Anda di halaman 1dari 121

Buku Panduan Praktikum

Laboraturium Vulkanologi 2013

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pengenalan Gunung Api


Vulkanologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kegunungapian dan merupakan mata
rantai yang tak terpisahkan dengan ilmu geologi.
Gunung api mempunyai pengertian yang cukup kompleks, yaitu :
1. Merupakan bentuk timbulan di permukaan bumi yang dibangun oleh timbunan rempah
gunungapi.
2. Dapat diartikan sebagai jenis atau kegiatan magma yang sedang berlangsung.
3. Atau merupakan tempat munculnya batuan leleran dan rempah lepas gunungapi yang
berasal dari dalam bumi.
Sebuah gunungapi disebut aktif apabila kegiatan magmatisnya dapat dilihat sacra nyata.
Leleran lava dari kawah puncak atau kawah samping, adanya awan panas letusan dan awan
panas guguran, lahar letusan dan lain sebagainya mencirikan bahwa gunung api tersebut masih
aktif. Morfologi gunung api aktif biasanya menampakan bentukan kerucut sempurna. Apabila
gejala kegiatan magmatisnya tidak teramati, suatu gunungapi dapat dikelompokan menjadi
gunung api padam. Tetapi keadaan seperti ini bukan berarti bahwa gunung api tersebut mati,
sebab pada suatu saat gunungapi itu dapat aktif kembali. Kenampakan gejala panas bumi di
permukaan seperti daerah ubahan hidrotermal, kubangan Lumpur panas, hembusan fumarol dan
mata air panas memang sering dikaitkan dengan gejala padamnya suatu gunungapi. Sebagai
contoh kontras, jalur panas bumi di Indonesia ternyata merupakan tempat kedudukan gunungapi
aktif, sebab gas-gas belerang akan dijumpai melimpah di daerah gunungapi aktif.

1.2 Proses Terbentuknya Gunung Api


1. Pemekaran kerak benua, lempeng bergerak saling menjauh sehingga memberikan
kesempatan magma bergerak ke permukaan, kemudian membentuk busur gunung api tengah
samudra.
2. Tumbukan antar, dimana kerak samudra menunjam dibawah kerak benua. Akibat gesekan
antar kerak tersebut terjadi pelebuaran dan batuan.

1
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

3. Kerak benua menjauh satu sama lain secara horizontal, sehingga menimbulkan rekahan atau
patahan. Patahan atau rekahan tersebut menjadi jalan ke permukaan lelehan batuan atau
magma sehingga membentuk busur gunungapi tengah benua atau banjir lava sepanjang
rekahan.
4. Penipisan kerak samudera akibat pergerakan lempeng memberikan kesempatan bagi magma
menerobos ke dasar samudera, terobosan magma ini merupakan banjir lava yang membentuk
deretan gunungapi perisai.

Gambar 1.1
Penampang diagram yang memperlihatkan bagaimana gunungapi terbentuk di permukaan melalui kerak
benua dan kerak samudera serta mekanisme peleburan batuan yang menghasilkan busur gunungapi, busur
gunungapi tengah samudera, busur gunungapi tengah benua dan busur gunungapi dasar samudera.
(Modifikasi dari Sigurdsson, 2000)

2
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Gambar 1.2
Di Indonesia (Jawa dan Sumatera) pembentukan gunungapi terjadi akibat tumbukan
kerak Samudera Hindia dengan kerak Benua Asia. Di Sumatra penunjaman lebih kuat dan dalam
sehingga bagian akresi muncul ke permukaan membentuk pulau-pulau, seperti Nias, Mentawai, dll.
(Modifikasi dari Katili, 1974).

1.3 Sejarah Gunung Api


Sejarah perkembangan pengetahuan kegunungapian bermula dari pengertian manusia
terhadap gejala tersebut meskipun terbatas dalam tingkatan yang sangat sederhana dan bersifat
animistic. Peradaban tentang pengetahuan gunungapi berawal dari perilaku manusia dan manusia
purba yang mempunyai hubungan dekat dengan gunungapi.Itu ditandai dengan adanya
penemuan fosil tulang-tulang manusia purba yang ditemukan di Afrika dan Indonesia. Sebagai
contoh banyak ditemukan kerangka manusia di kota Pompeii dan Herculanum yang terkubur
oleh endapan akibat letusan Vesuvius pada 79 Masehi. Bangsa Poline beranggapan bahwa
kegiatan gunungapi berada dibawah tangan kekuasaan Dewa Pele. Sedangkan Legenda orang
Indian di Oregeon Amerika Serikat mengisahkan adanya konflik antara dewa api yang bermukim
di Mount Mazama dengan dewa salju yang bertempat di Mount Shata. Pertempuran keduanya
menyebabkan hancurnya MountMazama, dan membentuk apa yang sekarang yang disebut

3
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Creater Lake. Cerita Senada juga ditemukan dalam kisah atau legenda orang Yunani dan Romawi
kuno. Penalaran ilmiah tentang gunung api mungkin dimulai oleh Empedocles (492 – 432),
Dimana ia mulai merintis kegunungapian secara jelas. Didekat puncak Mount Etna ia
menghabiskan waktunya selama beberapa tahun untuk mengamati dan meyakini bahwa di perut
bumi terdapat larutan panas pembentuk gunungapi. Setelah Empedocles, muncul beberapa
pengamat seperti Strabo (1600), Martin Lister(1638-1711), Charles Lyell dan Scrope.
Pada tahun 1827, Scroplah yang meletakan dasar pengertian Vulkanologi modern.
Didalam teorinya, Scrope berpendapat bahwa kegiatan vulkanik adalah arti dan fungsi gas yang
terkandung dalam magma. Dan baru beberapa dekade kemudian, Vulkanologiwan Frank A.
Perret mendukung pendapat Scrope, dimana Perret berpendapat bahwa adalah gas adalah agen
aktif atau motor penggerak magma. Sejak itu penelitian kegunungapian mengalami
perkembangan pesat, dimana banyak muncul peneliti-peniliti baru. Perkembangan ilmu gunung
api abad 20 dirintis oleh Thomas A. Jaggar, seorang profesor Geologi dari Masschusset Institute
of Technology (MIT), dan Frank A. Perret, seorang insnyur listrik sahabat T.A. Edison. Dan
sejarah ilmu gunung apitidak pernah terpisah dari sejarah kegiatan pengamatan. Pusat pun mulai
didirikan dimana-mana, seperti di Hawaii(Hawaiian Vulcano Observatory) dan negara-negara
lain pun mulai banyak mendirikan pusat-pusat pengamatan gunungapi.

1.4 Tektonik Dan Vulkanisme


Berbagai proses geologi, secara fisis maupun kimiawi, antara lain bermula dari adanya
gangguan kesetimbangan sistem yang selanjutnya akan mengarah pada pemulihan
kesetimbangan baru. Adanya gangguan kesetimbangan sistem dan beberapa kejadian yang
diakibatkannya akan membentuk hubungan yang timbal balik cdan saling pengaruh
mempengaruhi. Kesetimbangan sistem isostatik, kesetimbangan gaya tarik bumi, kesetimbangan
panas bumi dan lain sebagainya merupakan beberapa contoh kesetimbangan geologi.
Kesetimbangan isostatik akan tercapai apabila massa batuan di atas permukaan bidang
kompensasi telah sama dan normal,sehingga tidak ada penyimpangan regional. Kesetimbangan
yang mempengaruhi magma anatar lain kesetimbangan termal, kesetimbangan hidrostatik,
kesetimbangan termodinamika, kesetimbangan fisika, kimia dan lainya. Selama dapur magma
belum membeku maka senantiasa akan terjadi gangguan kesetimbangan, misal berupa hilangnya

4
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

panas, pembentukan kristal, naiknya tekanan gas dan uap, pergerakan magma, letusan dan lain
sebagainya. Sistem hidrostatik dikatakan setimbang apabila berta jenis magma membesar ke arah
dalam. Suatu penyimpangan terhadap berat jenis, biarpun kecil. Gangguan kesetimbangan pada
magma yang berada dibawah permukaan bumi anatara lain akan menyebabkan terjadinya arus
terputar yang segera diikuti proses lanjutan berupa pembentukan cekungan (geosinklin),
tegangan pada kerak benua yang berakhir dengan pembentukan lurah, retakan dan sesar;
orogenesa, tektogenesa dan gejala penerobosan magma ke permukaan bumi.
Sehingga jelaslah bahwa tektonik dan vulkanisme merupakan ekspresi gaya-gaya dalam
bumi yang dihuibungkan dengan proses pengalihan tenaga ke permukaan. Sementara tektonik
merupakan manisfestasi gejala aspek mekanik yang ditimbulkan ; maka vulkanisme adalah
manisfestasi aspek kimiawi dari proses pemindhan tenaga tersebut.
Ada tiga lingkungan gunungapi yang dapat dibedakan dengan jelas :
1. Lingkungan tipe busur kepulauan (typical island-arc environment), dimana gunungapi
terdapat di bagian puncak punggungan pegunungan yang membusur. Magma basalan dari
bagian atas selubung bumi yang terletak dibawah suatu punggungan akan naik sepanjang
rekahan yang memotong lapisan granit. Dan sewaktu magma menerobos lapisan tersebut
akan terjadi perubahan komposisi,disamping proses difrensiasinya sendiri berjalan tanpa
halangan berarti. Di permukaan akan terbentuk gunungapi andesitan.
2. Lingkungan tipe samodra (typical ocean environment), di mana gunungapi muncul dan
tersebar berderet di sepanjang puncak punggungan yang mempunyai sistem reakahan
pada kerak samodranya. Melalui rekahan yang memotong lapisan basalan, magma primer
yang basa bergenerasi ke atas dari asalnya yaitu selubung bumi yang berada di bawah
punggungan tersebut. Dan karena hampir tidak menjumpai lapisan granitan, maka
magma yang berdiferensiasi selama perjalanannya ke atas tidak mengalami perubahan
yang bersifat basalan.
3. Lingkungan tipe benua (typical continental envoronment, di mana pada jalur
pegunungan yang tak stabil terdapat lapisan kerak granitan yang tebal. Magma yang
bergenerasi dekat dengan dasar akar p[egunungan, kemudian naik secara perlahan
melalui rekahan pada kerak granitan dan muncul di permukaan sebagai gunungapi
andesitan dan riolitan.

5
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

1.5 Proses Terbentuknya Magma


Berdasarkan genesa, menurut Sederhol (1959; dalam Rittmann 1962).
• Magma hibrid : di mana melalui proses hibridisasi (hibridisma) dua jenis magma yang terpisah
(unrelated) bercampur membentuk magma baru.
• Magma sintetik, yaitu magma yang komposisinya berubah karena proses asimilasi. Proses
pembentukan magma sintetik disebut sinteksis, di mana magma sintetik dapat merupakan
akibat lanjut dari pelarutan batuan asing (umumnya sedimen). yang selain melebur juga
mengubah komposisi magma.

Contoh :
asimilasi magma asal dcngan batu lempung:
CaMgSi206 + (OH)4A1 2SiO5 CaAlSi2O6 + MgSiO3
(diopsid) (kaolin) (anortit) (enstantit)
+ SiO2 + 2H2O
(Kuarsa) (Air)

Asirnilasi magma asal dengan batugamping


CaMgSi206 + CaCO3 CaMgSi2O + CO
(diopsid) (Gamping) (lakermanit) (gas)

• Magma anatektik, yaitu magma baru yang terjadi akibat peleburan batuan pada kedalaman yang
besar. melalui proses anateksis.
Berdasarkan kandungan gas, menurut Jaggar (1958; dalam Rittmann, 1962).
1. Hipomagma : bersifat tidak jenuh gas (undersaturated) dan dapat terbentuk pada tekanan
yang besar.
2. Piromagma, jenuh gas atau banyak mengandung gelembung gas sehingga memberikan
kenampakan membusa.

6
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

3. Epimagma, miskin gas (improversihed) sehingga dapat disamakan dengan lava yang
belum dierupsikan.

1.6 Evolusi Magma


Genesa batuan beku, baik vulkanik maupun plutonik, sekurang kurangnya harus dapat
ditinjau dari tiga aspek, yaitu:
a). Faktor yang memberi tentang asal larutan (magma) dan cara larutan tersebut membubung ke
permukaan.
b). Faktor yang mempengaruhi larutan sewaktu larutan naik ke permukaan.
c). Macam-macam proses di permukaan atau di dekat permukaan yang akan menyempurnakan
pembubungan larutan (magma).

Gambar 1.3 Proses evolusi magma

Mekanisme perkembangan magma ini dapat dikelompokkan menjadi pengertian


diferensiasi, asimilasi dan percampuran magma. Diferensiasi magmatik adalah meliputi semua
proses yang mengubah magma dari asalnya yang homogen dan dalam ukuran sangat besar
menjadi massa batuan beku dengan komposisi bermacam-macam. Di dalam waduk magma

7
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

berbagai proses cenderung merubah komposisi magma asal. Proses-proses tersebut antara lain
vesiculation, crystal flotation, crystal settling, gravitational settling, diffusion dan asimilasi
dengan batuan samping.

a). Vesiculation ada1ah proses di mana magma yang mengandung unsure seperti CO2 , S02 , S2,
Cl2 dan H20 sewaktu naik ke permukaan membentuk gelembung-gelembung gas dan membawa
serta unsur volatil sodium (Na) dan potasium (K).
b). Crystal Flotation adalah pengambangan kristal-kristal ringan dari sodium dan potasium
sehingga memperkaya magma yang terdapat di bagian atas waduk.

c). Crystal settling / gravitational settling. adalah pengendapan kristal kristal berat seperti Ca, Mg
dan Fe, sehingga akan memperkaya magma yang berada di bagian bawah waduk. Mineral-
mineral silikat berat relatif berada di bawah mineral-mineral silikal ringan.

d). Diffusion adalah percampuran secara lambat antara magma dengan batuan samping di dalam
waduk magma. Mekanisma diffusi tidaklah seefektif mekanisma lainnya.

e). Asimilasi dengan batuan samping memberikan pengertian. bahwa magma selama naiknya ke
permukaan akan bereaksi dengan batuan yang diterobos, sehingga terjadi perubahan komposisi
magma asal. Apabila batuan samping kaya akan sodium. potasium dan silika maka magma akan
berubah ke kornposisi granitik. Sedangkan suatu magma asal yang menerobos batuan samping
yang kaya kalsium, magnesium dan besi paling tidak akan berubah komposisinya menjadi
gabroik.

8
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

BAB II
PETROKIMIA BATUAN GUNUNGAPI

2.1 Pendahuluan
Analisa petrokimia batuan gunungapi digunakan untuk mengetahui sifat magma, jenis
magma, seri magma, posisi terbentuknya batuan pada jalur tektonik, serta menafsirkan evolusi
magma. Metoda-metoda analisis yang dipergunakan dalam analisis ini :
1. Metoda Normatif C. I. P. W
2. Metoda Peacock ( 1931 )
3. Metoda Niggli
4. Metoda Rittman ( 1952, 1953 )
5. Metoda Kuno ( 1960, 1966 )Metoda Withford ( 1975 )
6. Metoda - metoda lain

2.2 Metode Normatif C.I.P.W


Perhitungan variasi normatif ini pertama kali dikemukakan oleh C.W. Cross, J.P. Iddings,
L.P. Pirson, dan H.S. Washington, sekitar tahun 1930, sehingga dikenal dengan metode C.I.P.W
standar. Berikutnya dilakukan penyempurnaan oleh Johannsen ( 1931), Kelsey (1965), dan Ch.s
Hutchison (1975).
Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui (1) Indeks Kristalisasi (Cristalitation
Index), (2) Indeks Diferensiasi magma ( Differntiation Index ), dan (3) tafsiran perkembangan
magma.

