Anda di halaman 1dari 14

2-1

BAB 2. Model Matematik Sistem

Kemampuan akhir yang diharapkan (KAD):


1. Mengenal bahwa persamaan differensial dapat menggambarkan
perilaku dinamis dari sistem fisik
2. Memahami penerapan transformaso Laplace dan penggunaannya
untuk mendapatkan fungsi alih
3. Memahami diagram blok dana tau grafik aliran sinyal dan
penggunaannya dalam analisis sistem control
4. Memahami peran penting pemodelan dalam proses desain sistem
kontrol

2.1. Gambaran Umum


Model matematika dari sistem fisik adalah elemen kunci dalam desain
dan analisis sistem kontrol. Perilaku dinamis umumnya digambarkan dengan
persamaan diferensial biasa. Buku ini akan mempertimbangkan berbagai
sistem, termasuk mekanik, hidrolik, dan listrik. Karena kebanyakan sistem fisik
bersifat tidak linier, buku ini akan membahas pendekatan linierisasi, yang
memungkinkan kita menggunakan metode transformasi Laplace. Kemudian
dilanjutkan dengan metode untuk memperoleh hubungan input-output untuk
komponen dan subsistem dalam bentuk fungsi alih. Blok fungsi alih dapat
diatur ke dalam blok diagram atau grafik aliran sinyal untuk menggambarkan
secara grafis interkoneksi antar komponen sistem. Blok diagram (dan grafik
aliran sinyal) adalah alat yang tepat untuk mendesain dan menganalisis sistem
kontrol yang rumit.

2.2. Pendahuluan
Untuk memahami dan mengendalikan sistem yang kompleks,
seseorang harus memperoleh model matematika dari sistem tersebut. Karena
itu perlu untuk menganalisis hubungan antara variabel sistem untuk
mendapatkan model matematika. Karena sistem yang dipertimbangkan
bersifat dinamis, deskripsi persamaan yang digunakan biasanya persamaan
diferensial. Selanjutnya, jika persamaan ini bisa dilinierisasi, maka
2-2
transformasi Laplace dapat digunakan untuk menyederhanakan solusi dari
pemodelan.
Dalam praktiknya, kompleksitas sistem dan ketidaktahuan kita tentang
semua factor yang relevan mengharuskan kita melakukan asumsi tentang
suatu sistem. Oleh karena itu, kita perlu mempertimbangkan sistem fisik,
melakukan asumsi yang diperlukan, dan kemudian melakukan linierisasi
sistem. Menggunakan hukum fisika yang menggambarkan ekuivalensi dari
sistem linier, kita dapat memperoleh satu persamaan diferensial linear.
Dengan menggunakan ilmu matematika, seperti Transformasi Laplace, kami
dapatkan solusi yang menggambarkan kerja dari suatu sistem.
Secara rungkas, pendekatan untuk pemodelan sistem dinamis dapat
dilakukan dengan beberapa tahapan, diantaranya:
1. Menentukan sistem dan komponennya.
2. Merumuskan model matematika dan asumsi mendasar yang diperlukan
berdasarkan
Prinsip-prinsip dasar.
3. Mendapatkan persamaan diferensial yang mewakili model matematika.
4. Memecahkan persamaan untuk variabel output yang diinginkan.
5. Memeriksa solusi dan asumsi.
6. Jika perlu, melakukan analisis ulang atau desain ulang sistem.

2.3. Persamaan diffirensial Sistem Fisik


2.3.1. Model Sistem Mekanik
2.3.1.1. Gerak Translasi
A. Model umum

Pemodelan sistem mekanik mengacu pada hukum kedua Newton tentang


gerak yaitu:
𝑚𝑎 = ∑ 𝐹 (2.1)
dengan m = massa (kg), a = percepatan (m/det2), dan F = gaya (N).

y(t)

F(t)
M
Gambar 2.1 Sistem dengan gerak translalsi
2-3
Dengan demikian, sebuah sistem pada Gambar 2.1 yang memiliki massa M
dengan gaya F(t) dan perpindahan y(t), persamaan geraknya dapat diuraikan
dengan:
𝑚𝑎 = ∑ 𝐹
𝑑2 𝑦
𝑀 𝑑𝑡 2 = 𝐹(𝑡) (2.2)

B. Pegas Linier

Suatu pegas linear dapat digambarkan dengan Gambar 2.2.


y(t)

k
f(t)

Gambar 2.2 Pegas linear


Persamaan matematiknya adalah:
𝑓(𝑡) = K𝑦(𝑡) (2.3)
Dengan f(t) adalah gaya pegas, k adalah konstanta pegas, dan y(t)
adalah perpindahan yang diakibatkan oleh gaya f(t).

