Anda di halaman 1dari 25

1

MAKALAH

KEPERAWATAN ANAK 2

“Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Thalasemia”

Disusun Oleh :

A21801951 Ronin Hidayat


A21801952 Siti Subekti
A21801953 Sri Mulyati
A21801955 Suminah Wahyu Widiana
A21801954 Sri Wijayanti

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN REGULER B

STIKES MUHAMMADIYAH GOMBONG

2018/2019
2

LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.M DENGAN THALASEMIA

Telah disetujui oleh Pembimbing

Pembimbing 1

( Ns.Wuri Utami, M. Kep )


3

Kata Pengantar

Puji sukur kami panjatkan kehairat ALLAH SWT, atas rahmat dan hidayah-NYA
sehingga proses penyusunan makalah Keperawatan Anak 2 “Asuhan Keperawatan Pada Anak
Dengan Thalasemia” dapat diselesaikan. Sebab sebesar apapun semangat dan keinginan seorang
hamba untuk melakukan suatu pekerjaan itu tidak akan tercapai , namun tanpa pertolongan dan
hidayah-NYA, mustahil keinginan dan cita-citanya dapat terwujud. Karena pada hakekatnya
segala daya dan upaya hanya milik-NYA.

Makalah ini kami buat sebagai materi tambahan dalam penguasaan mata kuliah
Keperawatan Anak 2. Kami ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada dosen pembimbing
yang telah memberikan arahan kepada kami beserta teman-teman yang selalu memberi support
dan motivasi kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.
Kami sangat sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu, kritik dan
saran dari pembaca sangat kami harapkan demi penyempurnaan makalah kami selanjutnya.

Kebumen , 9 Maret 2019

Penulis
4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Dengan angka kelahiran 23 per 1.000 dari 240 juta penduduk Indonesia, maka diperkirakan
ada sekitar 3.000 bayi penderita thalasemia yang lahir tiap tahunnya. Indonesia termasuk dalam
kelompok negara yang berisiko tinggi untuk penyakit thalasemia. Thalasemia adalah penyakit
genetik yang menyebabkan terganggunya produksi hemoglobin dalam sel darah
merah. "Prevalensi thalasemia bawaan atau carrier di Indonesia adalah sekitar 3-8 persen," kata
Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti, dalam sambutannya di puncak peringatan hari
ulang tahun Yayasan Thalasemia Indonesia ke-25 di Gedung BPPT, Jakarta, hari ini.Wamenkes
menjabarkan, jika persentase thalasemia mencapai 5 persen, dengan angka kelahiran 23 per
1.000 dari 240 juta penduduk Indonesia, maka diperkirakan ada sekitar 3.000 bayi penderita
thalasemia yang lahir tiap tahunnya. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan
prevalensi nasional thalasemia adalah 0,1 persen. "Ada 8 propinsi yang menunjukkan prevalensi
thalasemia lebih tinggu dari prevalensi nasional," ungkap Wamenkes. Beberapa dari 8 propinsi
itu antara lain adalah Aceh dengan prevalensi 13,4 persen, Jakarta dengan 12,3 persen, Sumatera
Selatan yang prevalensinya 5,4 persen, Gorontalo dengan persentase 3,1 persen, dan Kepulauan
Riau 3 persen. Menurut Ali, setiap tahun, sekitar 300.000 anak dengan thalasemia akan
dilahirkan dan sekitar 60-70 ribu, di antaranya adalah penderita jenis beta-thalasemia mayor,
yang memerlukan transfusi darah sepanjang hidupnya."Beban bagi penderita thalasemia mayor
memang berat karena harus mendapatkan transfusi darah dan pengobatan seumur hidup.
Penderita thalasemia menghabiskan dana sekitar 7-10 juta rupah per bulan untuk pengobatan,"
ungkap Wamenkes. Dua jenis thalasemia yang lain adalah thalasemia minor, yang terjadi pada
orang sehat, namun dapat menurunkan gen thalasemia pada anaknya dan thalasemia intermedia,
yang penderitanya mungkin memerlukan transfusi darah secara berkala dan dapat bertahan hidup
sampai dewasa. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1994 menunjukkan persentase
orang yang membawa gen thalasemia di seluruh dunia mencapai 4,5 persen atau sekitar 250 juta
orang. Jumlah kasus thalasemia cenderung meningkat dan pada tahun 2001 diperkirakan jumlah
pembawa gen thalasemia mencapai 7 persen dari penduduk dunia.
5

1.2.Rumusan Masalah
 Mengapa thalasemia bisa terjadi pada anak?
 Bagaimana patofisiologi terjadinya thalasemia?
 Bagaimana masalah yang timbul pada anak penderita thalasemia?
 Bagaimana penatalaksanaan thalasemia pada anak?

