Proposal Penelitian Sosial Komunikasi Ke
Proposal Penelitian Sosial Komunikasi Ke
Komunikasi Kelompok
dalam Komunitas
Berbasis Minat dan Hobi
Studi Etnografi terhadap Rivalitas dalam
Komunitas Dance Cover Korea di Yogyakarta
Oleh: Nurlita Prima Regiati (25826)
2014
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat
disimpulkan bahwa rumusan permasalah dari penelitian ini adalah:
“Bagaimana rivalitas dalam Komunitas Dance Cover Korea di Yogyakarta?”
4. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui dinamika komunikasi kelompok yang terjadi dalam Komunitas
Dance Cover Korea di Yogyakarta.
2. Mengetahui perilaku kelompok dalam kompetisi Dance Cover Korea yang
diadakan di Yogyakarta.
3. Memperkaya khasanah kajian tentang dinamika komunikasi, khususnya tentang
persaingan dalam komunitas berbasis minat dan hobi.
5. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pada perkembangan
ilmu komunikasi, terutama untuk pembahasan tentang bentuk rivalitas sebagai
salah satu bagian dari dinamika komunikasi komunitas yang berbasiskan minat dan
hobi.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau referensi, sekaligus
menjadi pembanding untuk penelitian selanjutnya yang memiliki objek atau
permasalahan yang sama, yaitu berkaitan dengan komunikasi kelompok besar
terutama dalam komunitas yang berbasiskan minat dan hobi.
6. Kerangka Pemikiran
a. Kerangka Teori
1. Komunitas
Kata ‘komunitas’ berasal dari bahasa latin, ‘communitas’ yang memiliki dua
buah interpretasi berbeda: (1) kualitas persamaan minat yang mendorong
kualitas keikutsertaan. (2) sekumpulan individu yang memiliki ikatan eksternal
sama (Guddykunst, 2003:391). Sleiznick menambahkan, “community evokes the
feeling that ‘Here is where I belong, these are my people, I care for them, they
care for me, I am part of them’… its absence is experienced as an achy loss, a
void … feelings of isolation, falseness, instability, and improverishment of
spirits.” (Sleizick dalam Gudykunst, 2003:391)
Berangkat dari interpretasi pertama bahwa Komunitas Dance Cover di
Yogyakarta terbentuk dari adanya persamaan minat para anggotanya, yaitu
minat kepada K-Pop dan menari yang selanjutnya mendorong mereka untuk
ikutserta dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh komunitas ini. Definisi lain
tentang komunitas diajukan oleh Selznick yang berpendapat bahwa,
“community provide settings within which people grow and folourish and within
which subgroups are nourished and protected.” (Selznick dalam Guddykunst,
2003:391)
Sementara itu definisi dari National Research Council berbeda lagi. Seperti
yang dikutip dalam Mattessich and Monsey komunitas didefinisikan sebagai
sekelompok orang yang tinggal berdekatan dan disatukan oleh minat yang sama
atau gotong-royong (Phillips, 2009:5). Masih tentang komunitas, Peck
merumuskan beberapa karakteristik dari komunitas (Peck dalam Prabawati,
2012:21):
1) Inklusivitas. Eksklusivitas dalam sebuah komunitas akan menimbulkan
‘cliques’ yang kedepannya dapat menghancurkan komunitas yang
bersangkutan.
2) Komitmen. Setiap anggota komunitas harus memiliki komitmen untuk
saling menerima satu sama lain demi mendorong rasa saling memiliki
antar sesame anggota komunitas.
3) Konsensus. Membangun consensus dalam komunitas dengan anggota
yang beragam memang membutuhkan diskusi dan konfrontasi khusus,
namun tidak sepatutnya perbedaan ini dianggap sebagai hambatan
untuk bersatu.
4) Kontemplasi. Secara sederhana kontemplasi mengarah pada
kemampuan anggota komunitas untuk menempatkan diri saat
berhubungan dengan diri sendiri, orang lain.
5) Safe Place. Istilah safe place ini mengarah pada komunitas yang
nantinya akan menjadi sebuah tempat yang aman bagi para anggotanya
untuk berbicara dari hati dan dimana mereka merasa diterima.
