Oleh:
Fachrezi Khatami 04084821719198
Pembimbing:
dr. Mulawan Umar, Sp.B(K)Onk
i
HALAMAN PENGESAHAN
Referat
Judul:
Disusun oleh :
Telah diterima sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP dr.
Mohammad Hoesin Palembang, Periode 4 Februari – 15 April 2019.
ii
KATA PENGANTAR
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Kelenjar tiroid dibungkus oleh selubung yang berasal dari fascia
pretrachealis. Selubung ini menempelkan kelenjar ini ke laring dan trakea.
Penempelan ini menjelaskan mengapa kelenjar tiroid mengikuti gerakan
laring sewaktu menelan. Benjolan patologi apapun di leher, yang merupakan
bagian dari kelenjar tiroid akan bergerak ke atas ketika pasien menelan.4
Tiroid merupakan kelenjar yang kaya vaskularisasi. Pasokan arteri
berasal dari arteri tiroid superior dan inferior. Arteri tiroid superior
merupakan cabang ipsilateral dari arteri karotis eksterna, berjalan turun
menuju kutub atas setiap lobus, bersama dengan nervus laryngeus externus.
Sedangkan arteri tiroid inferior merupakan cabang dari trunkus
tiroservikalis yang merupakan percabangan langsung dari arteri-arteri
subklavia. Arteri tiroid inferior berjalan ke atas di belakang kelenjar tiroid
sampai setinggi kartilago krikoidea, kemudian membelok ke medial dan
bawah untuk mencapai pinggir posterior kelenjar tiroid. Nervus laryngeus
recurrens melintas di depan atau belakang arteri ini, atau mungkin berjalan
di antara cabang-cabangnya. Arteri tiroid ima adalah cabang langsung dari
aorta yang bertugas untuk memperdarahi bagian isthmus dan secara klinis
bisa menjadi cadangan untuk menggantikan arteri tiroid inferior apabila
terjadi kerusakan.3,4
4
bibir bawah. Level Ib sering mendapatkan metastasis dari kanker pada
rongga mulut, kavitas nasal anterior, struktur jaringan lunak pada tengah
wajah, dan glandula submandibular. 11
2. Level II
Nodus limfa level II berkaitan dengan sepertiga atas vena jugular,
memanjang dari dasar tengkorak sampai batas inferior dari tulang hyoid.
Batas posterior dari level II adalah batas posterior muskulus
sternocleidomastoideus dan batas anteriornya muskulus stylohyoideus.11
Nervus aksesorius spinal, berjalan secara oblik melewati area ini,
digunakan sebagai landmark untuk membagi area ini menjadi IIb, bagian
atas dan belakang dari saraf, dan IIa, bagian yang terletak secara
anteroinferior dan dekat dengan vena jugular interna. Nodus pada level II
berisiko untuk mendapatkan metastasis kanker berasal dari kavitas oral,
kavitas nasal, nasofaring, orofaring, hipofaring, laring, dan kelenjar parotid.1
3. Level III
Nodus level III terletak antara hyoid secara superior dan garis
horizontal pada batas inferior dari kartilago krikoid. Muskulus sternohyoid
menandai batas anterior dari level III, dan batas posteriornya adalah batas
posterior dari muskulus sternocleidomastoideus. Level III sering
mendapatkan metastasis dari kanker yang berasal dari kavitas oral,
nasofaring, orofaring, hipofaring, dan laring.13
4. Level IV
Grup nodus pada level IV berkaitan dengan sepertiga bawah vena
jugular. Nodus ini terletak antara batas inferior kartilago krikoid dan
klavikular, dan seperti level III, batas anteriornya adalah muskulus
sternohyoideus dan batas posteriornya muskulus sternokleidomastoideus.
