Anda di halaman 1dari 12

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/320141607

MANAGEMENT OF NEUROPATHIC PAIN IN ELDERLY FOCUS ON PREGABALIN

Conference Paper · January 2014

CITATIONS READS
0 1,765

3 authors:

Thomas Eko Purwata Eka Widyadharma


Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Udayana University
24 PUBLICATIONS   24 CITATIONS    79 PUBLICATIONS   11 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Sri Wijayanti
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
6 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Dry needling and myofacial pain syndrome View project

BRAIN VITALIZATION GYMNASTICS AND COGNITIVE FUNCTION View project

All content following this page was uploaded by Eka Widyadharma on 01 October 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


TH
4 BALI NEUROLOGY UPDATE 2016

MANAGEMENT OF NEUROPATHIC PAIN IN ELDERLY

FOCUS ON PREGABALIN

Thomas Eko Purwata, Putu Eka Widyadharma, Ida Ayu Sri Wijayanti

Bagian/SMF Neurologi FK.Universitas Udayana/RSUP Denpasar Bali

Abstrak

Nyeri Neuropatik (NN) merupakan salah satu bentuk nyeri kronik yang sangat sulit
ditangani, obat-obatan golongan analgesik dan anti inflamasi non steroid kurang mempan untuk
mengobati NN. Nyeri neuropatik sering membuat frustasi baik pasien maupun dokternya, tidak
jarang terjadi gangguan tidur, kecemasan dan depresi, sebagai akibatnya kualitas hidup pasien
menurun. Survei epidemiologi menunjukkan bahwa banyak pasien NN belum mendapatkan
penatalaksanaan yang memadai. Hal ini antara lain disebabkan karena kurangnya pengetahuan
tentang diagnosis yang tepat, pemilihan terapi dan efikasi dari obat-obatan untuk NN.

Insiden nyeri meningkat dengan bertambahnya umur. Nyeri neuropatik sering dijumpai
pada lansia (lanjut usia) dan masih merupakan tantangan baik dalam hal diagnosis maupun
manajemennya. Penyebab tersering nyeri neuropatik pada lansia antara lain adalah radikulopati
akibat stenosis foramen atau spinal, neuropati diabetik dan neuropati pasca herpes.

Manajemen nyeri pada lansia agak berbeda dengan pasien yang lebih muda, baik dalam
hal penyebab, penyakit penyerta dan respon terhadap nyeri maupun terapinya. Manajemen nyeri
neuropatik pada lansia meliputi terapi farmakologi dan non farmakologi. Terapi farmakologi
antara lain dengan pemberian obat-obatan analgesik non opiat, adjuvant, dan opiat. Polifarmasi,
interaksi antara obat dengan obat dan obat dengan penyakitnya, perubahan metabolism akibat
usia, dan seringnya terjadi efek samping obat perlu dipertimbangkan dengan seksama pada
penggunaan obat-obatan pada lansia.

Pendekatan terapi nyeri neuropatik yang rasional adalah berdasarkan mekanisme


terjadinya NN. Manajemen NN kronik idealnya dilakukan secara multidisiplin dan berdasarkan
guideline (GL) dengan memperhatikan untung dan ruginya. Semua organisasi Internasional
merekomendasikan pregabalin sebagai obat lini pertama untuk terapi farmakologi hampir semua
NN, kecuali untuk neuralgia trigeminal obat lini pertama adalah karbamasepin dan
okskarbasepin.

Kata kunci : lansia, manajemen nyeri, nyeri neuropatik, pregabalin.

1
TH
4 BALI NEUROLOGY UPDATE 2016

PENDAHULUAN

Insiden nyeri meningkat dengan bertambahnya umur.1-2 Nyeri diderita oleh seperempat
dari lansia ( lanjut usia ).2 Pada komunitas sebanyak 25-50% lansia menderita nyeri kronik,
sedangkan pada nursing home prevalensinya 45-85%.3 Mengingat prevalensi nyeri kronik yang
tinggi dan menurunnya kualitas hidup lansia, maka dipandang perlu untuk memberikan prioritas
manajemen nyeri pada lansia dengan membuat guideline asesmen dan manajemen nyeri pada
lansia.4 Berdasarkan guideline tersebut setiap lansia yang periksa ke dokter harus dilakukan
asesmen nyeri.