1.3.Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan adalah agar pembaca mengetahui thalasemia, sehingga dapat berguna di tengah
tengah masyarakat saat menjumpai kasus thalasemia.

1.4.Manfaat Penulisan

Adapun manfat penulisan adalah untuk memenuhi tugas dari Keperawatan Anak II
6

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 2
1.3 Tujuan Masalah .................................................................................. 2
BAB II KONSEP DASAR
2.1 Definisi Thalasemia ...........................................................................
2.2 Etiologi Thalasemia ...........................................................................
2.3 Patofisiologi Thalasemia ...................................................................
2.4 Tanda dan Gejala Thalasemia ...........................................................
2.5 Manifestasi Klinis Thalasemia............................................................
2.6 Pemeriksaan Penunjang Thalasemia..................................................
2.7 Penatalaksanaan Thalasemia .............................................................
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian ..........................................................................................
3.2 Diagnosa Keperawatan .......................................................................
3.3 Intervensi ............................................................................................
3.4 Evaluasi ..............................................................................................
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan .........................................................................................
4.2 Saran ...................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian

Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan yang ditandai oleh defisiensi
produksi rantai globin pada hemoglobin.

Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitikdimana terjadi kerusakan sel darah merah
didalam pembuluh darah sehingga umur erirosit menjadi pendek ( kurang dari 100 hari ). (
Ngastiyah, 1997 : 377 ).

Thalasemia merupakan penyakit anemua hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif,
secara molekuler dibedakan menjadi thalasemia alfa dan beta, sedangkan secara klinis
dibedakan menjadi thalasemia mayor dan minor ( Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran, 2000
: 497 ).

2.2. Macam – macam Thalasemia :


1. Thalasemia beta
Merupakan anemia yang sering dijumpai yang diakibatkan oleh defek yang
diturunkan dalam sintesis rantai beta hemoglobin.
Thalasemia beta meliputi:
a. Thalasemia beta mayor
Bentuk homozigot merupakan anemia hipokrom mikrositik yang berat dengan
hemolisis di dalam sumsum tulang dimulai pada tahun pertama kehidupan.Kedua
orang tua merupakan pembawa “ciri”. Gejala – gejala bersifat sekunder akibat anemia
dan meliputi pucat, wajah yang karakteristik akibat pelebaran tulang tabular pada
tabular pada kranium, ikterus dengan derajat yang bervariasi, dan
hepatosplenomegali.
b. Thalasemia Intermedia dan minor
Pada bentuk heterozigot, dapat dijumpai tanda – tanda anemia ringan dan
splenomegali. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan kadar Hb bervariasi, normal
8

agak rendah atau meningkat (polisitemia). Bilirubin dalam serum meningkat, kadar
bilirubin sedikit meningkat.
2. Thalasemia alpa
Merupakan thalasemia dengan defisiensi pada rantai a.

1.3. Etiologi
Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang
dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin sebagaimana mestinya. Hemoglobin
merupakan protein kaya zat besi yang berada di dalam sel darah merah dan berfungsi
sangat penting untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh yang
membutuhkannya sebagai energi. Apabila produksi hemoglobin berkurang atau tidak
ada,maka pasokan energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh tidak dapat
terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan tidak mampu lagi menjalankan
aktivitasnya secara normal.Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang
merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam
amino yang membentuk hemoglobin. Thalasemia adalah penyakit yang sifatnya diturunkan.
Penyakit ini, merupakan penyakit kelainan pembentukan sel darah merah.
Adapun etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik (herediter). Thalasemia merupakan
penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh
darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek(kurang dari 100 hari). Penyebab kerusakan
tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia) dan kelainan hemoglobin
ini karena adanya gangguan pembentukan yang disebabkan oleh :
a) Gangguan struktur pembentukan hemoglobin (hb abnormal)
b) Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin seperti pada Thalasemia)
Penyebab Thalasemia β mayor.
Thalasemia mayor terjadi apabila gen yang cacat diwarisi oleh kedua orang tua. Jika bapa
atau ibu merupakan pembawa thalasemia,mereka boleh menurunkan thalasemia kepada
anak-anak mereka. Jika kedua orang tua membawa ciri tersebut maka anak-anak mereka
mungkin pembawa atau mereka akan mnderita penyakit tersebuat
9