6) Vulnerability. Saat menjadi anggota sebuah komunitas, anggota
dituntun untuk dapat terbuka dengan anggota lainnya.
7) Graceful Fighting. Konflik dan persaingan akan selalu terjadi dalam
komunitas, namun konflik ini harusnya dianggap sebagai proses
pendewasaan dari komunitas. Maka dari itu anggota komunitas harus
bisa menerima opini dan mengerti satu-sama lain.
Secara sederhana, proses pembentukan komunitas sosial dapat
digambarkan oleh bagan berikut (Peck dalam Prabawati, 2012:21):
b. Kerangka Konsep
Berangkat dari fakta bahwa komunitas dance cover adalah sebuah
komunitas yang terdiri dari banyak grup maupun agensi dance cover. Sesuai
pendapat dari Brigham, kelompok didefinisikan sebagai dua atau lebih orang
yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain, dan mereka
disatukan oleh ketertarikan maupun tujuan yang sama (Walgito, 2008:8). Ini
sangat sesuai untuk menggambarkan grup dance cover.Selanjutnya beberapa
grup dance cover dapat tergabung dalam suatu agensi, namun tidak semua grup
berada di bawah naungan agensi. Banyak pula grup yang independen. Dan
semua grup tersebut baik yang tergabung dalam agensi maupun tidak
merupakan bagian dari komunitas dance cover.
Bergabungnya mereka dalam komunitas dance cover terjadi secara
natural. Saat mereka sudah menjadi bagian dari sebuah grup dance cover atau
agensi dance cover, artinya mereka sudah menjadi bagian dari komunitas dance
cover dimana mereka berada baik secara sadar maupun tidak. Selanjutnya
keanggotaan komunitas ini dapat direalisasikan dengan bergabung dalam grup
Facebook ataupun mengikuti akun Twitter komunitas yang bersangkutan.
Menanggapi penjelasan pada pembahasan sebelumnya bahwa “dalam
suatu komunitas tidak menutup kemungkinan untuk terbentuk kelompok-
kelompok kecil di dalamnya”, apa yang terjadi pada grup dance cover dapat
dibilang adalah kebalikannya. Statemen yang tersebut diatas mengindikasikan
bahwa kelompok terbentuk setelah adanya komunitas. Kenyataan yang terjadi
pada komunitas dance cover adalah, kelompok-kelompok tersebut terlebih dulu
ada, barulah mereka berkumpul membentuk sebuah komunitas dance cover.
Senada dengan paparan pada pembahasan sebelumnya, dalam setiap
kelompok pasti terjadi interaksi. Devito memaparkan tahapan-tahapan interaksi
dalam sebuah kelompok, yaitu kontak, keterlibatan dan terakhir keintiman
(Walgito, 2008:24). Namun sebelum terjadinya kontak, ada presepsi-presepsi
tertentu yang timbul dalam diri seorang individu, dan presepsi inilah yang akan
menentukan kontak seperti apa yang akan Ia lakukan dengan orang lain.
Interaksi adalah jiwa dari suatu kelompok. Salah satu bentuk interaksi
adalah komunikasi. Komunikasi merupakan sebuah proses yang berkelanjutan
dan selalu berkaitan dengan pesepsi. Tidak hanya dalam bentuk verbal, simbol-
simbol, gesture, dan espresi juga termasuk komunikasi. Bahkan saat seorang
individu sedang berfikir, dirinyapun sebenarnya sedang melakukan komunikasi
intrapersonal.
Presepsi yang salah akan satu pihak yang disebabkan oleh ketidak
tahuan satu kelompok terhadap kelompok lain dapat mengarah pada prasangka.
Prasangka ini akan menentukan sikap suatu kelompok terhadap kelompok lain.
Inilah yang menjadi penyebab banyaknya perselisihan yang terjadi antar
kelompok, tak terkecuali kelompok seperti grup dance cover.
Prasangka ini dapat dijadikan salah satu faktor yang memacu persaingan
yang seharusnya sehat antar grup dance cover, berbelok menjadi kontravensi
bahkan seringkali berakhir sebagai konflik atau pertikaian antar grup dance
cover. Prasangka yang sudah terinternalisasi dalam diri seseorang dapat disebut
stereotip.