Nodus level IV ini mendapatkan metastasis dari kanker yang berasal dari
laring, hipofaring, tiroid, dan esofagus servikal.13
5. Level V
Nodus ini terletak di segitiga posterior pada leher. Grup ini
5
meliputi kelompok nodus aksesori spinal, servikal transversal, dan
supraklavikular. Level V terikat secara anterior pada batas posterior
darimuskulus sternocleidomastoideus dan secara posterior pada muskulus
trapezius. Level V meluas dari apex dari muskulus sternocleidomastoideus
dan muskulus trapezius secara superior dan klavikula secara inferior. Level
ini dibagi berdasarkan bidang pada batas inferior dari kartilago krikoid
menjadi level Va pada superior dan level Vb pada inferior.13
6. Level VI
Grup ini meliputi nodus limfe dari kompartemen leher anterior atau
sentral. Secara lateral dibatasi oleh arteri karotis, superior oleh tulang hyoid,
dan inferior oleh incisura jugularis. Area ini kaya akan saluran limfa yang
mendrainase kelenjar tiroid, laring subglottic, trakea servikal, hipofaring,
dan esofagus servikal. Nodus limfa pada kompartemen ini terletak pada
sulkus trakeoesofageal (nodus paratrakeal), di depan trakea (nodus
pretrakeal), sekitar tiroid (nodus paratiroidal dan di membran krikotiroid
(prekrikoid atau Delphian node).13
6
2.1.2 Fisiologi
Kelenjar tiroid terdiri dari dua jenis sel endokrin yang berbeda, yaitu
sel C (clear = jernih) yang menyekresi kalsitonin, dan sel-sel folikular yang
menyekresi hormon tiroid (tiroksin [T4] dan 3,5,3′-triiodothyronine [T3]).3,5
Produksi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid dikendalikan oleh
thyrotropin-stimulating hormone (TSH) yang disekresi dari hipofisis
anterior sebagai respon terhadap hormon yang melepaskan thyrotropin yang
dikeluarkan oleh hipotalamus. Dalam keadaan normal, hormon tiroid
berperan sebagai sinyal umpan balik negatif untuk mencegah terjadinya
sekresi hormon yang berlebihan.3,5
Kadar hormon tiroid yang rendah dalam darah merangsang pelepasan
TSH dari hipofisis anterior. Sebagai respons terhadap stimulus TSH, sel
folikular di kelenjar tiroid menyerap iodida dari sirkulasi melalui pompa
iodida yang terletak di membran sel basal. Iodida kemudian dioksidasi
menjadi iodium di sel folikular dan diangkut ke dalam lumen folikel. Di
lumen, iodium berikatan dengan gugus asam amino tirosin untuk
membentuk tiroglobulin teriodinasi, dengan produk utama adalah T3 dan
T4. T3 dan T4 tetap terikat pada tiroglobulin teriodinasi di folikel tiroid
dalam bentuk inaktif sampai dibutuhkan. TSH yang dilepaskan dari
hipofisis anterior merangsang sel kelenjar tiroid untuk mengeluarkan
hormon tiroid ke dalam aliran darah.6
7
Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme basal di dalam
jaringan seluruh tubuh. Hormon tiroid merangsang sintesis protein-protein
spesifik yang terlibat dalam proses kalorigenesis (produksi panas) dan juga
memengaruhi metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak.7
2.2 Karsinogenesis
Terdapat beberapa prinsip yang perlu diketahui mengenai dasar
terbentuknya kanker. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:8
Karsinogenesis bermula dari kerusakan genetik yang nonletal.
Kerusakan ini dapat disebabkan oleh agen yang terdapat di lingkungan,
seperti zat kimia, radiasi, atau virus. Selain itu, agen ini bisa juga
diturunkan melalui germ line. Akan tetapi, mutasi juga dapat terjadi
secara acak dan tidak terduga.
Sebuah tumor berasal dari satu sel prekursor yang rusak dan mengalami
ekspansi klonal.
Gen yang menjadi target kerusakan adalah empat kelas gen regulator
normal: protoonkogen yang mempromosikan pertumbuhan, gen
supresor tumor yang menginhibisi pertumbuhan, gen pengatur
apoptosis, dan gen yang terlibat dalam reparasi DNA.
Karsinogenesis terdiri dari banyak langkah pada tingkat genetik
maupun fenotipe akibat banyak mutasi. Hasilnya, neoplasma dapat
berprogresi menjadi ganas, dengan karakteristik neoplasma ganas
seperti pertumbuhan berlebihan, invasi lokal, dan kemampuan
metastasis yang jauh.
Jadi, jika disimpulkan, sel yang normal mula-mula terpajan agen yang
dapat merusak DNA. Apabila reparasi DNA gagal terjadi karena gen-gen
pengatur pertumbuhan sel rusak, maka sel akan mengalami pertumbuhan
klonal yang tak terkontrol. Lama-lama, terjadi progresi tumor yang dapat
berujung pada neoplasma yang malignan. Neoplasma malignan memiliki
karakteristik berupa invasi dan metastasis.8
Pada metastasis, sel tumor terlepas dari massa primer, memasuki
aliran darah atau sistem limfatik, lalu tumbuh di tempat yang jauh dari situs
8
awalnya. Proses metastasis terdiri dari invasi sel tumor ke matriks
ekstraseluler, diseminasi vaskular, penempatan sel tumor, dan kolonisasi.
Melalui studi pada manusia dan tikus, ditemukan bahwa metastasis tidak
selalu timbul, meski jutaan sel terlepas dalam sirkulasi setiap harinya dari
suatu tumor. Hal ini disebabkan oleh berbagai mekanisme kontrol (misalnya
sistem imun adaptif dan induksi apoptosis) yang mengatur setiap langkah
dari proses metastasis sehingga tidak semua sel dapat bertahan hidup.8
(A) (B)
Gambar 6. (A) Langkah-langkah karsinogenesis; (B) Langkah-langkah metastasis
10
b. Follicular Thyroid Carcinoma (FTC)
FTC merupakan jenis karsinoma tiroid kedua terbanyak dan
lebih ganas dibandingkan PTC, angka kejadian sekitar 10%-15% dari
kasus keganasan tiroid.3 Tipe ini dapat ditemukan pada segala usia
dengan puncak pada usia 40 tahun dan lebih banyak pada daerah
kekurangan iodium. FTC dapat meginvasi pembuluh darah dan kapsul,
hal ini menjadi indikasi penilaian FTC, kasus ini lebih banyak pada lesi
unilateral dibandingkan lesi bilateral. Angka mortalitas sebesar 20%
karena cenderung metastasis jauh secara hematogen ke paru, tulang,
dan hati, sedangkan metastase ke kelenjar regional jarang terjadi.