2.4. Patofisiologi dan Pathways

Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Talasemia primer
adalah berkurangnya sintesis HbA dan eritropoesis yang tidak efektif disertai
penghancuran sel–sel eritrosit intramedular. Sedangkan talasemia sekunder ialah karena
defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma intravascular yang mengakibatkan
hemodilusi dan destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limpa dan hati.
Terjadinya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari
hemoglobin berkurang.Terjadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara
tranfusi berulang, peningkatan absorbsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak
efektif, anemia kronis, serta proses hemolisis.Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A
dua polipeptida rantai alfa dan dua rantai beta .Pada Beta thalasemia yaitu tidak adanya
atau kurangnya rantai beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan
kemampuan eritrosit membawa oksigen.
Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai beta
memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan Hb defective.
Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disentebrasi. Hal ini
meyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau
hemosiderosis.Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan
rantai beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini
mengalami presipitasi dalam sel eritrosit.
Globin intraeritrositik yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai
polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari Hb tak stbil-badan Heinz, merusak sampul
eritrosit dan menyebabkan hemolisis.
Reduksi dalam Hb menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalam
stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC di luar menjadi eritropoitik aktif.
Kompensator produksi RBC secara terus-menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan
cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan
produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah
atau rapuh.
10

A. Pahtways
11

2.5. Manifestasi Klinis

Bayi baru lahir dengan thalasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya
tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus
yang berat terjadi beberapa minggu pada setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani
dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak tidak nafsu
makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi.
Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung.
Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada
tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis
yang hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan kaki dapat
menimbulkan fraktur patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan
gizi menyebabkan perawakan pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi
kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama
12

bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang
dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pensitopenia akibat hipersplenisme.

Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan dan gangguan


perkembangan sifat seks sekunder), pancreas (diabetes), hati (sirosis), otot jantung (aritmia,
gangguan hantaran, gagal jantung), dan pericardium (perikerditis).

Secara umum, tanda dan gejala yang dapat dilihat antara lain:

 Letargi  Sesak nafas


 Pucat  Tebalnya tulang kranial
 Kelemahan  Pembesaran limpa
 Anoreksia  Menipisnya tulang kartilago

2.6. Pemeriksaan Penunjang

1. Studi hematologi : terdapat perubahan – perubahan pada sel darah merah, yaitu
mikrositosis, hipokromia, anosositosis, poikilositosis, sel target, eritrosit yang immature,
penurunan hemoglobin dan hematrokrit

Pemeriksaan khusus :Hb F meningkat : 20%-90% Hb total

a. Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.

b. Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan


trait(carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).

2. Elektroforesis hemoglobin : peningkatan hemoglobin,

3. Pada thalasemia beta mayor ditemukan sumsum tulang hiperaktif terutama seri eritrosit,
retikulosit meningkat. Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari
jenis asidofil.Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.

4. Hasil foto rontgen meliputi perubahan pada tulang akibat hiperplasia sumsum yang
berlebihan.Perubahan meliputi pelebaran medulla, penipisan korteks, dan trabekulasi yang
lebih kasar.
13

5. Analisis DNA, DNA probing, gone blotting dan pemeriksaan PCR (Polymerase Chain
Reaction) merupakan jenis pemeriksaan yang lebih maju.

6. Pemeriksaan lain :

a. Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar
dengan trabekula tegak lurus pada korteks.

b. Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga
trabekula tampak jelas.

2.7. Penatalaksanaan

 Transfusi sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb sekitar 11 g/dl. Pemberian sel darah
merah sebaiknya 10 – 20 ml/kg berat badan.
 Pemberian chelating agents (Desferal) secara intravena atau subkutan. Desferiprone
merupakan sediaan dalam bentuk peroral. Namun manfaatnya lebih rendah dari desferal
dan memberikan bahaya fibrosis hati.
 Tindakan splenektomi perlu dipertimbangkan terutama bila ada tanda – tanda
hipersplenisme atau kebutuhan transfusi meningkat atau karena sangat besarnya limpa.
 Transplantasi sumsum tulang biasa dilakukan pada thalasemia beta mayor.
14

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian

1. Asal Keturunan / Kewarganegaraan


Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial) seperti
Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak,
bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
2. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat sejak
anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor biasanya anak akan
dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.
3. Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi lainnya. Ini
dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4. Pertumbuhan dan Perkembangan
Seirng didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang sejak masih
bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk
umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada
pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami penurunan.
Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak
normal.
5. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan tidak sesuai
usia.
6. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak tidur/istirahat
karena anak mudah lelah.
7. Riwayat Kesehatan Keluarga
15

Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua juga
mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia mayor.

8. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)


Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor resiko
talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko yang
mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.
9. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
a. KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.
b. Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai
bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal
hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat lebar.
c. Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
d. Mulut dan bibir terlihat kehitaman
e. Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran jantung
dan disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek
nomegali).
g. Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah normal
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak tercapai
dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan mungkin
anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya anemia kronik.
i. Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi
warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya penumpukan
zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

3.2. Diagnosa Keperawatan

1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang


diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.
16

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan


kebutuhan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan
untuk pembentukan sel darah merah normal.
4. Kelelahan b.d malnutrisi, kondisi sakit
5. Nyeri b.d penyakit kronis
6. Kecemasan (orang tua) b.d kurang pengetahuan
7. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi dan
neurologis.
8. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat, penurunan
Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.
9. Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.

3.3. Intervensi Keperawatan


DIAGNOSA 1 :
Perubahan perfusi jaringan b.d berkurangnya komponen seluler yang penting untuk
mengantarkan oksigen/zat nutrisi ke sel

INTERVENSI RASIONAL
 Moitor tanda-tanda vital, pengisian  Memberikan informasi tentang
kapiler, warna kulit, membran mukosa. derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan
 Tinggikan posisi kepala di tempat membantu menentukan kebutuhan
tidur. intervensi.
 Meningkatkan ekspansi paru dan
memaksimalkan oksigenasi untuk
 Periksa dan dokumentasikan adanya kebutuhan seluler. Catatan :
nyeri dada, palpitasi. kontraindikasi bila ada hiporensi.
 Iskemia seluler mempengaruhu jaringan
 Observasi adanya keterlambatan miokardial/putensial resiko infark.
17

respon verbal, kebingungan, atau  Dapat mengindikasikan gangguan fungsi


gelisah. serebral karena hipoksia atau defisiensi
 Observasi dan dokumentasikan adanya vitamin B12.
rasa dinginPertahankan suhu  Vasokontriksi ke organ vital
lingkungan agar tetap hangat sesuai menurunkan sirkulasi perifer.
kebutuhan tubuh. Kenyamanan pasien/ kebutuhan rasa
hangat harus seimbang dengan
kebutuhan untuk menghindari panas
 Berikan oksigen sesuai kebutuhan berlebihan pencetus vasodilatasi.
 Termoreseptor jaringan dermal dangkal
karena gangguan oksigen.

DIAGNOSA 2 :
INTOLERANSI AKTIVITAS B.D TIDAK SEIMBANGNYA KEBUTUHAN PEMAKAIAN
DAN SUPLAI OKSIGEN

INTERVENSI RASIONAL
 Kaji kemampuan anak untuk  Mempengaruhi pilihan
melakukan aktivitas sesuai dengan intervensi/bantuan.
kondisi fisik dan tugas perkembangan
anak  Manivestasi kardiopulmonal dari upaya
 Monitor tanda tanda vital selama dan jantung dan paru untuk membawa
setelah melakukan aktivitas, dan jumlah oksigen adekuat kejaringan.
mencatat adanya respon fisiologis
terhadap aktivitas(peningkatan denyut  Meningkatkan istirahat untuk
jantung, TD, pernapasan). menurunkan kebutuhan oksigen tubuh
 Berikan informasi kepada klien atau dan menurunkan regangan jantung dan
keluarga untuk berhenti melakukan paru.
aktivitas jika terjadi gejala
peningkatan denyut jantung, TD,  Meningkatkan secara bertahap tingkat
18

pernapasan, pusing atau kelelahan. aktivitas sampai normal dan


 Berikan dukungan kepada anak untuk memperbaiki tonus otot/stamina tanpa
melakukan kegiatan sehari-hari sesuai kelemahan
dengan kemampuan anak.
 Meningkatkan harga diri dan rasa
 Ajarkan kepada orang tua teknik terkontrol.
memberikan reinforcement terhadap
partisipasi anak dirumah.  Mempertahankan tingkat energi dan
 Buat jadwal aktivitas bersama anak meningkatkan regangan pada system
dan keluarga dengan melibatkan tim jantung dan pernapasan.
kesehatan lain.
 Regangan/stress kardiopulmonal
 Jalaskan dan berikan rekomendasi berlabihan/sters dapat menimbulkan
kepada sekolah tentang kamampuan dekompensasi/kegagalan.
anak dalam melakukan aktivitas,
monitor kemampuan melakukan
aktivitas secara berskala dn jelaskan
kepada orang tua dan sekolah.