Diagnosis dan manajemen nyeri neuropatik masih merupakan tantangan bagi ahli
5,6
saraf. Pengobatan nyeri neuropatik memerlukan pendekatan yang berbeda dengan nyeri
inflamasi, dimana pada nyeri neuropatik obat-obatan golongan analgesik dan Non Steroid Anti
Inflammatory Drug (NSAID) kurang efektif. Penyebab tersering nyeri neuropatik pada lansia
antara lain adalah : radikulopati daerah servikal, dan lumbal, neuropati diabetik, dan neuralgia
pasca herpes.7

Nyeri neuropatik pada lansia sering kali tidak terdiagnosis dan pengobatannya dibawah
standar. Nyeri pada lansia sering disertai depresi, kecemasan, gangguan tidur, nafsu makan
menurun, dan gangguan kognitif sehingga pada akhirnya kualitas hidup penderita menurun.8

Manajemen nyeri pada lansia berbeda dengan pasien muda. Penyebab, komorbiditas,
efek samping pengobatan, dan respon terhadap nyeri dan pengobatannya berbeda dengan pasien
yang muda. Terapi farmakologi pada lansia sering menimbulkan efek samping terutama
analgesik, NSAID, dan opiat. Manajemen nyeri yang efektif pada lansia meliputi pendekatan
farmakologi dan non farmakologi. Meskipun memiliki risiko yang tinggi terjadinya efek
samping, intervensi farmakologi masih merupakan modalitas utama dalam pengobatan nyeri
neuropatik pada lansia. Pendekatan farmakologi meliputi pemberian obat analgesik non opiat,
analgesik opiat, dan analgesik adjuvan. Dalam manajemen nyeri pada lansia dokter harus
mempertimbangkan perubahan metabolism obat karena umur, efek samping obat, interaksi
antara obat dan penyakit, serta interaksi obat dengan obat. Disarankan untuk memberikan dosis
titrasi dan pendekatan start low and go slow . Pada lansia sensitivitas terhadap analgesik
meningkat sehingga diperlukan dosis yang lebih sedikit dibandingkan orang muda. Perlu
dilakukan pemantauan yang hati-hati terhadap lansia yang menggunakan berbagai macam obat,
bukan hanya memperhatikan efektivitas obatnya saja tetapi juga kemungkinan terjadinya efek
samping obat.8 Manajemen NN masih merupakan tantangan, hanya sekitar 50% pasien yang
diobati berkurang rasa nyerinya, itupun nyerinya tidak hilang total dan seringkali efek samping
obat tidak dapat ditoleransi oleh pasien.4 Pendekatan terapi nyeri neuropatik yang rasional adalah
berdasarkan mekanisme terjadinya NN. Manajemen NN kronik idealnya dilakukan secara
multidisiplin dan berdasarkan guideline (GL) dengan memperhatikan untung dan ruginya.

2
TH
4 BALI NEUROLOGY UPDATE 2016

Semua organisasi Internasional merekomendasikan pregabalin sebagai obat lini pertama untuk
terapi farmakologik hampir semua NN, kecuali untuk neuralgia trigeminal obat lini pertama
adalah karbamasepin dan okskarbasepin.9-12

Definisi Nyeri Neuropatik

Definisi baru dari NN adalah nyeri yang berasal dari lesi atau penyakit yang mengenai
sistem saraf somatosensoris.13 Prevalensi NN berkisar antara 7-10% pada populasi umum di
negara maju.14 Penyakit yang termasuk NN antara lain : radikulopati servikal dan lumbal,
neuropati diabetik, cancer related neuropathy, neuralgia pasca herpes, HIV-related painful
polyneuropathy, cedera medula spinalis, central post stroke pain, neuralgia trigeminal, complex
regional pain syndrome tipe 2 , nyeri phantom dan lain-lainnya.15

PERUBAHAN PERSEPSI NYERI YANG BERHUBUNGAN DENGAN USIA

Pada penelitian eksperimental terjadi perubahan yang signifikan fungsi deteksi nyeri
dan ambang nyeri pada lansia. Terjadi pula perubahan pada serat saraf A delta yang berfungsi
untuk menghantarkan transmisi epikritik, nyeri yang terlokalisir dan berlangsung cepat,
sedangkan serat saraf C yang berfungsi untuk transmisi protopatik, nyeri yang sulit dilokalisir
dan berlangsung lambat relatif tidak begitu terganggu. Respon otak terhadap stimuli nyeri juga
melambat.16 Perubahan-perubahan ini dapat menerangkan terjadinya kesulitan pada orang tua
untuk mendiskripsikan dan melokalisir nyeri. Berkurangnya kemampuan untuk memodulasi
nyeri dan inhibisi desenden menyebabkan tingginya prevalensi dan beratnya nyeri pada lansia.17