Stereotip inilah yang sangat berbahaya bagi kedamaian dan kelestarian
persaingan yang sehat antar anggota komunitas dance cover. Komunitas dance
cover merupakan sebuah komunitas yang sarat dengan persaingan antar grup-
grup yang tergabung di dalamnya. Jika banyak dibumbui stereotisme atau
prasangka, maka komunitas ini akan sangat rentan konflik internal yang pastinya
tidak akan baik bagi keberlangsungan komunitas ini sendiri.
c. Kerangka Operasional
Dari definisi komunitas yang telah disebutkan di atas, sepertinya definisi
dari National Research Council adalah yang paling sesuai untuk menggambarkan
Komunitas Dance Cover di Yogyakarta. Grup dance cover terdiri dari orang-orang
yang memiliki ketertarikan yang sama, yaitu pada K-Pop dan dunia tari. Selain itu
mereka juga tinggal di satu daerah yang sama yaitu, Yogyakarta.
Jika direfleksikan dari tahap pembentukan komunitas yang dipaparkan
oleh Peck, maka komunitas dance cover masihlah berada pada masa peralihan
antara masa pseudocommunity dan chaos. Hal ini disebabkan masih terus
bertambahnya anggota dari komunitas ini. Anggota baru belum memiliki
hubungan yang dalam dengan anggota lainnya, seperti yang terjadi pada
anggota lama. Mereka masih merasa kaku, dan masih sangat menghindari
konflik. Sementara pada anggota lama, konflik mulailah bermunculan dan
beberapa sudah mulai masuk ke tingkatan yang rumit.
Seperti komunitas-komunitas lainnya, komunitas dance cover juga
memiliki ciri khas jaringan komunikasinya sendiri. Jika diklasifikasikan menurut
jaringan komunikasi yang dikemukakan Barker dan Gaut, jaringan komunikasi
komunitas ini dapat kita masukan kedalam kategori circle network. Walaupun
tiap grup atau agensi biasanya memiliki pemimpinnya masing-masing, jika dilihat
dari bingkai keseluruhan komunitas jaringan komunikasi komunitas ini masuk ke
dalam kategori circle network. Hal ini disebabkan, tidak adanya struktur
organisasi maupun kepemimpinan yang jelas dalam komunitas ini, sehingga
pesan disampaikan secara melingkar, dan setiap anggota memiliki peluang akses
informasi yang sama.
Komunitas dance cover Korea yang memiliki basis minat dan bakat,
sangatlah sarat dengan kompetisi. Persaingan antar grup maupun agensi terasa
sangat jelas antara grup ini. Pertanyaan yang harus dijawab selanjutnya adalah
apakah persaingan yang terjadi di dalam komunitas ini sudah mengarah kepada
kontravensi atau bahkan konflik, atau masih sebatas persaingan dalam dunia
tari saja.
Peneliti telah menemukan beberapa kasus konflik antar grup cover
dance. Yaitu grup X-School yang menjelek-jelekan grup Girl’s Day tanpa alasan
yang jelas di akun Twitter resmi mereka, sehingga grup Girl’s Day mendapatkan
banyak mention bernuansa cercaan dari pendukung grup X-School. Namun
tidaklah bijaksana rasanya jika rivalitas yang terjadi dalam komunitas ini dinilai
berdasarkan satu kasus saja.
7. Metodologi
a. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Pendekatan kualitatif dipilih, mengingat objek yang diteliti merupakan
objek yang kompleks. Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi rivalitas dalam
suatu kelompok, sehingga hasil penelitian tidak memungkinkan untuk serta merta
digambarkan dalam bentuk numerik. Penelitian kualitatif bertujuan untuk
menghasilkan hipotesis dari penelitian lapangan (Mulyana, 2004:145).
b. Metode Penelitian
Salah satu metode dalam penelitian kualitatif adalah etnografi. Etnografi
berakar dari ilmu antropologi. Pada dasarnya etnografi adalah kegiatan untuk
memahami cara orang-orang berinteraksi dan bekerjasama melalui fenomena
teramati kehidupan sehari-hari (Mulyana, 2004:161). Peneliti memilih metode
etnografi agar bisa mendapatkan gambaran yang lebih jelas dan mendalam, serta
menemukan fakta-fakta unik terkait dengan dinamika komunikasi dan rivalitas yang
terjadi di dalam Komunitas Dance Cover Korea di Yogyakarta.