DIAGNOSA 3 :
PERUBAHAN NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH B.D KURANGNYA
SELERA MAKAN

INTERVENSI RASIONAL
 Kaji riwayat nutrisi, termasuk  Mengidentifikasi defisiensi, menduga
makanan yang disukai. kemungkinan intervensi.
19

 Observasi dan catat masukan  Mengawasi masukan kalori atau kwalitas


makanan anak. kekurangan konsumsi makanan.
 Mengawasi penurunan berat badan atau
 Timbang berat badan anak tiap hari. efektivitas intervensi nutrisi.
 Menambah asupan makanan pada anak
 Izinkan anak untuk memakan dan memotivasi anak untuk
makanan yang dapat ditoleransi anak, meningkatkan nafsu makan.
rencanakan untuk memperbaiki
kwalitas gizi pada saat selera makan  Membantu mengatasi kekurangan nutrisi
anank meningkat. pada anak.
 Berikan makanan yang disertai
dengan suplemen nutrisi untuk  Agar anak bertanggungjawab untuk
meningkatkan kwalitas intake nutrisi. menghabiskan dietnya.
 Izinkan anak untuk terlibat dalam
persiapan danpemilihan makanan.

DIAGNOSA 4 :
Kelelahan b.d malnutrisi, kondisi sakit

INTERVENSI RASIONAL
NOC NIC
Aktifitas: 1. Manajemen energy

1. Tentukan keterbatasan aktifitas fisik Definisi: Mengatur penggunaan

klien energy untuk mencegah kelela-

2. Kaji persepsi pasien tentang han & mengoptimalkan fungsi.


penyebab kelelahan
3. Dorong pengungkapan perasaan
tentang kelemahan fisik
4. Monitor intake nutrisi untuk
20

meyakinkan sumber energi yang cukup


5. Konsultasi dengan ahli gizi tentang
cara peningkatan energi melalui makanan
6. Monitor respon kardiopumonari
terhadap aktifitas (seperti takikardi,
dispnea, disritmia, diaporesis,frekuensi
pernafasan, wwarna kulit, tekanan darah)
7. Monitor pola dan kuantitas tidur
8. Bantu klien menjadwalkan istirahat
dan aktifitas

Aktifitas:
1.Bersihkan mulut, hidung, trakea bila ada
Terapi oksigen
secret
Definisi: Mengelola pemberian oksigen dan
2.Pertahankan kepatenan jalan nafas memonitor keefektifannya.
3.Atur alat oksigenasi termasuk humidifier
4.Monitor aliran oksigen sesuai program
5.Secara periodik, monitor ketepatan
pemasangan alat

Aktifitas:
1. Persiapkan pemberian transfusi
(seperti mengecek darah dengan identitas
pasien, menyiapkan terpasangnya alat
transfusi)
2. Awasi pemberian komponen 3. Manajemen cairan
darah/transfusi Definisi: Mempertahankan keseimbangan
3. Awasi respon klien selama cairan dan mencegah komplikasi akibat kadar
pemberian komponen darah cairan yang abnormal.
4. Monitor hasil laboratorium (kadar
Hb, Besi serum)
21

DIAGNOSA 5
Nyeri b.d penyakit kronis
INTERVENSI RASIONAL
NOC NIC
Aktfitas: 1. Manajemen nyeri
Definisi : mengurangi nyeri dan menurunkan
1. Lakukan pengkajian nyeri secara
tingkat nyeri yang dirasakan pasien.
komprehensif termasuk tingkat nyeri (
dengan “face scale”), lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal
dari ketidaknyamanan pasien
(misalnya menangis, meringis, memegangi
bagian tubuh yang nyeri, dll)
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien
4. Jelaskan pada pasien tentang nyeri yang
dialaminya, seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri mungkin akan dirasakan,
metode sederhana untuk mengalihkan rasa
nyeri, dll.
5. Evaluasi bersama pasien dan tim
kesehatan lain tentang pengalaman nyeri
dan ketidakefektifan kontrol nyeri pada
masa lampau
6. Atur lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor pencetus nyeri pada pasien
22

