interpretasi keganasannya tidak tergantung dari morfologi sel/inti
sel, tetapi pada infiltrasi kapsel dan invasi ke dalam vaskuler yang
hanya dilihat pada pemeriksaan histopatologi.13
FNA rutin direkomendasikan pada nodul dengan ukuran >1 cm,
solid, danhipoekoik. Nodul yang lebih kecil juga dapat dipertimbangkan
untuk dilakukan FNA jika nodul tersebut terdapat pada pasien dengan
risiko kanker tiroid berdasarkan riwayat dan pemeriksaan fisik.17
5 Pemeriksaan penunjang baku emas berupa histopatologi dengan
temuan karakteristik khas masing-masing dari tipe karsinoma tiroid.

2.3.8 Penatalaksanaan Karsinoma Tiroid


Bila nodul suspek maligna, nodul tersebut dibedakan apakah kasus
tersebut operabel atau inoperabel. Bila kasus yang dihadapi inoperabel
maka dilakukan tindakan biopsi insisi dengan pemeriksaan histopatologi
secara blok parafin. Dilanjutkan dengan tindakan debulking dan radiasi
eksterna atau khemoradioterapi. Bila nodul tiroid suspek maligna tersebut
operabel dilakukan tindakan isthmolobektomi dan pemeriksaan potong
beku (VC). Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat:3
1. Lesi jinak  tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi
2. Karsinoma papilare.
Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan klasifikasi
AMES. Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan
observasi. Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total.
3. Karsinoma Folikulare  Dilakukan tindakan tiroidektomi total
4. Karsinoma Medulare  Dilakukan tindakan tiroidektomi total
5. Karsinoma Anaplastik  Bila memungkinkan dilakukan tindakan
tiroidektomi total. Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan
tindakan debulking dilanjutkan dengan radiasi eksterna atau
kemoradioterapi.

27
Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan
FNAB (Biospi Jarum Halus). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin
didapat yaitu:3
1. Hasil FNAB suspek maligna, “foliculare Pattern” dan “Hurthle Cell” 
Dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku
seperti diatas.
2. Dilakukan terapi hormonal, dua tujuan utama dari terapi ini adalah : 1.
Mempertahankan metabolisme normal tubuh, 2. Bisa membantu
menghentikan pertumbuhan sel kanker (Supresi kadar TSH). Supresi
TSH dilakukan dengan konsumsi tablet Thyrax selama 6 bulan
kemudian dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti dengan
tindakan observasi dan apabila nodul tersebut tidak ada perubahan atau
bertambah besar sebaiknya dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan
pemeriksaan potong beku seperti di atas.

Gambar 12. Evaluasi nodul tiroid berdsarkan hasil FNAB3

28
Gambar 13. Bagan penatalaksaan nodul tiroid jika ada fasilitas VC5

Tindakan operasi adalah terapi utama yang dilakukan hampir dalam


setiap kasus kanker tiroid, kecuali untuk beberapa kasus kanker tiroid
anaplastik.1 pada tahun 1940 hampir 70% pasien ca tiroid menjalani
unilateral lobectomy, pada tahun 1960 hanya 5% pasien PTC yang
menjalani nunilateral lobectomy. Pada tahun1980 total ataupun parsial
tiroidektomi diterapkan pada hampir 92% pasein kanker tiroid.3
Berdasarkan usia, metastasis, penyebaran, dan ukuran tumor primer.
Resiko rendah (Angka harapan hidup 99%): pasien dengan usia ≤50 tahun
tanpa metastasis, pasien yang lebih tua dengan intrathyroid papillary,
minor capsular invasion for follicular lesions, ukuran tumor primer <5
cm, tidak ada metastasis jauh.
Resiko tinggi (Angka harapan hidup 61%): semua pasien dengan
metastasis jauh, invasi ekstratiroid, invasi kapsular mayor, ukuran tumor
≥5 cm pada pasien tua (laki-laki >40 tahun, wanita >50 tahun).

29
A. Lobectomy
Lobectomy salah satu jenis tindakan pembedahan yang dilakukan
untuk menangani kanker tiroid. Terapi ini baisanya digunakan pada kasus
kanker tiroid papilary maupun folikuler. Namun bisa juga digunakan untuk
mendiagnosa kanker tiroid apabila biopsi yang dilakukan tidak
menunjukan hasil yang jelas dan meragukan.
Lobectomy dilakukan dengan memotong lobus yang terkena kanker
tiroid, namun masih meningglkan bagian dari galndula tiroid. Pasien yang
menjalani lobectomy terkadang tidak perlu melakukan terapi hormonal
dikarenakan bagian dari galndula tiroid masih tersisa. Kelenjar tiroid yang
tersisah dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan untuk melihat
kemungkinan recurrence kanker tiroid pada pasien.

