Anda di halaman 1dari 9

PEMBELAJARAN MATERI REFLEKSI SISWA SMP DENGAN MENGGUNAKAN

MODEL DISCOVERY LEARNING BERBANTUAN GEOBOARD DAN VIEW


REFLEKTOR
Oleh. Arnis, S.Pd.I

Abstrak
Proses belajar mengajar merupakan proses pemberdayaan semua potensi peserta didik menjadi
kompetensi yang diharapkan. Sesuai dengan tujuan Kurikulum 2013 untuk menghasilkan peserta didik sebagai
manusia yang mandiri dan tak berhenti belajar, proses pembelajaran dirancang berpusat pada peserta didik
untuk mengembangkan motivasi, minat, rasa ingin tahu, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, semangat
belajar, keterampilan belajar dan kebiasaan belajar. Metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar ini
adalah metode discovery pada pelajaran refleksi. Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa penerapan model
pembelajaran discovery learning pada materi refleksi dapat dikaji dalam tiga hal, yaitu kesesuaian materi
dengan model, komponen model pembelajaran discovery learning dan langkah-langkah pembelajarannya.

A. Pendahuluan
Kegiatan pembelajaran merupakan proses pendidikan yang memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi mereka menjadi kemampuan yang
semakin lama semakin meningkat dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
diperlukan dirinya untuk hidup dan untuk bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi pada
kesejahteraan hidup umat manusia. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran diarahkan untuk
memberdayakan semua potensi peserta didik menjadi kompetensi yang diharapkan.
Lebih lanjut, strategi pembelajaran harus diarahkan untuk memfasilitasi pencapaian
kompetensi yang telah dirancang dalam dokumen kurikulum agar setiap individu mampu
menjadi pebelajar mandiri sepanjang hayat dan yang pada gilirannya mereka menjadi
komponen penting untuk mewujudkan masyarakat belajar.
Untuk mencapai kualitas yang telah dirancang dalam dokumen kurikulum, kegiatan
pembelajaran perlu menggunakan prinsip yang: (1) berpusat pada peserta didik, (2)
mengembangkan kreativitas peserta didik, (3) menciptakan kondisi menyenangkan dan
menantang, (4) bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinestetika, dan (5) menyediakan
pengalaman belajar yang beragam melalui penerapan berbagai strategi dan metode
pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna.
Kurikulum 2013 menganut pandangan dasar bahwa pengetahuan tidak dapat
dipindahkan begitu saja dari guru ke peserta didik. Peserta didik adalah subjek yang memiliki
kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan
pengetahuan.
Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki
kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif,
inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
bernegara, dan peradaban dunia. Sesuai dengan tujuan Kurikulum 2013 untuk menghasilkan
peserta didik sebagai manusia yang mandiri dan tak berhenti belajar, proses pembelajaran
dalam RPP dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk mengembangkan motivasi,
minat, rasa ingin tahu, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, semangat belajar,
keterampilan belajar dan kebiasaan belajar.

