Anda di halaman 1dari 9

Vol.

11 Nomor 4 Oktober 2016 – Jurnal Medika Respati ISSN : 1907 - 3887

HUBUNGAN FAKTOR RISIKO INTRINSIK DENGAN KEJADIAN


PNEUMONIA PADA ANAK BALITA

Inayati Ceria
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Respati Yogyakarta
ina_cerya@yahoo.com

ABSTRAK

Latar Belakang : Pneumonia merupakan penyakit infeksi akut saluran pernafasan yang mengenai jaringan
paru-paru (alveoli) dan dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada anak di bawah usia 5 tahun.
Menurut WHO (2008), penyebaran penyakit infeksi saluran pernafasan berkaitan erat dengan kondisi
lingkungan, ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan , langkah pencegahan infeksi untuk
mencegah penyebaran dan faktor pejamu. Faktor risiko penting diketahui karena dapat dijadikan dasar
dalam menentukan tindakan pencegahan dan penanggulangan kasus pneumonia. Tujuan penelitian ini
untuk menganalisis hubungan faktor risiko intrinsik dengan kejadian pneumonia pada anak balita.
Subjek dan Metode : Penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan case control.
Penelitian dilaksanakan bulan Agustus-Oktober 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul dengan
consecutive sampling sejumlah 105 responden (35 kasus,70 kontrol). Analisis data bivariat dengan uji kai
kuadrat
Hasil : Hasil uji kai kuadrat menunjukkan ada hubungan secara statistik antara faktor risiko Intrinsik
dengan kejadian pneumonia anak balita antara lain status gizi (OR =5,58 CI 95%: 1,34-23,16 p = 0,010),
pemberian ASI eksklusif (OR= 3,13 CI 95%: 1,08-9,10 p =0,031), dan BBL (OR = 8,90 CI 95% : 0,956-
82,96 p = 0,041) dengan kejadian pneumonia pada anak balita.
Kesimpulan : Faktor risiko intrinsik berhubungan dengan kejadian pneumonia anak balita

Kata kunci : faktor intrinsik,, pneumonia, anak balita

PENDAHULUAN Insidens pneumonia anak balita di


A. Latar Belakang negara berkembang adalah 151,8 juta kasus
Pneumonia merupakan penyakit per tahun dan 8,7% (13, 1 juta) di antaranya
infeksi akut saluran pernafasan yang merupakan pneumonia berat. Di negara maju
mengenai jaringan paru-paru (alveoli). terdapat 4 juta kasus setiap tahun. Total kasus
Penyakit ini merupakan infeksi serius yang di seluruh dunia ada 156 juta kasus pneumonia
dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas anak balita setiap tahun. Terdapat 15 negara
pada anak di bawah usia 5 tahun (Kemenkes dengan prediksi kasus baru dan insidens
RI, 2012). Setiap tahun lebih dari dua juta pneumonia anak balita paling tinggi,
anak di dunia meninggal karena infeksi mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta
saluran pernapasan akut (ISPA), khususnya kasus di seluruh dunia. Lebih dari setengahnya
pneumonia. Menurut laporan Badan terkonsentrasi di enam negara antara lain:
Kesehatan Dunia (World Health India, China, Pakistan, Bangladesh, Indonesia
Organization/WHO) tahun 2006, hampir satu dan Nigeri (Rudan et al ., 2008).
dari lima balita di negara berkembang Prevalensi pneumonia di Indonesia
meninggal, tetapi hanya sedikit sekali mengalami penurunan dari tahun 2007 sebesar
perhatian yang diberikan terhadap penyakit ini 11,2 % menjadi 4,8 % pada tahun 2013, tetapi
(Kartasasmita, 2010). pneumonia selalu berada pada daftar 10
penyakit terbesar di fasilitas kesehatan pada

