Anda di halaman 1dari 18

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki sumber daya alam yang
berlimpah. Akan tetapi, negara Indonesia masih belum mampu mengolah sumber daya alam
yang dimilikinya sehingga negara Indonesia lebih cenderung melakukan impor dari negara
lain. Hal ini membuat Indonesia menjadi sangat bergantung pada negara lain.

Negara Indonesia menduduki peringkat ketiga sebagai negara penghasil pangan di


dunia, namun negara Indonesia masih mengimpor bahan pangan dari negara lain. Hal ini
dikarenakan oleh faktor-faktor seperti : kondisi alam yang tidak mendukung, konversi
industri, dan juga kurangnya campur tangan pemerintah dalam hal swasembada pangan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa produk-produk impor, walaupun memberikan keuntungan
dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam negeri dan juga menciptakan hubungan kerja
sama yang baik dengan negara-negara lain, dapat mengakibatkan peningkatan pengangguran
dan menciptakan sifat konsumerisme.

Namun, terkadang produk impor memang memiliki harga yang jauh lebih terjangkau
dibanding produk lokal yang mahal dan jarang tersedia di pasar. Selain itu, mayoritas produk
lokal juga masih kalah bersaing dengan produk impor dalam hal kualitas sehingga
masyarakat lebih memilih produk impor daripada produk lokal. Hal-hal inilah yang
menyebabkan peningkatan permintaan produk impor dan memicu negara Indonesia untuk
melakukan impor.

Beberapa bahan pangan yang diimpor ke dalam Indonesia adalah biji gandum dan
tepung gandum/terigu. Gandum merupakan tanaman pangan lahan kering yang memiliki
potensi besar dikembangkan di Indonesia. Gandum juga merupakan bahan makanan pokok
terpenting kedua setelah beras. Masyarakat mengkonsumsi gandum yang telah diolah
menjadi tepung untuk membuat mie, bakso, roti dan sebagainya dalam jumlah yang sangat
besar. Oleh karena itu, hampir seluruh kebutuhan gandum Indonesia dipasok dari impor dan
jumlah impor tepung gandum pada tahun 2016 mencapai 97,345 MT (Metric Ton) atau
97.345.000 kilogram.
1.2 Tujuan Penulisan

Tulisan ini bertujuan untuk menambah wawasan para pembaca, khususnya para
mahasiswa/i jurusan Ilmu Administrasi Bisnis Universitas Kwik Kian Gie School of Business
agar nantinya dapat lebih memahami seluk beluk kegiatan impor di Indonesia, terutama
mengenai impor gandum, juga agar dapat berkontribusi dalam pemecahan masalah-masalah
impor komoditi gandum di Indonesia.

1.3 Sasaran Penulisan

 Pihak-pihak yang berkepentingan dalam proses pengambilan keputusan yang


berkaitan dengan impor tepung gandum dari luar negeri.
 Bagi Tim Penulis sendiri, dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai
impor komoditi gandum dari sebelum industri tepung terigu nasional terbentuk hingga
saat ini.
 Bagi pembaca, makalah ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan dalam melakukan
studi lanjutan, pembuatan karya ilmiah dan juga diharapkan dapat menjadi sumber
informasi bagi pihak-pihak yang memerlukan informasi tentang dampak impor tepung
gandum.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tata Niaga Impor Gandum

A. IMPOR

Impor merupakan transportasi barang / komoditas dari suatu Negara ke Negara lain
secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses impor umumnya adalah tindakan
memasukkan barang / komoditas dari Negara lain ke dalam negeri (sumber: Wikipedia).

B. PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Perdagangan internasional adalah kegiatan perdagangan barang-barang dan jasa, yang


dilakukan oleh penduduk suatu Negara dengan penduduk Negara lain. Perdagangan luar
negeri timbul karena pada hakekatnya tidak ada satupun Negara di dunia ini yang dapat
menghasilkan semua barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduknya
(Deliarnov, 1995).