1
Namun demikian, banyak pendapat yang mengatakan bahwa pengajaran matematika
belum menekankan pada pengembangan daya nalar (reasoning), logika dan proses
berpikir siswa. Pengajaran matematika umumnya didominasi oleh pengenalan rumus-rumus
serta konsep-konsep secara verbal, tanpa ada perhatian yang cukup terhadap pemahaman
siswa. Selain itu, proses belajar mengajar hampir selalu berlangsung dengan metode ceramah
yang mekanistik, dengan guru menjadi pusat dari seluruh kegiatan di kelas. Siswa
mendengarkan, meniru atau mencontoh dengan persis sama cara yang diberikan guru tanpa
inisiatif. Siswa tidak dibiarkan atau didorong mengoptimalkan potensi dirinya,
mengembangkan penalaran maupun kreativitasnya.
Pembelajaran matematika juga seolah-olah dianggap lepas untuk mengembangkan
kepribadian siswa. Pembelajaran matematika dianggap hanya menekankan faktor kognitif
saja, padahal pengembangan kepribadian sebagai bagian dari kecakapan hidup merupakan
tugas semua mata pelajaran di sekolah.
Berdasarkan hasil observasi penulis menunjukkan bahwa pembelajaran matematika
yang dilakukan di sekolah masih berjalan secara konvensional. Banyak guru
matematika yang mendominasi pembelajaran sehingga aktivitas siswa cenderung kurang.
Rendahnya pencapaian hasil belajar siswa dapat dilihat pada penguasaan matematika
oleh para siswa terutama dalam materi integral. Integral dianggap materi yang susah,
padahal materi integral akan terus digunakan siswa sampai menempuh pendidikan di
perguruan tingi dan juga digunakan hampir disebagian kehidupan mereka seperti pendekatan
untuk menghitung luas daerah bidang datar yang tidak beraturan misalnya luas sawah, kebun
dan lain sebagainya.
Rendahnya pencapaian hasil belajar siswa juga tercermin dalam rendahnya prestasi
siswa Indonesia baik di tingkat internasional maupun di tingkat nasional. Prestasi siswa
Indonesia di tingkat internasional masih tertinggal di bandingkan dengan negara- negara
lain.
Nilai Rata-rata siswa Indonesia untuk TIMSS-Matematika : 386 (2011) dan 397
(2007), lebih dari 95% siswa Indonesia hanya mampu sampai level menengah, sementara
hampir 50% siswa Taiwan mampu mencapai level tinggi dan advance. Dengan keyakinan
bahwa semua anak dilahirkan sama, kesimpulan dari hasil ini adalah yang diajarkan di
Indonesia berbeda dengan yang diujikan/distandarkan internasional.
Upaya untuk mengatasi kesulitan tersebut diantaranya guru harus menyadari tentang
perlunya memahami berbagai pendekatan dalam pembelajaran. Model pembelajaran
Discovery merupakan teknik pembelajaran berbasis penyelidikan dan dianggap sebagai
konstruktivis pendekatan berbasis pendidikan. Hal ini didukung oleh karya teori belajar dan
psikolog Jean Piaget, Jerome Bruner, dan Seymour Papert. Meskipun bentuk instruksi
memiliki popularitas besar, ada beberapa perdebatan dalam literatur mengenai
kemanjurannya (Mayer,2004).
Dengan model Discovery Learning, diharapkan guru mampu membuat materi integral
khususnya integral tentu lebih mudah dipahami siswa dan dapat mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan demikian siswa mampu memperkuat konsep matematika
dan meningkatkan kreativitasnya.

2
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan masalah adalah “Bagaimana
pembelajaran materi refleksi pada siswa SMP dengan menggunakan model discovery
learning berbantuan geoboard dan view reflektor?”