44
Vol. 11 Nomor 4 Oktober 2016 – Jurnal Medika Respati ISSN : 1907 - 3887

setiap tahunnya. Usia balita merupakan usia Kondisi kurang gizi dapat melemahkan sistem
rentan terhadap penyakit infeksi saluran kekebalan tubuh dan pada anak-anak dengan
pernafasan, dengan insiden tertinggi pada usia kodisi tersebut dapat melemahkan otot-otot
anak balita (Marni, 2014). Berdasarkan pernafasan sehingga balita dengan gizi kurang
Riskesdas (2013), prevalensi pneumonia akan mudah terserang ISPA dibandingkan
balita tertinggi pada usia 1-4 tahun. balita dengan gizi normal (Maryunani, 2010).
Menurut WHO (2008) penyebaran Secara tidak langsung faktor yang
penyakit infeksi saluran pernafasan berkaitan mempengaruhi gizi kurang adalah kondisi
erat dengan kondisi lingkungan (polutan sosial ekonomi keluarga, dimana pendapatan
udara, kepadatan anggota keluarga, dan pendidikan orang tua yang rendah akan
kelembaban, kebersihan, musim, temperatur); menentukan kemampuan memilih dan
ketersediaan dan efektivitas pelayanan membeli asupan gizi yang sesuai untuk anak.
kesehatan dan langkah pencegahan infeksi Rudan et al., 2008; Grant et al ., 2012,
untuk mencegah penyebaran (misalnya, menyebutkan status gizi kurang atau buruk
vaksin, akses terhadap fasilitas pelayanan merupakan risiko kejadian pneumonia balita.
kesehatan, kapasitas ruang isolasi); faktor Penelitian lain dilakukan oleh Bu’tu (2010)
pejamu, seperti usia, kebiasaan merokok, menunjukkan status gizi kurang adalah faktor
kemampuan pejamu menularkan infeksi, risiko pneumonia (OR=2,60 CI 95% 1,13-5,98
status kekebalan, status gizi, infeksi p=0,04).
sebelumnya atau infeksi serentak yang Rudan et al., 2008 menyebutkan tidak
disebabkan oleh patogen lain, kondisi memberikan ASI Eksklusif merupakan faktor
kesehatan umum; dan karakteristik patogen, risiko yang selalu ada dalam insidens
seperti cara penularan, daya tular, faktor pneumonia. ASI Eksklusif sangat baik untuk
virulensi dan jumlah atau dosis mikroba bayi karena dalam ASI terkandung antibodi
(ukuran inokulum). atau imunoglubolin utama seperti IgA, IgE
Faktor risiko pneumonia dbagi dan IgM yang dapat digunakan untuk
menjadi dua kelompok, yaitu faktor intrinsik mencegah dan menetralisir bakteri, virus,
dan faktor ekstrinsik (Notoadmodjo, 2010). jamur, parasit dan sangat di butuhkan anak
Faktor intrinsik meliputi umur, status gizi, dalam membangun sistem kekebalan tubuh
pemberian ASI Eksklusif, dan BBLR. Faktor sehingga anak tidak mudah sakit. Penelitian
ekstrinsik meliputi kondisi lingkungan fisik yang dilakukan Sutami (2011) dan Bu’tu
rumah, pendidikan ibu dan pendapatan (2010) juga membuktikan bahwa ASI
keluarga. Eksklusif merupakan faktor risiko pneumonia
Status gizi merupakan faktor risiko dengan (OR=4,1 CI 95% 2,019-9,17 p=0,000)
pneumonia, kondisi tubuh dengan gizi kurang dan (OR=5,03 CI 95% 1,88-13,48 p=0,001).
akan menyebabkan seorang anak mudah Bayi dengan Berat Badan Lahir
terserang penyakit. Bakteri atau virus mudah Rendah (BBLR) merupakan faktor risiko
masuk dalam tubuh individu dengan kejadian pneumonia. Rudan et al., 2008
ketahanan tubuh atau imunitas yang kurang. mengelompokkan bayi BBLR sebagai faktor

45
Vol. 11 Nomor 4 Oktober 2016 – Jurnal Medika Respati ISSN : 1907 - 3887

risiko yang selalu ada dalam insidens Desember 2014 untuk rawat jalan dengan rata-
pneumonia balita. Bayi BBLR sering rata per bulan 28 kasus dan rawat inap 15
mengalami beberapa masalah seperti pola kasus. Angka ini menunjukkan masih ada
nafas yang tidak efektif berhubungan dengan kasus pneumonia balita yang terjadi di
imaturitas organ pernafasan, Kabupaten Bantul dan masih dibutuhkan bukti
ketidakseimbangan nutrisi dari kebutuhan tentang faktor risiko kejadian pneumonia.
tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
absorbsi, resiko ketidakseimbangan suhu METODE PENELITIAN
tubuh dan risiko infeksi berhubungan dengan Penelitian ini adalah penelitian
sistem kekebalan tubuh yang kurang baik. observasional analitik dengan pendekatan
Rencana aksi global untuk case control, dilaksanakan pada bulan
pencegahan dan pengendalian pneumonia Agustus-Oktober 2015 di RSUD Panembahan
(The Global Action Plan for the Prevention Senopati Bantul. Pengambilan sampel dengan
and Control of Pneumonia) dikembangkan consecutive sampling. Sampel kasus dalam
WHO dan UNICEF pada tahun 2007 sebagai penelitian ini adalah semua anak balita yang
panduan meningkatkan kesadaran terhadap menderita pneumonia di rawat inap RSUD
pneumonia dan peningkatan intervensi yang Panembahan Senopati Bantul berjumlah 35
bermanfaat. Untuk mengurangi kematian yang anak balita. Sampel kontrol adalah anak balita
disebabkan oleh pneumonia memerlukan sehat di wilayah Kabupaten Bantul yang
intervensi yang efektif, tersedia lebih luas dan berjumlah 70 anak balita.
lebih mudah untuk anak-anak yang berisiko. Kriteria inklusi kelompok kasus :
Faktor risiko pneumonia penting diketahui 1). Pasien berusia 12-59 bulan di RSD
terkait dalam penemuan kasus pneumonia Panembahan Senopati Bantul
balita, sehingga dengan ditemukannya kasus 2). Tercatat dalam rekam medik RS menderita
secara dini dapat menekan angka kesakitan pneumonia
dan kematian balita karena pneumonia. 3). Jenis kelamin laki laki dan perempuan
Penemuan kasus pneumonia secara dini pada 4). Bertempat tinggal di wilayah Bantul,
balita oleh tenaga kesehatan diharapkan tinggi Yogyakarta
agar banyak kasus pneumonia mendapat Kriteria inklusi kelompok control :
penatalaksanaan yang tepat. 1). Anak berusia 12-59 bulan sehat
Faktor risiko dapat dijadikan dasar 2). Jenis kelamin sama dengan kelompok
dalam menentukan tindakan pencegahan dan kasus
penanggulangan kasus. Di Kabupaten Bantul 3). Bertempat tinggal di wilayah Bantul,
cakupan penemuan kasus pneumonia balita Yogyakarta
tahun 2012 sebesar 73,78% dan tahun 2013 Kriteria Eksklusi dalam penelitian adalah
sebesar 75,17% (Dinkes Kabupaten Bantul, pasien yang menderita penyakit TB,
2014). Berdasarkan data studi pendahuluan di Bronkhitis, Asma, AIDS, kelainan bawaan
RSUD Panembahan Senopati Bantul, jumlah berat, kelainan tumbuh kembang.
kasus pneumonia pada Balita dari Januari-

46
Vol. 11 Nomor 4 Oktober 2016 – Jurnal Medika Respati ISSN : 1907 - 3887

Variabel dependen penelitian adalah HASIL PENELITIAN


kejadian pneumonia pada anak balita dan
Karakteristik pada anak balita yaitu
variabel independennya faktor risiko intrinsik
umur, status gizi, pemberian ASI Eksklusif,
antara lain status gizi, pemberian ASI
Berat Badan Lahir.
Eksklusif dan Berat Badan Lahir.
Instrumen penelitian menggunakan
kuesioner. Analisis data bivariat
menggunakan uji kai kuadrat untuk melihat
hubungan antar variabel.
Tabel 1. Karakteristik anak balita di Kabupaten Bantul Yogyakarta
Variabel Jumlah (n=105) Persentase (%)
Umur
12-35 Bulan 71 67,6
36-59 Bulan 34 32,4
Status gizi
Gizi Kurang 10 9,5
Gizi Baik 95 90,5
Pemberian ASI Eksklusif
ASI Tidak Eksklusif 76 72,4
ASI Eksklusif 29 27,6
Berat Badan Lahir
BBLR 5 4,8
Normal 100 95,2

Tabel 2. Analisis bivariat hubungan faktor risiko intrinsik dengan kejadian pneumonia
pada anak balita

PEMBAHASAN besar dari kejadian anak balita yang tidak

Hubungan status gizi dengan kejadian pneumonia dengan status gizi kurang yaitu
pneumonia pada anak balita 1/22 dari anak balita status gizi baik. Hasil ini
Hasil penelitian menunjukkan kejadian menunjukkan anak balita dengan status gizi
pneumonia anak balita dengan status gizi kurang peluangnya lebih besar mengalami
kurang 1/4 dari status gizi baik. Nilai ini lebih pneumonia dari anak dengan status gizi baik.

47
Vol. 11 Nomor 4 Oktober 2016 – Jurnal Medika Respati ISSN : 1907 - 3887

Analisis uji kai kuadrat menunjukkan Eksklusif 1/6 dari yang ASI tidak eksklusif dan
ada hubungan antara status gizi dengan kejadian anak balita tidak pneumonia yang
kejadian pneumonia anak balita dengan nilai diberikan ASI Eksklusif 1/2 dari yang ASI
OR =5,58 (CI 95%: 1,34-23,16) p = 0,010. tidak eksklusif. Hal ini menunjukkan anak
Artinya, anak balita dengan status gizi kurang balita yang diberikan ASI Eksklusif
berisiko mengalami pneumonia sebesar 5,58 peluangnya lebih kecil untuk mengalami
kali dibandingkan dengan anak balita yang pneumonia. Analisis uji kai kuadarat
mempunyai status gizi baik. menunjukkan ada hubungan secara statistik
Anak balita dengan gizi kurang dalam antara pemberian ASI eksklusif dengan
penelitian ini ada 10 dan 7 diantaranya kejadian pneumonia pada anak balita
mengalami pneumonia. Anak yang mengalami ditunjukkan dengan nilai OR= 3,13 (CI 95%:
gizi kurang mempunyai daya tahan tubuh atau 1,08-9,10) p =0,031. Anak balita dengan ASI
kekebalan tubuh yang kurang baik sehingga tidak eksklusif berisiko mengalami pneumonia
bakteri atau virus akan mudah masuk dalam 3,13 kali dibandingkan anak balita yang di
tubuh yang mengakibatkan mudah terserang berikan ASI Eksklusif..
penyakit. Kejadian pneumonia pada anak Anak balita yang tidak mendapatkan
dengan gizi kurang dapat terjadi karena ASI eksklusif lebih berisiko mengalami
masuknya bakteri/ virus yang mudah penyakit karena tidak mendapatkan manfaat
menembus pertahanan tubuh pada otot-otot ASI eksklusif secara penuh yang lebih
pernafasan, sehingga mudah terserang infeksi berpengaruh dengan pembentukan antibodi
saluran pernafasan akut (ISPA). Kondisi sebagai pertahanan dari penyakit. Anak dengan
tersebut menyebabkan anak balita dengan gizi ASI eksklusif akan mendapatkan zat-zat yang
kurang atau buruk lebih berisiko mengalami sangat bermanfaat seperti zat protektif
pneumonia. (laktobifidus, laktoferin, lizosim, komplemen
Penelitian ini sejalan dengan penelitian C3 dan C4, ASI mengandung antistreptokokus
yang dilakukan Bu’tu (2010) dimana status gizi yang melindungi bayi terhadap anti kuman),
berhubungan dengan kejadian pneumonia antibody, imunitas seluler dan zat anti alergi
(OR=2,60 CI 95% 1,13-5,98 p=0,04) dan yang melindungi tubuh anak balita dari
penelitian oleh Hartati (2010) dengan nilai masuknya kuman dalam tubuh. Dilihat dari
OR=6,52 CI 95%: (2,28-18,63) p=0,000. status gizinya anak dengan ASI eksklusif juga
Penelitian Paynter et al. (2013), menyimpulkan akan mempunyai status gizi baik karena tidak
bahwa status gizi merupakan faktor risiko kekurangan zat nutrient yang dibutuhkan
pneumonia pada tingkat individu dan menjadi tubuh. Hasil penelitian menunjukkan ada
pengendali endemik pneumonia musiman di beberapa anak balita dengan ASI eksklusif
Filiphina. yang mengalami pneumonia. Hal ini dapat
Hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan terjadi kemungkinan karena ada beberapa
kejadian pneumonia pada anak balita
faktor yang lebih berpengaruh dengan kondisi
Hasil penelitian menunjukkan kejadian anak setelah tidak mendapatkan ASI seperti
pneumonia anak balita yang diberikan ASI asupan nutrisi yang kurang, lingkungan yang

48
Vol. 11 Nomor 4 Oktober 2016 – Jurnal Medika Respati ISSN : 1907 - 3887

tidak aman, sehingga kekebalan tubuh menjadi belum matang seperti imaturitas organ
menurun dan terserang penyakit. pernafasan, pola nafas yang tidak efektif,
Menurut UNICEF-WHO (2006), Bayi ketidakmampuan absorbsi nutrisi yang dapat
usia kurang dari 6 bulan yang tidak diberikan menyebabkan pertumbuhan kurang sesuai
ASI Eksklusif mempunyai resiko 5 kali lebih dengan usia. Kekebalan tubuh yang kurang
besar mengalami kematian akibat pneumonia baik dan pertumbuhan yang tidak sesuai serta
dibandingkan bayi yang mendapat ASI fungsi organ yang kurang apabila tidak
eksklusif 6 bulan pertama kehidupannya. diperhatikan dengan baik oleh orang tua akan
Pemberian ASI Eksklusif merupakan salah satu menjadikan anak balita mudah terserang
rencana aksi global untuk pencegahan dan penyakit.
pengendalian pneumonia (The Global Action Hasil ini sesuai dengan penelitian
Plan for the Prevention and Control of Pore et al. (2010), menunjukkan hasil bahwa
Pneumonia). anak prematur memiliki sekitar 7,5 kali risiko
Hasil penelitian ini sejalan dengan terkena Infeksi saluran pernafasan akut. Rudan
penelitian yang dilakukan Sutami (2011) yang et al. (2008), mengelompokkan bayi BBLR
menunjukkan ada hubungan bermakna antara sebagai faktor risiko yang selalu ada dalam
ASI Eksklusif dengan kejadian pneumonia insidens pneumonia balita.
(OR=4,1 CI 95% 2,019-9,178 p=0,000).
Penelitian Lamberti et al. (2013), menunjukkan KESIMPULAN
angka kematian pneumonia lebih tinggi pada 1. Faktor intrinsik berhubugan dengan
bayi tidak ASI dibandingkan bayi ASI kejadian pneumonia pada anak balita.
eksklusif 0-5 bulan usia (RR: 14,97 CI 95% : 2. Status gizi merupakan faktor risiko
0,67-332,74). kejadian pneumonia anak balita dan secara
Hubungan Berat Badan Lahir dengan statistik signifikan dengan nilai OR =5,58
kejadian pneumonia pada anak balita
(CI 95%: 1,34-23,16 p = 0,010).
Hal ini menunjukkan anak balita dengan
3. Pemberian ASI eksklusif merupakan faktor
BBLR peluangnya lebih besar mengalami
risiko kejadian pneumonia anak balita dan
pneumonia. Hasil uji statistik menunjukkan ada
secara statistik tidak signifikan dengan nilai
hubungan antara Berat Badan Lahir dengan
OR= 3,13 (CI 95%: 1,08-9,10 p =0,031)
kejadian pneumonia dengan nilai OR = 8,90
4. Berat Badan Lahir merupakan faktor risiko
(95% CI : 0,956-82,96) p = 0,041. Artinya,
kejadian pneumonia anak balita dan secara
anak balita dengan lahir dengan BBLR berisiko
statistik tidak signifikan dengan nilai OR =
mengalami pneumonia sebesar 8,90 kali
8,90 (CI 95% : 0,956-82,96 p = 0,041)
dibandingkan anak balita dengan berat badan
lahir normal. SARAN
Anak balita dengan Berat Badan Lahir 1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul.
Rendah (BBLR) lebih berisiko mengalami Dari hasil penelitian bisa menjadikan
pneumonia karena cenderung memiliki daya masukan untuk lebih mensosialisasikan
tahan tubuh kurang dan beberapa fungsi organ tentang faktor risiko pneumonia yaitu untuk

49
Vol. 11 Nomor 4 Oktober 2016 – Jurnal Medika Respati ISSN : 1907 - 3887

lebih memperhatikan faktor pentingnya Dinkes Kabupaten Bantul. 2014. Profil


pemberian ASI Eksklusif dan pemantaun Kesehatan Kabupaten Bantul tahun 2014.
tumbuh kembang anak agar tidak sampai Bantul, DI.Yogyakarta.
mengalami gizi kurang. Friedman, M.M., Virky, R.B. dan Elaine, G.J.
2. Bagi Keluarga Anak Balita. Hasil penelitian 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga.
dapat menjadi masukan agar keluarga yang Jakarta: EGC.
mempunyai anak balita lebih Grant, Cameron C; Emery, Diane; Milne,
memperhatikan asupan gizi anak, dan Tania; Coster, Gregor; Forrest,
memberikan ASI Eksklusif 6 bulan. Christopher B; Wall, Clare R; Scragg,
Robert; Aickin, Richard; Crengle, Sue;
DAFTAR PUSTAKA Leversha, Alison; Tukuitonga, Colin;
Amin M, Alsagaff H, Saleh T. 1989. Pengantar Robinson, Elizabeth M. Risk factors for
Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University community-acquired pneumonia in pre-
Press. Surabaya. school-aged children. Journal of
Adriani, M dan Wirjatmadi, B. 2012. Pengantar Paediatrics & Child Health. May2012,
Gizi Masyarakat. Jakarta: Kencana. Vol. 48 Issue 5, p402-412.
Balitbangkes. 2008. Riskesdas Indonesia Hartati, S. 2011. Analisis Faktor Risiko yang
Tahun 2007. Depkes RI. Jakarta. Berhubungan dengan Kejadian
Bu’tu, M.A. 2010. Faktor Resiko Kejadian Pneumonia Pada Anak Balita di RSUD
Pneumonia pada Anak Usia 12-24 Bulan Pasar Rebo Jakarta. Tesis. FIK UI.
di Kabupaten Tana Toraja. Tesis. PPs Kartasasmita. 2010. Pneumonia Pembunuh
Program Studi Ilmu Kesehatan Balita. Buletin Jendela Epidemiologi,
Masyarakat. FK-UGM. Vol. 3. Kementrian Kesehatan RI.
Chisti MJ, Graham SM, Duke T, Ahmed T, Kemenkes. 2010. Keputusan Menteri
Faruque AS, Ashraf H, Bardhan PK, Kesehatan RI No. 482/Menkes/SK/2010
Shahid AS, Shahunja KM, Salam MA. tentang Pedoman Gerakan Akselerasi
2014. Post-discharge mortality in children Imunisasi Nasional UCI (GAIN UCI
with severe malnutrition and pneumonia 2010-2014).
in Bangladesh. PLoS One. Sep Kemenkes RI. 2012. Pedoman Pengendalian
16;9(9):e107663. doi: 10.1371. Infeksi Saluran Pernafasan Akut.
2008. MTBS Modul 2 : Penilaian dan Direktorat Jenderal Pengendalian
Klasifikasi Anak Sakit umur 2 Bulan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
sampai 5 Tahun. Departemen Kesehatan 2012. Modul Tatalaksana Standar
RI. Jakarta. Pneumonia. Direktorat Jenderal
Dinkes Provinsi DIY. 2013. Profil Kesehatan Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Provinsi DIY Tahun 2013. Lingkungan.
DI.Yogyakarta. 2013. Keputusan Menteri Kesehatan
RI No.1995/MENKES/SK/XII/2010
Tentang Standar Antopometri Penilaian

50
Vol. 11 Nomor 4 Oktober 2016 – Jurnal Medika Respati ISSN : 1907 - 3887

Status Gizi Anak. Direktorat Jendral Bina pneumonia. Bull World Health Organ
dan Kesehatan Ibu dan Anak Direktorat 2008, 86 (5): 408-416 .
Bina Gizi. Said, M. 2010. Pengendalian Pneumonia Anak-
Marimbi, H. 2010. Tumbuh Kembang, Status Balita dakam Rangka Pencapaian MDG4.
Gizi, dan Imunisasi Dasar Pada Balita. Buletin Jendela Epidemiologi, Vol. 3.
Nuha Medika. Yogyakarta. Kementrian Kesehatan RI.
Marmi, Rahardjo, K,. 2012. Asuhan Neonatus Selvaraj K, Chinnakali P, Majumdar A,
Bayi, Balita dan Anak Prasekolah. Krishnan IS. 2014. Acute respiratory
Pustaka Pelajar. Yogyakarta. infections among under-5 children in
Marni, 2014. Asuhan Keperawatan pada Anak India: A situational analysis. J Nat Sci
Sakit dengan Gangguan Pernafasan. Biol Med. Jan;5(1):15-20. doi: 10.4103.
Gosyen Publishing. Yogyakarta. Sonego M, Pellegrin MC, Becker G, Lazzerini
Maryani, L., Muliani, R,. 2010. Epidemiologi M. 2015. Risk factors for mortality from
Kesehatan. Graha Ilmu. Yogyakarta. acute lower respiratory infections (ALRI)
Maryunani, A. 2010. Ilmu Kesehatan Anak in children under five years of age in low
dalam Kebidanan. Trans Info Media. and middle-income countries: a
Jakarta. systematic review and meta-analysis of
Murti, B. 2013. Desain dan Ukuran Sampel observational studies. PLoS One. 2015
untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif Jan 30;10(1):e0116380. doi: 10.1371.
di Bidang Kesehatan. Gadjah Mada Sutami, H. 2011. Faktor Resiko Ekstrinsik dan
University Press. Yogyakarta. Intrinsik Balita terhadap Kejadian
Notoadmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Pneumonia di Kabupaten Kebumen.
Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Tesis. PPs Program Studi Ilmu Kesehatan
Paynter S, Ware RS, Lucero MG, Tallo V, Masyarakat FK-UGM.
Nohynek H, Simões EA, Weinstein P, Sly WHO. 2008. Pencegahan dan Pengendalian
PD, Williams G; ARIVAC Consortium. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
2013. Poor growth and pneumonia yang cenderung menjadi Epidemi dan
seasonality in infants in the Philippines: Pandemi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
cohort and time series studies. PLoS One. Pedoman Interim WHO. Direktur
Jun 28;8(6):e67528. doi: 10.1371. Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia
PERINASIA, 2013. Manajemen Laktasi. (WHO).
PERINASIA. Jakarta. WHO dan UNICEF. 2006. The Forgotten
Purwandari, H., Mulyono, W.A., Suryanto. Killer of Children. New York. WHO
2014. Perkembangan Balita Deteksi Dini Yandofa, D. 2012. Hubungan Status Gizi dan
Tumbuh kembang Balita. Pustaka Pelajar. Pemberian ASI pada Balita terhadap
Yogyakarta. Kejadian Pneumonia di Wilayah Kerja
Rudan I, Boschi-Pinto C, Biloglav Z, Puskesmas Ambacang Kecamatan
Mulholland K, Campbell H. Kuranji Padang Tahun 2011. Universitas
Epidemiology and etiology of childhood Andalas

51
Vol. 11 Nomor 4 Oktober 2016 – Jurnal Medika Respati ISSN : 1907 - 3887

52

Anda mungkin juga menyukai