2.2.1 Perhitungan Normatif C.I.P.W Standar

Dalam perhitungan normaif C.I.P.W yang digunakan persen berat dari masing-masing
unsur - unsur mayor. Metoda/perhitungan normatif C.I.P.W standar dilakukan dengan mengikuti
langkah - langkah aturan baku, sebagai berikut :

9
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

1. FeO (1) = FeO + ( MnO + NiO )

2. CaO (2) = CaO + ( BaO + SrO )

3. Z (3) = ZrO2 Y (3) = Z

4. Jika CaO (2) ≥ 10/3 P2O5 CaO (2) < 10/3 P2O5

AP (4) = P2O5 AP (4) = 3/10 CaO (2)

CaO (4) = CaO (2) – 10/3 AP (4) P2O5 (4) = P2O5 – AP (4)

5. Jika F ≥ 2/3 AP (4) F < 2/3 AP (4)

F (5) = F – 2/3 AP (4) F (5) = 0

6. Jika CaO (4) ≥ 0,5 F (5) CaO (4) < 0,5 F (5)

FR (6) = 0,5 F (5) FR (6) = CaO (4)

CaO (6) = CaO (4) – FR (6) F (6) = F (5) – 2 FR (6)

7. Na2O ≥ 0,5 Cl Na2O < 0,5 Cl

HL (7) = Cl HL (7) = 2 Na2O

Na2O (7) = Na2O – 0,5 HL (7) Cl (7) = Cl – HL (7)

8. Jika FeO (1) ≥ 0,5 S.( SO3 ) FeO (1) < 0,5 S.( SO3 )

PR (8) = 0,5 S PR (8) = FeO (1)

10
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

FeO (8) = FeO (1) – PR (8) S (8) = S – 2 PR (8)

9. Jika CaO (6) ≥ CO2 CaO (6) < CO2

CC = CO2 CC = CaO (6)

CaO (9) = CaO (6) – CC CO (9) = CO2 – CC

10. Jika FeO (8) ≥ Cr2O3 FeO (8) < Cr2O3

CM = Cr2O3 CM = FeO (8)

FeO (10) = FeO(8) – CM Cr2O3 (10) = Cr2O3 – CM

11. Jika FeO (10) ≥ TiO2 FeO (10) < TiO2

IL = TiO2 IL = FeO (10)

FeO (11) = FeO (10) – IL TiO2 (11) = TiO2 – IL

12. CT = SnO2

13. Jika Al2O3 ≥ K2O Al2O3 < K2O

OR (13) = K2O OR (13) = Al2O3


Al2O3 (13) = Al2O3 – OR (13) K2O (13) = K2O – OR (13)

Y (13) = Y (3) + 6 OR (13) KS = K2O (13)

Y (13) = Y (3) + 6 OR (13) + KS

11
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

14. Jika Al2O3 (13) ≥ Na2O (7) Al2O3 (13) < Na2O (7)

AB (14) = Na2O (7) AB (14) = Al2O3 (13)

Al2O3 (14) = Al2O3 (13) – AB (14) Na2O (14) = Na2O (7) – AB (14)

Y (14) = Y (13) + 6 AB (14) Y (14) = Y (13) + 6 AB (14)

15. Jika Na2O (14) ≥ Fe2O3 Na2O (14) < Fe2O3

AC (15) = Fe2O3 AC (15) = Na2O (14)

Na2O (15) = Na2O (14) – AC (15) Fe2O3 (15) = Fe2O3 – AC (15)

NS (15) = Na2O (15) Y (15) = Y (14) + AC (15)

Y (15) = Y (14) + ((4 AC (15) ) + NS (15) )

16. Jika Al2O3 (14) ≥ CaO (9) Al2O3 (14) < CaO (9)

AN (16) = CaO (9) AN (16) = Al2O3 (14)

Al2O3 (16) = Al2O3 (14) – AN (16) CaO (16) = CaO (9) – AN (16)

Y (16) = Y (15) + 2 AN (16) Y (16) = Y (15) + 2 AN (16)

C (16) = Al2O3 (14)

17. Jika CaO (16) ≥ TiO2 (11) CaO (16) < TiO2 (11)

12
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

TN (17) = TiO2 (11) TN (17) = CaO (16)

CaO (17) = CaO (16) – TN (17) TiO2 (17) = TiO2 (11) – TN (17)

Y (17) = Y (16) + TN (17) RU = TiO2 (17)

Y (17) = Y (16) + TN (17)

18. Jika Fe2O3 (15) ≥ FeO (11) Fe2O3 (15) < FeO (11)

MT = FeO (11) MT = Fe2O3 (15)

Fe2O3 (18) = Fe2O3 (15) – MT FeO (18) = FeO (11) – MT

HM = Fe2O3 (18)

19. MgFe (19) = MgO + FeO (18)

PrMg (19) = MgO : ( MgO + FeO (18) )

PrFe (19) = FeO (18) : (MgO + FeO (18) )

Jika batuannya Ultra Basa, % SiO2 < 45 gunakanlah langkah ke 20.

Tetapi jika % SiO2 > 45 gunakanlah langkah 21.

20. Jika MgFe (19) ≤ C (16) MgFe (19) > C (16)

MgSP (20) = PrMg (19) . MgFe (19) MgSP (20) = PrMg (19) . C (16)

FeSP (20) = PrFe (19) . MgFe (19) FeSP (20) = PrFe (19) .C (16)

13
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

C (20) = C (16) – (MgSP (20) + FeSP (20) ) MgFe(20)=MgFe (20)–(MgSP (20) +FeSP (20) )

21. Jika CaO(17) ≥ MgFe(20) CaO(17) < MgFe(20)

MgDI(21) = PrMg(19). MgFe(20) → EN(21) MgDI(21) = PrMg(19). CaO(17)

FeDI(21) = PrFe(19). MgFe(20) → FS(21) FeDI(21) = PrFe(19). CaO(17)

CaO(21) = CaO(17) – (MgDI(21) + FeDI(21)) MgFe(21) = MgFe(20) -

( MgDI(21) + FeDI(21))

WO(21) = CaO(21)

Y(21) = Y(17) + 2.(MgDI(21) + FeDI(21) + WO(21)) EN(21) = PrMg(19). MgFe(21)

FS(21) = PrFe(19). MgFe(21)

Y(21) = Y(17)+2.(MgDI(21)

+FeDI(21) + EN(21) + FS(21))

22. Jika SiO2 ≥ Y(21) SiO2 < Y(21)

Q = SiO2 – Y(21) Q=0

Lewati langkah 21 – 29 gunakan D(22) = Y(21) – SiO2


Langkah ke 30

Lanjutkan kelangkah berikutnya Sampai D =


0

23. Jika D(22) ≤ 0,5 (EN(21) + FS(21)) D(22) > 0,5 (EN(21) + FS(21))

FO(23) = PrMg(19). D(22) FO(23) = 0,5.EN(21)

14
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

FA(23) = PrFe(19). D(22) FA(23) = 0,5. FS(21)

EN(23) = EN(21) – PrMg(21).2D(22) D(23) = D(22) – 0,5.(EN(21) + FS(21))

D(23) =0, lewati langkah 24 – 29


Gunakan langkah 30 Lanjutkan kelangkah 24

24. Jika D(23) ≤ TN(17) D(23) > TN(17)

PF = D(23) PF = TN(17)

TN(24) = TN(17) – D(23) D(24) = D(23) – TN(17)

D(24) = 0, lewati langkah 25 – 29 Lanjutkan ke langkah 25


Gunakan langkah 30

25. Jika D(24) < 4.AB(14) D(24) > 4.AB(14)

NE = D(24)/4 NE = AB(14)

AB(25) = AB(14) - D(24)/4 D(25) = D(24) – 2.OR(13)

D(25) = 0, Lewati langkah 26 – 29 Lanjutkan ke langkah 26


Gunakan langkah 30

26. Jika D(25) < 2.OR(13) D(25) > 2.OR(13)


LC(26) = 0,5. D(25) LC(26) = 2. OR(13)
OR(26) = OR(13) – 0,5.D(25) D(26) = D(25) – 2. OR(13)

D(26) = 0, lewati langkah 27-29 lanjutkan ke langkah 27


Gunakan langkah 30

27. Jika D(26) ≤ 0,5. WO(21) D(26) ≥ 0,5. WO(21)

CS(27) = D(26) CS(27) = 0,5. WO(21)

15
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

WO(27) = WO(21) – 2.D(26) D(27) = D(26) – 0,5. WO(21)

D(27) = 0, lewati langkah 28 – 29 lanjutkan kelangkah 28


Gunakan langkah 30

28. Jika D(27) ≤ (MgDI(21) + FeDI(21)) D(27) > (MgDI(21) + FeDI(21))

CS(28) = CS(27) + 0,5. D(27) CS(28) = CS(27) + 0,5(MgDI(21) + FeDI(21))

FO(28) = FO(23) + 0,5 D(27).PrMG(19) FO(28) = FO(23) + 0,5. MgDI(21)

FA(28) = FA(23) + 0,5 D(27).PrFe(19) FA(28) = FA(23) + 0,5. FeDI(21)

MgDI(28) = MgDI(21) – D(27). PrMg(19) D(28) = D(27) - (MgDI(21) + FeDI(21))

FeDI(28) = FeDI(21) – D(27). PrFe(19) Lanjutkan ke langkah 29

D(28) = 0, lewati langkag 29


Gunakan langkah 30

29. Jika D(28) ≤ 2 LC(26) D(28) > 2 LC(26)


KP = 0,5 D(28) KP = LC(26)
LC(29) = LC(26) – 0,5. D(28) D(29) = D(28) – 2. LC(26)

Mencari harga Indeks Kristalisasi (Thornton & Tuttle, 1985) serta Indeks Deferensiasi
(Poldervaart & Parker, 1964). Sebelumnya harga normal dari unsur – unsur yang telah diketahui
dari perhitungan diatas diubah dalam prosentase.
Nama Normal BM Normal . BM (X) (X / ΣX) . 100%

16
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

AP
PR
IL
OR
AB
AN
TN
NT
NE
LC
KS
FO
FA
SP
dst

CI = AN + MgDI + FO + 0.700837 . EN + MgSP


DI = Salic – AN
Kelompok Salic :
Q = SiO2 (quartz)
C = Al2O3 (corrundum)
Z = ZrO2 SiO2 (zircon)
OR = K2OAlO5 3SiO2 (orthoclase)
AB = Na2OAlO3 3SiO2 (albite)
AN = Ca2OAl2O5 2SiO2 (anorthite) Kelompok Femic :
NE = Na2OAlO3 SiO2 (nepheline) AC = NaO6FeO3 2SiO2 (acmite)
KP = K2OAl2O3 SiO2 (calsilutite) NS = 2NaO5 SiO2 (sodium metasilicate)
HL = NaCl (halite) KS = 2KO5 SiO2 (potassium metasilicate)
LC = K2OAl2O3 2SiO2 (leucite) WO = CaO, SiO2 (wollastonite)
EN = MgO SiO2 (enstatite)
FS = FeO SiO2 (ferrosilite)
FO = 2MgO SiO2 (Forsterite)
FA = 2FeO SiO2 (fayalite)
PR = FeO 2S (pyrite)
FR = CaO 2S (fluorite)
MgSP = MgO 2 AlO5 (spinel)

17
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

FeSP = FeO 2 AlO5 (hercynite) IL = FeO TiO2 (ilminite)


CT = SnO2 (cassiterite) TN = CaO5 TiO2 SiO2 (spene)
CS = 2CaO SiO2 (larnite) RU = TiO2 (rutile)
MT = FeO2 FeO5 (magnetite) AP = 5CaO 5PO5 (apatite)
CM = FeO2 CrO5 (chromite) MgO2 MgDI = CaO SiO2 (diopside)
HM = FeO5 (hematite) FeDI FeO2 = CaO SiO2 (hedenbergite)

Berat molekul ( BM ) masing masing unsur :

Q = 60.08 EN = 100.39 CT = 150.69


LC = 436.48 CM = 223.64 PF = 135.08
C = 101.96 AP = 336.21 CS = 172.24
NE = 284.10 KS = 154.28 CC = 100.09
Z = 183.30 FS = 131.93 TN = 196.06
MT = 231.54 RU = 79.90 AC = 461.99
WO = 116.16 NS = 122.06 FA = 203.78
KP = 316.32 IL = 151.75 MgDI = 216.55
OR = 556.64 FR = 76.06 FeDI = 246.00
NL = 58.44 FO = 140.70 MgSP= 142.27
AB = 524.42 HM = 159.69 FeSP = 173.61
AN = 278.20 PR = 119.98

2.2.2 Menentukan Indeks Diferensiasi Magma


Indeks diferensiasi magma dapat ditentukan dengan formula % DI = % normative ( AB +
NE +LC + OR + KP ). Selanjutnya hasil yang didapatkan dimasukkan kedalam tabel 2.1

Tabel 2.1. Indeks diferensiasi


Harga % DI Tingkat Deferensiasi
< 30% Belum terdiferensiasi

18
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

30% Mulai terdiferensiasi


30 % - 50 % Terdiferensiasi ringan
50 % - 70 % Terdiferensiasi sedang
> 70 % Sangat terdiferensiasi

2.3 Metode Peacok ( 1931 )


Metode Peacock dapat digunakan untuk menentukan jenis magma dan tipe suite
berdasarkan nilai Alkali Lime Index (T).
Penentuan dilakukan dengan mempergunakan diagram salib sumbu, dimana sumbu X
(absis) adalah harga-harga SiO2, sumbu Y1 (Ordinat) sebelah kiri untuk harga -harga ( K2O +
Na2O ) dan sumbu Y2 sebelah kanan untuk harga-harga (K2O + Na2O) dan sumbu Y2 sebelah
kanan untuk harga-harga CaO. Harga-harga SiO2, CaO dan (K2O + Na2O) dari masing-masing
contoh batuan diplot kedalam diagram salib sumbu . Dari hubungan (a) harga SiO 2 terhadap
( K2O + Na2O) dan (b) harga SiO2 terhadap CaO didapatkan titik-titik tertentu. Dengan
interpolasi ditarik garis ( K2O + Na2O) dan garis CaO.
Dari titik potong kedua garis itu, setelah diproyeksikan ke sumbu X akan terbaca harga
Alkali Lime Index (T) yaitu niai yang ditunjukan oleh nilai SiO2 dalam sumbu X. Selanjutnya
untuk menentukan tipe suite dipergunakan tabel 2.2.