B. Pembelajaran
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan aktivitas
yang paling utama. Ini berarti bahwa keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan banyak
bergantung pada bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif.
Pemahaman seorang guru terhadap pengertian pembelajaran akan sangat mempengaruhi cara
guru itu mengajar.
Menurut Knowles pembelajaran adalah cara pengorganisasian peserta didik untuk
mencapai tujuan pendidikan. Sedangkan menurut Slavin
pembelajaran didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku individu yang disebabkan oleh
pengalaman. Menurut Woolfolk Pembelajaran berlaku apabila sesuatu pengalaman secara
relatifnya menghasilkan perubahan kekal dalam pengetahuan dan tingkah laku. Menurut Crow
& Crow pembelajaran adalah pemerolehan tabiat, pengetahuan dan sikap. Menurut Rahil
Mahyuddin pembelajaran adalah perubahan tingkah laku yang melibatkan ketrampilan
kognitif yaitu penguasaan ilmu dan perkembangan kemahiran intelek.
Menurut Achjar Chalil Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut Corey pembelajaran
adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk
memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus.
Menurut G. A. Kimble pembelajaran merupakan perubahan kekal secara relatif dalam
keupayaan kelakuan akibat latihan yang diperkukuh. Menurut Munif Chatib pembelajaran
adalah proses transfer ilmu dua arah, antara guru sebagai pemberi informasi dan siswa sebagai
penerima informasi
Berdasarkan pengertian dari para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
adalah proses pengorganisasian serta hasil dari interasi untuk mencapai tujuan tertentu serta
menghasilkan perubahan tingkah laku yang relatif dan kekal.
Joyce dan Weil dalam Johar (2013) mengemukakan bahwa ada lima unsur penting
yang menggambarkan suatu model pembelajaran yaitu: (1)Sintakmatik; (2)Sistem social;
(3)Prinsip reaksi; (4)Sistem pendukung; (5)Dampak instruksional dan dampak penggiring
Sintakmatik ialah tahap-tahap kegiatan dari model yaitu urutan pembelajaran atau
fase-fase. Sistem sosial adalah situasi atau suasana dan norma yang berlaku dari model
tersebut. Prinsip reaksi adalah pola kegiatan yang menggambarkan bagaimana
seharusnya guru melihat dan memperlakukan para pelajar. Sedangkan sistem pendukung
adalah segala sarana, bahan dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan model tersebut,
seperti setting kelas, sistem instruksional, perangkat pembelajaran, fasilitas belajar dan media
belajar. Dampak instruksional adalah hasil belajar yang dicapai siswa secara langsung
dengan cara mengarahkan para pelajar pada tujuan yang diharapkan, dan dampak penggiring
adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses belajar mengajar sebagai
akibat terciptanya suasana belajar yang dialami langsung oleh para pelajar tanpa pengarahan
langsung dari guru, seperti sikap toleransi, demokrasi, kemandirian, dan keterbukaan.
3
Dalam pemilihan model pembelajaran para pengajar harus memperhatikan dua hal
yaitu pertama, bagaimana cara siswa belajar (teori belajar) dan kedua, tujuan yang ingin
dicapai dengan pembelajaran tersebut. Contoh model antara lain model pembelajaran
kooperatif, model pembelajaran berbasis masalah, model pembelajaran perubahan
konseptual, model pembelajaran langsung, model pembelajaran penemuan (Discovery
Learning) dan lain-lain. Yang akan dibahas dalam hasil penelitian ini adalah model
Discovery Learning.

C. Model Pembelajaran Discovery


Metode pembelajaran discovery (penemuan) adalah metode mengajar yang mengatur
pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum
diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri.
Dalam pembelajaran discovery(penemuan) kegiatan atau pembelajaran yang dirancang
sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui
proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan,
menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk
menemukan beberapa konsep atau prinsip.
Metode discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan
pengajaran perseorang, memanipulasi objek sebelum sampai pada generalisasi. Sedangkan
Bruner menyatakan bahwa anak harus berperan aktif didalam belajar. Lebih lanjut
dinyatakan, aktivitas itu perlu dilaksanakan melalui suatu cara yang disebut discovery.
Discovery yang dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya, diarahkan untuk menemukan
suatu konsep atau prinsip.
Discovery ialah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep
atau prinsip. Proses mental yang dimaksud antara lain: mengamati, mencerna, mengerti,
menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan
sebagainya. Dengan teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses
mental sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan intruksi. Dengan demikian
pembelajaran discovery ialah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses
kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba
sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.
Metode pembelajaran discovery merupakan suatu metode pengajaran yang
menitikberatkan pada aktifitas siswa dalam belajar. Dalam proses pembelajaran dengan
metode ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan
siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, algoritma dan semacamnya.
Tiga ciri utama belajar menemukan yaitu: (1) mengeksplorasi dan memecahkan
masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat
pada siswa; (3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang
sudah ada.
Blake et al. membahas tentang filsafat penemuan yang dipublikasikan oleh Whewell.
Whewell mengajukan model penemuan dengan tiga tahap, yaitu: (1) mengklarifikasi; (2)
menarik kesimpulan secara induksi; (3) pembuktian kebenaran (verifikasi).