C. INDUSTRI TEPUNG GANDUM/TERIGU NASIONAL

Tahapan Kelahiran dan Rezim Tata Niaga

Sebelum industri tepung gandum/terigu nasional terbentuk/dilahirkan, Indonesia telah


melakukan importasi tepung gandum/terigu secara langsung guna memenuhi kebutuhan
domestik bagi pembuatan roti, pasta dan mi. Selama periode 1968/1969 sampai dengan
1972/1973, total importasi tepung gandum/terigu mencapai 3,3 juta ton, atau mewakili
ekuivalen dengan 61% pangsa pasar domestik.

Secara historis, industri tepung gandum/terigu di Indonesia diawali dan ditandai


dengan didirikannya Bogasari Flour Mills pada tahun 1971 dengan peresmian pabrik
yang pertama di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Setahun kemudian, pada tanggal 10 Juli 1972,
pabrik yang kedua di Tanjung Perak, Surabaya telah dioperasikan.Dalam perjalanannya,
pembangunan industri tepung gandum/terigu nasional memperoleh dukungan dan
menerima manfaat dari hasil campur tangan Pemerintah Indonesia, terutama berupa
kolaborasi antara Pemerintah Indonesia c.q BULOG dengan pihak swasta dibidang
produksi dan perdagangan tepung gandum/terigu di Indonesia.
Kolaborasi antara pemerintah swasta tersebut diselenggarakan berdasarkan
persamaan visi dan misi serta tujuan bagi terciptanya sebuah industri tepung gandum/terigu
nasional yang bermanfaat secara proporsional bagi berbagai kepentingan yang ada serta
mampu menyediakan pasokan tepung gandum/terigu secara memadai dan berkelanjutan
pada tingkat harga yang wajar-terjangkau, bagi pemenuhan kebutuhan konsumsi nasional.
Visi, misi dan tujuan pembentukan/kelahiran industri dalam negeri tersebut, hingga kini
masih menjadi platoform dan koridor dari industri dalam negeri di Indonesia dan merupakan
best practices dalam penyelenggaraan kegiatan produksi, peredaraan, dan perdagangan
tepung gandum/terigu di Indonesia. Sekalipun terdapat perbedaan fundamental dalam situasi
dan kondisi yang melingkupinya.

Pada periode ini, dapat dikatakan bahwa industri nasional tepung gandum/terigu
diselenggarakan berdasarkan kerangka tata niaga tertentu yang ditetapkan, diberlakukan,
dan diselenggarakan oleh pemerintah, dimana selain terdapat pengaturan tentang importasi
tepung gandum/terigu (siapa dan berapa banyak) yang dilakukan oleh lembaga pemerintah,
maka terdapat pula pengaturan dalam rangka pengendalian harga jual konsumen, volume
pasokan, dan rantai distribusi, serta pelaksanaan operasi pasar secara kasuistis. Sejak tahun
1972, semua hal tersebut diatas dilaksanakan oleh BULOG, sekalipun BULOG bukan
merupakan produsen tepung gandum/terigu.

Secara umum, intervensi BULOG melalui tata niaga tepung gandum/terigu selama
era Orde Baru dilakukan dalam rangka :

1. Menjamin ketersedian dan kelancaran mata rantai distribusi tepung gandum/terigu


sehingga tepung gandum/terigu dapat diperoleh dengan mudah dan harga yang
terjangkau, mengingat bijih gandum sebagai bahan baku pembuatan tepung gandum/terigu
tidak dapat diproduksi di Indonesia, karena perbedaan iklim dan cuaca dengan negara
yang dapat memproduksi bijih gandum; dan

2. Menekan tingginya importasi tepung gandum/terigu yang senantiasa menggerus devisa


yang sudah sangat minim, dimana pada tahun 1970an Indonesia merupakan negara
pengimpor beras terbesar ketiga di dunia, baik melalui pencanangan program diversifikasi
pangan terhadap masyarakat umum maupun mendorong pendirian pabrik-pabrik
pengolahan bijih gandum menjadi tepungdi dalam negeri.
Tahapan Paska Rejim Tata Niaga