Tabel 2.2. Jenis Magma dan Tipe Suite

Jenis Magma Nilai (γ) Tipe Suite

Alkalic < 51 Atlantic Suite


Alkalic calcic 51 - 56

Calc alkali 56 - 61
Pasific Suite
Calcic > 61

2.3.1 Pengertian
Suite Batuan Beku

19
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Kumpulan batuan beku yang dihasilkan aktivitas magma periode tertentu, tempat tertentu,
yang menunjukan persamaan susunan kimiawi dan mineralogi tertentu.
Suite Atlantik
Kumpulan batuan bek.u yang berada di luar sistim pequnungan (jalur orogen). yang
dlcirikan kandungan Na yang tinggi.
* Asosiasi : Trasit, Fonolit
* Genetik : magma primer menembus ke arah permukaan bumi melalui rekahan absial
serta berdiferensiasi (+ daerah geosinklin, zona rekahan di benua dan
Samudera).
Suite Pasifik
Kumpulan batuan beku dengan kandungan ca, terbentuk pada jalur orogen

* Genetik; melalui proses anateksis dari batuan sialik atau hibridisasi dari magma anatektik,
terjadi di suatu tempat yang dalam pada jalur orogen.
Di luar jalur orogen, suite tsb. hanya terjadi melalui ( proses anateksis kontak batuan slalik pada
atap magma basaltik atau pada cekungan kontinen yang tenggelam

2.4 Metode Niggli


Metode Niggli dapat digunakan untuk menentukan jenis dan evolusi magma. Beberapa
langkah yang harus dilakukan adalah (1) menentukan nomor molekul (NM) , (2) menentukan
harga koefisien magma, (3) menentukan harga koefisien nilai kwarsa (qz) , (4) pembuatan
diagram binair dan ternair, (5) pembuatan diagram segitiga Os-Fs-Ls.

2.4.1 Penentuan Nomor Molekul (NM)


Dalam menentukan nomor molekul (NM) dipergunakan rumus Niggli, yaitu :

NM = % Berat Oksida
BM Oksida

Didalam praktikum, persen berat oksida sudah diketahui, sedangkan BM oksida dicari
terlebih dahulu, yaitu dengan menjumlahkan berat atom (BA) unsur - unsur yang menyusun

20
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

oksida – oksida tersebut. Berat atom unsur - unsur bisa dilihat dalam tabel Sistem Periodik Unsur
- unsur Mendeleyev. Khusus untuk menentukan NM Fe2O3 terlebih dahulu dicari NM FeO.

Rumus-rumus untuk menentukan nomor molekul tiap-tiap oksida sebagai berikut :

Berat SiO2
1. NM SiO2 = ------------------
BM SiO2

Berat Al2O3
2. NM Al2O3 = -------------------
BM Al2O3

Berat FeO
3. NM FeO = ------------------
BM FeO

Berat Fe2O3
4. NM Fe2O3 = ------------------ x 2 + NM FeO
BM Fe2O3

Berat MgO
5. NM MgO = -------------------
BM MgO

Berat MnO
6. NM MnO = - ----------------
BM MnO

Berat CaO
7. NM CaO = -----------------

21
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

BM CaO

Berat K2O
8. NM K2O = ------------------
BM K2O

Berat Na2O
9. NM Na2O = -------------------
BM Na2O

Berat H2O
10. NM H2O = -------------------
BM H2O

Berat TiO2
11. NM TiO2 = --------------------
BM TiO2

Berat P2O5
12. NM P2O5 = --------------------
BM P2O5

Berat SO3
13. NM SO3 = --------------------
BM SO3

2.4.2 Penentuan Harga Koefesien Magma


Harga koefesien magma dari Si, Al, Fm, Alk, Mg, C, Ti dan P dapat ditentukan dengan
mempergunakan rumus-rumus berikut :
NM SiO2 x 100

22
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Si = -----------------------
∑ NM Oksida

NM (Al2O3 + Cr2O3 + TiO2 + P2O5)


Al = ------------------------------------------------
∑ NM Oksida

NM (FeO + ½ Fe2O3 + MgO + MnO)


Fm = ------------------------------------------------
∑ NM Oksida

NM (Na2O + K2O)
Alk = ------------------------
∑ NM Oksida

NM K2O
K = ---------------
Alk

NM MgO
Mg = --------------
Fm

NM (CaO + SrO + BaO)


C = --------------------------------
∑NM Oksida

NM TiO2 x 100
Ti = ---------------------
∑NM Oksida

23
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

NM P2O5 x 100
P= ---------------------
∑NM Oksida

2.4.3 Penentuan Harga Koefesien Nilai Kwarsa (Qz)


Harga koefesien nilai kuarsa dapat ditentukan dengan memperhatikan beberapa syarat,
Jika Alk < Al digunakan rumus qz = Si – (100 + 4Alk), sedangkan jika Alk >Al digunakan
rumus qz = si – (100 +3Al + Alk).
Jika didapatkan hasil qz > 0, maka ada kuarsa bebas, berupa magma jenuh, akan
membentuk seri calc alkali. Sebaliknya bila qz < 0, maka tidak mengandung kuarsa bebas,
sebagai magma tidak jenuh, cenderung membentuk seri alkali.

2.4.4 Pembuatan Diagram Binair Dan Ternair


Diagram binair merupakan sebuah salib sumbu yang terdiri dari sumbu y dan sumbu x.
Selanjutnya pada sumbu-sumbu tersebut diplotkan harga-harga X dan Y, yang didapatkan
dengan rumus-rumus :
Y = C +Al , dan X = C + Alk
Sedangkan diagram ternair mempergunakan 3 sumbu, yang terdiri dari sumbu x, sumbu y
dan sumbu z . Pada sumbu-sumbu tersebut diplotkan harga-harga X, Y dan Z, yang
didapatkan dengan rumus-rumus :
Y = C +Al, X = C + Alk, dan Z = C + Fm
Skala dari diagram-diagram tersebut dibuat dengan skala yang sama besar, baik sumbu
tegak maupun sumbu mendatar.

2.4.5 Pembuatan Diagram Segitiga Qs-Fs-Ls


Diagram ini dipergunakan dengan syarat, Al > Alk dan C >Al-Alk. Bila persyaratan
tersebut tidak terpenuhi maka diagram ini tidak perlu dipergunakan. Diagram segitiga Qs-Fs-

24
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Ls merupakan diagram segitiga sama sisi. Harga Qs , Fs, dan Ls ditentukan dengan
mempergunakan rumus :
Qs = 3 Si – (100 + 3 Alk)
3 Si
Fs = 100 – 6 Al
3 Si
Ls = 8 Alk + 6 Al
3 Si

Gambar 2.1 Diagram Segitiga Qs – Fs – Ls

Nilai – nilai Qs, Fs dan Ls tersebut dirajahkan kedalam diagram segitiga dalam persen .
Oleh karenanya sebelum dilakukan pengeplotan, perlu penyesuaian presentasi masing-masing
nilai yang ada.
Dapat ditafsirkan, bila hasil perajahan menunjukan Qs kearah Fs maka berarti sifat
magma dari calk alkali ke thoelite. Semakin ke Qs sering terjadi fraksinasi sehingga diferensiasi
magma makin besar.

25
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Qs adalah kuarsa, yang pada diagram ini bukan merupakan kuarsa primer tetapi hanya
sebagai kuarsa bebas, yang merupakan hasil dari fragsinasi sehingga diferensiasi magma makin
besar. Fs merupakan Si yang dikombinasikan dengan unsur - unsur mafik mineral dan
membentuk rangkaian inosilikat (piroksen dan amphibole), yang berasal langsung dari magma,
bukan hasil dari fragsinasi. Ls merupakan bagian Si yang dikombinasikan dengan jumlah normal
unsur - unsur leukokrat (feldspatoid dan Leusit).

2.5 Metode Rittman (1952, 1953)


Metode Rittman (1952,1953) digunakan untuk menentukan jenis magma dan sifat
magma. Penentuan tersebut dilakukan memperhatikan nilai suite index S dan P serta hubungan
perkembangan K dan Fm masing-masing contoh batuan dengan jenis magmanya. Metoda ini
digunakan untuk magma jenis calc alkali (tipe Pasifik).

2.5.1 Penentuan Jenis Magma


Penetuan jenis magma dalam metoda ini didasarkan pada nilai suite index S dan P, dengan
mempergunakan tabel yang disusun Rittman. Penentuan nilai S dan P digunakan rumus-
rumus :

(Na2O + K2O)2
S = ------------------
SiO2 – 43

P = SiO2 (An + 0,7)

Alk = K2O + 1,5 Na2O

Al = 0,9 Al2O3

26
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Al - Alk
An = ------------
Al + Alk

Nilai – nilai S dan P dari masing – masing contoh batuan dimasukkan ke dalam tabel, sehingga
jenis magma dapat ditentukan.

Tabel 2.3 Jenis dan Tipe Magma


S P Jenis Magma
<1,0 >70 Calc Alkali ekstrim
1,0 – 1,8 65 – 70 Calc Alkali kuat
1,8 – 3,0 60 – 65 Calc Alkali medium
3,0 – 4,0 55 – 60 Calc Alcali lemah

2.5.2 Penentuan Sifat Magma


Sifat magma ditentukan dengan memperhatikan perkembangan nilai-nilai K dan Fm dari
masing-masing contoh batuan. Besar nilai K dan Fm ditentukan oleh rumus-rumus berikut :

K2O
K = ---------
Alk

Fm = Fe2O3 + 1,1 FeO + 2 MgO + (NaO sebagai FeO)

Nilai K dan Fm mempunyai keterikatan erat dengan sifat magma. Bila nilai K cenderung
naik, magma bersifat alkali. Sebaliknya bila nilai K cenderung menurun, maka magma akan

27
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

cenderung bersifat calk alkali. Demikian pula jika nilai Fm cenderung naik maka magma bersifat
calk alkali. Sebaliknya bila nilai Fm cenderung turun maka magma bersifat alkali.
Naik turunnya nilai K dan Fm dari contoh batuan harus selaras, dalam arti bila nilai K
cenderung turun maka nilai Fm harus naik . Bila didalam analisa kasus penurunan atau naiknya
nilai K dan Fm tidak selaras, maka didalam penyelesaiannya dilakukan prosentase besarnya
penurunan atau naiknya nilai K dan Fm.

K contoh (Tertinggi) =
K contoh (Terendah) =
--------------------------------------------------------------------------------------
Selisih =

Selisih
% K = ------------------------------- x 100% =
K contoh (Tertinggi)

Disini terlihat bahwa presentasi penurunan nilai K relatif lebih besar dibandingkan
penurunan nilai Fm, sehingga :
1. Karena Presentasi penurunan nilai K besar, maka persen berat unsur K semakin kecil
sehingga magma bersifat calk alkali.
2. Karena presentasi penurunan nilai Fm relatif lebih kecil, maka persen berat Fm akan tetap
besar sehingga magma bersifat calc alkali.

2.6 Metode Kuno (1960,1966)


Metode ini dapat digunakan untuk menentukan sifat magma/jenis magma dengan
didasarkan pada interpretasi kenaikan atau penurunan nilai Solidification Index ( Kuno I, 1960 ),
serta untuk menentukan seri batuan dan sekaligus perkembangan magmanya (Kuno II, 1966)

28
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

2.6.1 Metode Kuno I


Menurut metode ini, bilamana nilai solidification Index (SI) contoh-contoh batuan
mengecil maka magma akan bersifat alkali, sebaliknya dengan niai SI semakin besar maka
magma akan bersifat calc alkali. Dalam menentukan Soidification Index yang digunakan adalah
persen persen berat unsur, dengan menggunakan rumus berikut :
MgO x 100
SI = -------------------------------------------------------
MgO + FeO + Fe2O3 + Na2O + K2O
2.6.2 Metode Kuno II
Dalam metode ini dipergunakan diagram hubungan antara SiO2 dengan ( K2O + Na2O),
dan klasifikasi seri batuan yang dikemukakan oleh Kuno. Dari hasil perajahan harga-harga SiO 2
dan (K2O + Na2O) pada diagram tersebut akan terunjukkan seri batuannya. Kemudian dengan
melihat perkembangan seri batuan dari masing-masing contoh akan bisa pula ditentukan pula
perkembangan magmanya. Misal seri batuan yang berkembang dari high alumina series menjadi
thoelitic series akan menunjukan perkembangan magmanya dari yang jenuh ke kurang jenuh.

29
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Gambar 2.2 Klasifikasi seri batuan dan variasi persen berat SiO 2 dengan K2O + Na2O (menurut Kuno,
1966)

2.7 Metode Withford (1975 )


Metode ini dapat digunakan untuk menentukan jenis batuan vulkanik, perkembangan serta
kedalaman jalur Benioff menurut teori tektonik lempeng. Metode ini mempergunakan diagram-
diagram (a) klasifikasi seri batuan yang dikemukakan berdasarkan variasi hubungan antara SiO 2
dengan K2O ( Peccerillo & Taylor, 1976). (b) gambar yang menunjukan hubungan antara
kedalaman zona Benioff dengan volcanic suite ( Withford & Nichls, 1975). Setelah Harga-harga
SiO2 dan K2O masing-masing contoh batuan dirajahkan kedalam diagram akan tertunjukan
jenis-jenis batuan volkaniknya, serta akan terlihat pula perkembangan batuan volkanik tersebut.

Gambar 2.3 Klasifikasi kerabat dan jenis batuan gunungapi serta variasi persen berat SiO 2 dengan K2O
(menurut Peccerillo & Taylor, 1976)

Berdasarkan kimiawi dan mineralogi, Kennedy (1933) mengklasifikasikan beberapa tipe


magma, yaitu:

30
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

1. Tipe magma toleit, dicirikan oleh ketidakhadiran olivin, dengan mineral utama adalah
pigeonit, augit dan ortopiroksin.
2. Tipe magma basal olivin. mengandung piroksin (augit), alkali felspar, nefelin, zeolit dan
olivin.
Meskipun kedua tipe magma ini paling banyak dijumpai, dikenal pula tipe peralihan yaitu
tipe magma shoshonit (Joplin, 1968; dalam Charmichael. 1974).
3. Tipe Shoshonite, merupakan peralihan dari kedua tipe di atas , dengan K2O / Na2O
tinggi, mineral yang khas adalah jenis felspatoid

2.7.1 Kedalaman Jalur Benioff


Kedalaman jalur Benioff dapat ditentukan dengan menggunakan rumus : d = [ 397 –
(5,26 x %SiO2) ] + ( 35,04 x %K 2O). Dari gambar tersebut, setelah harga kedalaman jalur
Benioff dirajahkan kedalam gambar, maka akan didapatkan kerabat batuan volkaniknya yang
sesuai dengan jalur penunjamannya.
Nilai SiO2 dan K2O yang dimasukkan ke dalam rumus diatas adalah nilai persen berat
yang berasal dari contoh batuan yang paling basa. Oleh karenanya perlu pendekatan secara
petrografi, yaitu mengenai mineral-mineral penyusun contoh-contoh batuan tersebut.