Kemungkinan untuk bertransformasi menjadi ATC dua kali lebih besar
dari tipe PTC.9
11
timbul melalui dedifferentiation dari kanker tiroid well-differentiated,
dan membentuk pola pertumbuhan yang agresif, tumor anaplastik ini
menggantikan semua tempat tumor well-differentiated. ATC
mencerminkan merupakan tumor undifferentiated, neoplasma yang
berkembang dengan cepat disertai karakteristik invasif. Pasien datang
dengan massa teraba yang cepat membesar. Ukuran ATC adalah 8-9
cm. Invasi ke dalam trakea, laring, atau saraf laring berulang
menyebabkan gejala obstruktif, hemoptisis, disfagia, dan suara serak.3
Sebagian besar pasien dengan ATC meninggal akibat penyakit
lokal-regional yang agresif, terutama kegagalan pernafasan saluran
napas bagian atas. Pada saat diagnosis, 25% sampai 50% dari pasien
memiliki metastasis.3
12
Penampakan, MTC dibatasi atau infiltratif dan biasanya
berwarna putih-kuning. Secara histologis, tumor ini menunjukkan
berbagai pola, termasuk glanular, padat, spindle-sel, oncocytic, clear
sel, papiler, sel kecil, dan giant cel. Inti MTC mirip dengan tumor
neuroendokrin biasanya bulat dan memiliki dibintik seperti kromatin.
Inti ini berkeliling dan mempunya tekstur “pepper and salt”. Fitur
patologis yang berhubungan dengan prognosis yang buruk termasuk
adanya nekrosis, pola skuamosa, oxyphil sel dalam tumor dan tidak
adanya sel-sel dengan sitoplasma intermediet, dan kurang dari 50%
kalsitonin immunoreactivity.3
13
jaringan subkutan, laring, trakea, esofakus, n. laringeus rekuren
T4b Tumor menginfiltrasi fascia prevertebra, pembuluh darah
mediastinum atau a. Karotis
T4a* (Karsinoma anaplastia) Tumor dengan ukuran berapa saja masih
terbatas pada tiroid
T4b* (Karsinoma anaplastia) Tumor dengan ukuran berapa saja dan
extensi keluar kapsul tiroid
N-NODES/KELENJAR GETAH BENING
N Kelenjar getah bening tidak dapat dinilai
14
Tabel 2. Stadium klinis
Karsinoma Tiroid Papilare atau Folikulare Umur < 45 Tahun
Stadium I Tiap T Tiap N M0
Stadium II Tiap T Tiap N M1
15
khusus, usia rata-rata pada wanita kulit putih adalah antara 40 dan 41
tahun, sedangkan untuk laki-laki kulit putih 44-45 tahun pada karsinoma
tiroid papiler. Sedangkan karsinoma folikuler didiagnosis pada usia rata-
rata 48 untuk perempuan kulit putih dan usia 53 untuk laki-laki.3
Karsinoma tiroid yang paling banyak ditemukan adalah tipe papiler
yaitu ditemukan sebesar 80%-85 % dari semua kasus karsinoma
tiroid,diikuti oleh tipe folikuler (5%-10 %), 3%-5% jenis hartel cell dan
MTC (sekitar 5%-9%) dan ATC 1%-3, Limfoma didapatkan 1%-3% dan >
1% untuk sarkoma dan karsinoma jenis lainnya.3
16
Meskipun penggunaan radiasi untuk kondisi jinak belum dipraktekkan
sejak tahun 1960-an, terjadi peningkatan penggunaan penggunaan radiasi
untuk kondisi neoplasma, pada bayi, anak-anak, dan orang dewasa muda.