Perubahan fundamental terjadi pada sektor tata niaga pangan pokok tertentu
yang sebelumnya dilaksanakan oleh BULOG, yang diawali dengan penerbitan Keppres RI
No. 45 Tahun 1997, dan memuat pengaturan kembali tentang tugas pokok dan fungsi
BULOG, sehingga hanya mengelola tata niaga komoditi beras dan gula pasir. Selanjutnya,
berdasarkan Keppres RI No. 19 tahun 1998, BULOG hanya melaksanakan tata niaga bagi
komodit beras saja. Sejak saat itu, industri nasional tepung gandum/terigu sepenuhnya
diselenggarkan oleh sektor swasta, dan dalam keadaan yang normal dan wajar, kebutuhan
konsumsi nasional akan tepung gandum/terigu sebagian dipenuhi melalui importasi tepung
gandum/terigu ke wilayah Indonesia, tanpa intervensi pemerintah seperti sebelumnya.

Dengan dihapuskannya tata niaga bagi tepung gandum/terigu di Indonesia,


persaingan usaha yang berlangsung antara sesama produsen tepung gandum/terigu
nasional dan antara produsen tepung gandum/terigu nasional dengan produsen tepung
gandum/terigu, termasuk persaingan antara produk domestik vs. produk impor, menjadi
semakin menantang dan ketat. Namun demikian, perlu disyukuri bahwa kolaborasi yang
pernah terjalin antara pemerintah dan sektor swasta selama periode Orde Baru, setidaknya
telah cukup memberikan pembelajaran, pengetahuan dan modalitas yang diperlukan bagi
tumbuhnya dan berkembangnya industri nasional tepung gandum/terigu yang kompetitif,
bermutu dan berkelanjutan sebagaimana yang berlangsung selama ini. Pada situasi dan
kondisi tertentu, dapat saja kolaborasi antara pemerintah dan swasta yang masih berlangsung
hingga saat ini, dilembagakan.
BAB III MASALAH-MASALAH IMPOR

3.1 Prospek Impor

Persentase impor tepung gandum/terigu dari tahun 2012 hingga tahun 2016 cenderung
menurun. Penurunan dari tahun 2012 ke tahun 2013 merupakan penurunan yang paling tajam.
Hal ini disebabkan oleh terjadinya peningkatan persentase kebutuhan tepung gandum yang
dipenuhi dari suplai domestik sehingga walaupun kebutuhan akan tepung gandum dalam
negeri meningkat, persentase impor tepung gandum tidak meningkat.

Data tersebut menunjukan bahwa terdapat prospek impor biji gandum karena
kebutuhan tepung gandum dalam negeri mengalami peningkatan, tetapi tidak ada prospek
impor tepung gandum. Hal ini dikarenakan oleh peningkatan suplai tepung gandum domestik.
Indonesia sudah mampu memhasilkan tepung gandum sendiri.
3.2 Permasalahan Impor

Beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini, diantaranya :

a. Apakah ketergantungan terhadap gandum dapat membahayakan ketahanan pangan


nasional?
b. Bagaimana upaya pemerintah dalam memenuhi kebutuhan gandum nasional dengan
tidak terlalu mengalami ketergantungan terhadap impor?
c. Bagaimana upaya pemerintah dalam membantu perkembangan produsen-produsen
gandum lokal?
d. Apakah industri nasional tepung gandum/terigu mampu bertahan atau justru bahkan
berkembang dalam era perdagangan bebas?
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Permasalahan