31
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Gambar 2.4 Hubungan antara kedalaman jalur Beniof dengan kerabat batuan gunungapi (menurut
Withford & Nicholls, 1976)

2.8 Metode – Metode Lain


Selain metoda-metoda maupun klasifikasi di atas, beberapa ahli lain telah
mengklasifikasikan gunungapi berdasakan unsur kimia yang dikandungnya, serta dapat
memberikan gambaran perkembangan magmanya.

2.8.1 Klasifikasi Irvine & Barragar (1971)


Klasifkasi Irvine & Barragar ( 1971 ) menggunakan diagram segitiga yang lebih dikenal
dengan diagram AFM. Klasifikasi ini menunjukan garis pemisah antara batuan thoeliitic dan calk
alkali sekaligus dapat untuk menafsirkan perkembangan magma.

32
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Gambar 2.5 Diagram AFM serta kurva pemisah kerabat batuan tholeit dan calc alkali (menurut Irvine &
Barragar, 1971 dalam RAF Cas & Wright 1987)

A, F dan M adalah nilai untuk persen berat unsur-unsur yang diwakilinya, yaitu : A = Na 2O +
K2O, M = MgO, dan F = FeO* = FeO + 0,8998 Fe2O3.
Total persen berat AFM ( atau jumah % berat) = A + F + M. Sebelum dimasukkan dalam
diagram terebih dahulu masing-masing harga presentasi dari A, F dan M. Yaitu dengan membagi
masing-masing persen berat A, F dan M dengan jumlah % berat dikalikan 100 persen. Setelah itu
didapat harga % A, %F dan %M, maka harga –harga tersebut dimasukkan dalam diagram AFM.

(Na2O + K2O)
A = ---------------------- x 100 %
 % berat

FeO
F = ---------------------- x 100 %
 % berat

MgO
M = --------------------- x 100 %
 % berat

2.8.2 Klasifikasi Le Bas (1986)


Klasifikasi Le Bas (1986) adalah penamaan batuan berdasarkan hubungan antara
kandungan unsur total alkali (Na2O + K2O) dengan silika, yang dinyatakan dalam persen
berat.

33
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Gambar 2.6 Klasifikasi batuan berdasarkan hubungan kandungan alkali total dan silika
(menurut Le Bas 1986 dalam RAF Cas &Wright 1987)

2.8.3 Diagram Harker


Diagram Harker adalah diagram-diagram yang menunjukan variasi hubungan antara
unsur utama dengan indeks differensiasi maupun kandungan kuarsa. Juga diagram-diagram
perbandingan Fe*, TiO2, SiO2 dan Na2O, serta K2O terhadap FeO*/MgO. Oleh karenanya,
dalam penerapannya diagram ini memiliki banyak ragam. Antara masing-masing unsur
utama maupun dengan kandungan silika dan indeks diferensiasi (ID) memiliki
kecenderungan tertentu, maka dari padanya dapat ditafsirkan evolusi magma yang terjadi.

34
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Gambar 2.7 Diagram Harker dari beberapa variasi oksida sebagai fungsi dari
Indeks Diferensiasi

2.9 Hal Lain Perlu Diketahui


Selain metoda-metoda yang ada di atas ada juga beberapa metoda yang perlu diketahui
sebagai bahan pembanding metoda petrokimia atau juga sebagai bahan pembanding petrografi
batuan.

1. Tabel untuk mengetahui kimia magma berdasarkan senyawa SiO2

Berdasarkan kandungan SiO2 atau derajad keasaman (acidity)

JENIS MAGMA KANDUNGAN SiO2 ( % berat )


Magma asam 66
Magma menengah 52 – 66
Magma basa 45 – 52
Magma sangat basa 45

2. Jenis Magma Didasarkan Atas Persen Berat Senyawa (Oksida) Non Volatil :

Didasarkan atas kisaran kandungan Si02 (acidity) :

35
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Magma asam Si02 : lebih besar dari 66 %


Magma intermediate : 52 – 66 %
Magma basa : 45 - 52 %
Magma ultra basa : lebih kecil dori 45 %

Persen berat ratio alkali (alkali ratio weight %)


Na20 + K20 > Al2O3 : magma alkali

3. Komposisi rata-rata magma & lava untuk mengetahui jenis litologi

Constituent Acid magma Basic magma


SiO2 65 – 75 45 – 58
Al2O3 12 – 16 13 – 17
Fe2O3 4–8 9 – 14
FeO 4–8 9 – 14
MgO 4–6 5–8
CaO 4–6 5–8
Na2O 6–9 3–5
K2O 6–9 3–5
P2O5 0,02 – 0,54 0,15 – 0,53
MnO Kecil – 0,19 0,12 – 0,19
TiO 0,15 – 1,2 1,3 – 3,1

36
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

BAB III
MORFOLOGI GUNUNGAPI

3.1 Pengelompokkan Morfologi Gunungapi


Morfologi Gunugapi dapat dikelompokkan menjadi :
1. Morfologi tubuh gunungapi
2. Morfologi diluar / disekitar gunungapi.
3.1.1 Morfologi tubuh gunungapi
Morfologi tubuh gunungapi dapat dibagi antara lain berupa bentuk - bentuk :
1. Kerucut, merupakan bentukan yang umum dijumpai pada gunungapi piroklastik dan
berlapis. Bentukan kerucut yang dibangun oleh bahan lepas gunungapi dapat berupa
kerucut batuapung yang tersusun oleh batuapung, kerucut scoria yang tersusun oleh
scorea dan kerucut sinder yang merupakan kumpulan sinder dan bahan skorean.

Gambar 3.1 Kerucut Gunungapi

2. Kubah, biasanya dijumpai pada tipe gunungapi lava (shield volcano). Kubah lava
merupakan bentukan dari lelehan lava kental yang keluar melalui celah dan dibatasi
oleh sisi curam disekelilingnya.

37
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Gambar 3.2 Kubah Gunung Merapi

3. Maar merupakan kawah yang berbentuk cekungan terisi air dan tidak mustahil
menjadi sebuah danau. Umumnya dijumpai pada tipe gunungapi gas atau piroklastik.

Gambar 3.3 Maar Gunung Lamongan

4. Kawah, merupakan bentuk negatif yang terjadi karena kegiatan gunungapi.


Berdasarkan genetiknya dibedakan kawah letusan dan kawah runtuhan. Sedangkan
berdasarkan letaknya terhadap pusat kegiatan dikelompokkan kawah kepundan dan
kawah samping (kawah parasiter).

38
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Gambar 3.4 Kawah Gunungapi

5. Kaldera, merupakan depresi topografi yang besar, berbentuk bundar atau oval.
Ukuran kaldera memang lebih besar dari kawah, meskipun tidak ada batasan ukuran
yang membedakannya hingga mempunyai ukuran berupa kawah dapat disebut
kaldera. H. William (1974), mengklasifikasikan kaldera menjadi beberapa jenis
berdasarkan proses yang membentuknya, yaitu :
a. Kaldera letusan, yang disebabkan oleh letusan gunungapi yang sangat kuat
yang menghancurkan bagian puncak kerucut dan menyemburkan massa
batuan dalam jumlah besar. Contoh yang baik antara lain Kaldera Bandaisan
di Jepang, Kaldera Tarawera di New Zealand.

Gambar 3.5 Kaldera Gunung Tarawera di New Zealand

39
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

b. Kaldera runtuhan, yang terbentuk karena adanya letusan yang berjalan cepat
yang memuntahkan batuapung dalam jumlah banyak, sehingga menyebabkan
kekosongan pada dapur magma. Penurunan permukaan magma didalam
waduk pun akan menyebabkan akan terjadinya runtuhan pada bagian puncak
gunungapi. Contoh yang baik antara lain Kaldera Toba (Tapanuli – Sumatra
Utara), Kaldera Tengger (Probolinggo – Jawa Timur).

Gambar 3.6 Kaldera Tengger

c. Kaldera erosi, disebabkan oleh erosi pada bagian puncak kerucut, dimana
erosi akan memperluas daerah lekukan sehingga kaldera tersebut akan
semakin luas.
d. Kaldera resurgent, yang terbentuk karena adanya bongkah lekukan di bagian
tengah kaldera yang terangkat oleh magma yang bergerak naik ke atas, dan
kemudian membentuk suatu kubah.

Hipotesa pembentukan Kaldera menurut Escher (1929)


Gunungapi yang membentuk kaldera membutuhkan sejumlah gas yang mempunyai
tekanan tinggi, yang secara matematis jumlah tersebut akan terpenuhi apabila dapur magma
mempunyai kedalaman yang cukup besar yaitu antara 15 - 50 km. Selain itu, untuk membentuk
kaldera diperlukan letusan yang bersifat paroksimal, sehingga akan terbentuk teras besar
berbentuk silinder. Tingkat atau derajat kekuatan letusan ini merupakan fungsi dari kedalaman
dan isi dapur magma. Dan untuk peruntuhan yang besar dibutuhkan bidang lengser silinder

40
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

letusan yang mempunyai lebar antara 1 - 2 km. Letusan paroksimal yang berulang dan
berlangsung singkat dibedakan dengan letusan paroksimal berikutnya dalam ukuran abad dimana
pada kurun abad tersebut tekanan gas akan semakin meningkat dan menyamai tekanan beban
dari tubuh gunungapi di atas dapur magma. Dan selama periode tenang, akan terjadi
pembentukan generasi baru gunungapi disepanjang daerah kulit bumi. Generasi baru gunungapi
akan cenderung memperlihatkan kegiatan yang bersifat berulang dan membangun.

Beberapa peristilahan yang sering dijumpai dalam struktur kawah atau kaldera gunungapi
antara lain adalah :
 Gunungapi gabungan (composite volcano), yaitu suatu gunungapi yang terdiri
dari beberapa gunungapi lama. Istilah ini kurang lebih sama artinya dengan
multiple volcano.
 Kerucut tengah (central cone), yaitu suatu kerucut kecil yang terdapat di tengah
kaldera atau kawah yang mengalami perluasan karena erosi.
 Kubah tengah (central dome), merupakan kerucut tengah yang dibentuk oleh
lava.
 Dinding pinggiran kawah atau kaldera (soma, crater, rim, caldera rim), yaitu
suatu punggungan terbuka yang berbentuk melingkar, dan mempunyai bagian
yang terjal pada sisi dalamnya.
 Gunungapi ganda (double volcano), yaitu suatu gunungapi yang mempunyai
kerucut tengah atau beberapa kerucut pada dasar kawah atau kaldera. Contoh
Doya-ko, Hokkaido, kaldera Aira, Kagoshima di Jepang, Sekincu di Sumatera
Selatan, Krakatau di Selat Sunda, Batur di Bali dan Rinjani di Lombok.
 Gunungapi bertiga (triple volcano), yaitu suatu gunungapi ganda yang
mempunyai kerucut tengah atau beberapa kerucut pada bekas kerucut tengah.
Sebagai contoh adalah Hakone volcano, Ashima, Asama, Danau Towada dan
sebagainya di Jepang.
Bentuk - bentuk topografi negatif seperti telah disebutkan diatas tidaklah selamanya
berbentuk melingkar atau lonjong, tetapi kadang - kadang berbentuk segi empat atau bahkan tak
beraturan sama sekali. Lembah Sapikerep di kompleks Tengger (Jawa Timur) merupakan suatu
bentuk lekukan atau lembah yang disebabkan oleh menurunnya kerak bumi di daerah terebut.

41
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Kenampakan khas dari kawah Papandayan (Jawa Barat ) ditafsir juga ada gunungapi tersebut
bertumpu. Lekukan berbentuk aneh di Haleakala, seperti telah disebutkan di atas, di P.Maui
(Hawaii) juga lekukan pada tubuh gunungapi yang pembentukannya lebih gunungapi. Kalau saja
gunungapi tersebut berkesempatan meletus, maka akan terjadi robohan disepanjang jalur lemah
tadi. Pergerakan tektonik disepanjang rekahan pada batuan dasar gunungapi akan memicu
terjadinya letusan gunungapi. Sehingga lebih jelaslah sekarang kaitan dan hubungan timbal-balik
antara gejala tektonik dan vulkanisme.
Kalau tidak ada gangguan, suatu gunungapi yang tubuh semakin besar akan mempunyai
bentuk yang teratur, baik berupa berupa kerucut maupun bentuk yang lainnya. Faktor-faktor yang
menyebabkan tidak teraturnya bentuk gunungapi tersebut antara lain :
 Kegiatan vulkanisme, seperti misalnya pembentukan kaldera di mana kegiatan
tersebut akan mengganggu perkembangan suatu gunungapi.
 Berpindahnya pusat kegiatan gunungapi (pipa kepundan), hal mana berkaitan
erat dengan keaktifan tektonik daerah setempat.
 Tekanan arus dari aliran lava yang naik ke atas, yang lama kelamaan akan
merusak dan menghancurkan dinding kepundan.
 Adanya kerucut spatter (spatter cone), yaitu suatu kerucut yang bersisi curam
yang tersusun dari batuan bahan lepas yang terendapkan di atas celah atau
pipa kepundan dan umumnya berkomposisi basalan atau hornito yang juga
merupakan kerucut spatter di sekitar ujung aliran lava.
 Adanya gua-gua pada daerah aliran lava.

6. Barangko (barronco), merupakan alur-alur yang kasar dan tak teratur pada tubuh
gunungapi karena sesar dan erosi.

42
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Gambar 3.7 Barangko gunungapi

7. Parasol ribbing, merupakan alur-alur yang radier dan teratur pada tubuh gunungapi
karena erosi. Contoh yang baik terdapat pada tubuh G. Batok di Kaldera tengger
(Jawa Timur).

Gambar 3.8 Parasol ribbing Gunung Batok

3.1.2 Morfologi di Sekitar Gunungapi.


Morfologi disekitar gunungapi dapat dibagi antara lain berupa bentuk-bentuk :
1. Kerucut parasiter adalah bentukan kerucut pada kaki gunungapi utama, terbentuk
akibat magma yang terjadi berhubungan langsung dengan kegiatan gunungapi.

43
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

2. Hillocks merupakan bukit - bukit kecil di sekitar kaki gunungapi, dari hasil endapan
lahar dari letusan gunungapi. Contoh yang baik terdapat di kaki G. Galunggung (Jawa
barat), sehingga oleh MT Zen (1969) disebut juga sebagai tipe Galunggung.
3. Antiklinorium Gunungapi merupakan rangkaian perbukitan antiklinorium yang
dijumpai pada kaki gunungapi. Terbentuk oleh gaya kompresi lateral karena
runtuhnya kerucut gunungapi Contoh yang baik terdapat di Bukit Gendol, lereng G.
Merapi (Yogyakarta), sehingga oleh MT Zen (1969) disebut juga sebagai tipe Gendol.