PERUBAHAN FARMAKOKINETIK PADA LANSIA

Terjadi penurunan sekresi lambung kira-kira 25% pada orang yang berumur lebih dari
50 tahun sehingga pH lambung menjadi lebih tinggi. Motilitas gastrointestinal, aliran darah
splanich, area absorpsi dan transport aktif protein menurun. Perubahan farmakokinetik pada
lansia dapat dilihat pada Tabel 1.17

PERUBAHAN FARMAKODINAMIK PADA LANSIA

Perubahan farmakodinamik yang berhubungan dengan usia sering menyebabkan


meningkatnya sensitivitas pasien lansia terhadap obat-obatan, sehingga mengakibatkan banyak
terjadi efek samping obat. Yang lebih spesifik adalah peningkatan sensitivitas reseptor
kolinergik, dimana pemakaian obat-obat anti kolinergik seperti trisiklik anti depresan mudah
menimbulkan efek samping. Penurunan fungsi homeostasis pada lansia dapat menerangkan
terjadinya perlambatan pemulihan ke arah kondisi basal setelah gangguan fungsi organ seperti

3
TH
4 BALI NEUROLOGY UPDATE 2016

terjadinya gagal ginjal akut dan perdarahan saluran cerna akibat pemakaian NSAID atau sedasi
karena opiat.17

Tabel 1. Perubahan Farmakokinetik yang berhubungan dengan umur 17


____________________________________________________________________________________________________________

Menurut the American Geriatrics Society (AGS) semua lansia yang mengalami gangguan
fungsi atau penurunan kualitas hidup akibat nyeri kronik adalah kandidat untuk terapi
farmakologi.4 Pengetahuan tentang farmakologi dari masing-masing obat sangat penting untuk
manajemen nyeri yang aman dan efektif (Tabel 2 ).17

Tabel 2. Rekomendasi dosis analgesik pada lansia 17

4
TH
4 BALI NEUROLOGY UPDATE 2016

5
TH
4 BALI NEUROLOGY UPDATE 2016

PREGABALIN

Pregabalin (PGB) adalah substansi yang secara struktural analog gamma aminobutyric
acid (GABA) yang bersifat lipofilik namun secara fungsional tidak berhubungan dengan neuro-
transmitter GABA.18 Berdasarkan bukti klinis PGB bermanfaat untuk mengobati epilepsi,
gangguan psikiatri, fibromyalgia dan NN.

MEKANISME KERJA PREGABALIN

Pregabalin adalah anti-konvulsan yang memiliki afinitas tinggi terhadap α2-δ subunit dari voltage
gated calcium channel dan bertindak sebagai ligandα2-δ subunit. Terdapat 4 subtipe protein α2-δ, PGB
hanya terikat dengan afinitas yang kuat pada subtipe 1 dan 2. Mekanisme kerja utamanya adalah
menurunkan influx kalsium dan mengurangi pelepasan neurotransmiter eksitatorik presinap seperti
glutamat, substansi P, dan calcitonin gene-related peptide sehingga dapat mengurangi nyeri.18,19

FARMAKOKINETIK

Penelitian menunjukkan bahwa PGB memiliki farmakokinetik linear yang dapat diramalkan
dengan variasi antar subjek yang rendah.18 Pregabalin diabsorbsi secara cepat setelah pemberian oral pada
keadaan puasa. Konsentrasi maksimal dalam plasma dicapai kurang lebih 1 jam setelah pemberian dosis
tunggal atau ganda dan keadaan steady state dicapai dalam waktu 24-48 jam setelah pemberian dosis
ulangan. 18

Bioavailabilitas PGB secara oral tinggi > 90% dan tidak tergantung dosis. Rerata waktu paruh
PGB adalah 6,3 jam dan tidak tergantung dosis dan pemberian obat ulangan sehingga menjamin tingkat
kepercayaan dosis-respon dalam praktek klinik. Efek klinik PGB tidak dipengaruhi oleh makanan
sehingga dosis obat tidak dipengaruhioleh makanan.18,20