 Permasalahan 1
Ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dan kemampuan seseorang untuk
mengaksesnya. Sebuah rumah tangga dikatakan memiliki ketahanan pangan jika penghuninya
tidak berada dalam kondisi kelaparan atau dihantui ancaman kelaparan. Ketahanan pangan
merupakan ukuran kelentingan terhadap gangguan pada masa depan atau ketiadaan suplai
pangan penting akibat berbagai faktor seperti kekeringan, gangguan perkapalan, kelangkaan
bahan bakar, ketidak stabilan ekonomi, peperangan, dan sebagainya.
Ketahanan pangan dalam tingkat nasional dapat dipahami sebagai kemampuan suatu
bangsa/negara untuk dapat mencukupi kebutuhan pangan masyarakatnya secara aman, mutu
yang baik, dan memaksimalkan keragaman sumber daya yang ada negara tersebut untuk
menjadi bahan pangan yang baik bagi warganya.
Gandum dikenal sebagai bahan baku utama untuk membuat roti maupun mie. Bahan
makanan pokok yang sekaligus dapat menjadi alternatif pengganti beras. Indonesia
merupakan importir gandum terbesar kedua di dunia sehingga dikhawatirkan dapat membawa
dampak buruk terhadap masalah pangan nasional.
Ketergantungan terhadap gandum ataupun produk turunannya dianggap bisa
mengancam ketahanan pangan. Pasalnya, Indonesia hingga saat ini belum bisa memproduksi
gandum. Kondisi alam Indonesia tidak memungkinkan untuk menanam gandum. Kalaupun
bisa, gandum hanya bisa ditanam untuk beberapa daerah Indonesia saja. Kondisi alam
Indonesia tidak bisa dikatakan sempurna untuk menanam gandum. Sehingga ketika
pemerintah tidak mampu mengendalikan tingginya konsumsi gandum dalam negeri, maka
otomatis pilihan alternatif yang tersedia adalah melakukan impor. Dengan kata lain,
ketergantungan terhadap gandum bisa diartikan sebagai ketergantungan terhadap impor.
Dengan mengandalkan impor itu berarti pemenuhan kebutuhan pangan Indonesia menjadi
sangat bergantung pada keadaan/kondisi negara-negara lain.
Di sisi lain ketika ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap gandum tidak dapat
ditekan, maka budaya makan beras masyarakat akan hilang dan semangat para petani untuk
menanam padi juga akan hilang.
 Permasalahan 2
Untuk mengurangi ketergantungan pada impor gandum dalam memenuhi
kebutuhan gandum dalam negeri, salah satu hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah
adalah mendorong peningkatan produksi gandum di Indonesia. Tetapi untuk
mendorong peningkatan produksi gandum lokal terdapat kendala yang diakibatkan
oleh kondisi alam di Indonesia.
Gandum merupakan tanaman serealia yang relatif toleran terhadap kekeringan.
Di Indonesia, potensi hasil gandum di daerah dataran tinggi (≥ 1000 mdpl) lebih
tinggi dibanding dengan negara Asia lainnya. Hasil gandum di dataran tinggi
Indonesia dapat mencapai 5,4 t/ha.
Tetapi karena tanaman gandum berasal dari daerah subtropis, maka di
Indonesia penanaman gandum lebih baik dilakukan di daerah-daerah yang iklimnya
mendekati kondisi daerah asal. Kendala yang sering dialami tanaman gandum di
daerah tropis adalah temperatur udara, temperatur tanah dan kelembaban udara.
Daerah-daerah dengan lingkungan yang memenuhi syarat tumbuh gandum
terkonsentrasi pada dataran tinggi yang lebih didominasi oleh tanaman hortikultura
dan ini akan menimbulkan kompetisi yang tinggi, apalagi petani relatif belum
mengenal tanaman gandum (Puslitbang Tanaman Pangan, 2008).
 Permasalahan 3
Walaupun pemerintah perlu mengendalikan ketergantungan masyarakat pada
gandum, bukan berarti konsumsi gandum di Indonesia harus dihilangkan sepenuhnya.
Masyarakat Indonesia masih perlu untuk mengkonsumsi gandum dan produk-produk
turunannya. Yang perlu dilakukan pemerintah selanjutnya adalah memaksimalkan
pemenuhan kebutuhan gandum dalam negeri yang dengan menggunakan produk-
produk lokal agar tidak bergantung pada produk impor.
Namun, dengan adanya produk-produk luar negeri yang lebih berkualitas dan
unggul dari produk lokal di dalam negeri, otomatis akan mengakibatkan produsen-
produsen lokal kesulitan untuk bersaing. Dan pada akhirnya para produsen lokal akan
berhenti menanam tanaman gandum dan beralih pada tanaman lain yang lebih
menguntungkan. Oleh karena itu, untuk mempertahankan dan meningkatkan jumlah
produksi gandum dalam negeri pemerintah perlu mengambil beberapa tindakan.