3.2 Analisa Morfologi Gunungapi Dan Penggunaannya


Analisa morfologi gunungapi dilaksanakan untuk memudahkan pekerjaan pemetaan
geovulkanologi, yang dasarnya adalah penafsiran bentuk, pola penyebaran dan ukuran berbagai
aspek struktur dan obyek morfologi gunungapi. Pengenalan langsung di lapangan ditujukan
sebagai pembanding. Sehingga setelah tahapan pekerjaan tersebut dilakukan, penafsiran dapat
langsung dilakukan hanya dengan dengan mempergunakan peta topografi.
Pengenalan morfologi gunungapi sebenarnya bertujuan untuk melengkapi usaha
penelitian geologis daerah gunungapi, yaitu pemetaan geovulkanologi, terutama di dalam
menentukan perkembangan (evolusi) gunungapi. Ini dirasa perlu sebab melacak batuan
gunungapi di lapangan bukanlah pekerjaan yang mudah.
Sehingga sasaran dari pemahaman morfologi gunungapi antara adalah :
1. Mengenal ragam bentuk morfologi gunungapi, khususnya gunungapi berlapis
2. Mengetahui hubungan antar satuan morfologi gunungapi, baik secara sendiri maupun
berkelompok.
3. Mengetahui jenjang keaktifan gunungapi
4. Menafsirkan perkembangan kegiatan suatu gunungapi.
Jalur-jalur gunungapi cenderung mengikuti pola struktur regional, di mana akan ditunjukkan
oleh berbagai kelurusan gunungapi baik skala besar maupun skala kecil. Setelah memahami
hubungan struktur regional dengan munculnya jalur gunungapi, maka pengamatan ditingkatkan
kepada jalur gunungapi pembanding yaitu dengan memperhatikan aspek morfologinya. Dimana
harus diperhatikan ciri - ciri ketakselarasan morfologi, yang nantinya berguna untuk menentukan
perbedaan umur secara nisbi satuan-satuan gunungapi terletak berdekatan. Dan untuk ini pula
perlu memahami dan mengenal struktur dan morfologi gunungapi secara umum, khususnya

44
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

gunungapi berlapis. Prinsip utama analisa morfologi gunungapi berawal dari pengertian dasar
bahwasanya lava akan mencerminkan morfologi tertentu yang dengan mudah dapat dibedakan
dengan morfologi yang disusun oleh bahan lepas gunungapi. Kuenen (1945) yang telah
mengelompokkan rekahan sayap pada tubuh gunungapi kedalam empat jenis menjelaskan lebih
lanjut bahwasanya apabila rekahan - rekahan tersebut sempat dilalui oleh magma, dan kemudian
terjadi pembekuan, maka akan terbentuk korok dari berbagai bentuk tergantung pada jenis
rekahannya. Apabila 2 korok memencar berkembang menjadi sistem penyesaran, maka bagian
tengah yang dibatasi oleh korok - korok tersebut akan melengser ke bawah dan berkumpul pada
kaki gunungapi. Morfologi ini dikenal sebagai sector graben yang di lapangan akan membentuk
kipas alluvial. Apabila erosi belum begitu lanjut, sector graben ini dicirikan dengan dinding -
dinding tegak dari korok yang juga merupakan bidang sesar.
Hasil penafsiran morfologi mempunyai kegunaan yang cukup luas, sehingga tidak hanya
untuk kepentingan ilmiah saja tetapi juga aspek-aspek sosial. Penerapan hasil penafsiran
morfologi gunungapi tersebut antara lain untuk :
 Menyusun stratigrafi gunungapi berlapis
 Membantu penentuan lokasi pengambilan contoh batuan secara berpola
(systematic sampling), terutama contoh batuan untuk analisis petrokimia guna
menentukan perkembangan magma selama waktu geologi tertentu.
 Membantu memecahkan permasalahan tektonik regional, yaitu menentukan
arah gaya tegasan utama yang bekerja di suatu daerah berdasarkan analisis kelurusan
gunungapi.
 Memudahkan mempelajari ekosisten gunungapi, yang sangat berguna untuk
dasar perencanaan pengembangan wilayah pemukiman di daerah gunungapi, penelitian
sumber air atau hidrologi gunungapi, daerah pariwisata dan sebagainya.
Adapun tujuan analisa morfologi Gunungapi dilakukan untuk :
1. Mengenal macam-macam bentuk Gunungapi
2. Mengetahui hubungan antara satuan morfologi Gunungapi baik secara individu maupun
kelompok.
3. Mengetahui stadia dan jenjang keaktifan Gunungapi
4. Menginterpretasikan evolusi atau perkembangan suatu Gunungapi maupun kelompok
Gunungapi.

45
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Sarana – sarana yang dapat dipergunakan berupa :


1. Peta topografi
2. Foto udara
3. Citra satelit yang selanjutnya dilengkapi dengan
4. Pengamatan dilapangan.

Ketidakselarasan morfologi dalam penentuan umur relatif


satuan morfologi gunungapi

I : endapan rempah gunungapi muda


II : endapan rempah gunungapi tua

Pencerminan morfologi aliran lava

Gambar 3.9 Ketidakselarasan morfologi yang digunakan dalam penentuan umur relatif
dalam satuan morfologi gunungapi.

46
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

3.3 Kelurusan Gunungapi


Analisa kelurusan gunungapi bertujuan untuk menentukan pola penyebaran gunungapi,
berdasarkan kelurusan-kelurusan yang dibentuknya. Dari arah - arah kelurusan gunungapi ini
dengan mempergunakan diagram kipas, akan bisa ditafsirkan sistem rekahan di daerah tersebut.
Dari sistem rekahan tersebut selanjutnya digunakan untuk menafsirkan evolusi atau
perkembangan gunungapi yang ada. Gunungapi yang muncul di permukanan bumi dan
membentuk pola kelurusan dengan gunungapi lainnya bukanlah merupakan suatu kebetulan.
Pola-pola ini terjadi akibat adanya celah-celah atau rekahan-rekahan yang ada didalam kerak
bumi yang berhubungan erat dengan struktur geologi daerah, baik secara lokal maupun regional.
Celah - celah ini merupakan bidang lemah yang mudah diterobos magma. Dalam perkembangan
selanjutnya akan membentuk suatu deretan gunungapi dipermukaan bumi.

Gambar 3.10 Penyebaran gunungapi di Indonesia

Beberapa gunungapi atau kelompok gunungapi kadang-kadang memperlihatkan gejala


kelurusan. Dan kalau diteliti lebih lanjut, pola kelurusan tersebut dibentuk oleh unsur - unsur
gunungapi seperti lubang kawah, kerucut atau kubah lava, kerucut sinder, daerah-daerah
hembusan fumarol atau solfatara dan lain sebagainya.

47
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Kuenen (1945) yang banyak meneliti pola kelurusan gunungapi di Indonesia mempunyai
anggapan bahwa :
1. Susunan lurus gunungapi tersebut berhubungan erat dengan rekahan-rekahan tektonik
atau disloksi lainnya.
2. Pada tubuh suatu gunungapi, tekanan magmatis yang naik melalui lubang kepundan akan
berkembang memencar.
3. Gunungapi mungkin saja akan menempati perpotongan dua atau lebih rekahan yang ada,
sehingga gunungapi tersebut relatif lebih aktif dibanding dengan lainnya yang berada
dalam satu kelurusan.
4. Pusat-pusat letusan kelompok gunungapi di dunia memperlihatkan jarak (spacing) yang
sistematik.

Gambar 3.11 Tipe – tipe rekahan sayap pada kerucut gunungapi


(Menurut Kuenen, 1945)

48
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Gambar 3.12 Diagram balok yang menggambarkan pembentukkan rekahan sayap


(menurut Kuenen, 1945)
Berdasarkan atas hubungannya dengan struktur sesar setempat (regional), pola kelurusan
dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Skala kecil, adalah kelurusan yang terbentuk setempat, yaitu pada tubuh gunungapi itu
sendiri dimana rekahan yang ada disebabkan oleh tekanan magmatis dari gunungapi
tersebut.
2. Skala menengah, adalah kelurusan menengah yang diperlihatkan oleh dua atau lebih
pusat-pusat erupsi yang berlainan, tetapi masih dalam jajaran yang sama.
3. Skala dalam, adalah kelurusan besar yang menghubungkan pusat-pusat erupsi dari
beberapa jajaran gunungapi yang berlainan, jajaran gunungapi yng menempati daerah
pinggiran benua dikelompokkan sebagai kelurusan skala besar.
Transisi antara kelompok diatas dinyatakan sebagai intermediate, yaitu “kecil sampai
menengah” dan “menengah sampai besar”. Di dalam analisa penentuan arah dan gaya utama
pembentukannya digunakan diagram Mohr, yaitu antara menentukan shear joint, extension joint
dan realese joint.
Selain melalui morfostratigrafi, evolusi gunungapi secara lokal ditafsirkan dari
perpindahan pusat erupsi gunungapi. Perpindahan pusat erupsi umumnya disebabkan oleh

49
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

 Sumbat pada lubang kepundan utama.


 Terbentuknya pola rekahan pada tubuh gunungapi atau
sekitar gunungapi, sehingga keluarnya magma melalui saluran lain pada kulit bumi
yang merupakan zona lemah dan mudah diterobos.
Kear (1964) menggolongkan kelurusan gunungapi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Garis memencar dari lubang kepundan, yang lebih kurang mencerminkan adanya
tegangan dari dalam bumi.
2. Garis yang melalui pusat gunungapi, ditafsir berhubungan dengan pensesaran di bagian
dalam bumi yang kemudian berkembang menjadi suatu celah.
3. Garis yang melalui pusat gunungapi secara regional, mencerminkan adanya rekahan
besar di dalam bumi, yang berfungsi sebagai saluran magma,yang kemudian berkembang
menjadi sistem pensesaran di dekat permukaan.
Bila pada suatu benda dikenakan gaya, maka pada benda tersebut akan mengalami
rekahan-rekahan yang membentuk pola-pola tertentu, yaitu gaya tegasan utama (δ1), gaya
tegasan menengah (δ2), gaya tegasan terkecil (δ3), shear joint orde I (S1), extension joint (Ex),
release joint (R), dan shear joint orde II (S2).
Kuenen (1945) juga mengelompokkan rekahan atau celah yang menyebabkan terjadinya
aktifitas gunungapi menjadi 2, yaitu :
1. Rekahan sayap yang terjadi pada tubuh gunungapi itu sendiri.
2. Rekahan pada batuan dasar (basement) tempat gunungapi tersebut berada.
Rekahan sayap dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Rekahan radial (radial fissures), diartikan sebagai hasil injeks
magma berbentuk siil yang menerobos tubuh gunungapi atau lapisan batuan di
sekitarnya dan diikuti oleh “pencungkilan” kerak bumi dan berakhir dengan
pembentukan rekahan.
2. Rekahan tangensial (tangensial fissure), merupakan perkembangan
suatu sesar atau rekahan tension yang melalui suatu daerah pra-gunungapi.
3. Rekahan konsentris (concentric fissure), merupakan pencerminan
suatu aktivitas dalam bentuk dyke dari suatu pelepasan tekanan waduk magma.

Pola kelurusan Gunungapi di busur kepulauan Indonesia.

50
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Tjia (1968) telah menganalisis pola kelurusan gunungapi di Indonesia, yang untuk
masing-masing daerah dibuat diagram kipas kelurusannya. Arah-arah orogen atau jajaran
gunungapi untuk tiap daerah ternyata berlainan, sehingga arah tegasan kompresi, yang dianggap
tegak lurus arah orogen, untuk tiap daerah juga berbeda. Garis lurus arah-arah orogen dianggap
sebagai pencerminan dari rekahan-rekahan yang mempunyai kemiringan dari 70º hingga tegak.
Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya pelengkungan busur kepulauan dari Sumatra - Jawa
hingga Indonesia Timur, yang merupakan Busur Banda Dalam yang bergunungapi.
Hudson (1962) menyebutkan bahwa tegasan utama mempunyai arah yang tegak lurus
busur kepulauan Indonesia (Busur Banda Dalam). Sedang menurut Ritsema (1964) arah tegasan
utama tegak lurus setiap bagian dari busur kepulauan.
Sebagai contoh kelurusan gunungapi di Jawa Tengah adalah jajaran lurus relatif berarah
utara - selatan atau utarabaratlaut - selatantenggara dari G.Ungaran - Suropati – Telomoyo –
Merbabu – Merapi - G. Merapi sepertinya menempati 2 perpotongan dua sistem rekahan
disamping seperti disebutkan di atas juga rekahan yang berjurus timurlaut – baratbaratdaya.
Sehingga dua rekahan yang berpotongan ini bertanggung jawab terhadap keaktifan gunungapi
tersebut. Pola kelurusan lain misal jajaran G.Slamet – Prau – Sindoro - Sumbing, di daerah
kompleks Lamongan, Dieng, Ijen dan Halmahera.

Gambar 3.13 Pola kelurusan gunungapi di busur Kepulauan Indonesia


(menurut Tjia, 1968)

3.4 Stadia Gunungapi

51
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Stadia keaktifan gunungapi, terutama pada gunungapi strato, dapat diintrepretasikan dari
hubungan antara sudut lereng dengan penyebaran sungai pada tubuh gunungapi. Pada gunungapi
strato, berdasarkan sudut lerengnya secara umum dapat dibagi menjadi puncak, lereng dan kaki.
bagian-bagian tersebut dibatasi oleh tekuk lereng yang jelas.
Bagian puncak mempunyai kemiringan lereng terjal. Umumnya terdapat abu gunungapi,
lava, aglomerat, atau endapan-endapan melalui media udara. Morfologi terdiri dari lembah-
lembah tajam berbentuk V dengan pola radier murni. Bagian tengah berlereng lebih landai.
Tersusun oleh endapan lahar, abu gunungapi dan sedikit endapan sungai dari sungai teranyam.
Kemiringan lereng umumnya terbentuk oleh kipas alluvial yang terbentuk didepan muka
endapan puncak. Bagian kaki bermorfologi hampir datar, terdiri dari endapan sungai, dengan
sedikit endapan lahar dan abu gunungapi.
Pada gunungapi strato kedewasaan gunungapi dapat teramati dari bentuk dan
morfologinya.Gunungapi yang berstadia muda baru membentuk kerucut sinder yang terdiri dari
abu Gunungapi Kebayangan hanya berlereng satu, yaitu lereng puncak. Misalnya bentuk G.
Bromo dan G. Batok yang terletak di Kaldera Tengger (Jawa Timur). Proses pembentukan
gunungapi berikutnya adalah terjadinya longsoran-longsoran yang menyertai pengendapan
primer. Makin besar gunungapi yang terbentuk, maka longsoran makin kuat, dan kipas alluvial
yang terbentuk makin besar. Proses ini diselingi dengan hasil letusan yang bersifat effusif. Jika
lereng kedua telah terbentuk, maka dapat dikatakan bahwa gunungapi tersebut berstadia remaja.
Proses berlanjut dalam bentuk pengangkatan endapan gunungapi yang terletak dibagian atas
untuk dibentuk menjadi endapan sungai. Proses ini merupakan proses pembentukan kaki
gunungapi. Gunungapi lengkap yang memiliki lereng kaki, dapat disebut sebagai gunungapi
berstadia dewasa.
Gunungapi yang tidak aktif lagi akan menghentikan proses penimbunan material dibagian
puncak. Proses erosi yang terus menerus akan menyebabkan perlandaian lereng. Oleh karenanya
sungai pada gunungapi yang telah tidak aktif lagi cenderung bergeser kearah puncak, dan secara
umum tidak lagi mempunyai pola radier. Gunungapi yang mempunyai fenomena demikian
dikatakan sebagi gunungapi yang telah berstadia tua.