“Penelitian etnografi bersifat deskriptif, holistik, dan ilmiah. Maksud dari
deskriptif adalah, peneliti mencoba untuk memaparkan setiap kejadian dalam
kelompok masyarakat yang menjadi objek penelitian. Holistik dan ilmiah berarti
bahwa peneliti harus mengamati setiap kejadian langsung dari sumbernya, lalu
melakukan cross-check dan interpretasi data. Karena yang menjadi sumber
penelitian bersifat eksplisit dan implisit, peneliti harus mampu mengungkapkan dan
menarik kesimpulan walaupun anggota kelompok tidak pernah mengatakannya. “
(Sejati, 2012:36)
c. Sumber Data
1) Objek Penelitian
Yang menjadi objek penelitian dalam penelitian ini adalah rivalitas dalam
Komunitas Dance Cover Korea di Yogyakarta, periode Agustus hingga Desember
2014. Peneliti akan mengkaji tentang dinamika kelompok dan komunikasi
kelompok dalam komunitas ini menjelang diadakannya kompetisi dance cover
Korea, yaitu pada saat latihan, pada saat perlombaan, dan setelah perlombaan.
Dinamika kelompok dan dinamika kelompok dalam Komunitas Dance Cover
Korea di Yogyakarta nantinya akan membantu peneliti memahami rivalitas
dalam komunitas tersebut.
Pemilihan tiga waktu yang berbeda untuk dikaji ini dimaksudkan untuk
melihat dinamika kelompok, persamaan maupun perbedaan karakteristik
komunikasi baik antar sesama anggota grup yang sama atau dengan anggota
grup lain yang masih merupakan bagian dari Komunitas Dance Cover Korea
sebelum, saat, dan setelah perlombaan berlangsung.
Selain itu pemilihan tiga periode waktu yang berbeda juga dimaksudkan
agar peneliti dapat melihat rivalitas yang terjadi dalam Komunitas Dance Cover
Korea di Yogyakarta secara lebih luas dan menyeluruh. Peneliti bertujuan untuk
menyajikan data yang lebih kaya dan mendalam terkait dengan permasalahan
yang diangkat.
2) Subjek Penelitian
Sementara itu, subjek dari penelitian ini adalah Komunitas Dance Cover
Korea Yogyakarta serta semua yang terlibat dalam kompetisi dance cover Korea
yang diadakan di wilayah Yogyakarta. Ini meliputi grup-grup maupun anggota
grup yang tergabung dalam komunitas dance cover Korea. Pemilihan subjek
tersebut didasarkan pada kriteria:
a. Komunitas Dance Cover Korea Yogyakarta masih tergolong baru, jika
dibandingkan dengan komunitas serupa yang terdapat di kota-kota lain
seperti Jabodetabek dan Bandung.
b. Komunitas dance cover Korea memiliki karakteristik sebagai komunitas
yang berbasis pada persamaan minat, yaitu ketertarikan pada K-Pop
dan persamaan hobi, yaitu menari. Meskipun mereka tergabung dalam
satu komunitas, namun grup-grup yang berada di dalamnya
sebenarnya saling bersaing untuk mendapatkan gelar terbaik dalam
setiap kompetisi dance cover Korea yang diadakan
c. Peneliti sebelumnya sempat menjadi bagian dari komunitas serupa di
kota lain, tepatnya Jakarta. Dengan pengalaman sebagai anggota dari
komunitas serupa, diharapkan peneliti dapat lebih mudah membaur
dengan anggota Komunitas Dance Cover Korea Yogyakarta.
Setelah menentukan subjek penelitian, peneliti harus dapat menetapkan
informan kunci. Tremblay dalam Penggunaan Teknologi dalam “Komunikasi
Kelompok Kecil (Studi Etnografi terhadap Penggunaan Group Chat Blackberry
Messenger dalam Keluarga)” mengatakan bahwa pertimbangan pemilihan
informan kunci didasarkan pada hal-hal berikut (Sejati, 2012:42):
Highlights the characteristics of an “ideal” key informant:
a) Role in community. Their formal role should expose them to the
kind of information being sought by the researcher.
b) Knowledge. In addition to having access to the information desired,
the informant should have absorbed the information meaningfully
c) Willingness. The informant should be willing to communicate their
knowledge to the interviewer and to cooperate as fully as possible.
d) Communicability. They should be able to communicate their
knowledge in a manner that is intelligible to the interviewer.
e) Impartiality. Key informants should be objective and unbiased. Any
relevant biases should be known to the interviewer.