 Permasalahan 4
Perdagangan bebas adalah kebijakan di mana pemerintah tidak melakukan
diskriminasi terhadap impor atau ekspor. Perdagangan bebas dicontohkan oleh Area
Ekonomi Eropa/Uni Eropa dan Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara, yang
telah mendirikan pasar terbuka dengan sangat sedikit pembatasan perdagangan.
Industri nasional tepung gandum / terigu saat ini memiliki peluang kecil untuk
bertahan dalam era perdagangan bebas. Hal ini disebabkan oleh masih sulitnya
industri lokal dalam memperoleh biji gandum yang merupakan bahan baku tepung
gandum / terigu. Walaupun industri lokal sudah mampu mengelola sendiri biji
gandum menjadi tepung gandum, tetapi karena bahan baku (biji gandum) masih
diperoleh secara impor maka otomatis akan mempengaruhi harga tepung gandum.
Harga tepung gandum menjadi lebih mahal dan sulit untuk bersaing dengan produk
luar negeri. Agar industri nasional tepung gandum / terigu dapat bertahan, masih
diperlukan campur tangan pemerintah yang membatasi impor tepung terigu.
4.2 Langkah-langkah Pemecahan Masalah

 Permasalahan 1
Untuk menyelesaikan masalah ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap
gandum dapat dilakukan diversifikasi pangan. Apabila produksi gandum kurang,
masyarakat dapat menjadikan jagung dan umbi-umbian sebagai makanan pokok
seperti zaman dulu. Oleh karena itu, bukan mustahil bagi pemerintah untuk
mengendalikan konsumsi gandum masyarakat. Upaya diversifikasi merupakan
langkah baik untuk mencegah tingginya konsumsi gandum tanah air. Program
diversifikasi pangan lokal dengan membangkitkan kembali kekhasan budaya lokal
yang selama ini hilang menjadi penting untuk terus diprioritaskan oleh pemerintah
dan memasyarakatkan program tersebut karena Indonesia memiliki sumber daya
pangan lokal yang sangat banyak.
Selain itu, di antara impor beras atau impor gandum, impor beras masih
dianggap lebih baik dibandingkan dengan impor gandum karena impor gandum akan
semakin mengikis budaya makan nasi. Terlebih lagi, walaupun Indonesia masih
mengimpor beras, namun yang beras yang diimpor bukan beras umum atau medium
melainkan beras khusus atau premium untuk memenuhi kebutuhan restoran hingga
industri tepung beras. Oleh karena itu, untuk mengurangi konsumsi gandum dapat
juga dilakukan tambahan impor beras agar sebagian kebutuhan pangan masyarakat
Indonesia yang belum terpenuhi dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi beras saja,
bukan gandum.
 Permasalahan 2