52
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Gambar 3.14 Hubungan antara stadia Gunungapi dengan morfologi yang terbentuk
dan material yang dihasilkan pada gunungapi strato.
(Modifikasi dari Soejono martodjojo,1980)

53
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

BAB IV
VULKANOSTRATIGRAFI

4.1 Pengertian Vulkanostratigrafi


Vulkanostratigrafi merupakan ilmu yang mempelajari urutan dari rekaman kegiatan
vulkanik dengan pemahaman satuan vulkanostratigrafi, yaitu satuan – satuan lapisan yang
terpetakan terdiri dari batuan vulkanik yang terbentuk di darat (subaerial) atau di dalam air
(subaqueous) oleh proses – proses vulkanik yang penentuannya berdasarkan sumber, jenis
litologi dan genesanya (Sutikno Bronto, 1996).
Penelitian yang terdiri dari :
 Pemetaan, penentuan kejadian dan penyebaran
 Genesa produk gunungapi
 Umur produk gunungapi
Pemetaan volkanostratigrafi menentukan :
 Isopah endapan tephra
 Isopleth pecahan batuapung
 Analisa besar butir
 Warna, terutama yang disebabkan oleh pembakaran
 Pengelasan
 Bentuk pecahan
 Sifat perlapisan, misal massif, berlapis baik, dll.
 Struktur pembukaan, antidunes, bomb sags, scouring, baking, dll.
 Struktur dalam cross laminasi, struktur aliran.
Satuan volkanostratigrafi adalah satuan-satuan lapisan yang terpetakan yang terdiri dari
batuan volkanik yang terbentuk di darat (subaerially) atau di dalam air (subaqueously) oleh
proses-proses volkanik. Beberapa macam satuan volkanostratigrafi yang dikenal :
 Aliran lava, lava banjir, aliran lava pahoehoe, aliran lava aa, aliran lava bongkah.
 Endapan subaqueous dan interglasial (basalt)
 Lahar, terbentuk dari breksi tuff, batu breksi lapili, dan tuff lapili dengan berbagai
komposisi

54
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

 Endapan debris avalanche, endapan bongkah dan abu dengan komposisi mirip dengan
lahar
 Aliran piroklastik, mirip dengan endapan aliran Lumpur dan avalanche, tetapi prosentase
fragmen yang lebih kasar berkomposisi silica lebih sedikit.
 Endapan jatuhan abu, terdiri dari batuapung, abu, kadang-kadang cinder basalt,
membentuk endapan tephra.

4.2 Satuan Morfostratigrafi


Penggolongan stratigrafi merupakan pengelompokan batuan menurut berbagai cara untuk
mempermudah pemerian dan hubungan lapisan satu terhadap lapisan lainya. (Soejono Mardjojo,
1978). Oleh karenanya dapat dilakukan penggolongan stratigrafi berdasarkan kenampakan
morfologinya. Satuan morfostratigrafi pertama kali diusulkan oleh Astadireja (1980), sebagai
usaha mengelompokkan batuan secara tersistem bersendikan bentang alam.
Selanjutnya morfostratigrafi dinyatakan sebagai suatu cara atau system pengelompokan
urutan endapan gunungapi kwarter berdasarkan petunjuk bentang alamnya. Bentang alam yang
berasal dari endapan gunungapi sebagai hasil dari satuan erupsi atau fase erupsi akan mempunyai
ciri tertentu dan dapat dikenali dengan mudah. Dengan demikian bentang alam endapan
gunungapi dari suatu fase erupsi akan menunjukkan ciri yang berbeda dari bentang alam endapan
gunungapi dari erupsi sebelum atau sesudahnya. Bentang alam dari endapan gunungapi dari
berbagai fase erupsi secara berturut-turut akan saling tindih-menindih, sehingga mempunyai nilai
stratigrafi. Tingkatan dalam satuan morfostratigrafi ditujukan untuk mempermudah aturan,
pemerian dan hubungan antara masing-masing endapan gunungapi. Pengamatan stratigrafi dapat
dikenali dengan analisis bentang alam gunungapi, sehingga selanjutnya dapat dibuat satu satuan
stratigrafi berdasarkan pengamatan bentang alam.
Dasar dalam pemberlakuan satuan stratigrafi tersebut adalah :
1. Endapan gunungapi merupakan hasil satu fase erupsi.
2. Setiap fase erupsi yang kemudian selalu berada diatas fase terdahulu.
3. Tiap fase erupsi mempunyai ciri-ciri tertentu.
Sebagai satuan dasar konsep satuan morfostratigrafi adalah Morfoset (morphocet : morfological
dan facet). Morfoset adalah suatu bentang alam yang tersusun dari suatu endapan atau komplek
endapan gunungapi hasil dari erupsi atu fase erupsi, yang mempunyai ciri-ciri bentang alam

55
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

tertentu, yang dapat dibedakan dengan bentang alam yang tersusun dari suatu endapan atau
komplek endapan gunungapi hasil erupsi atau fase erupsi sebelumnya, sesudahnya atau sistem
gunungapi lainya. Morfoset harus dapat dikenali dengan baik dengan foto udara maupun
dilapangan, serta dapat dipetakan dengan skala 1 : 25.000.
Jika suatu morfoset tersusun dari suatu komplek batuan seperti lava, breksi atau tuff, dan
apabila setiap bataun tersebut secara sendiri memiliki bentang alam tertentu yang bias dibedakan
satu dengan lainnya, maka bentang alam dari setiap batuan tersebut dinamai Morfonit
(morphonit : morfological unit). Jadi morfonit merupakan bagian dari morfoset, yaitu suatu
bentang alam yang mencirikan suatu batuan tertentu dan biasanya dibedakan satu dengan yang
lainya.
Gabungan dari beberapa morfoset yang membentuk bentang alam tertentu dinamakan
Morfotem (morphotem : morphological sistem). Morfotem adalah suatu bentang alam yang
dihasilkan oleh suatu rangkaian proses atau sistem gunungapi.
Dalam penamaannya, satuan morfostratigrafi mengikuti sistem binomial. Untuk morfonit, karena
dibentuk oleh satu batuan, maka sebaiknya diikuti dengan nama batuan. Contoh penerapannya
untuk morfostratigrafi kawasan komplek G. Bromo – Tengger – Semeru, sebagai berikut :
Morfotem G. Jambangan :
Morfoset Jambangan
Morfoset Ajak-ajak
Morfoset Semeru
Morfonit Lava
Morfonit Piroklastik
Morfoset Tengger
Morfonit Piroklastik
Batas-batas antara satuan morfostratigrafi dapat dikenali dengan mudah sebagai
ketidakselarasan morfologi. Hasil endapan yang lebih muda selalu menimbuni lapisan
sebelumnya.dalam peta topografi diekspresikan melalui pola kontur. Pola kontur yang dibentuk
oleh endapan yang lebih muda akan memotong pola kontur endapan yang lebih tua, begitu
seterusnya. Oleh karenanya umur relatif batuan pembentuk tubuh gunungapi strato dapat
diketahui dengan pendekatan morfologis, dan dapat disusun morfostratigrafinya.

56
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Gambar 4.1 Morfostratigrafi Komplek G. Dieng


(oleh NS Sumartadipura, 1980)

57
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Keterangan gambar 4.1

4.3
Produk

Gunungapi
1. Lava

58
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Lava adalah magma yang telah berhasil mencapai permukaan bumi melalui retakan kulit
bumi atau melalui pipa kepundan gunungapi. Magma yang berasal dari kedalaman bergerak ke
atas karena adanya dorongan gas yang terlarut dalam cairan magma tersebut, sehingga fungsi
utama dari gas adalah sebagai penggerak magma. Berdasarkan komposisinya magma asal lava
dapat dipisahkan menjadi lava basaltik, lava andesitik, dan lava silisik.

2. Endapan Piroklastik
Endapan piroklastik adalah endapan yang terbentuk secara langsung oleh proses
fragmentasi magma dan batuan oleh aktivitas vulkanik yang bersifat eksplosif (Exflosive) (Cas
and Wright, 1987 dalam buku Anwar, dkk). Endapan piroklastik tersusun oleh fragmen yang
dikenal dengan istilah pyroclast yang dihasilkan oleh proses erupsi vulkanik (magmatik,
preatomagmatik, dan preatik). Pyroclast tersebut memiiki ukuran yang beragam dan tidak
berhubungan dengan proses pembentukannya. Secara prinsip, ukuran pyroclast tersebut dapat
dibagi menjadi tiga tipe, yaitu ash, lapili, block atau bomb (Tabel 4.6). Tiga jenis pyroclast yang
menyusun endapan piroklastik adalah juvenile, kristal, dan fragmen litik.
Menurut kejadiannya, endapan piroklastik dapat dibedakan menjadi beberapa jenis
(Gambar 3.2.), yaitu:
a. Endapan Jatuhan piroklastik ( Air Fall Deposits).
Merupakan onggokan piroklastik yang diendapkan melalui media udara. Endapan
umumnya akan berlapis baik, menutup morfologi, dan pada lapisannya akan memperlihatkan
struktur butiran bersusun. Endapan piroklastik jatuhan dibagi menjadi tiga tipe (Cas and Wright,
1987), yaitu Endapan Jatuhan Scoria, Endapan Jatuhan Pumice, Endapan Jatuhan Ash.
b. Endapan Aliran Piroklastik ( Pyroclastic Flow Deposits).
Endapan ini terbentuk oleh proses aliran permukaan dengan mekanisme aliran debris
piroklastik yang mengalir dengan campuran partikel padat dan gas konsentrasi tinggi yang panas
(Cas and Wright, 1987). Aliran piroklastik dapat diistilahkan bermacam - macam seperti awan
panas (Glowing Cloud), guguran panas (Glowing Avalanche), awan Peleean (Peleean Cloud) dan
ladu (istilah Indonesia).

59
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Tabel 4.1 Klasifikasi Batuan Piroklastik Berdasarkan Ukurannya (Schmid, 1981 vide Fisher,
1984).

Endapan Piroklastik
Ukuran Piroklastik Tepra Batuan Piroklastik
( tak terkonsolidasi ) ( Terkonsolidasi )

>64 mm Bom, Blok Lapisan bom / blok tepra Aglomerat, Breksi


bom atau blok Piroklastik

2-64 mm Lapili Lapisan lapilli atau Batulapili


Tepra lapilli ( lapillistone )

1/16-2 mm Abu / debu kasar Abu kasar Tuf kasar

<1/16 mm Abu / debu halus Abu / debu halus Tuf halus

Beberapa ciri - ciri kenampakan endapan piroklastik aliran yang diendapkan dengan
kondisi suhu tinggi dilapangan, yaitu:
a. Dijumpai fragmen arang kayu (Carbonized Wood).
b. Umumnya sortasi buruk.
c. Warna merah muda yang menunjukkan konsentrasi dari kristalisasi mikrolit dari magnetit yang
menyebar.
d. Zona Welded Tuff.
Mekanisme yang membentuk piroklastik aliran dapat terbentuk dengan beberapa cara
(Cas and Wright, 1987), yaitu:
a. Berasosiasi dengan ekstrusi kubah lava dan aliran lava.
b. Runtuhnya kolom letusan vertikal.
c. Dihasilkan langsung dari lubang akibat semburan gas dengan material piroklastik.

60
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Gambar 4.2 Diagram Skematik Suatu


Endapan Piroklastik (Cas and Wright, 1987).

c. Endapan Piroklastik Surge

Merupakan endapan piroklastik yang tertransportasi pada permukaan dengan penyebaran


yang luas, bersifat turbulen dan mengandung sedikit partikel alam konsentrasi gas material padat
(Cas and Wright, 1987).

Gambar 4.3 Hubungan Geometri Endapan Piroklastik


(Wright, Smith, and Self, 1980).

61
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

d. Lahar
Lahar merupakan aliran lumpur yang mengandung debris dan blok – blok besar material
vulkanik yang telah terangkut oleh air (Van Bemmelen,1949). Lahar dapat terjadi pada lembah
atau pada pinggiran alluvial atau dataran rendah di sekitar gunungapi. Ada dua cara terjadinya
lahar:
- Dapat terbentuk langsung dari erupsi yang melalui danau kepundan atau yang dapat disebut
juga sebagai lahar panas.
- Berasal dari piroklastik aliran panas, kemudian bercampur dengan salju atau aliran air dari
lereng gunungapi.
Laju percepatan aliran lahar tergantung dari beberapa faktor, terdiri dari:
- Dimensi dari masing - masing komponen butiran.
- Tingkat kebulatan dari masing - masing komponen butiran.
- Besaran lereng topografi daerah aliran.
- Volume air (sebagai media penggerak).

Tabel 4.2. Satuan Batuan Untuk Vulkanostratigrafi

SATUAN BATUAN CIRI KETERANGAN


Aliran Piroklastik Mirip dengan endapan avalanche, dibedakan Distal, proksimal; 1 s/d
dengan kehalusan dan bongkah yang tersebar. 1000 km ², tebal 10 s/d
Terbatas pada lereng dan topografi rendah, 200 m
bentuk lobote

Semburan gas panas, campuran bongkah,


Ignimbrites, Aliran Debu lapili, batuapung, banyak endapan debu Distal, Proksimal;
berlapis. Berasal dari pusat gunungapi, 100s/d 100000 km²,
kerucut parasiter, atau rekahan. Dapat tebal 10 s/d 100 m
diremas samapai sangat keras, kompak,
massif. Perlapisan dihasilkan oleh perbedaan
pengelasan dan zona kristalin. Permukaan
halus, tertutup debu dan batuapung. Terbatas
pada daerah topografi rendah.

Tutupan debu, berasal dari kawah atau Distal, proksimal,


Endapan Jatuhan Debu kerucut parasit, dapat diremas, terkompaksi pusat ; basaltic cinder
oleh penimbunan dan sementasi. Berlapis pusat 1-1000 km², 1000-
berdasarkan ukuran fragmen, komposisi, 1000000 km², tebal 0.1

62
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

warna, dan volume erupsi yang dikeluarkan. s/d 10 m


Permukaan halus menutupi topografi

Aliran Lava Lava cair dalam volume besar keluar dengan Distal; 100 s/d 100.000
- Pahoehoe basalt kecepatan yang tinggi dari rekahan sepanjang km², tebal antara < 10
0,5-10 km, menempati topografi yang rendah. s/d 100 m

- Pahoehoe lava Volume lava cair lebih sedikit di banding Distal, proksimal; 1 s/d
(basalt, andesit) pahoehoe basalt, keluar dari rekahan atau 1000 km², tebal < 10 m
pusat erupsi.

- Aa lava Cairan lava dalam jumlah sedikit, umumnya Proksimal; 1 s/d 100
keluar dari pusat erupsi atau rekahan. km², tebal < 10 m
Perlapisan larutan teramati.

Volume lava sedikit, keluar dari pusat Pusat; 1 s/d 10 km²,


membentuk pola lobate pada kemiringan tebal 10 m s/d 100m
- Bongkah lava lereng. Permukaan tidak teratur, rekahan
memanjang. Perlapisan larutan teramati
dengan jelas.