4
Langkah-langkah dalam pembelajaran discovery adalah sebagai berikut: (1)
identifikasi kebutuhan siswa; (2) seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian
konsep dan generalisasi pengetahuan; (3) seleksi bahan, problema/ tugas-tugas; (4) membantu
dan memperjelas tugas/problema yang dihadapi siswa serta peranan masing-masing siswa; (5)
mempersiapkan kelas dan alat-alat yang diperlukan; (6) Mengecek pemahaman siswa
terhadap masalah yang akan dipecahkan; (7) Memberi kesempatan pada siswa untuk
melakukan penemuan; (8) membantu siswa dengan informasi / data jika diperlukan oleh
siswa; (9) memimpin analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan yang mengarahkan dan
mengidentifikasi masalah; (10) merangsang terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa;
(11) membantu siswa merumuskan prinsip dan generalisasi hasil penemuannya.
Salah satu metode belajar yang akhir-akhir ini banyak digunakan di sekolah-sekolah
yang sudah maju adalah metode discovery. Hal ini disebabkan karena metode ini: (1)
merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif; (2) dengan menemukan
dan menyelidiki sendiri konsep yang dipelajari, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama
dalam ingatan dan tidak mudah dilupakan siswa; (3) pengertian yang ditemukan sendiri
merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam
situasi lain; (4) dengan menggunakan strategi discovery anak belajar menguasai salah satu
metode ilmiah yang akan dapat dikembangkan sendiri; (5) siswa belajar berpikir analisis dan
mencoba memecahkan problema yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer dalam
kehidupan nyata.
Beberapa keuntungan belajar discovery yaitu: (1) pengetahuan bertahan lama dan
mudah diingat; (2) hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada
hasil lainnya; (3) secara menyeluruh belajar discovery meningkatkan penalaran siswa dan
kemampuan untuk berpikir bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-
keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan
orang lain.
Beberapa keunggulan metode penemuan juga diungkapkan oleh Suherman, dkk (2001:
179) sebagai berikut: (1) Siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan
menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir; (2) Siswa memahami benar bahan
pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan
cara ini lebih lama diingat; (3) Menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin
ini mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat; (4)
Siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode penemuan akan lebih mampu
mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks; (5) Metode ini melatih siswa untuk lebih
banyak belajar sendiri.
Selain memiliki beberapa keuntungan, metode discovery (penemuan) juga memiliki
beberapa kelemahan, diantaranya membutuhkan waktu belajar yang lebih lama dibandingkan
dengan belajar menerima. Untuk mengurangi kelemahan tersebut maka diperlukan bantuan
guru. Bantuan guru dapat dimulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan dan dengan
memberikan informasi secara singkat. Pertanyaan dan informasi tersebut dapat dimuat dalam
lembar kerja siswa (LKS) yang telah dipersiapkan oleh guru sebelum pembelajaran dimulai.
Metode discovery (penemuan) yang mungkin dilaksanakan pada siswa SMP adalah
metode penemuan terbimbing. Hal ini dikarenakan siswa SMP masih memerlukan bantuan
5
guru sebelum menjadi penemu murni. Oleh sebab itu metode discovery (penemuan) yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah metode discovery (penemuan) terbimbing (guided
discovery).