Mayoritas penduduk ini memiliki Hodgkin atau limfoma non-Hodgkin
juga termasuk tumor Wilms atau neuroblastoma di mana ada beberapa
yang menderita karsinoma tiroid. Pengobatan neuroblastoma dan tumor
Wilms di usia muda untuk ( usia rata-rata, 2 dan 3 tahun, masing-masing)
dan paparan tiroid dengan dosis yang relatif tinggi telah menyebabkan
peningkatan dramatis dalam risiko karsinoma tiroid.3
Paparan radiasi pada kelenjar tiroid mungkin karena paparan
Iodine-133 (I131) diberikan untuk scan diagnostik tiroid. Selain itu, terapi
I131 diberikan untuk ablasi jaringan tiroid untuk mengobati hipertiroidisme
terkait dengan peningkatan kejadian kanker tiroid.3
Selain faktor paparan radiasi, termasuk pengaruh diet, hormon
seks, paparan lingkungan, atau kerentanan genetik, telah dipelajari, dengan
hasil yang beragam dan tidak ada asosiasi yang jelas. Pengaruh diet telah
terutama difokuskan pada tingkat yodium dalam makanan. Diet
kekurangan yodium atau diet sejumlah besar sayuran-sayuran (yang
memblokir uptake yodium) dapat menyebabkan peningkatan thyroid-
stimulating hormone (TSH) dan faktor pertumbuhan mayor untuk sel
folikular tiroid. Intake iodin diketahui mempengaruhi distribusi histotipe
dari kanker tiroid, dibandingkan insidens rata-rata, dengan lebih banyak
karsinoma folikular dan sedikit papilare pada daerah defisiensi iodin.
Ketika profilaksis iodin diberikan, serum TSH rata-rata menurun dan rasio
papilare:folikular meningkat. Adanya perpindahan insidensi dari folikular
menjadi histotipe papilare disebabkan karena mutasi BRAFV600E, yang
merupakan gangguan molekular yang menyebabkan PTC.12
Nodul kelenjar tiroid sering dihubungkan dengan bertambahnya
usia, terutama pada wanita. Nodul kelenjar tiroid ditemukan hampir 90%
wanita yang berumur diatas 70 tahun, sedangkan pada pria hanya 60%
dengan usia diatas 80 tahun. Nodul kelenjar tiroid bisa ditemukan 3-7%
dari pemeriksaan fisik, atau ditemukan secara tidak sengaja dari
17
pemeriksaan USG leher, maupun CT scan leher. Hanya 10-15% nodul
yang ditemukan terbukti sebagai keganasan kelenjar tiroid.3
18
3. Neoplasma, ada 2 bentuk, yaitu :
a. Neoplasma jinak (adenoma), dimana bentuk adenoma papiliferum
sering dianggap ganas dan dimasukkan dalam karsinoma tiroid tipe
papiler.
b. Neoplasma ganas (adenocarcinoma)
2.3.5.1. Karsinoma tiroid papilare
Adanya mutasi atau rearrangement kromosom pada mitogen-
activated-protein kinase (MAPK) dan phosphatidylinositol 3-kinase
(PI3K)/jalur protein kinase B menyebabkan bentuk yang paling sering
dari karsinoma tiroid. Contohnya, mutasi dari HRAS, KRAS, NRAS, atau
BRAF, atau rearrangement gen yang mengkode RET (RET/PTCs) atau
NTRK1 (TRK-Ts) terjadi pada 70% pasien PTC. Mutasi paling sering,
BRAFv600E, terjadi pada 50% pasien dengan PTC dan paling sering
pada pasien dengan PTC klasik (60%), dan varian tall cell PTC (90%).
Mutasi juga terjadi pada karsinoma tiroid diferensiasi buruk dan
karsinoma tiroid anaplastik (ATC), yang berasal dari PTC. Mutasi pada
HRAS, KRAS, atau paling sering NRAS terjadi pada 25% karsinoma tiroid
folikular (FTC), 15% pada PTC, dan 5% adenoma folikular. Mutasi pada
p53 dan CTNNB (B-catenin) terjadi pada pasien dengan karsinoma
tiroid diferensiasi buruk dan ATC.13
19
Gambar 10. Patogenesis karsinoma tiroid
20
49% FTC memiliki mutasi RAS dan 36% rearrangement gen PAX8-
PPARγ, dan beberapa memiliki keduanya. Mutasi RAS terjadi hampir
setengah dari adenoma folikular, dan translokasi PAX8-PPARγ terdapat
hanya pada 4%. Kemampuan invasif tumor berkaitan dengan translokasi
PAX8-PPARγ dan bukan mutasi RAS.13
FTC menempati sekitar 5-10% dari malignansi di area nonendemic
goiter di dunia. Kebanyakan pola folikular pada malignansi tiroid
menunjukkan varian folikular padapapilare dan memiliki karakter biologis,
riwayat, dan prognosis PTC. Karakteristik FTC unifokal, berkaspsul tebal,
dan menunjukkan invasi kapsul dan/atau pembuluh darah.14
21
2.3.5.4. Karsinoma Tiroid Anaplastik (ATC)
ATC merupakan malignansi tiroid yang undifferentiated berasal
dari epitel folikular. Kasus ATC jarang ditemukan, tetapi agresif dan
prognosisnya sangat buruk pada median rata-rata survival <6 bulan.
Semua ATC diklasifikasikan sebagai stage IV, dengan stage IVA terbatas
pada tiroid, IVB dengan invasi lokal, dan IVC dengan metastasis jauh.