C. Gesekan Liat (Piston)

Dengan memperahtikan Gambar 2.3, persamaan gesekan piston adalah:


𝑑𝑦
𝑓(𝑡) = B 𝑑𝑡 (2.4)

dengan B adalah koifisien gesekan.


y(t)

f(t)

Gambar 2.3 Sistem Gesekan


2-4
Masing-masing sistem mekanis tersebut dapat berada pada satu sistem
fisik, sebagaiamana tampak pada contoh-contoh berikut ini.
Contoh pertama adalah model mobil untuk cruise control.
Bagaimanakah model matematik persamaan differensialnya. Model
didasarkan pada model gerak translali dari hukum newton dua. Gaya yang
bekerja pada model gerak mobil adalah gaya u(t) yang menggerakkan roda-
roda mobil. Gaya gesek juga bekerja yang berkebalikan dengan gaya dorong
u(t). Anggap konstanta geseknya adalah b dengan v(t) adalah kecepatan
kendaraan, maka tentukan model persamaan differensialnya.
Persamaan differesnial diperoleh dari hokum newton geraknya adalah:
∑ 𝐹 = 𝑚𝑎
𝑢 − 𝑏𝑣 = 𝑚𝑎 (2.5)
Dengan demikian persamaan differensial dari model mobil adalah:
𝑑𝑣
𝑚 + 𝑏𝑣 =
𝑑𝑡

𝑢 (2.6)

Gambar 2.4 Model mobil untuk cruise control (Messner & Tilbury, 2019)
Contoh kedua adalah sistem suspense sepeda motor, sebagaimana
tampak pada Gambar 2.5. Sistem suspense terdiri dari gaya tekan u(t) dengan
konstanta pegas k dan konstanstan redaman b. Jika ada gaya tekan u(t),
menyebabkan perpindahan y(t). Tentukan persamaan diferensial yang
mewakili model suspensi ini.

Gambar 2.5 Sistem suspensi sepeda motor.


2-5
Solusinya adalah menggunakan hokum kedua newton.
𝑚𝑎 = ∑ 𝐹
𝑑𝑦
𝑚𝑎 = 𝑢 − 𝑘𝑦 − 𝑏 𝑑𝑡 (2.7)
𝑑2 𝑦 𝑑𝑦
𝑚 𝑑𝑡 2 = 𝑢 − 𝑘𝑦 − 𝑏 𝑑𝑡 (2.8)
Maka model persamaan diferensialnya adalah:
𝑑2 𝑦 𝑑𝑦
𝑚 𝑑𝑡 2 + 𝑏 𝑑𝑡 + 𝑘𝑦 = 𝑢 (2.9)

2.3.1.2. Gerak Rotasi


Pembuatan model persamaan differensial gerak rotasi didasarkan
pada hukum kedua Newton tentang gerak rotasi dari Gambar 2.6, yaitu:
∑ 𝑇 = 𝐽𝛼(𝑡) (2.10)
Sebagai pengingat:
𝑑𝜔 𝑑2 𝜃
𝛼(𝑡) = 𝑑𝑡
= 𝑑𝑡 2
(2.11)

Dengan:
T = torsi,
Α = percepatan suduh (rad/det2)
 = kecepatan sudut (rad/det), dan
 = pergeseran sudut(rad).
T(t)

J (t)

Gambar 2.6 Sistem Torsi


A. Pegas puntir
𝑇(𝑡) = 𝐾𝜃(𝑡) (2.12)
dengan K adalah konstanta pegas
B. Gesekan

𝑑𝜃
𝑇(𝑡) = 𝑏 (2.13)
𝑑𝑡

dengan b adalah koifisien gesek rotasi.


2-6
Contohnya adalah sistem rotasi berikut ini:

Gambar 2.7 Contoh sistem rotasi


Dengan
J = momen inersia, kg-m2
f = koefisien gesek, N-m/rad/det
 = kecepatan sudut, rad/det
T = torsi, N-m
 = percepatan sudut, rad/det2
 = pergeseran sudut, rad
Hukum newton II
∑ 𝑇 = 𝐽𝛼(𝑡) (2.14)
𝑇 − 𝑏𝜔 = 𝐽𝛼(𝑡) (2.15)
Maka persaamaan diferensialnya adalah:
𝑑𝜔
𝐽 𝑑𝑡
+ 𝑏𝜔 = 𝑇 (2.16)

Atau dapat juda ditulis dengan:


𝐽𝜔̇ + 𝑏𝜔 = 𝑇 (2.17)

2.3.2. Model Sistem Listrik


A. Rangkaian L-R-C

Gambar 2.8 Sistem Rangkaian Listri RLC dengan input ei dan output eo
2-7
Dengan menerapkan hukum kirchoff, maka diperoleh:
∑𝑉 = 0 (2.18)
𝑑𝑖 1
𝑒𝑖 = 𝐿 + 𝑅𝑖 + ∫ 𝑖 𝑑𝑡 (2.19)
𝑑𝑡 𝐶
1
𝑒𝑜 = 𝑉𝑐 = 𝐶
∫𝑖 𝑑𝑡 (2.20)

Tampak persamaan diferensial yang dihasilkan menjadi kompleks.