EFIKASI PREGABALIN

Pregabalin terbukti efektif untuk mengurangi skala nyeri, memperbaiki gangguan tidur dan
memperbaiki kualitas hidup penderita NN. Studi klinik PGB telah dilakukan secara luas pada berbagai
macam penyakit antara lain: radikulopati servikal dan lumbal, neuropati diabetik, cancer related
neuropathy, neuralgia pasca herpes, HIV-related painful polyneuropathy, cedera medula spinalis,
central post stroke pain, neuralgia trigeminal, complex regional pain syndrome tipe 2 , nyeri
phantom dan lain-lainnya.10 Dari 25 placebo-controlled randomized trials didapatkan 18 studi PGB
dengan dosis 150-600 mg/hari terbukti efektif dalam menurunkan skala nyeri dan terdapat response
gradient dosis ( dosis 600 mg/hari responnya lebih tinggi daripada 300 mg/hari). Dua trial pada HIV-

6
TH
4 BALI NEUROLOGY UPDATE 2016

related painful polyneuropathydengan respon plasebo yang tinggi hasilnya negatif. Gabungan
number needed to treat (NNT) adalah 7.7 (95% CI 6,5-9,4) seperti terlihat pada gambar 1.12

Gambar 1 Forest Plot Data dari Pregabalin.12

NNT = number needed to treat. CPSP=centralpost-stroke pain. SCI=spinalcord injury pain. PPN=
painful polyneuropathy. FDA = US Food and Drug Administration. PHN=postherpeticneuralgia
.PNI=peripheral nerve injury. PhRMA= Pharmaceutical Research and Manufacturers of
America.

Efikasi PGB dalam mengurangi nyeri pada pasien Painful Diabetic Neuropathy (PDN) dan PHN
telah establish.11,21.Penurunan skala nyeri sudah dapat terlihat setelah 1 minggu terapi. Perbaikan
fungsional dan kualitas hidup sebagai respon terhadap PGB berhubungan dengan semakin berkurangnya
keluhan nyeri. Studi terbaru juga menunjukkan bahwa PGB memberikan efek pengobatan yang lebih baik

7
TH
4 BALI NEUROLOGY UPDATE 2016

dibandingkan dengan amitriptilin pada pasien dengan PHN.22 Kombinasi antara PGB dan Imipramin
mempunyai efikasi yang lebih baik daripada obat tunggal.23

Pada HIV-related painful polyneuropathy tidak ada perbedaan yang bermakna antara PGB
dan plasebo dalam menurunkan skala nyeri.24

KEAMANAN PREGABALIN

Pada umumnya PGB dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien, efek samping yang paling sering
dilaporkan adalah dizziness, ngantuk, edema perifer, mulut kering, dan penambahan berat badan, efek
samping meningkat dengan peningkatan dosis.21,25 Disarankan untuk memulai dosis awal kecil, 2-3 kali
50 mg sehari kemudian dititrasi sesuai dengan efikasi dan respon pasien.10,20 Dosis maksimum yang
dianjurkan pada pasien dengan klirens kreatinin >60 ml/menit adalah 300 mg/hari pada pasien neuropati
diabetik, sedangkan untuk neuralgia pasca herpes maksimal 600 mg/hari.26.Number needed to harm
(NNH) PGB adalah 13.9 (11,6-17.4).12

Pregabalin mempunyai kemampuan untuk menembus sawar darah otak secara cepat, sehingga
mampu mempengaruhi aktivitas susunan saraf pusat. Metabolisme PGB dalam tubuh manusia hanya
sedikit ( < 2% ) dan diekskresi dalam bentuk tidak berubah oleh ginjal. Pregabalin tidak berikatan dengan
protein plasma, tidak mengalami metabolism di hati, tidak menginduksi atau menghambat enzim-enzim
hati seperti sitokrom P450 sehingga PGB tidak menimbulkan INTERAKSI farmakokinetik antar-obat.
Ekskresi PGB melalui ginjal sehingga perlu penyesuaian dosis pada pasien yang mengalami penurunan
fungsi ginjal, pada pasien dengan klirens kreatinin< 60 ml/menit.13,15 Pada pasien dengan klirens kreatinin
30-60 ml/menit , dosis harian dikurangi 50%. Penurunan dosis harian sampai 50% dianjurkan setiap
penurunan klirens kreatinin 50%. Tambahan dosis PGB dianjurkan pada pasien yang menjalani
hemodialis kronis. Dosis harian harus segera ditambahkan setelah setiap 4 jam sesi hemodialysis untuk
menjaga konsentrasi plasma PGB stabil dalam rentang yang diinginkan.15

MANAJEMEN NYERI NEUROPATIK PADA LANSIA

Manajemen NN pada lansia yang direkomendasikan adalah pendekatan secara


multidisiplin untuk mencari opsi yang optimal, dengan mempertimbangkan tipe nyerinya, apakah
nyeri neuropatik, nosiseptif atau campuran, akut atau kronik, kanker atau non kanker,
Manajemen nyeri yang efektif meliputi terapi farmakologi dan non farmakologi.