Paru-paru dan tulang menjadi tempat metastasis paling sering.13
ATC dapat terjadi bersamaan dengan malignasis tiroid lain
termasuk papilare, folikular, dan Hurthle cell carcinoma (HCC), yang
mungkin disebabkan oleh adanya dedifferentiation dari well-differentiated
cancer, melalui mutasi aktif dari BRAF dan RAS. ATC muncul dengan
massa tiroid yang membesar dengan cepat, sering melibatkan kelenjar
getah bening dan struktur leher lain sehingga terjadi gejala kompresif.
USG dapat digunakan untuk menentukan status kelenjar getah bening,
tetapi tidak spesifik. Pemeriksaan FNA adekuat menentukan diagnosis,
selama sampel tersebut diambil dari area non-nekrotik. Dapat dilakukan
biopsi core atau biopsi insisi apabila FNA masih nondiagnostic.13
Pada evaluasi mikroskopik, terlihat sel bervariasi seperti squamoid,
spindle, dan giant cell. Semua variasi histologi ini menunjukkan aktivitas
mitosis yang tinggi, nekrosis dari fokus luas, dan infiltrasi.15
2.3.6 Manifestasi Klinis Karsinoma Tiroid
Sebagian besar karsinoma tiroid muncul dengan adanya nodul pada
pasien terutama pada daerah dengan kekurangan iodine. Nodul semakin
lama semakin membesar ditandai dengan nodul soliter. Nodul yang timbul
tidak disertai nyeri. Dengan ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah
bening maka karsinoma perlu difikirkan. Pasien juga dapat datang dengan
keluhan dypsnue, dysphagia, suara serak dan ditemukannya nodul yang
lunak walaupun tidak spesifik tanda dari keganasan.15
2.3.7 Penegakan Diagnosis Karsinoma Tiroid
2.3.7.1 Anamnesis10
Karsinoma tiroid lebih banyak diderita dan lebih awal terdeteksi pada
perempuan dibandingkan laki-laki
22
Terdapatnya nodul soliter dengan pertumbuhan yang progresif
Disfagia, dipsnue dan suara serak
Kecepatan tumbuh tumor:16
a) Nodul jinak membesar tidak terlalu cepat
b) Nodul ganas membesar dengan cepat
c) Nodul anaplastik membesar sangat cepat
d) Kista dapat membesar dengan cepat
Keluhan diare yang disebabkan peningkatan kadar kalsitonin pada
karsinoma tiroid meduler
Riwayat paparan radiasi pada daerah leher saat masih anak-anak (
meningkatkan risiko 33-37%)
Daerah endemis struma (area kekurangan iodine) mempunyai insiden
sedikit lebih tinggi terjadinya karsinoma tiroid tipe folikuler dan
anaplastik. Daerah tanpa defisiensi yodium mempunyai angka insiden
karsinoma papiler lebih tinggi dibandingkan daerah endemis
Dapat berkembang menjadi Sindroma Horner yang dicirikan mata
yang enofthalmus, ptosis pada kelopak mata atas, kontraksi pupil,
penyempitan fisura palpebra, anhidrosis dan warna kemerahan pada
sisi wajah yang sakit disebabkan paralisis saraf servikal.
Riwayat karsinoma tiroid didalam keluarga
23
dengan demikian tumor tiroid lebih mudah dievaluasi dengan palpasi.
Gunakan kedua tangan bersamaan dengan ibu jari posisi ditengkuk
penderita sedang ke-4 jari yang lain dari arah lateral mengevaluasi tiroid
serta mencari pole bawah kelenjar tiroid sewaktu penderita disuruh
menelan. Pada struma yang besar dan masuk retrosternal maka kita tidak
bisa meraba trakea serta pole bawah tiroid. Kelenjar tiroid yang normal
teraba sebagai bentukan yang lunak dan ikut bergerak pada waktu
menelan.9
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan beberapa hal berikut:10
a. Adanya benjolan padat pada tiroid; bisa mono-noduler atau
multinoduler; benjolan kistik masih belum menyisihkan karsinoma
tiroid tipe papiler
b. Adanya pembesaran KGB leher
c. Ada tidaknya keluhan dan tanda-tanda metastasis jauh benjolan pada
kalvaria, tulang belakang, klavikula, sternum dan tanda-tanda yang
menunjukkan metastasis pada paru, serebral hati, dan lain-lain.
d. Kadang dijumpai Horner Syndrome (suatu sindrom yang terdiri dari
kelainan berupa masuknya bola mata, ptosis kelopak mata atas,
kelopak mata atas sedikit naik, kontraksi dari pupil, penyempitan dari
fissura palpebra, anhidrosis dan warna kemerahan di sisi wajah yang
sakit, disebabkan oleh paralisa saraf-saraf simpatis servikal) terutama
pada karsinoma tiroid tipe anaplastik.