Menyelesaikan persamaan diferensial yang seperti di atas cukup merepotkan.
Untuk mempermudah membuat model, diperlukan bantuan transformasi
laplace untuk mendapatkan model matematik sistem yang lebih mudah dan
tepat. Namun ada syaratnya, sistemnya harus sistem linear. Jika sistemnya
tidak linear, maka diperlukan linearisasi.

2.4. Transformasi Laplace dan Inversnya


2.4.1. Transformasi laplace
Penyelesaian persamaan diferensial linear sebagai solusi dari model
sistem dapat dilakukan dengan mudah menggunakan transformaso laplace.
Jika :
f(t) = fungsi waktu t sehingga f(t) = 0 untuk t<0
s = variabel kompleks
L = simbol tranformasi laplace
F(s) = transformasi laplace dari f(t)
maka transformasi laplace dari f(t) adalah

F ( s )   f (t )e  st dt (2.21)
0

Adapun invers transformasi laplacenya adalah:


1   j

2 j 
f (t )  F ( s)e st ds (2.22)
 j

Untuk kemudahan dalam melakukan proses transformasi, dapat digunakan


table transformasi laplace pada Tabel 2.1.
2-8
Tabel 2.1 Tabel Transformasi Lapace
2-9
Tabel 2.1 Transformasi Laplace (Lanjutan)

Disamping table transformasi laplace, memahami sifat – sifat


transformasi laplace membantu proses transformasi. Sifat-sifat ini juga sudah
ada tabelnya sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Sifat – sifat tranformasi laplace
2-10
2.4.2. Transformasi Laplace Balik
Transformasi laplace balik digunakan untuk melakukan transformasi balik dari
kawasan frekuensi kembali ke kawasan waktu:
f (t )  L1  F ( s )  (2.23)

Metode yang digunakan adalah metode ekspansi pembagian parsial (Partial


Fraction Expantion) yaitu:
F ( s )  F1 ( s )  F2 ( s )   Fn ( s ) (2.24)

L1  F ( s )   L1  F1 ( s )   L1  F2 ( s )    L1  Fn ( s )  (2.25)

f (t )  f1 (t )  f 2 (t )   f n (t ) (2.26)

Metode ekspansi pembagian parsial terdiri dari tiga metode. Masing - masing
akan dijelaskan secara tersendiri.

A. Metode pole sederhana


Metode ini digunakan ketika F(s) memiliki pole-pole yang sederhana. Anggap
F(s) adalah:
Q( s ) Q( s )
F ( s)   (2.27)
P( s ) ( s  s1 )( s  s2 )...( s  sn )

Maka F(s) dapat dipecah ke dalam masing – masing pole sehingga menjadi:
K S1 KS 2 K Sn
F (s)    ...  (2.28)
( s  s1 ) ( s  s2 ) ( s  sn )

Tugas selanjutnya adalah menghitung parameter Ks1, Ks2,…., Ksn yaitu:

 Q( s) 
K S 1   ( s  s1 )
 P ( s )  s   s1
 Q( s) 
  ( s  s1 )  (2.29)
 ( s  s1 ) ( s  s2 )...( s  sn ) 
s  s
1

Q( s)

( s1  s2 )...( s1  sn )
Ks2,…., Ksn dicari dengan metode yang sama dengan Ks1.
2-11

Contoh Soal:
Carilah f(t) dari F(s) berikut ini:
s3
F (s) 
( s  1)( s  2)
Jawaban:
s3 K K
F (s)   1  2
( s  1)( s  2) s  1 s  2
Hitunglah K1 dan K2 dengan rumus:
 s3   1  3 
K1   ( s  1)  2
 ( s  1) ( s  2)   (1  2) 
s  1
 s3   2  3 
K1   ( s  2)     1
 ( s  1) ( s  2)  s  2  ( 2  1)
Sehingga
2 1
F (s)  
s 1 s  2
f (t )  L1  F ( s ) 
 2  1  1 
 L1  L  
 s 1  s2
Dengan bantuan tabel transformasi laplace, didapatkan:
f ( t )  2 e  t  e 2 t

B. Metode F(s) dengan pole orde banyak


Kasusnya adalah ketika satu pole ordenya lebih dari satu, seperti:
Q( s ) Q( s )
F ( s)  
P( s) ( s  s )( s  s )...( s  s )( s  s )r
1 2 nr i
Pecahan parsialnya menjadi:
K s1 K s1 K s ( nr ) A1 A2 Ar
F (s)    ...     ... 
( s  s1 ) ( s  s2 ) ( s  sn - r ) ( s  si ) ( s  si ) 2
( s  si )r
Untuk perhitungan konstanta K, sama seperti perhitungan K pada pole
sederhana. Tinggal perhitungan konstan A yang berbeda. Perhitungan
Konstanta A1 – Ar yaitu konstanta untuk pole yang sama beroder lebih dari
2-12
satu adalah sebagai berikut. Untuk kemudahan, diasumsikan jumlah pangkat
pole adalah r = 3. Maka konstantanya adalah:
A3  ( s  si )3 F ( s)  s  s
i

1d 
A2   [( s  si )3 F ( s)]
1!  ds  s  si
1  d2 
A1   [( s  si )3 F ( s)]
2!  ds 2
 s  si
Contoh soal:
Carilah f(t) dari F(s) berikut ini:
1
F (s) 
s( s  2)( s  1)3
Jawab:
1
F ( s) 
s ( s  2)( s  1)3
K K A1 A2 A3
 0  -2   
s s ( s  1) ( s  1) ( s  1)3
2

Menghitung koifisien dari bagian pole orde sederhana:


K 0   sF ( s ) s 0  0,5
K1   ( s  2) F ( s ) s 2  0,5
Kemudian menghitung koifisien orde tiga:
A3  ( s  1)3 F ( s )  s 1  1
1d 
A2   [( s  1)3 F ( s)] 0
1!  ds  s 1
1  d2 
A1   [( s  1)3 F ( s )]  1
2!  ds 2
 s 1
Sehingga:
f (t )  L1  F ( s ) 
 1   1  1  1  1  1 
 L1    L1    L  s  1   L  ( s  1)3 
 2s   2( s  2)   
1 1 2t  t 1 2  t
  e e  t e
2 2 2
2-13
C. F(s) dengan pole kompleks sekawan
Coba perhatikan contoh kasus berikut ini:
2s  12
F (s) 
s 2  2s  5
Faktor dari penyebut F(s) adalaha:
s 2  2 s  5  ( s  1  j 2)( s  1  j 2)
Pada kasus polenya mempunyai bagian konjuget kompleks maka digunakan
metode ekpsansi dalam fungsi sinus dan cosinus. Penyelesaiannya adalah
sebagai berikut:
2 s  12 10  2( s  1)
F ( s)  2 
s  2s  5 ( s  1) 2  2 2
10 2( s  1)
 
( s  1)  2
2 2
( s  1) 2  2 2
2 s 1
5 2
( s  1)  2
2 2
( s  1) 2  2 2
Maka f(t) menjadi:
f (t )  L  F ( s ) 
1

 2   s 1 
 5 L1  2 
 2 L1  2 
 ( s  1)  2   ( s  1)  2 
2 2

 5e  t sin 2t  2e  t cos 2t (t  0)

2.4.3. Penyelesaian Persamaan Differensial


Prosedur penyelesaian perasamaan differensial dengan tranformasi
laplace :
1. Tranformasikan persamaan differensial ke domain s dengan tranformasi
laplace menggunakan tabel tranformasi laplace
2. Manipulasi persamaan aljabar yang telah ditransformasi dan cari variabel
kelauran
3. Bentuklah uraian pecahan parsial dari persamaan aljabar yang telah
ditranformasi
4. Dapatkan tranformasi laplace balik menggunakan tabel tranformasi
laplace.
2-14
Contoh soal:
Selesaikan persamaan differensial berikut ini
.
y  3 y  2 y  5u dengan y(0)  -1, y(0)  2
Jawab :
1. Melakukan tranformasi laplace :
y  3 y  2 y  5u

 s Y ( s) - sy (0) - y (0)  3sY ( s) - 3 y (0)    2Y ( s)   5


2

s
2. Melakukan manipulasi aljabar
s 2  s  5 s 2  s  5
Y ( s)  
s( s 2  3s  2) s( s  1)( s  2)
3. Pecahan Parsial :
5 5 3
Y (s)   
2s s  1 2( s  2)
4. Menentukan solusi
5 3
y (t )   5et  e 2t t  0
2 2

Anda mungkin juga menyukai