Walaupun terdapat kendala yang diakibatkan oleh ketidakcocokan tanaman


gandum dengan kondisi geografis Indonesia, bukan berarti mustahil bagi tanaman
gandum untuk tumbuh di Indonesia.
Karena kebiasaan para petani lokal Indonesia yang hanya terbiasa menanam
padi, jagung, dan kedelai dan juga kurang dilakukannya riset mengenai budidaya
tanaman gandum di Indonesia yang menyebabkan gandum menjadi semakin “sulit”
untuk ditanam di Indonesia. Tidak ada riset dan penelitian yang menunjang
pembudidayaan gandum agar cocok untuk ditanam di Indonesia. Masih sulit untuk
menjadikan gandum sebagai tanaman komoditas pangan bernilai ekonomi seperti
padi, jagung atau kedelai. Sebab, para petani melihat ketiga komoditas tersebut jauh
lebih menjanjikan dibandingkan gandum.
Maka dari itu, berikut ini beberapa hal yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan produksi gandum di Indonesia :
 Memberikan bimbingan dan pelatihan bagi para petani agar mau menilai
tanaman gandum sebagai tanaman yang menjanjikan, sama seperti tanaman
padi dan jagung.
 Memberikan benih-benih gandum yang cocok dengan keadaan daerah tropis
kepada para petani untuk ditanam.
 Melakukan penelitian / riset mengenai budidaya tanaman gandum agar dapat
menyesuaikan temperatur udara, temperatur tanah, dan kelembaban udara
dengan tanaman gandum yang ditanam. Sehingga dengan penelitian-penelitian
yang telah dilakukan, menjadikan para petani memiliki pengetahuan mengenai
musim yang sesuai untuk menanam tanaman gandum (agar tanaman gandum
bisa tumbuh) atau mencari lokasi yang sesuai untuk menanam tanaman
gandum.
 Menyediakan alat mini harvester bagi para petani. Alat ini mengerjakan
pemotongan batang gandum serta perontokan biji gandum sehingga biji
gandum langsung terkumpul pada wadah karung yang terpasang dialat
combiner.
 Permasalahan 3
Untuk memecahkan permasalahan ketiga ini, Kementerian Perdagangan dapat
membatasi izin impor tepung terigu dengan menerapkan sistem kuota. Hal tersebut
dilakukan dengan tujuan agar industri tepung terigu lokal tidak terganggu dengan
serbuan produk impor tepung terigu.
Pada tanggal 28 April 2014, pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan
Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 23/M-DAG/PER/4/2014 tentang
Ketentuan pengenaan kuota dalam rangka tindakan pengamanan perdagangan
terhadap impor tepung terigu. Peraturan tersebut mengacu pada ketentuan pasal 70
peraturan pemerintah nomor 34 tahun 2011 tentang tindakan anti dumping, tindakan
imbalan dan tindakan pengamanan perdagangan, terhadap barang impor yang
mengalami lonjakan jumlah impor, dapat dikenakan bea masuk tindakan pengamanan
dan/atau kuota.
Kebijakan tersebut menimbang hasil penyelidikan Komite Pengamanan
Perdagangan Indonesia (KPPI) yang membuktikan adanya kerugian serius yang
dialami oleh industri dalam negeri sebagai akibat lonjakan impor gandum dan
merekomendasikan untuk dikenakan tindakan pengamanan perdagangan berupa bea
masuk tindakan pengamananan atau kuota.
Dalam pasal 4 disebutkan bahwa kuota terhadap gandum dilakukan dengan
alokasi sebagai berikut :
 Turki dengan kuota sebesar 251.450 Ton.
 Sri Lanka dengan kuota sebesar 136.754 Ton.
 Ukraina denga kuota sebesar 22.057 Ton.
 Negara lainnya dengan kuota sebesar 30.880 Ton.

Kebijakan kuota yang ditetapkan oleh Kemendag tersebut merupakan


pembatasan yang sifatnya non barrier tariffs dengan tujuan melindungi produsen
lokal dari tekanan produk-produk asing sehingga mereka bisa tetap berproduksi.
 Permasalahan 4
Agar industri nasional tepung gandum/terigu dapat bertahan dan bahkan
berkembang dalam era perdagangan bebas ini, maka pemerintah perlu berfokus dalam
meningkatkan jumlah produksi biji gandum di Indonesia. Pemerintah perlu
mendorong dan memfasilitasi para petani untuk mau ikut aktif menanam gandum.
Setelah Indonesia sudah mampu menghasilkan gandum sendiri dan tidak lagi
bergantung pada impor barulah pemerintah mulai berfokus pada hal-hal yang
mendukung proses pengelolaan biji gandum menjadi tepung gandum / terigu.
Pemerintah dapat menyediakan mesin-mesin dan alat-alat yang berkualitas untuk
mengelola biji gandum.
BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya, dapat


kami simpulkan bahwa :