B. Tiroidektomy
Jenis terapi ini adalah terapi pembedahan yang paling banyak
digunakan untuk pengobatan kanker tiroid. Bila seluruh galnd diangkat
makan disebut total tiroidektoy namun apabila glandula tiroid masih ada
yang tersia disebut parcial tiroidektomy. Sesudah pasien menjalani operasi
ini pasien harus menjalani terapi hormonal , namun keunggulannya dari
lobectomy adalah pemeriksaan untuk melihat kemungkinan recurrence
daapt dilakukan dengan menggunakan radioiodine scan dan throgllobulin
scan.

C. Lymph Node Removal


Pilihan terapi ini dilakukan apabila kanker tiroid telah menyebar ke
kelenjar getah bening pada leher, prosedurnya sama dengan pembedahan
kelenjar tiroid.

Apabila karsinoma tiroid telah mencapai metastasis regional maka


dipastikan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi operabel atau
inoperabel. Bila inoperabel tindakan yang dipilih adalah dengan
radioterapi eksterna atau dengan kemoradioterapi dengan memakai
Adriamicin. Dosis 50-60mg/m2 luas permukaan tubuh (LPT). Bila kasus
30
tersebut operabel dilakukan penilaian infiltrasi kelenjar getah bening
terhadap jaringan sekitar.Bila tidak ada infiltrasi dilakukan tiroidektomi
total (TT) dan Functional Radical Neck Dissection (RND). Bila ada
infiltrasi pada n.Ascesorius dilakukan TT + RND standar.Bila ada infiltrasi
pada vena Jugularis interna tanpa infiltrasi pada n. Ascesorius dilakukan
TT + RND modifikasi 1.Bila ada infiltrasi hanya pada m.
Sternocleidomastoideus dilakukan TT + RND modifikasi 2.

Gambar 14. Bagan tatalaksana karsinoma tiroid dengan metastasis regional10

Penatalaksanaan kanker tiroid dengan metastasis jauh harus


dibedakan terlebih dahulu apakah berdiferensiasi baik atau buruk. Bila
berdiferensiasi buruk dilakukan kemoterapi dengan adriamicin. Bila
berdiferensiasi baik dilakukan TT dengan radiasi interna dengan I131
kemudian dinilai dengan sidik seluruh tubuh, bila respon positif
dilanjutkan dengan terapi supresi/substitusi. Syarat untuk melakukan
radiasi interna adalah tidak boleh ada jaringan tiroid normal yang akan
bersaing dalam afinitas terhadap jaringan radioaktif. Ablasio jaringan
tiroid itu bisa dilakukan dengan pembedahan atau radioabalasio dengan
jaringan radioaktif. Bila respon negatif diberikan kemoterapi adriamicin.
Pada lesi metastasisnya, bila operabel dilakukan eksisi luas.11,18

31
Gambar 14. Algoritma tatalaksana karsinoma tiroid dengan metastasis jauh10

Kelenjar tiroid Anda menyerap hampir semua yodium di tubuh


Anda. Bila radioaktif yodium (RAI), juga dikenal sebagai I-131,
dimasukkan ke dalam tubuh dalam bentuk cair atau kapsul, konsentratnya
terkonsentrasi pada sel tiroid. Radiasi dapat menghancurkan kelenjar tiroid
dan sel tiroid lainnya (termasuk sel kanker) yang mengkonsumsi yodium,
dengan sedikit efek pada bagian tubuh lainnya. Dosis radiasi digunakan di
sini lebih kuat daripada yang digunakan dalam pemindaian radioiodin.
Pengobatan ini dapat digunakan untuk mengikis (menghancurkan)
jaringan tiroid apapun yang tidak dilepas dengan operasi atau untuk
mengobati beberapa jenis kanker tiroid yang telah menyebar ke kelenjar
getah bening dan bagian tubuh lainnya.
Terapi yodium radioaktif meningkatkan tingkat kelangsungan hidup
pasien dengan kanker tiroid papiler atau folikel (kanker tiroid yang
berbeda) yang telah menyebar ke leher atau bagian tubuh lainnya, dan
perawatan ini sekarang merupakan praktik standar dalam kasus tersebut.
Tetapi manfaat terapi RAI kurang jelas bagi pasien dengan kanker kelenjar
tiroid kecil yang tampaknya tidak menyebar, yang seringkali dapat
disingkirkan sepenuhnya dengan operasi. Terapi yodium radioaktif tidak
dapat digunakan untuk mengobati karsinoma tiroid anaplastik (tidak
berdiferensiasi) dan meduler karena kanker ini tidak mengandung yodium.