24
dipengaruhi oleh Thyroid binding globulin (TBG) sehingga hasil dapat
tinggi atau rendah palsu, juga dipengaruhi oleh obat-obatan tertentu. Oleh
karena itu ada parameter hitungan yaitu Free thyroxin index (FTI) yang
didapatkan dari nilai T4 total x T3 uptake sebagai perkiraan kadar T4
bebas. FTI ini lebih baik daripada hanya kadar T4 total. Hasil yang tinggi
sesuai dengan hipertiroidisme dan yang rendah sesuai dengan
hipotiroidisme. TSH lama kurang peka, hanya dapat mendeteksi kadar
tinggi sehingga hanya dapat mendiagnosis hipotiroid.
Dengan perkembangan teknik pengukuran yang makin peka maka
dimungkinkan untuk mengukur kadar T4 bebas (FT4), T3 bebas (fT3)
dan TSH sensitive (TSHs). Dengan adanya fT4 dan fT3 maka FTI tidak
diperlukan lagi. TSHs dapat mengukur kadar TSH baik yang tinggi
maupun rendah sehingga juga dapat mendiagnosis hipertiroid atau
tirotoksikosis. Sekarang dengan TSH yang dimaksud adalah TSHs.
2 Pemeriksaan Radiologis
Dilakukan pemeriksaan foto thorax PA, untuk menilai ada tidaknya
metastasis, pendesakan trakhea, foto polos leher antero-posterior dan
lateral dengan metode “soft tissue technique” dengan posisi leher hiper
ekstensi, bila tumor besar. Untuk melihat ada atau tidaknya
mikrokalsifikasi (tanda-tanda kemungkinan keganasan). Esofagogram
dilakukan bila secara klinis terdapat tanda-tanda adanya infiltrasi ke
esofagus Pembuatan foto tulang dilakukan bila ada tanda-tanda
metastasis ke tulang yang bersangkutan.
3 Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Mencakup USG biasa dan dopler warna, USG merupakan cara
cukup sensitif untuk memeriksa ukuran dan jumlah tumor tiroid, dapat
menunjukkan ada tidaknya tumor, sifatnya padat atau kistik, ada tidaknya
kalsifikasi dll, akurasi pemeriksaan bergantung pada keterampilan dan
pengalaman pemeriksa. Dopler warna dapat mengetahui situasi alliran
darah di dalam tumor dan kelenjar limfe, sangat membantu dalam
diagnosis banding, lesi jinak, atau ganas.
25
Diperlukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul posterior
yang secara klinis belum dapat dipalpasi. Disamping itu dapat dipakai
untuk membedakan nodul yang padat dan kistik serta dapat dimanfaatkan
untuk penuntun dalam tindakan biopsi.
Tanda Lesi Ganas Lesi Jinak
Batas Tidak tegas, ireguler Tegas, reguler (teratur)
Internal Inhomogen, dominan Homogen, hiperekoik,
hipoekoik, tunggal multiple
Penampakan lesi Solid, mikrokalsifikasi Kistik campur solid
Halo Negatif Komplit
Vaskularisasi Sentral Perifer
26
dari pemeriksaan sitologi adalah jika nodul yang diperiksa terdiri
dari kista (cairan di aspirasi habil, sisa diperiksa) dan untuk
membedakan antara adenoma dan karsinoma tipe folikuler, yang
interpretasi keganasannya tidak tergantung dari morfologi sel/inti
sel, tetapi pada infiltrasi kapsel dan invasi ke dalam vaskuler yang
hanya dilihat pada pemeriksaan histopatologi.13
FNA rutin direkomendasikan pada nodul dengan ukuran >1 cm,
solid, danhipoekoik. Nodul yang lebih kecil juga dapat dipertimbangkan
untuk dilakukan FNA jika nodul tersebut terdapat pada pasien dengan
risiko kanker tiroid berdasarkan riwayat dan pemeriksaan fisik.17
5 Pemeriksaan penunjang baku emas berupa histopatologi dengan
temuan karakteristik khas masing-masing dari tipe karsinoma tiroid.
27
Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan
FNAB (Biospi Jarum Halus). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin
didapat yaitu:3
1. Hasil FNAB suspek maligna, “foliculare Pattern” dan “Hurthle Cell”
Dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku
seperti diatas.
2. Dilakukan terapi hormonal, dua tujuan utama dari terapi ini adalah : 1.
Mempertahankan metabolisme normal tubuh, 2. Bisa membantu
menghentikan pertumbuhan sel kanker (Supresi kadar TSH). Supresi
TSH dilakukan dengan konsumsi tablet Thyrax selama 6 bulan
kemudian dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti dengan
tindakan observasi dan apabila nodul tersebut tidak ada perubahan atau
bertambah besar sebaiknya dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan
pemeriksaan potong beku seperti di atas.
28
Gambar 13. Bagan penatalaksaan nodul tiroid jika ada fasilitas VC5
29
A. Lobectomy
Lobectomy salah satu jenis tindakan pembedahan yang dilakukan
untuk menangani kanker tiroid. Terapi ini baisanya digunakan pada kasus
kanker tiroid papilary maupun folikuler. Namun bisa juga digunakan untuk
mendiagnosa kanker tiroid apabila biopsi yang dilakukan tidak
menunjukan hasil yang jelas dan meragukan.
Lobectomy dilakukan dengan memotong lobus yang terkena kanker
tiroid, namun masih meningglkan bagian dari galndula tiroid. Pasien yang
menjalani lobectomy terkadang tidak perlu melakukan terapi hormonal
dikarenakan bagian dari galndula tiroid masih tersisa. Kelenjar tiroid yang
tersisah dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan untuk melihat
kemungkinan recurrence kanker tiroid pada pasien.
B. Tiroidektomy
Jenis terapi ini adalah terapi pembedahan yang paling banyak
digunakan untuk pengobatan kanker tiroid. Bila seluruh galnd diangkat
makan disebut total tiroidektoy namun apabila glandula tiroid masih ada
yang tersia disebut parcial tiroidektomy. Sesudah pasien menjalani operasi
ini pasien harus menjalani terapi hormonal , namun keunggulannya dari
lobectomy adalah pemeriksaan untuk melihat kemungkinan recurrence
daapt dilakukan dengan menggunakan radioiodine scan dan throgllobulin
scan.
31
Gambar 14. Algoritma tatalaksana karsinoma tiroid dengan metastasis jauh10
32
Agar terapi RAI menjadi paling efektif, pasien harus memiliki
hormon tiroid-stimulating thyroid (TSH atau thyrotropin) tinggi di dalam
darah. Zat ini merangsang jaringan tiroid (dan sel kanker) untuk
mengambil yodium radioaktif. Jika tiroid telah dihapus, salah satu cara
untuk menaikkan kadar TSH adalah dengan tidak mengkonsumsi pil
hormon tiroid selama beberapa minggu. Hal ini menyebabkan kadar
hormon tiroid sangat rendah (suatu kondisi yang dikenal sebagai
hipotiroidisme), yang pada gilirannya menyebabkan kelenjar pituitari
melepaskan lebih banyak TSH. Hipotiroidisme yang disengaja ini bersifat
sementara, namun seringkali menyebabkan gejala seperti kelelahan,
depresi, penambahan berat badan, konstipasi, nyeri otot, dan penurunan
konsentrasi. Cara lain untuk menaikkan kadar TSH sebelum terapi RAI
adalah memberi suntikan tirotropin (thyrogen), yang dapat membuat
menahan hormon tiroid untuk jangka waktu yang lama tidak perlu. Obat
ini diberikan selama 2 hari, dengan RAI diberikan pada hari ke-3.
Sebagian besar dokter juga merekomendasikan agar pasien mengikuti
diet yodium rendah selama 1 atau 2 minggu sebelum pengobatan. Ini
berarti menghindari makanan yang mengandung garam beryodium dan
pewarna merah # 3, serta produk susu, telur, makanan laut, dan kedelai.
D. Terapi Hormonal
Mengonsumsi pil hormon tiroid setiap hari (terapi hormon tiroid)
dapat melayani 2 tujuan:
1. Membantu menjaga metabolisme normal tubuh (dengan mengganti
hormon tiroid yang hilang setelah operasi).
2. Membantu menghentikan sisa sel kanker agar tidak tumbuh (dengan
menurunkan kadar TSH).
Setelah tiroidektomi, tubuh tidak dapat lagi membuat hormon tiroid
yang dibutuhkannya, sehingga pasien harus minum pil tiroid
(levothyroxine) untuk menggantikan hilangnya hormon alami.
Mengambil hormon tiroid juga dapat membantu mencegah beberapa
kanker tiroid untuk kembali. Fungsi tiroid normal diatur oleh kelenjar
33
pituitari. Hipofisis membuat hormon yang disebut TSH yang
menyebabkan kelenjar tiroid membuat hormon tiroid untuk tubuh. TSH
juga mendorong pertumbuhan kelenjar tiroid dan mungkin sel kanker
tiroid. Tingkat TSH, pada gilirannya, diatur oleh berapa banyak hormon
tiroid dalam darah. Jika tingkat hormon tiroid rendah, kelenjar di bawah
otak membuat lebih banyak TSH. Jika kadar hormon tiroid tinggi, tidak
sebanyak TSH yang dibutuhkan, jadi hipofisis kurang menghasilkannya.
Dokter telah mengetahui bahwa dengan memberi hormon tiroid yang
lebih tinggi dari normal, kadar TSH dapat dijaga tetap rendah. Hal ini
dapat memperlambat pertumbuhan sel kanker yang tersisa dan
menurunkan kemungkinan beberapa kanker tiroid (terutama kanker
berisiko tinggi) kembali.
2.3.9 Prognosis
PTC dan FTC dikenal sebagai karsinoma berdiferensiasi baik dan
umumnya memiliki prognosis yang baik tapi pada proporsi tertentu
mengalami rekurensi. Beberapa scoring atau staging telah digunakan
untuk membedakan low risk atau high risk dari rekurensi tersebut.
Klasifikasi staging yang sering dipakai adalah AMES, AGES, dan
MACIS.
AGES
Prognosis berdasarkan usia, histologic grade tumor, penyebaran
tumor baik invasi ekstrapiramidal atau metastasis jauh, dan ukuran
dari tumor. Skor prognosis: 0,05 x usia (jika usia ≥ 40 tahun):
+1 jika grade 2 Angka harapan hidup 20 tahun
34
AMES
Berdasarkan usia, metastasis, penyebaran, dan ukuran tumor
primer. Resiko rendah (Angka harapan hidup 99%): pasien dengan
usia ≤50 tahun tanpa metastasis, pasien yang lebih tua dengan
intrathyroid papillary, minor capsular invasion for follicular
lesions, ukuran tumor primer <5 cm, tidak ada metastasis jauh.
Resiko tinggi (Angka harapan hidup 61%): semua pasien
dengan metastasis jauh, invasi ekstratiroid, invasi kapsular mayor,
ukuran tumor ≥5 cm pada pasien tua (laki-laki >40 tahun, wanita
>50 tahun).
MACIS
Berdasarkan metastasis, usia, reseksi komplit, invasi lokal,
dan ukuran tumor. Skor: 3,1 (jika usia <40 tahun) atau 0,08 x usia
(jika usia ≥40 tahun).
≥8 = 24%
35
BAB III
KESIMPULAN
36
DAFTAR PUSTAKA
1. American Cancer Society. Cancer Facts & Figure. 2016. Atlanta, Ga:
American Cancer Society
2. Kementrian Kesehatan RI. 2015. INFODATIN STOP KANKER. Pusat data
dan informasi. Available from: http://www.depkes.go.id/resources/download
/pusdatin/infodatin/infodatin-kanker.pdf
3. Devita, V.T, Hellman, and Rosenberg, S.A. Cancer Principles & Practice of
Oncology 2015. 10th ed. Wolters Kluwer Health; 2015. Chapter 108, Thyroid
Tumors; P.1175–88.
4. Snell, R.S. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed ke-6.
Jakarta: EGC.
5. Sliverthorn, DU. 2013. Fisiologi Manusia: Sebuah Pendekatan Terintegrasi.
Ed 6. Jakarta: EGC.
6. Victor P. Eroschenko. 2015. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi
Fungsional Edisi 12. Jakarta: EGC.
7. Shahab, A. 2017. Dasar-Dasar Endokrinologi. Jakarta:
Rayyana.Komunikasindo
8. Stricker TP, Kumar V. Neoplasia. In: Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster
JC, editors. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease, Eighth Edition.
Philadelphia: Saunders; 2010.
9. Hiroshi Katoh, Kaishi Yamashita, Takumo Enomoto, Masahiko Watanabe.
Thyroid Tumors: Classification and general consideration of thyroid cancer.
Annals of Clinical Pathology. 2015, 3(1):1045
10. Manuaba WT. 2010. Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid Peraboi 2010.
Jakarta: Sagung Seto.
11. Mitzner R. 2017. Neck Dissection Classification. (https://emedicine.medscape
.com/article/849834-overview#a2, (diakses pada 14 Februari 2019)
12. Dorion D. “Thyroid Anatomy”. 2017. (https://reference.medscape.com/article/
835535- overview#a4), diakses pada 14 Februari 2019)
37
13. Davidge-Pitts CJ dan Thompson GB. Thyroid Tumors. Dalam: DeVita,
Hellman, and Rosenberg’s Cancer Principles & Practice of Oncology, 10th
Edition. Amerika Serikat: Wolters Kluwer Health/ Lippincott Williams &
Wilkins; 2011: h. 2686-716
14. Haugen B, Alexander E, Bible K, Doherty G, Mandel S, Nikiforov Y et al.
2015 American Thyroid Association Management Guidelines for Adult
Patients with Thyroid Nodules and Differentiated Thyroid Cancer: The
American Thyroid Association Guidelines Task Force on Thyroid Nodules
and Differentiated Thyroid Cancer. Thyroid. 2016;26(1):1-133.
15. Urban dan Fischer. Sobotta: Head, Neck, and Neuroanatomy, 15th edition.
Jakarta: EGC; 2011: 192-208
16. Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia. Protokol Pelaksanaan
Tumor/Kanker Tiroid. Dalam: Protokol Penatalaksanaan Kasus Bedah
Onkologi 2003. Bandung: Peraboi; 2004: h. 17-27
17. Masjhur JS. Nodul Tiroid. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K MS,
Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 3. 6 ed. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2016:1953-58
18. Sharma PK. “Thyroid Cancer”. 2017. (https://emedicine.medscape.com/article
/851968-overview, diakses pada 13 Februari 2019)
38