Terendapkan didalam air, membentuk lava Pusat; 1 s/d 100 km²,


Endapan Subaqueous bantal/mahkota atau endapan tuya. tebal 10 m s/d 50 m

Diendapkan secara fluvial, batuan tufaan, Distal, proksimal; 1 s/d


Lahar batuapung, breksi dan konglomerat kaya 1000 km², tebal 10-100
dengan fragmen batuan. Berasal dari pusat m
gunungapi atau lereng gunungapi,
terkompaksi dengan baik, massif, berlapis
buruk. Terbatas pada daerah topografi rendah,
umum dijumpai struktur aliran fluvial
disepanjang sisi dan ujung-ujungnya.

Semburan gas panas, campuran bongkah,


lapili, batuapung, debu. Berasal dari pusat
Endapan Debris Avalanche gunungapi, kawah atau kerucut parasit. Dapat Pusat; 1 s/d 100 km²,
diremas, kompaksi sedang, terlihat masif. tebal 10 m s/d 50 m
Berlapis tidak menerus dengan batuapung
batuan atau lensa debu volk. Permukaan
irregular, paralel flute cast. Terbatas pada
lereng gunungapi dan tekuk lereng/dasar
gunungapi.

63
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

4.4 Fasies Vulkanik


Fasies vulkanik adalah tipe endapan batuan produk gunungapi yang dimodelkan
berdasarkan kesebandingan rekaman batuan purba dengan batuan sekarang (Cas and Wright,
1987 dalam buku Pribadi Sumintadireja). Dan didasari oleh tipe letusan, deposisi, dan proses
erosional. Dalam fasies vulkanik pembagian litologi utama adalah lava, piroklastik (yang dibagi
lagi menjadi jenis piroklastik), dan epiklastik. Menurut Fisher & Schmincke (1984) fasies
vulkanik dibagi menjadi empat, yaitu fasies berdasarkan posisi relatif terhadap sumber, fasies
berdasarkan lingkungan pengendapan, fasies berdasarkan komposisi primer, dan fasies
berdasarkan diagenesis batuan. Berdasarkan posisi relatif terhadap sumber, fasies dapat dibagi
menjadi tiga yaitu :
a. Fasies dekat dengan sumber (near - source facies).
Fasies ini terdiri dari aliran lava dan piroklastik yang dihasilkan dari proses vukanisme atau
dihasilkan dari proses erosi dan gravitasi yagn terbentuk pada gunungapi yang memiliki
kemiringan yang curam. Pada daerah yang banyak mengalami erosi, biasanya akan tersingkap
bagian bawah dari suatu gunungapi dan fasies yang ada berupa stock, sill, dan dike dan
beberapa diantaranya masih dijumpai intrusi dan ekstrusi breksi dan tuff.
Vessel dan Davies (1981) membagi fasies ini menjadi dua macam, yaitu :

- Central Fasies.
Fasies ini meliputi batuan vulkanik yang berada di dekat lubang gunungapi dan biasanya
memiliki benuk dike dan sill yang bersentuhan dengan pipa breksi dan stock. Endapan yang
ada berupa agglomerate berbutir kasar, tebal, dan dibatasi oleh lava silikaan dan berupa
lapisan tepra kasar, sortasi jelek dengan steeply initial dips. Fasies ini menyebar sejauh 0,5 -2
km dari pusat erupsi.

- Proximal Fasies.
Batuan yang mengendap ke arah bawah dengan bertambahnya jarak kemiringan dan pada sisi
luar pada kompleks vulkanik yang besar. Fasies ini didominasi oleh autobreksi berbutir kasar,
breksi piroklastik dengan sortasi jelek. Endapan ini memiliki moderate - sleep initial dips.
Fasies ini berada di sekitar fasies central dan meluas sampai 5 - 10 km dari pusat erupsi.

64
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

b. Fasies Intermediet.
Fasies ini meliputi batuan yang mengelilingi pusat gunungapi yang masih berupa kerucut,
berupa piroklastik aliran, aliran lava, piroklastik jatuhan, dan batuan yang telah terendapkan
kembali (Reworked). Semakin jauh dari pusat, endapan yang ada merupakan endapaan
piroklastik yang tersedimentasikan (Resedimented Pyroclastic) dan batuan epiklastik. Batuan
yang termasuk dalam fasies ini dicirikan berdasarkan tekstur, topografi, struktur, dan
lingkungan pengendapan yang mempengaruhi pengendapan material vulkanik (Fisher &
Schmincke, 1984). Vessel dan Davies (1981) menyatakan bahwa fasies ini merupakan medial
facies yang terdiri dari batuan yang terendapkan pada bagian sisi gunungapi yang berupa
batuan piroklastik didominasi oleh lava yang mengalami breksiasi kuat. Endapan lahar
memiliki bongkah yang mencapai ukuran diameter 10 m dengan bentuk angular - subangular.
Endapan ini berasosiasi dengan lapisan piroklastik dengan sortasi bagus dan ukuran butir
berkisar antara debu kasar - lapili. Endapan debris yang ada dikontrol oleh air. Endapan ini
berada pada moderate shallow initial dips. Fasies ini biasa meluas 10 - 15 km dari pusat
erupsi.

c. Fasies jauh dari sumber (distant facies).


Fasies ini merupakan endapan piroklastik jatuhan yang tersebar jauh dari sumber erupsi,
namun biasanya masih dijumpai lava dan piroklastik aliran. Endapan yang terdapat pada zona
transisi pada fasies ini biasanya telah mengalami erosi. Endapan ash yang terisolisasi
kemungkinan dapat terbentuk sebagai satu atau lebih lapisan tipis yang diendapkan pada
lingkungan laut, lakustrin atau darat yang araknya ratusan kilometer dari pusat vulkanik.
Lapisan pada batuan yang termasuk dalam fasies ini biasanya memiliki tekstur lapisan yang
tipis dengan sortasi yang bagus menunjukkan komposisi yang berbeda pada perselingan
dengan sedimen non vulkanik. Menurut Vessel dan Davies (1981), endapan yang termasuk
fasies ini didominasi oleh endapan piroklastik.

65
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Tabel 4.3. Klasifikasi Fasies menurut Vessel & Davies, 1981.

Zona Kercut Lereng Lereng Dataran offshore


Puncak Tengah Kaki Kaki
Ketinggian >2.300 1.100 – 650 – 1.100 <650 <0
( mdpl ) 2.300
Kemiringan >60 20 – 60 5 - 20 <5
(%)
Sumber Kipas Alur & Daerah
Elemen Alur Piroklastika Daerah Pengendapan Laut
Vulkaniklastik Pengirim Pengendapan Sungai
Lahar
Kubah Aliran Lava Endapan Endapan
Litologi Lava & & Endapan Piroklastika Lahar & Endapan
Dominan Aliran Piroklastik & Endapan Endapan Delta
Lava Lahar Sungai
Fasies
( Vessel & Vent Proksimal Medial Distal Deltaic /
Davies, 1981 ) Marine

66
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Gambar 4.4 Peta fasies vulkanik lereng Merapi (oleh Nandra Nugroho, 2013)

67
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Keterangan Gambar 4.4 Tipe Letusan Gunungapi

Tipe letusan gunung api ditentukan berdasarkan kedalaman dapur magma, volume dapur
magma, dan kekentalan magma. Viskositas magma bergantung pada susunan dan tingginya suhu.
Semakin tinggi suhunya maka semakin besar viskositasnya. Menurut tipe letusannya, gunung api
dapat dibedakan menjadi:
a. Tipe Hawaii
Tipe ini mempunyai ciri, yaitu lava cair yang mengalir keluar (letusan air mancur). Contoh,
Gunung Mauna Loa di Kepulauan Hawaii.

68
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

b. Tipe Stromboli
Tipe stromboli mempunyai ciri-ciri yaitu seringnya terjadi letusan-letusan kecil yang tidak
begitu kuat, namun terus- menerus, dan banyak mengeluarkan efflata. Contoh, Gunung
Vesuvius di Italia, Gunung Raung di Jawa, dan Gunung Batur di Bali.
a. Tipe Vulkano
Tipe vulkano mempunyai ciri-ciri, yaitu cairan magma yang kental dan dapur magma yang
bervariasi dari dangkal sampai dalam, sehingga memiliki tekanan yang sedang sampai tinggi.
Tipe ini merupakan tipe letusan gunung api pada umumnya. Contoh, Gunung Semeru di Jawa
Timur.
b. Tipe Plinian
Tipe plinian termasuk tipe yang sangat merusak karena ledakannya sangat dahsyat. Ciri utama
tipe ini ialah letusan tiangan, gas yang sangat tinggi, dan dihiasi oleh awan menyerupai bunga
kol di ujungnya. Contoh, letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883 merupakan tipe perret
yang letusannya paling kuat dengan fase gas setinggi 50 km. Karena letusannya sangat hebat,
menyebabkan puncak gunung menjadi tenggelam dan merosotnya dinding kawah, kemudian
membentuk sebuah kaldera.
c. Tipe St. Vincent
Tipe letusan ini merupakan tipe letusan dengan lava yang kental, tekanan gas sedang, dan
dapur magma yang dangkal. Contohnya, Gunung Kelud dan St. Vincent.
d. Tipe Pelle
Tipe letusan yang dicirikan dengan lava kental, tekanan gas tinggi, dan dapur magma yang
dalam. Contohnya, Gunung Montagne Pelee di Amerika Tengah.
e. Tipe Merapi
Lava kental yang mengalir keluar perlahan-lahan dan membentuk sumbat kawah adalah ciri-
ciri tipe Merapi. Karena tekanan gas dari dalam semakin kuat, maka kawah tersebut terangkat
dan bagian luarnya pecah-pecah disertai awan panas yang membahayakan penduduk.

69
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Gambar 4. 5 Tipe letusan gunungapi berdasarkan derajad kecairan magma,


tekanan gas, dan kedalaman dapur magma (menurut Escher, 1952).

70
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

BAB V

PEMANTAUAN GUNUNGAPI

5.1 Sejarah Pemantauan Gunungapi


Stasiun pengamat kegiatan gunungapi yang pertama didirikan di Gunung Etna dan
Vesivius, Italia ; sekitar permulaan abad 20. Setelah itu baru Jepang dan Hawaii. Pada 1935 di
Uni Soviet dibangun sebuah stasiun pengamat pada lereng Gunung Klyucevkaya, yang
merupakan gunung api terbesar di Asia.
Sedang di Indonesia pengamatan gunungapi baru dimulai pada 1920, dimana tahun –
tahun sebelumnya pengamatan hanya ditujukan untuk sekedar mengetahui gejala peningkatan
kegiatan gunungapi tanpa diikuti usaha untuk memperkecil pengaruh negatif dari letusan
gunungapi. Sehingga dapat dimengerti bahwa letusan Gunung Tambora pada 1815 menelan
korban begitu banyak hingga 96 ribu orang. Letusan Krakatau pada 1883 sebanyak 36 ribu jiwa
dan Gunung Kelud yang meletus pada 1919 sebanyak 5 ribu orang. Dan sejak 1912 korban
letusan gunungapi dapat diperkecil, karena orang mulai mengamati kegiatan gunungapi sejak
dini sehingga bahaya yang ditimbulkannya dapat dihindari atau diperkecil. Usaha pengamatan
tersebut mulai dibantu dengan peralatan geofisika dan serangkaian penelitian kegunungapian
lainnya, sehingga pengamatan lebih membuahkan hasil nyata.
Peter Francis (1956) pernah menulis cara memantau kegiatan gunungapi secara umum,
yaitu dengan :
1. Mempelajari model letusan gunungapi, yang meliputi aspek kegiatan letusan, sifat
letusan, menerus dan tidaknya kegiatan letusan tersebut dan sebagainya.
2. Meneliti sifat – sifat kemagnetan dan suhu gunungapi.
3. Melakukan pemetaan gunung geologi gunungapi.
4. Memantau setiap denyut gempa gunungapi melalui seismograf.

Dasar pemantauan yang dilakukan adalah asumsi bahwa pada waktu magma naik ke
permukaan akan menyebabkan berbagai akibat, antara lain :

71
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

1. Magma mendesak batuan di sekitarnya akan menyebabkan retakan. Kejadian


tersebut akan tercatat sebagai gempa vulkanik.
2. Desakan magma juga akan menyebabkan pembubungan lereng. Gejala ini tersebut
diamati sebagai anomaly deformasi.
3. Desakan magma tersebut dapat pula dapat merubah arah magnet batuan. Suhu
yang meningkat yang dilepaskan oleh magma juga menyebabkan menurunnya
intensitas kemagnetan bumi di gunungapi itu.
4. Desakan magma dapat pula merubah gejala gravitasi di tubuh gunungapi itu.
Gejala tersebut akan sepadan dengan perubahan deformasi. Dengan pengukuran
gaya berat atau gravitasi penyebab perubahan dapat diketahui, apakan magma, air
atau hanya gas.
5. Magma yang menuju permukaan akan mengalami penuruna suhu dan terjadi
proses pembekuan. Preses tersebut akan melepaskan berbagai macam gas,
diantaranya gas CO2, SO2. Gejala ini dapat diamati dengan peralatan Geokimia.
6. Gas tersebut juga dapat mempengaruhi geolistrik di sekitar kawah. Gejala ini
dapat diamati dengan melakukan pengukuran potensial diri ( self potensial ).
7. Pelepasan dari massa magma dapat menyebabkab kenaikan suhu solfatara.
8. Proses tersebut juga dapat menyebabkan perubahan pada kenampakan permukaan
( visual atau audio ).
9. Mungkin pula magma menyebabkan gempa dan meningkatnya suhu tanah akan
menyebabkan perubahan tingkah laku binatang tertentu.

5.2 Mitigasi Bencana Gunungapi


Indonesia mempunyai 129 gunung api aktif. Sekitar 10 – 15 gunungapi yang ada dalam
keadaan sangat potensial untuk meletus. Bentuk ancaman dari bencana alam ini berupa korban
jiwa dan kerusakan pemukiman/harta/benda, akibat aliran lava, lemparan batu, abu, awan panas,
gas – gas beracun dll. Frekuensi letusan gunungapi di Indonesia tercatat 3 – 5 kali pertahun.
Bencana yang ditimbulkan oleh erupsi gunungapi akibat :
 Nue ardente, awan panas yang biasanya bersamaan dengan aliran piroklastik, yang
mengalir pada saat erupsi menuju daerah yang lebih rendah dengan kecepatan sekitar 100
km/jam.