32
Agar terapi RAI menjadi paling efektif, pasien harus memiliki
hormon tiroid-stimulating thyroid (TSH atau thyrotropin) tinggi di dalam
darah. Zat ini merangsang jaringan tiroid (dan sel kanker) untuk
mengambil yodium radioaktif. Jika tiroid telah dihapus, salah satu cara
untuk menaikkan kadar TSH adalah dengan tidak mengkonsumsi pil
hormon tiroid selama beberapa minggu. Hal ini menyebabkan kadar
hormon tiroid sangat rendah (suatu kondisi yang dikenal sebagai
hipotiroidisme), yang pada gilirannya menyebabkan kelenjar pituitari
melepaskan lebih banyak TSH. Hipotiroidisme yang disengaja ini bersifat
sementara, namun seringkali menyebabkan gejala seperti kelelahan,
depresi, penambahan berat badan, konstipasi, nyeri otot, dan penurunan
konsentrasi. Cara lain untuk menaikkan kadar TSH sebelum terapi RAI
adalah memberi suntikan tirotropin (thyrogen), yang dapat membuat
menahan hormon tiroid untuk jangka waktu yang lama tidak perlu. Obat
ini diberikan selama 2 hari, dengan RAI diberikan pada hari ke-3.
Sebagian besar dokter juga merekomendasikan agar pasien mengikuti
diet yodium rendah selama 1 atau 2 minggu sebelum pengobatan. Ini
berarti menghindari makanan yang mengandung garam beryodium dan
pewarna merah # 3, serta produk susu, telur, makanan laut, dan kedelai.

D. Terapi Hormonal
Mengonsumsi pil hormon tiroid setiap hari (terapi hormon tiroid)
dapat melayani 2 tujuan:
1. Membantu menjaga metabolisme normal tubuh (dengan mengganti
hormon tiroid yang hilang setelah operasi).
2. Membantu menghentikan sisa sel kanker agar tidak tumbuh (dengan
menurunkan kadar TSH).
Setelah tiroidektomi, tubuh tidak dapat lagi membuat hormon tiroid
yang dibutuhkannya, sehingga pasien harus minum pil tiroid
(levothyroxine) untuk menggantikan hilangnya hormon alami.
Mengambil hormon tiroid juga dapat membantu mencegah beberapa
kanker tiroid untuk kembali. Fungsi tiroid normal diatur oleh kelenjar

33
pituitari. Hipofisis membuat hormon yang disebut TSH yang
menyebabkan kelenjar tiroid membuat hormon tiroid untuk tubuh. TSH
juga mendorong pertumbuhan kelenjar tiroid dan mungkin sel kanker
tiroid. Tingkat TSH, pada gilirannya, diatur oleh berapa banyak hormon
tiroid dalam darah. Jika tingkat hormon tiroid rendah, kelenjar di bawah
otak membuat lebih banyak TSH. Jika kadar hormon tiroid tinggi, tidak
sebanyak TSH yang dibutuhkan, jadi hipofisis kurang menghasilkannya.
Dokter telah mengetahui bahwa dengan memberi hormon tiroid yang
lebih tinggi dari normal, kadar TSH dapat dijaga tetap rendah. Hal ini
dapat memperlambat pertumbuhan sel kanker yang tersisa dan
menurunkan kemungkinan beberapa kanker tiroid (terutama kanker
berisiko tinggi) kembali.

2.3.9 Prognosis
PTC dan FTC dikenal sebagai karsinoma berdiferensiasi baik dan
umumnya memiliki prognosis yang baik tapi pada proporsi tertentu
mengalami rekurensi. Beberapa scoring atau staging telah digunakan
untuk membedakan low risk atau high risk dari rekurensi tersebut.
Klasifikasi staging yang sering dipakai adalah AMES, AGES, dan
MACIS.
 AGES
Prognosis berdasarkan usia, histologic grade tumor, penyebaran
tumor baik invasi ekstrapiramidal atau metastasis jauh, dan ukuran
dari tumor. Skor prognosis: 0,05 x usia (jika usia ≥ 40 tahun):
+1 jika grade 2 Angka harapan hidup 20 tahun

+3 jika grade 3 atau 4 ≤3,99 = 99%

+1 jika invasi ke ekstratiroidal 4-4.99 = 80%

+3 jika metastasis jauh 5-5.99 = 67%

+ 0,2 x diameter maksismal tumor (cm) ≥6 = 13%

34
 AMES
Berdasarkan usia, metastasis, penyebaran, dan ukuran tumor
primer. Resiko rendah (Angka harapan hidup 99%): pasien dengan
usia ≤50 tahun tanpa metastasis, pasien yang lebih tua dengan
intrathyroid papillary, minor capsular invasion for follicular
lesions, ukuran tumor primer <5 cm, tidak ada metastasis jauh.
Resiko tinggi (Angka harapan hidup 61%): semua pasien
dengan metastasis jauh, invasi ekstratiroid, invasi kapsular mayor,
ukuran tumor ≥5 cm pada pasien tua (laki-laki >40 tahun, wanita
>50 tahun).