Aktifitas:
1. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat. 2. Pemberian analgetik
Definisi: Penggunaan agen farmakologi untuk
2. Cek instruksi dokter tentang jenis
menghentikan atau mengurangi nyeri.
obat, dosis, dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi pada pasien
4. Kolaborasi pemilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri, rute
pemberian, dan dosis optimal
5. Monitor tanda vital sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
6. Kolaborasi pemberian analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri hebat
7. Monitor respon klien terhadap
penggunaan analgetik

DIAGNOSA 6.

KECEMASAN (ORANG TUA) B.D KURANG PENGETAHUAN

INTERVENSI RASIONAL
Aktifitas: NIC
1. Gunakan pendekatan dengan konsep 1. Menurunkan cemas
atraumatik care Definisi: Meminimalkan rasa takut, cemas,
2. Jangan memberikan jaminan tentang merasa dalam bahaya atau ketidaknyamanan
prognosis penyakit terhadap sumber yang tidak diketahui.
3. Jelaskan semua prosedur dan dengarkan .
keluhan klien
4. Pahami harapan pasien dalam situasi
23

stres
5. Temani pasien untuk memberikan
keamanan dan mengurangi takut
6. Bersama tim kesehatan, berikan
informasi mengenai diagnosis, tindakan
prognosis
7. Anjurkan keluarga untuk menemani anak
dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
8. Lakukan massage pada leher dan
punggung, bila perlu
9. Bantu pasien mengenal penyebab
kecemasan
10. Dorong pasien/keluarga untuk
mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
tentang penyakit
11. Instruksikan pasien menggunakan teknik
relaksasi (sepert tarik napas dalam, distraksi,
dll)
12. Kolaborasi pemberian obat untuk
mengurangi kecemasan

BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan

Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherted) dan masuk ke dalam
kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin
akibat mutasi didalam atau dekat gen globin. Klasifikasi thalasemia seperti Thalasemia-α,
Thalasemia-β ( Thalasemia mayor Thalasemia minor, Thalasemia-δβ, Thalasemia intermedia ).
Manifestasi dari thalasemia misalnya anemia berat yang bergantung pada transfuse darah, gagal
24

berkembang, infeksi interkuren, pucat, ikterus ringan, pembesaran hati dan limpa, ekspansi
tulang, defek pertumbuhan/endokrin, anemia hemolitik mikrositik hipokrom.

Hal-hal yang perlu dikaji pada penderita thalasemia ini adalah asal keturunan /
kewarganegaraan, umur, riwayat kesehatan anak, pertumbuhan dan perkembangan, pola makan,
pola aktivitas. riwayat kesehatan keluarga, riwayat ibu saat hamil , data keadaan fisik anak
thalasemia. Dan diagnose keperawatan yang mungkin muncul sepertiPerubahan perfusi jaringan
berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel,
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan,
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna
atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan
sel darah merah normal, Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi
dan neurologis, Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat,
penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit, Kurang pengetahuan tentang prognosis
dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan interpretasi informasi dan tidak mengenal
sumber informasi.

4.2.Saran
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kami mohon kritik dan saran dari para pembaca demi terciptanya makalah lain yang
lebih baik lagi.
25

DAFTAR PUSTAKA

Sudayo, Aru. W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ( Ed.5, Jilid II ). Jakarta : Interna
Publishing.
Hoffbrand. 2005. Kapita Selekta Hematologi ( Ed.4 ). Jakarta : EGC.
Mehta, Atul. B. 2006. At a Glance Hematologi. Jakarta : Erlangga.
Long, Barbara. C. Perawatan Medikal Bedah (suatu pendekatan proses keperawatan). Bandung
: YIAPKP.
Smeltzer, Suzanne.C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Bruner & Suddarth.
Jakarta : EGC.
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/613/1/Halaman%20Depan.pdf, diunduh pada tanggal
3 maret 2109 Jam 05.00 wib.

http://eprints.ums.ac.id/25751/12/NASKAH_PUBLIKASI.pdf, diunduh 5 maret 2019 jam 05.00


wib.

Anda mungkin juga menyukai