1. Tepung gandum/terigu merupakan pangan yang digunakan untuk membuat


mie, pasta, bakso, roti dan sebagainya yang merupakan makanan pengganti
nasi, menyebabkan kebutuhan gandum di Indonesia menjadi sangat tinggi.
2. Indonesia masih mengalami kesulitan dalam menanam tanaman gandum
sendiri, sehingga masih cenderung mengandalkan impor biji gandum.
3. Tetapi, Indonesia sudah memiliki teknologi yang memadai dan mampu
mengola biji gandum menjadi tepung gandum/tepung terigu sendiri. Sehingga
Indonesia tidak perlu mengimpor tepung gandum/terigu dari luar negeri. Hal
ini terbukti dari data kebutuhan tepung gandum/terigu dari tahun 2012 sampai
tahun 2016 yang cenderung meningkat, tetapi impor tepung gandum/terigu
malah cenderung menurun.

5.2 Saran

Setelah membahas dan mencari solusi untuk permasalahan-permasalahan yang


ada, kami menyarankan agar :

1. Melakukan diversifikasi pangan, impor beras, dan penetapan kebijakan kuota


impor gandum untuk mencegah impor gandum yang berlebih.
2. Memberikan bimbingan dan pelatihan bagi para petani mengenai keuntungan
menanam gandum, sehingga jumlah produksi gandum lokal dapat meningkat.
3. Melakukan penelitian / riset mengenai budidaya tanaman gandum untuk
meningkatkan produksi gandum dalam negeri guna mengurangi impor.
4. Memberikan benih-benih gandum yang cocok dengan keadaan daerah tropis
kepada para petani untuk ditanam.
5. Berfokus pada peningkatan hasil panen biji gandum dalam negeri terlebih
dahulu sebelum kemudian meningkatkan proses pengelolaan biji gandum
dalam industri nasional.
DAFTAR PUSTAKA

http://aptindo.or.id/ (diakses 12 April 2017)


Donny. “Analisis Kebijakan Import Tepung Gandum”. 2014.
http://donny50e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2014/10/MB-IPB-E50-Kelompok-5-
Makalah-analisis-kebijakan-import-tepung-Gandum-FINAL.pdf (diakses 12 April
2017)
https://id.wikipedia.org/wiki/Ketahanan_pangan (diakses 13 April 2017)
Warino, Joko. “Apa yang Dimaksud dengan Ketahanan Pangan Nasional”.
http://jokowarino.id/apa-yang-dimaksud-dengan-ketahanan-pangan-nasional/ (diakses
13 April 2017)
“Ketergantungan Impor Gandum Bahayakan Pangan Nasional”. 2015.
http://www.politikindonesia.com/index.php?k=politik&i=71628 (diakses 13 April
2017)
Tarigan, Dafni Mawar. “Pengembangan Gandum di Indonesia”. 2013.
http://gandumin.blogspot.co.id/2013/03/pengembangan-gandum-di-indonesia.html
(diakses 16 April 2017)
Munir, Syahrul. 2016. “Aptindo: Minim Riset Membuat Budidaya Gandum
Sulit Dilakukan di Indonesia”.
http://regional.kompas.com/read/2016/09/09/06372211/aptindo.minim.riset.membuat.
budidaya.gandum.sulit.dilakukan.di.indonesia (diakses 19 April 2017)
MAKALAH ANALISIS DAMPAK IMPOR
TEPUNG GANDUM / TERIGU DI INDONESIA

DOSEN : LEONARDUS SAIMAN

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 6


CINDY STEPHANIE (78140408)
GLNT CHRISANDY(72150389)
JESSLYN LARISSA (78140372)
LEONI JOAN (72150228)
TJAN NINA VANIA (74150158)

Anda mungkin juga menyukai