D. Materi Transformasi Refleksi


Materi refleksi merupakan salah satu subbab pada materi transformasi giometri yang
diajarkan pada pada semister genap kelas VII SMP berdasarkan kurikulum k-13. Berikut ini
merupakan materi refleksi yang diajarkan:
Refleksi (Pencerminan) adalah suatu transformasi yang memindahkan suatu titik pada
bangun geometri dengan menggunakan sifat benda dan bayangannya pada cermin datar.
Bangun di atas menunjukkan bahwa bentuk bayangan sama dengan bentuk bangun semula.
Sifat bayangan benda yang dibentuk oleh pencerminan sebagai berikut: (1) Bayangan suatu
bangun yang dicerminkan memiliki bentuk dan ukuran yang sama dengan bangun aslinya; (2)
Jarak bayangan pada cermin sama dengan jarak aslinya ke cermin; (3) Bayangan bangun pada
cermin saling berhadapan dengan bangun aslinya
Contoh pencerminan

Keterangan :
- Segitiga ABC (bangun asli) sama dengan segitiga A'B'C' (hasil pencerminan)
- Jarak titik A=A' ; B=B' ; C=C'
Refleksi Rumus
Refleksi terhadap sumbu-x
Refleksi terhadap sumbu-y
Refleksi terhadap titik pusat (0,0)

E. Penerapan Model Pembelajaran Discovery learning Pada Materi Refleksi


1. Kesesuaian Materi dengan Model
Materi yang diambil dalam uji coba ini adalah Transformasi dengan sub pokok
pembahasan Refleksi. Materi refleksi tentu dapat disesuaikan dengan model Discovery
Learning yaitu siswa mencoba menemukan sendiri konsep refleksi sehingga dapat terjadi
aktivitas siswa mengalami, demontrasi, dan mengulanginya dengan menerapkan konsep
refleksi untuk menghitung nilai transformasi refleksi suatu titik. Sehingga dapat
meningkatkan pemahaman siswa tentang refleksi dengan baik.

2. Komponen Model Pembelajaran Discovery Learning


a. Sintaks (Fase)
6
Adapun fase pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Discovery
Learning sebagai berikut:
Tahap pertama : Pemberian Rangsangan. Pada tahap ini guru Memotivasi siswa
dengan cara menunjukkan gambar berkaitan dengan susunan benda-benda ciptaan Tuhan dan
buatan manusia, Dan Guru mendemonstrasikan berbagai bentuk benda-benda konkrit.
Tahap kedua : Problem statement, Pertanyaan, Identifikasi masalah. Siswa diminta
mengamati pengantar yang diberikan oleh guru melalui power point presentation dan guru
meminta siswa untuk mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan materi refleksi.
Selanjutnya siswa dibagi dalam dalam kelompok belajar untuk memahami konsep refleksi
dengan bantuan LKS, geoboard dan View reflektor.
Tahap ketiga : Data collection (Pengumpulan data). Siswa dalam kelompok
menyimpulkan serta memahami konsep refleksi berdasarkan aktivitas mereka dalam
menemukan refleksi pada kegiatan penyelesaian LKS dengan berbantuan media gioboard dan
view reflektor.
Tahap keempat : Data processing (pengolahan data). Siswa berdiskusi tentang materi
refleksi dalam menemukan konsep refleksi berdasarkan aktivitas mereka dalam kegiatan
menyelesaikan LKS dengan berbantuan media gioboard dan view reflektor.
Tahap kelima : Verification (pembuktian). Siswa bersama guru memeriksa kembali
hasil pekerjaan siswa dalam menyimpulkan konsep refleksi berdasarkan aktivitas mereka
pada kegiatan menyelesaikan LKS dengan berbantuan media gioboard dan view reflektor.
Tahap keenam : Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi). Guru melakukan
refleksi, memberi kesimpulan/penguatan terhadap materi yang telah dipelajari dan
memberikan penghargaan kepada siswa terhadap hasil kerja mereka selama proses
pembelajaran serta mempresentasikan hasil pekerjaan kelompoknya.
b. Sistem Sosial
Siswa belajar dalam kelompok yang beranggota 4 siswa dan siswa bebas berfikir
serta menuntut untuk bekerjasama dalam proses pembelajaran.
c. Prinsip Reaksi
Guru sebagai fasilitator dan reflektor pada saat pembelajaran berlangsung dan siswa
dituntut belajar lebih mandiri dengan sistem belajar kooperatif.
d. Sistem Pendukung
Ada beberapa sistem pedukung pada saat pembelajaran berlangsung, seperti
Powerpoint presentation, LKS, geoboard dan view reflektor serta buku paket siswa yang
dapat membantu meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep refleksi.
e. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring
Dampak instruksional model pembelajaran Discovery Learning bagi siswa adalah
sebagai berikut: (1) Siswa mampu mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa
lisan ataupun verbal; (2) Siswa mampu menyalurkan dan mengarahkan kognitifnya
sendiri, kemampuan ini meliputi konsep dan kaidah memecahkan masalah; (3) Siswa mampu
menerima atau menolak objek berdasarkan penelitian terhadap objek tersebut.

7
Dampak pengiring model pembelajaran Discovery Learning bagi siswa adalah sebagai
berikut: (1) Menimbulkan semangat kreativitas pada siswa; (2) Memupuk solidaritas antar
siswa; (3) Menambah nilai dan prestasi belajar siswa

F. Kesimpulan
Walaupun ditemukan masih terdapat beberapa kelemahan dalam penerapan
pembelajaran materi refleksi pada siswa SMP dengan menggunakan model discovery
Learning berbantuan geoboard dan view reflektor untuk pembelajaran bisa menuntaskan
hasil belajar siswa.
Model Discovery (Penemuan) yang mungkin dilaksanakan pada siswa SMP adalah
model penamuan terbimbing (Guided Discovery), karena dalam pelaksaanan pembelajaran
para siswa membutuhkan bantuan yang lebih dari guru untuk menemukan konsep refleksi.
Hendaknya pengajar menentukan metode belajar yang tepat dalam mengajar guna
meningkatkan keberhasilan pembelajaran atau meningkatkan hasil belajar siswa. Metode
belajar yang dilakukan bermacam-macam, pemilihan model ini dapat dilakukan dengan
melihat kondisi dari siswa dan materi yang dipelajari.
Tidak hanya terpaku pada model belajar, keberhasilan hasil belajar matematikapun
dapat dipengaruhi oleh kreativitas guru dalam proses pembelajaran matematika. Oleh
karena itu, sebaiknya para orang tua dan guru lebih sering memancing siswanya agar lebih
memiliki kreativitas dalam belajar, khususnya pelajaran matematika.

8
G. REFERENSI

Arifin, Z. (2008). Metodelogi Penelitian Pendidikan. Surabaya: Lentera Cendikia.

Nasyiuddin Muhammad. (2014). Penerapan Discovery Learning Untuk Meningkatkan


Hasil Belajar Peserta Didik Kelas VII (Skripsi). Institut Islam Negeri Walisongo.
Surabaya

Roida Eva Flora Siagian dan Maya Nurfitriyanti. (2012). Metode Pembelajaran Inquiry
Dan Pengaruhnya Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Kreativitas
Belajar (Jurnal). Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Teknik,
Matematika & IPA Universitas Indraprasta PGRI.

Suherman E, .(2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-


UPI.

T.Husein Rohim. Penerapan Metode Discovery Learning Dalam Meningkatkan Hasil


belajar siswa(Jurnal). Limboto Barat

Tatag Yuli Eko Siswono. Pembelajaran Matematika Humanistik Yang


Mengembangkan Kreativitas Siswa (Jurnal). Surabaya: FMIPA UNESA.

Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.


Prestasi Pustaka, Jakarta.

Wahidin Didin,dkk. (2015). Sintak Model Pembelajaran (Model Pembelajaran Aktif


Untuk Mempersiapkan Mahasiswa Praktikan Program Studi Pendidikan
Matematika). Universitas Islam Nusantara.

Anda mungkin juga menyukai