8
TH
4 BALI NEUROLOGY UPDATE 2016

TERAPI FARMAKOLOGI

Terapi farmakologi merupakan lini pertama pada manajemen nyeri pada lansia. Menurut
AGS semua pasien lansia yang mengalami gangguan fungsional atau kualitas hidupnya menurun
sebagai akibat dari nyeri persisten yang dideritanya merupakan kandidat untuk terapi
farmakologi. Untuk terapi farmakologi , obat-obatan yang paling banyak dipakai adalah
golongan analgesik non opioid, opioid dan adjuvan. Pada makalah ini hanya dibahas terapi untuk
NN yaitu analgesik adjuvan dengan fokus pada Pregabalin.

Ringkasan dari rekomendasi AGS (2009) 27 untuk terapi nyeri neuropatik adalah sebagai berikut :

1. Semua pasien NN adalah kandidat untuk terapi analgesik adjuvan (strong quality of
evidence, strong recommendation).

2. Pasien fibromialgia adalah kandidat untuk trial analgesik adjuvan (moderate quality of
evidence, strong recommendation).

3. Pasien dengan nyeri refrakter tipe nyeri yang lain mungkin adalah kandidat analgesic
adjuvant tertentu (misalnya : nyeri punggung, nyeri temporomandibular, nyeri kepala
difus (low quality of evidence, weak recommendation).

4. Antidepresan trisiklik (amitriptilin, imipramin, doksepin) pemakaiannya harus sangat


hati-hati karena tingginya risiko adverse effect seperti efek kolinergik dan gangguan
kognitif (moderate quality of evidence, strong recommendation).

5. Obat bisa diberikan tunggal atau sering dikombinasi dengan obat lain dan terapi non
farmakologi untuk meningkatkan efektivitasnya (moderate quality of evidence, strong
recommendation).

6. Disarankan terapi dengan dosis serendah mungkin dan dinaikkan secara perlahan-lahan
sesuai dengan respon penderita dan ada atau tidaknya efek samping (moderate quality of
evidence, strong recommendation).

Terapi non Farmakologi

Berhubung dengan seringnya terjadi efek samping obat pada lansia maka terapi
farmakologi pada lansia sering dikombinasi dengan terapi non-farmakologi sehingga dapat
dihasilkan penurunan skala nyeri yang memadai dengan dosis obat yang lebih kecil. Terapi
non-farmakologi antara lain : program latihan, cognitive behavior therapy dan edukasi.

9
TH
4 BALI NEUROLOGY UPDATE 2016

Ringkasan

Nyeri neuropatik pada lansia sering unrecognized dan undertreated. Terapi farmakologi
pada lansia sering menimbulkan efek samping sehingga harus diberikan dengan hati-hati dengan
prinsip start low go slow.

Pendekatan yang disarankan adalah multidisiplin dengan mengacu pada guideline yang
direkomendasikan oleh organisasi internasional.

Hampir semua guideline merekomendasikan pregabalin sebagai obat lini pertama untuk
nyeri neuropatik kecuali untuk neuralgia trigeminal adalah karbamasepin dan okskarbasepin.