 MACIS
Berdasarkan metastasis, usia, reseksi komplit, invasi lokal,
dan ukuran tumor. Skor: 3,1 (jika usia <40 tahun) atau 0,08 x usia
(jika usia ≥40 tahun).

+0,3 x diameter maksimum tumor (cm) Angka harapan hidup 20 tahun

+1 jika direseksi tidak sempurna <6 = 99%

+1 invasi lokal 6-6.99 = 89%

+3 metastasis jauh 7-7.99 = 56%

≥8 = 24%

35
BAB III
KESIMPULAN

Karsinoma tiroid lebih banyak terjadi pada perempuan. Faktor-faktor yang


dapat mempengaruhi munculnya karsinoma tiroid antara lain riwayat paparan
radiasi, riwayat keluarga, dan pola hidup. Karsinoma tiroid yang paling banyak
adalah karsinoma tiroid tipe papiler, dan yang mempunyai prognosis paling buruk
adalah karsinoma tiroid tipe anaplastik. Menentukan diagnosis penting dilakukan
karena dapat berdampak pada kualitas hidup pasien. Terapi operatif masih
menjadi terapi utama yang dilakukan untuk mengatasi karsinoma tiroid.
.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. American Cancer Society. Cancer Facts & Figure. 2016. Atlanta, Ga:
American Cancer Society
2. Kementrian Kesehatan RI. 2015. INFODATIN STOP KANKER. Pusat data
dan informasi. Available from: http://www.depkes.go.id/resources/download
/pusdatin/infodatin/infodatin-kanker.pdf
3. Devita, V.T, Hellman, and Rosenberg, S.A. Cancer Principles & Practice of
Oncology 2015. 10th ed. Wolters Kluwer Health; 2015. Chapter 108, Thyroid
Tumors; P.1175–88.
4. Snell, R.S. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed ke-6.
Jakarta: EGC.
5. Sliverthorn, DU. 2013. Fisiologi Manusia: Sebuah Pendekatan Terintegrasi.
Ed 6. Jakarta: EGC.
6. Victor P. Eroschenko. 2015. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi
Fungsional Edisi 12. Jakarta: EGC.
7. Shahab, A. 2017. Dasar-Dasar Endokrinologi. Jakarta:
Rayyana.Komunikasindo
8. Stricker TP, Kumar V. Neoplasia. In: Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster
JC, editors. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease, Eighth Edition.
Philadelphia: Saunders; 2010.
9. Hiroshi Katoh, Kaishi Yamashita, Takumo Enomoto, Masahiko Watanabe.
Thyroid Tumors: Classification and general consideration of thyroid cancer.
Annals of Clinical Pathology. 2015, 3(1):1045
10. Manuaba WT. 2010. Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid Peraboi 2010.
Jakarta: Sagung Seto.
11. Mitzner R. 2017. Neck Dissection Classification. (https://emedicine.medscape
.com/article/849834-overview#a2, (diakses pada 14 Februari 2019)
12. Dorion D. “Thyroid Anatomy”. 2017. (https://reference.medscape.com/article/
835535- overview#a4), diakses pada 14 Februari 2019)

37
13. Davidge-Pitts CJ dan Thompson GB. Thyroid Tumors. Dalam: DeVita,
Hellman, and Rosenberg’s Cancer Principles & Practice of Oncology, 10th
Edition. Amerika Serikat: Wolters Kluwer Health/ Lippincott Williams &
Wilkins; 2011: h. 2686-716
14. Haugen B, Alexander E, Bible K, Doherty G, Mandel S, Nikiforov Y et al.
2015 American Thyroid Association Management Guidelines for Adult
Patients with Thyroid Nodules and Differentiated Thyroid Cancer: The
American Thyroid Association Guidelines Task Force on Thyroid Nodules
and Differentiated Thyroid Cancer. Thyroid. 2016;26(1):1-133.
15. Urban dan Fischer. Sobotta: Head, Neck, and Neuroanatomy, 15th edition.
Jakarta: EGC; 2011: 192-208
16. Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia. Protokol Pelaksanaan
Tumor/Kanker Tiroid. Dalam: Protokol Penatalaksanaan Kasus Bedah
Onkologi 2003. Bandung: Peraboi; 2004: h. 17-27
17. Masjhur JS. Nodul Tiroid. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K MS,
Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 3. 6 ed. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2016:1953-58
18. Sharma PK. “Thyroid Cancer”. 2017. (https://emedicine.medscape.com/article
/851968-overview, diakses pada 13 Februari 2019)

38

Anda mungkin juga menyukai