Barker, Larry L. dan Deborah A. Gaut. 1996. Communication. Boston: Allyn & Bacon.
Guddykunst, William B. dan Young Yun Kim. 2003. Communicating with Stranger. New
York: McGrawHill.
Mulyana, Deddy. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Cetakan 4. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Phillips, Rhonda dan Robert H. Pittman. 2009. An Introduction to Community
Development. New York: Routledge.
Prabawati, Adistya. 2012. “Proses Terbentuknya Komunitas Virtual menjadi Komunitas
Sosial melalui Media Baru”. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sejati, Diani Sekaring. 2012. ” Penggunaan Teknologi dalam Komunikasi Kelompok Kecil
(Studi Etnografi terhadap Penggunaan Group Chat Blackberry Messenger
dalam Keluarga)”. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
Soekanto, Soerjono. 1992. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: CV. Rajawali.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D). Cetakan 12. Bandung: Alfabeta.
Tubss, Stewart L. dan Sylvia Moss. 1996. Human Communication: Konteks-Konteks
Komunikasi. Diterjemahkan oleh: Deddy Mulyana. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Walgito, Bimo. 2008. Psikologi Kelompok. Yogyakarta: CV. ANdi Offset.
Wiryanto. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Grasindo.
LAMPIRAN
1. Draf Percakapan
Sudah berapa lama menjadi bagian dari Komunitas Dance Cover Korea di
Yogyakarta?
Sudah seberapa sering ikut lomba dance cover?
Berapa lama persiapan untuk tampil di ajang kompetisi dance cover?
Bagaimana hubungan dengan anggota komunitas dance cover yang lainnya?
Siapa yang menurutmu adalah saingan terberat? Kenapa?
Bagaimana hubunganmu dengan sainganmu itu?
Bagaimana suasana saat perlombaan dance cover?
Adakah perbedaan suasana interaksi saat lomba atau di luar lomba?
Bagaimana kalau sainganmu itu menang? Apa yang akan kamu lakukan?
Pernah ada masalah dengan grup dance cover lain? Kenapa? Bagaimana
penyelesaiannya?
Menurutmu bagaimana suasana interaksi dan komunikasi antar grup atau agensi
dance cover yang ada di Yogyakarta?
Bagaimana hubungan antar anggota komunitas dance cover yang kamu
inginkan?
2. Protokol Observasi
Perhatikan setting (tempat, waktu, durasi) latihan dance cover.
Perhatikan setting (tempat, waktu, jumlah peserta) kompetisi dance cover.
Perhatikan iklim latihan, bandingkan saat latihan rutin biasa dengan latihan
untuk persiapan kompetisi atau pentas.
Perhatikan interaksi antar anggota saat latihan dengan sesama anggota grup
diluar kompetisi (saat latihan atau di luar waktu latihan).
Perhatikan interaksi anggota dengan anggota komunitas dari grup lain di luar
kompetisi.
Perhatikan interaksi antar anggota saat kompetisi.
Perhatikan interaksi anggota dengan anggota komunitas dari grup lain saat
kompetisi.
Bandingkan interaksi yang terjadi pada saat lomba dan di luar lomba baik antar
anggota grup yang sama maupun dengan grup lain.
Dalami komunikasi yang terjadi sebelum, sesudah, dan saat hari H lomba
dengan menganalisis konten pembicaraan yang terjadi sebelum, sesudah,
maupun saat hari H perlombaan.
Catat reaksi tiap-tiap grup saat melihat grup lain tampil saat lomba.
Catat hasil perlombaan, dan perhatikan reaksi peserta terhadap hasil lomba
tersebut.
Perhatikan juga akun-akun sosial media anggota komunitas dance cover untuk
mendapatkan gambaran lebih lengkap tentang interaksi diantara mereka.