\
DAFTAR PUSTAKA
1. Crook J, Rideout E, Browne G. The prevalence of pain complaints among a general
population. Pain. 1984;18: 299–314.
2. Nolan L, O’Malley K. Prescribing for the elderly: Prescribing patterns differences
due to age. Journal of the American Geriatric Society. 1988;36: 245–254.
3. Ling SM, & Bathon JM. Osteoarthritis in older adults. Journal of the American
Geriatric Society. 1998; 46:216–25.
4. AGS Panel on Persistent Pain in Older Persons. The Management of persistent pain in
older persons. J Am Geriatr Soc. 2002;50:S 205-24.
5. Brattberg G, Parker MG, Thorslund M. The prevalence of pain among the oldest old
in Sweden. Pain . 1996;67:29-34.
6. Da Costa J. Pain Management and Geriatric. Dalam : Boswell MV, Cole B,
penyunting. Weiner’s Pain Management. A Practical Guide for Clinician. New York:
CRC Press, 2006; h.319-23.
7. Sternbach RA. Survey of pain in the United States: The Nuprin Pain Report. Clinical
Journal of Pain. 1986;2:49–53.
8. Cavalieri TA. Management of Pain in Older Adults. JAOA. 2005;105(3):S12-17.
9. Attal N, Cruccu G, Baron R, Haanpaa M et al, EFNS Guidelines on The
Pharmacological Treatment of Neuropathic Pain, European J of Neurol
2010:17:1113-1123.
10. Attal N, Finnerup NB, Pharmacologic Management of Neuropathic Pain, Pain Clinical
Updates 2010, 28(9).
11. Finnerup NB, Sindrup SH, Jensen TS . The evidence for pharmacological treatment
of neuropathic pain. PAIN 2010;150: 573–581
12. Finnerup NB, Attal N., Haroutounian S, McNicol E, Baron R., Dworkin RH,et
al.Pharmacotherapy for neuropathic pain in adults: a systematic review and meta-
analysis. Lancet Neurol.2015; 162–7
13. Treede RD,Jensen TS, Campbell JN, Gruccu G, Dostrovsky JO et al. Neuropathic
pain redefinition and a grading system for clinical and research purposes. Neurology
2008;70:1630-5

10
TH
4 BALI NEUROLOGY UPDATE 2016

14. van Hecke O, Austin SK, Khan RA Smith BH, Torrance N. Neuropathic pain in the
general population : a systematic review of epidemiological studies. Pain
2014:155;654-62
15. Gilron I, Watson CP, Cahill CM, Moulin DE. Neuropathic pain : a practical guide for
the clinician. CMAJ 2006;175:265-75
16. Gibson SJ, Gorman MM, Helme RO. The assessment of pain in the elderly using
cerebral event related potentials. Dalam : Bond MR, Charltons JE, Wolf CJ,
penyunting. Proceeding of the 5th World Conggres on Pain. Amsterdam : Elsevier,
1991; h.527-35.
17. Lussier D, Pickering G. Pharmacological Consideration in Older Patients. Dalam :
Beaulien P, Lussier D, Porreca F, Dickenson AH, penyunting. Pharmacology of Pain.
Seattle :IASP Press , 2010; h.547-62.
18. Ben-Menachen E. Pregabalin Pharmacology and Its Relevance to Clinical Practice.
Epilepsia 2004;45;(Suppl.6):13-18
19. Chen SR, Xu Z, Pan HL. Stereospecific Effect of Pregabalin on Ectopic Afferent
Discharged and Neuropathic Pain Induced by Sciatic Nerve Ligation in Rats.
Anesthesiology 2001;95:1473-9
20. Cada DJ, Levien T, Baker DE. Pregabalin, Hospital Pharmacy.2006;41(2):157-72
21. Freeman R, Durso-Decruz E, Emir B. Efficacy, safety, and tolerability of pregabalin
treatment for painful diabetic peripheral neuropathy: findings from seven randomized,
controlled trials across a range of doses. Diabetes Care 2008;31:1448–54
22. Achar A, Chakraborty P, Bisai S. Comparative Study of Clinical Efficacy of
Amytriptiline and Pregabalin in Postherpetic Neuralgia. Acta Dermatovenerol Croat,
2011; 20(2): 89-94.
23. Jakob VH, Flemming WB, Finnerup N, Brøsen K, Jensen TS, Sindrup SH.
Imipramine and pregabalin combination for painful polyneuropathy: a randomized
controlled trial.
Pain 2015;156 : 958–966
24. Simpson DM , Rice ASC, Emir B, Landen J, Semel D, Chew ML, Sporn J. A
randomized, double-blind, placebo-controlled trial and open-label extension study to
evaluate the efficacy and safety of pregabalin in the treatment of neuropathic pain
associated with human immunodeficiency virus neuropathy Pain 2014;155:1943–
1954
25. Kim JS,Bashford G, Murphy TK, Martin A, Dror V, Cheung R.Safety and efficacy
of pregabalin in patients with central post-stroke pain . Pain 2011;152: 1018–1023
26. Chong MS. Pregabalin in Painful Diabetic Peripheral Neuropathy. Drug.
2004;64(24):2821
27. American Geriatrics Society Panel on Pharmacological Management of Persistent
Pain in Older Persons. Pharmacological management of persistent pain in older
persons. J Am Geriatr Soc. 2009;57((8)):1331–1346. [PubMed]

11

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai