Anda di halaman 1dari 6

Nama : Yayat Setiawan

NIM : 03031381621106

Shift : Rabu (13.00-16.00 WIB)

Kelompok :3

KIMIA KOLOID

Kata koloid berasal dari bahasa Yunani kolla yang berarti lem, karena
dahulu koloid dianggap mirip lem. Klasifikasi koloid yang pertama diajukan oleh
Von Weimar dan Ostwald, istilah sistem terdispersi diperkenalkan, dan ukuran
partikel digunakan sebagai faktor utama dalam klasifikasi dan karakterisasi koloid.
Koloid adalah zat yang terdiri atas medium homogen dan partikel yang terdispersi
didalamnya. Namun, tidak semua sistem terdispersi merupakan koloid. Menurut
Lumière dan Staudinger, semua koloid digolongkan menjadi koloid molekuler dan
koloid asosiasi. Partikel koloid molekuler adalah makromolekul tunggal, dan struk-
turnya kurang lebih sama dengan struktur molekul kecil, yaitu atom-atom terikat
oleh ikatan kimia sejati yang ada pada senyawa senyawa umumnya.
Thomas Graham (1805-1809) banyak mempelajari tentang kecepatan difusi
partikel materi sehingga ia dapat merumuskan hukum tentang difusi. Dari pengama-
tannya, ternyata gerakan partikel zat dalam larutan ada yang cepat dan lambat.
Umumnya yang berdifusi cepat adalah zat berupa kristal sehingga disebut krista-
loid, contohnya NaCl dalam air. Istilah ini tidak populer karena ada zat yang bukan
kristal berdifusi cepat, contohnya HCl dan H2SO4. Difusi lambat disebabkan oleh
partikelnya mempunyai daya tarik satu sama lain, contohnya putih telur dalam air..
Kecepatan difusi menurut Graham bergantung pada massa partikel, makin
besar massa makin kecil kecepatannya. Massa ada hubungannya dengan ukuran
partikel, yang massanya besar akan besar pula ukuran partikelnya. Berdasarkan
ukuran partikel, campuran dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu larutan sejati
misalnya larutan gula, koloid misalnya larutan susu, dan suspensi kasar misalnya
larutan pasir.Larutan sejati, seperti larutan gula atau larutan garam,partikel zat
terlarut mengandung ion atau molekul tunggal. Pada sisi lain ada yang disebut
dengan suspensi,yang mana partikelnya mengandung lebih dari satu molekul dan
cukup besar untuk dilihat oleh mata atau dibawah mikroskop .Diantara keduanya
akan ditemukan suatu koloid,yang mana partikelnya mungkin mengandung lebih
dari satu molekul tetapi tidak cukup besar untuk dapat dilihat dengan mikroskop
biasa dan dapat terlihat dengan jelas bila membentuk suatu senyawa.
Partikel–paritkel yang terletak dalam jarak ukuran koloidal mempunyai luas
permukaan yang sangat besar dibanding dengan luas permukaan partikel–partikel
yang lebih besar dengan volume yang sama. Diameter partikel dalam larutan sejati
lebih kecil dari 1 mµ. Bila diameter partikel–partikel dalam larutan terletak diantara
1-100 mµ, sistem disebut campuran kasar atau dispersi kasar. Sistem dispersi
adalah sistem dimana suatu zat terbagi halus atau terdispersi dalam zat lain, koloid
merupakan suatu sistem dispersi, karena terdiri dari dua fasa, yaitu fasa terdispersi
dan fasa pendispersi. Fase terdispersi umumnya memiliki jumlah yang lebih kecil
atau mirip dengan zat terlarut dan fasa pendispersi jumlahnya lebih besar atau mirip
pelarut dalam suatu larutan yang membentuk suatu persenyawaan.
Zat yang terdispersi berjarak ukuran antara dimensi partikel–partikel atomik
dan molekular sampai partikel–partikel yang berukuran milimeter, ukurannya dapat
diklasifikasikan baik yang sebagai membentuk dispersi molekular maupun dispersi
koloidal. Beberapa suspensi dan emulsi dapat mengandung suatu jarak ukuran
partikel sedemikian sehingga partikel–partikel nya yang kecil masuk dalam jarak
koloidal, sedangkan yang besar–besar dapat diklasifikasikan sebagai partikel–
partikel kasar yang dapat diamati secara langsung tampa memerlukan alat bantu.

1. Penggolongan Koloid
Menurut Bird cara penggolongan koloid yang lebih umum terdiri dari
dispersi koloid, sistem ini terjadi secara termodinamik tidak stabil karena nisbah
permukaan volume yang sangat besar. Larutan koloid sejati yang terjadi dari laru-
tan dengan zat terlarut yang berat molekulnya. Sistem ini secara termodinamik
stabil. Koloid asosiasi kadang-kadang dinamakan koloid elektrolit, sistem ini terdiri
dari molekul–molekul yang berat molekulnya rendah yang beragreasi membentuk
partikel berukuran koloid.Sistem ini juga stabil secara termodinamik, contoh dari
koloid asosiasi seperti sabun dan detergen, larut dalam air tetapi tidak membentuk
larutan, melainkan koloid. Molekul sabun atau detergen terdiri atas bagian yang
polar disebut kepala dan bagian yang non polar disebut ekor.
Aerosol adalah sistem koloid di mana partikel padat atau cair terdispersi
dalam gas. Aerosol yang dapat kita saksikan di alam adalah kabut, awan, dan debu
di udara. Dalam industri modern, banyak sediaan insektisida dan kosmetika yang
diproduksi dalam bentuk aerosol, dan sering kita sebut sebagai obat semprot,
Contohnya antara lain adalah hair spray, deodorant dan obat nyamuk. Sol adalah
sistem koloid di mana partikel padat terdispersi dalam cairan. Berdasarkan sifat
adsorpsi dari partikel padat terhadap cairan pendispersi, kita mengenal dua macam
sol, Sol liofil, dimana partikel-partikel padat akan mengadsorpsi molekul cairan,
sehingga terbentuk suatu selubung di sekeliling partikel padat.
Emulsi adalah suatu system koloid di mana zat terdispersi dan medium
pendispersi sama-sama merupakan cairan. Agar terjadi suatu campuran koloid,
harus ditambahkan zat pengemulsi (emulgator). Susu merupakan emulsi lemak
dalam air, dengan kasein sebagai emulgatornya. Obat-obatan yang tidak larut
dalam air banyak yang dibuat dan dipanaskan dalam bentuk emulsi. Contohnya
emulsi minyak ikan. Emulsi yang dalam bentuk semipadat disebut krim.

2. Sifat-sifat Koloid
Sifat pengahamburan cahaya koloid di temukan oleh John Tyndall, oleh
karena itu sifat ini dinamakan Tyndall. Efek dari Tyndall digunakan untuk membe-
dakan system koloid dari larutan sejati, contoh dalam kehidupan sehari–hari dapat
diamati dari langit yang tampak berwarna biru atau terkandang merah (Keenan,
1984). Selain itu contoh lainnya adalah pada koloid kanji dan larutan Na2Cr2O7,
maka sinar dihamburkan oleh system koloid tetapi tidak dihamburkan oleh larutan
sejati hal ini dapat dilihat terdapat berkas sinar pada larutan. Larutan koloid kanji
memiliki partikel-partikel koloid relatif besar untuk dapat menghamburkan sinar
dan sebaliknya Na2Cr2O7 memiliki partikel-partikel yang relatif kecil sehingga
hamburan yang terjadi sedikit kecil dan sulit diamati oleh mata biasa.
Mikroskop ultra pada partikel koloid akan tampak sebagai titik cahaya. Jika
pergerakan titik cahaya atau partikel tersebut diikuti, partikel itu bergerak terus-
menerus dengan gerakan zigzag. Robert Brown, seorang ahli botani inggris pada
tahun 1827, ia sedang mengamati butiran sari tumbuhan pada permukaan air dengan
mikroskop. Partikel koloid dalam medium pendispersinya yang bergerak disebut
gerak brown. Gerak brown dapat diuraikan sebagai partikel–partikel suatu zat
senantiasa bergerak. Gerakan tersebut bersifat acak seperti pada zat cair dan gas.
Sistem koloid dengan medium pendipersi zat cair atau gas, partikel-partikel
menghasilkan tumbukan. Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Partikel
koloid cukup kecil, tumbukan cenderung tidak seimbang. Dan menyebabkan
perubahan arah partikel sehingga terjadi gerak zigzag atau gerak brown.
Suhu sistem yang semakin tinggi pada koloid, semakin besar energi kinektik
yang dimiliki partikel medium. Akibatnya, gerak Brown dari partikel fase
terdispersinya semakin cepat. Semakin rendah suhu system koloid, maka gerak
Brown semakin lambat. Partikel sol padat ditempatkan dalam zat cair atau gas,
maka partikel zat cair atau gas akan terakumulasi. Fenomena disebut adsorpsi. Jadi
adsorpsi terkait dengan penyerapan partikel pada permukaan zat. Partikel koloid sol
memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi partikel pendispersi pada permukaanya.
Daya adsorpsi partikel koloid tergolong besar Karena partikelnya memberi-
kan sesuatu permukaan yang luas. Sifat ini telah digunakan dalam berbagai proses
seperti penjernihan air. Sifat koloid terpenting adalah muatan partikel koloid.Semua
partikel koloid memiliki muatan sejenis positif dan negatif. Maka terdapat gaya
tolak menolak antar partikel koloid. Partikel koloid tidak dapat bergabung sehingga
memberikan kestabilan pada sistem koloid. Sistem koloid secara keseluruhan
bersifat netral. Partikel-partikel koloid yang bersifat stabil karena memiliki muatan
listrik sejenis. Apabila muatan listrik itu hilang, maka partikel koloid tersebut akan
bergabung membentuk gumpalan.
Proses penggumpalan partikel koloid dan pengendapannya disebut
Koagulasi (Alexa, 2018). Koagulasi biasa digunakan untuk perebusan telur,
pembuatan yoghurt, tahu, lateks, penjernihan air sungai, pembentukan delta, dan
pengolahan asap atau debu. Ukuran partikel koloid di antara partikel larutan dan
suspensi, cara pembuatannya dapat dilakukan dengan memperbesar partikel larutan
atau memperkecil partikel suspensi. Maka dari itu, ada dua metode dasar dalam
pembuatan iystem koloid sol. Metode kondensasi yang merupakan metode
bergabungnya partikel-partikel kecil larutan sejati yang membentuk partikel-
partikel berukuran koloid. Metode dispersi yang merupakan metode dipecahnya
partikel-partikel besar sehingga menjadi partikel-partikel berukuran koloid.Salah
satu materi kimia adalah koloid. Berdasarkan standar kompetensi koloid yaitu
menjelaskan sistem dan sifat koloid serta penerapannya dalam kehidupan.
Jenis koloid yang mencemari udara adalah koloid aerosol padat berupa
butiran padatan terdispersi dalam gas atau udara. Pencemaran ini berasal dan asap
kendaraan bermotor, industri, debu jalanan yang ditiup angin. Pencemaran ini dapat
mengganggu daya pandang, gangguan kesehatan, selain itu juga dapat memenga-
ruhi cuaca, dapat menimbulkan seringnya hujan, karena butiran ini merupakan
salah satu komponen pembentuk awan. Jenis koloid yang mencemari air adalah
limbah yang berasal dari industri, seperti logam berat misalnya logam Pb dan Hg,
dan limbah yang berasal dan pemukiman, seperti limbah detergen.
Jenis koloid yang mencemari tanah adalah limbah pertanian seperti pestisida
dan pupuk (Yudo, 2006). Air dapat dijernihkan berdasarkan sifat-sifat koloid, yaitu
koagulasi dan absorpsi. Proses koagulasi terjadi akibat tidak stabilnya sistem koloid
yang disebabkan penambahan zat elektrolit ke dalam sistem koloid tersebut (Ali,
2015). Sedangkan absorpsi adalah proses ketika permukaan koloid menyertakan zat
lain. Air sungai atau air sumur yang keruh mungkin mengandung lumpur, zat-zat
warna, detergen, pestisida, dan lain-lain. Zat koagulasi yang ditambahkan pada
proses penjernihan air adalah tawas, K2SO4 A12(SO4)3. Zat A12(SO4)3 dalam air
akan terhidrolisis membentuk koloid A1(OH)3. Koloid Al(OH)3 yang terbentuk
akan mengabsorpsi, menggumpalkan, dan mengendapkan kotoran-kotoran dalam
air keruh. Ion Al3+ dari koloid Al(OH)3 akan menggumpalkan koloid tanah liat yang
negatif. Koloid Al(OH)3 akan mengabsorpsi zat-zat seperti zat-zat warna, detergen,
pestisida, dan lain-lain yang terdispersi dalam air keruh tersebut.
Sistem koloid banyak digunakan pada kehidupan sehari-hari, terutama
dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan sifat karakteristik koloid yang
penting, yaitu dapat digunakan untuk mencampur zat-zat yang tidak dapat saling
melarutkan secara homogen dan bersifat stabil untuk produksi dalam skala
besar.Sistem koloid baik di dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam berbagai
industri seperti industri kosmetik, makanan, farmasi dan sebagainya. Kondensasi
adalah cara pembuatan koloid dari partikel kecil menjadi partikel koloid. Proses
kondensasi ini didasarkan atas reaksi kimia yaitu melalui reaksi redoks, reaksi
hidrolisis, dekomposisi rangkap, dan pergantian pelarut. Dispersi adalah pembuatan
partikel koloid dari partikel kasar dengan cara mekanik, peptisasi, dan ultrasonik
DAFTAR PUSTAKA

Ali, F. 2015. Pengaruh Volume Koagulan, Waktu Kontak dan Temperatur pada
Koagulasi Lateks dari Kayu Karet dan Kulit Kayu Karet. Jurnal Teknik
Kimia. Vol. 3(21): 1-9.
Alexa, F. Kimia Koloid. (Online). https://bisakimia.com/2018/11/05/pembahasan-
kimia-koloid. (Diakses pada tanggal 25 Februari 2019).
Keenan, dkk. 1984. Kimia Untuk Universitas. Erlangga: Jakarta.
Yudo, S. 2006. Kondisi Pencemaran Logam Berat di Perairan Sungai DKI Jakarta,
Jurnal Teknik kimia. Vol. 2(1):1-15.

Anda mungkin juga menyukai