72
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

 Bongkah dan bom vulkanik, merupakan hasil lemparan material yang menyumbat lubang
kawah, berupa kubah lava dan lemparan bom yang langsung berasal dari magma pijar.
 Hujan abu, partikel halus abu gunung api yang terbawa angin sejauh ratusan km.
Aliran lava, pergerakan lava tergantung dari viskositasnya, di Indonesia umumnya lava
mengalir lambat.
 Tsunami, terjadi di laut, contoh letusan G. Krakatau (1883) dan G. Tambora (1815).
 Gas beracun, akumulasi gas beracun, contoh di Dieng, tragedi Sinila.
 Gangguan pada kesehatan warga sekitar yang tinggal disekitar gunungapi tersebut.
Batas daerah bahaya dibuat berdasarkan asumsi bahwasannya kegiatan erupsi gunung
yang akan datang akan mirip dengan yang telah tejadi. Data yang sudah ada dikompilasi dan
dianalisa kembali untuk memperkirakan daerah utama yang akan mengalami kerusakan, sebagai
berikut :
 Erupsi akan terjadi pada kawah utama
 Erupsi yang langsung bergerak secara vertikal
 Bentuk morfologi gunungapi tidak banyak berubah
Peta bahaya gunungapi, dibuat dengan tujuan dapat mengurangi korban bencana gunung
api terdiri dari pembuatan peta yang menginformasikan :
 Daerah terlarang, daerah dekat kawah yang sama sekali tidak boleh dijadikan tempat
tinggal.
 Daerah bahaya I, daerah yang kemungkinan dilewati oleh nue ardante / awan panas dan
bom vulkanik, penduduk di sekitarnya harus segera mengungsi begitu tanda – tanda
kegiatan erupsi muncul.
 Daerah bahaya II, terletak di daerah lembah dekat puncak yang kemungkinan dilewati
oleh aliran lahar, yang terdiri dari :
 Daerah siaga, berada di lokasi dengan topografi yang tinggi.
 Daerah bebas, lokasi ini kemungkinan lolos dari pengaruh aliran lahar.

5.2.1 Peringatan Awal Letusan gunungapi


Beberapa erupsi eksplosif terjadi tanpa adanya tanda khusus, tetapi beberapa kejadian
setelah letusan awal memberikan peringatan khusus. Dalam melaksanakan pemantauan gunung
api, menggunakan beberapa macam teknik pengamatan / pengukuran sifat fisika dan kimia
73
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

gunung api. Hasil analisa pemantauan dapat memperkirakan kemungkinan letusan suatu gunung
api. Walaupun demikian, kita tidak sampai dapat menentukan jam, hari, tanggal gunung api akan
meletus. Karena teknologi yang ada sekarang belum sampai kesana. Hal yang harus diperhatikan
adalah :
 Erupsi letusan uap, hampir tidak ada peringatan sebelumnya
 Erupsi magmatik, melibatkan proses naiknya magma ke permukaan menyebabkan
perubahan permukaan tanah. Adanya anomali aliran panas serata perubahan suhu
dan kimia permukaan tanah dan mata air.
 Frekuensi kejadian dan tingkat gempa biasanya meningkat pada saat erupsi akan
terjadi. Erupsi diawali oleh kegiatan fumarol didaerah yang baru atau daerah
kegiatan fumarol yang menjadi lebih luas.
5.2.2 Pemantauan Visual
 Warna asap, semakin banyak zat padat maka warnanya menjadi gelap.
 Suara gemuruh dari kawah, naiknya tekanan gas dan suhu yang besar
menyebabkan suara yang bergemuruh bersamaan dengan keluarnya gas atau uap
 Mengukur suhu kawah jika dimungkinkan, suhu bisa diukur jarak jauh, dan
datanya dikirim melalui transfer data satelit. Suhu akan semakin tinggi jika kegiatan
gunung api menjelang erupsi meningkat.
 Perkembangan kubah lava yang ada
 Lingkungan di sekitar gunung api (tumbuh – tumbuhan dan hewan)
 Pengamatan cuaca, pengamatan cuaca sangat penting dilakukan, terutama
berkaitan dengan kemungkinan terjadinya bahaya longsor. Hujan yang sangat lebat dan
petir bisa menjadi faktor utama yang menyebabkan tumpukan abu vulkanik yang
terkumpul di puncak lereng gunung api meluncur ke bawah dan menyapu infrastruktur
yang dilewatinya.
 Pengamatan suhu disekitar wilayah gunungapi tersebut . Ketika suhu disekitar
meningkat kemungkinan gunungapi tersebut akan terjadi erupsi .

74
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Gambar 5.1 Pengamatan visual Kubah Lava Gunung Merapi tahun 2006

75
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

5.2.3 Pemantauan Instrumental


 Pengamatan Geodinamika
Untuk pengamatan ini diperlukan peralatan geofisika dan geodesi hal yang
dilakukan adalah :
 Mengukurnya besarnya deformasi di daerah sekitar kawah gunung api dengan alat
– alat ukur geodesi yang dipasang dekat dengan lubang kepundan misalnya :
tiltmeter, seismograf / microseismometer, GPS, EDM (electronic distance
measurement).

Gambar 5.2 Microseismometer Gambar 5.3 EDM (electronic distance measurement)

Gambar 5.4 Tiltmeter Gambar 5.5 GPS (Global Positioning Satellites)

76
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

 Mengukur sifat kemagnetan, bisa dilakukan dengan alat geofisika. Misalnya : MT


(magnetotelurik), LOTEM (long offset EM), magnetometer. Magma akan
berkurang sifat kemagnetannya, jika suhunya semakin tinggi dan akan hilang
sama sekali jika telah berada diatas suhu Curie (463 – 580 0C untuk granit, untuk
hematit 650 – 680 0C). Naiknya tingkat oksidasi mengurangi tingkat magnetisasi.
Perubahan fisik magma yang dicerminkan oleh suhu dan tekanan
diinterpretasikan dari data pengamatan. Pengukuran lainnya yang mirip dan
sangat mendukung untuk mengetahui suhu adalah dengan menggunakan
resistivitymeter. Perbedaan harga tahanan jenis yang diukur pada waktu yang
berbeda merefleksikan perubahaan suhu.
 Mengukur gaya berat, menggunakan alat gravitimeter untuk mengetahui kondisi
bawah permukaan berdasarkan kontras densitas. Magma akan mudah dikenali
karena mempunyai kontras densitas yang besar dengan batuan disekelilingnya.
Misalnya untuk magma yang menembus lapisan batuan sediment.
 Mengukur kegempaan, dengan menggunakan seismometer kita mengamati gempa
yang umumnya dangkal. Pada saat menjelang erupsi yang eksplosif, aktifitas
getaran gempa akan meningkat. Saat magma naik, umumnya terjadi gempa yang
dapat kita deteksi dengan mikroseismometer.

Gambar 5.6 Pengamatan Geodinamika


 Pengamatan Geokimia
Analisa geokimia batuan dan gas suatu gunung api, bertujuan untuk mengetahui
evolusi magma berdasarkan komposisi kimia batuan. Erupsi yang terjadi biasnya berubah
dari eksplosif menjadi efusif yang mengakhiri suatu periode letusan. Pada saat kegiatan
77
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

gunung api meningkat perbandingan CO2 + CO dan H2S semakin besar, pengukuran
dilakukan dengan cara spektrometri ultraviolet, dimana kepekatan gas diketahui
berdasarkan jumlah sinar ultraviolet yang dapat menembusnya. Demikian juga saat
kegiatan erupsi meningkat keluarnya gas CO2, SO2, dan radioaktif menjadi juga semakin
tinggi.

Gambar 5.7 Sampling Gas Gunungapi


 Pengamatan fotografi inframerah
Apabila magma telah berhasil mencapai permukaan maka akan terjadi pancaran
gelombang inframerah. Dengan menggunakan film tertentu pancaran tersebut dapat
direkam dari ketinggian baik oleh pesawat terbang maupun satelit.
Cara ini sangat tepat unutk memantau perkembangan kegiatan gunung api tipe vulcano
yang senantiasa merusak, dimana tidak terdapat petunjuk bahaya yang mengancam
karena peletusan melainkan kenaikan suhu saja.
 Pengamatan satelit
Pada saat ini pemantauan yang lebih cangih dengan menggunakan satelit telah
dilakukan seperti G. Merapi (Jawa Tengah), G. Lokon (Sulawesi Utara), G. Semeru (Jawa
Timur).

5.2.4 Bahaya Letusan Gunungapi


Produk suatu erupsi atau letusan magmatik bervariasi, sangat tergantung pada tingkat
viskositas magmanya. Produk tersebut dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Letusan Efusif, letusan yang terjadi pada gunungapi yang viskositasnya magma
rendah. Hasil letusan berupa lelehan lava.

78
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

2. Letusan Eksplosif, letusan yang terjadi pada gunungapi yang berviskositas magma
tinggi. Hasil letusan berupa aliran piroklastik dan tefra.
3. Letusan Campuran, letusan yang terjadi pada gunungapi yang viskositasnya magma
menengah. Hasil letusan berupa lelehan lava, tefra, kadang-kadang disertai aliran
piroklastik.
Bahaya letusan gunungapi adalah bahaya lingkungan, yang dapat dibedakan menjadi
3 macam, yaitu bahaya primer, bahaya sekunder dan bahaya tidak langsung.
1. Bahaya primer, disebabkan oleh aliran lava, aliran piroklastik atau awan panas, rempah
jatuh ( dari bom sampai abu gunungapi ), lahar letusan dan gas. Bahaya yang terjadi
selama letusan gunungapi masih berlangsung. Daerah yang teramcam disekitar
gunungapi atau sektor tertentu saja, yang dicapai oleh jatuhan bahan letusan dan
semburan aliran piroklastik. Jarak sangat terbatas karena berdekatan dengan puncak
gunungapi tersebut dengan ancaman secara langsung dan terbatas waktunya .
2. Bahaya sekunder, disebabkan olen aliran lahar hujan. Ancaman bahaya tidak terbatas
waktunya, dapat berlangsung bertahun-tahun bahkan puluhan tahun., selama endapan
bahan letusan masih dapat tererosi oleh air hujan. Padahal letusannya mungkin hanya
berlangsung selam beberapa hari saja. Daerah yang terancam hanya disepanjang sungai
yang hulunya dilerenga atas gunungapi tetapi dapat mencapai puluhan kilometer jauhnya
dari gunungapi itu.
3. Bahaya tidak langsung, merupakan bencana susulan akibat adanya bahaya primer
maupun bahaya sekunder. Bahaya sekunder berupa semburan abu dapat menyebabkan
pencemaran, gangguan kesehatan penduduk, lalu lintas udara khususnya serta udara dan
iklim. Bahaya sekunder dapat menyebabkan bencana susulan berupa banjir atau akibat
lainnya. Bahaya ini mempunyai waktu yang tidak terbatas karena merupakan efek akhir
dari letusan gunungapi .

5.2.5 Usaha Penanggulangan


Usaha penanggulangan akibat bahaya gunungapi ( bahaya primer ) adalah :
 Menentukan kapan letusan terjadi. Meramalkan dengan tepat dan pasti kapan
gunungapi akan meletus, suatu hal yang mustahil. Karena banyak factor yang tidak
diketahui, bahkan sulit diketahui. Usaha yang dilakukan adalah melakukan pendekatan

79
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

dari berbagai disiplin ilmu untuk mengetahui tingkat kegiatan suatu gunungapi. Caranya
yaitu dengan melakukan pengamatan berbagai gejala yang ada hubungannya dengan
magma. Dari pendekatan tersebut diharapkan dapat diketahui kapan gunungapi dalam
keadaan kritis dan kapan mulai mereda. Usaha yang lain adalah menduga daerah yang
aman, waspada dan daerah yang sangat bahaya bila letusan terjadi.
 Usaha yang tidak kurang pentingnya (sekunder) adalah melakukan penyuluhan
kepada penduduk disekitar gunungapi, agar mereka sadar akan bahaya yang mungkin
terjadi dan usaha untuk menghindari akan bahaya sekunder atau bahaya susulan.
Usaha penanggulangan akibat bahaya sekunder yaitu :
 Menyingkir dari daerah bahaya yang mungkin terancam bahaya.
 Usaha memperkecil bencana yang disebabkan oleh aliran lahar juga dilakukan dengan
membangun :
Bronjong, merupakan untaian kawat berisi batu dan pasir dalam kantong, terutama
ditujukan untuk membelokkan arah aliran lahar supaya jangan menyeleweng dan
menghancurkan pemukiman penduduk yang ada di sepanjang jalur sungai.
Terowongan, adalah salah satu cara untuk mengaasi tipe gunung api yang mempunyai
danau kawah. Pada puncaknya diusahakan beragam cara untuk mengeringkannya. Usaha
tersebut lebih menekankan pada cara menghadapi bahaya lahar letusan dari gunung api
tersebut.
Contoh pada G. Kelut (Jawa Timur). Pengerjaan pengeringan air pada danau kawah
dilakukan dengan sistem penerowongan dan sifon (1919 – 1926). Pada akhir penyifonan
isi air 1,8 juta m3. Pada 1875, 78 juta m3 dan dimuntahkan sekitar 40 juta m3 air. Pada
1919, 38,5 juta m3. Penyempurnaan terowongan diselesaikan tahun 1966 (terowongan
Ampera) dengan volume air sekitar 4,3 juta m3.
Sabo, merupakan bangunan sipil yang dibangun melintang aliran sungai, berfungsi untuk
menahan material lahar yang terdiri dari berbagai ukuran batuan agar jangan terangkut
lebih jauh lagi. Apabila check-dam dan sabo-dam sudah tidak mampu lagi menampung
material lahar bahan – bahan tersebut akan melimpah ke daerah hilir yang disinipun akan
tertahan oleh bangunan sejenis. Jadi bangunan sipil tersebut umumnya dibuat
bertingkatdari hulu hingga nilir sungai terutama didaerah aliran sungai yang berdekatan

80
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

dengan pemukiman penduduk. Di G. Merapi (Tawa Tengah) di bangun pada daerah K.


Putih.
Kantong lahar, merupakan daerah yang sengaja dikorbankan untuk memperkecil
kekuatan aliran lahar. Contohnya daerah Salam (Jawa Tengah) G. Merapi.
 Menduga intensitas aliran lahar yang mungkin terjadi ditiap sungai dan menentukan
daerah yang mungkin dilanda aliran lahar.
Usaha penanggulangan bahaya letusan gunungapi yang dilakukan selam ini tampak
memberikan hasil yang baik. Sebagai bukti dapat dilihat pada tabel 4.1 dan 4.2 korban akibat
letusan makin berkurang dengan efektifnya sistem pengamatan gunungapi.

Tabel 5.1 Korban akibat letusan gunungapi yang diketahui di Indonesia.


Sebelum Ada Pengamatan Sesudah Ada Pengamatan
Gunungapi Tahun Korban Gunungapi Tahun Korban
Papandayan 1772 2.951 Kelud 1951 7
Tambora 1815 92.000 Merapi 1954 4
Galunggung 1822 4.000 Merapi 1961 6
Krakatua 1883 36.000 Kelud 1966 210
Kelud 1901 Banyak Merapi 1969 3
Kelud 1901 5.160 Sinila 1979 149
Merapi 1930 1.369 Agung 1963 1.148

81
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Tabel 5.2 Usaha pengamatan penduduk dari bahaya letusan gunungapi


tahun 1980 - 1990.
GUNUNGAPI TAHUN PENGUNGSI KORBAN
Gamalama 1980 52.555 -
1990 1.092 -
Gamkonora 1981 2.000 -
Galunggung 1982 / 83 72.000 -
Colo 1983 7.000 -
Merapi 1984 680 -
Karangetang 1984 3.000 -
Sangeangapi 1985 1.295 -
Banda Api 1988 1.600 4
Makian 1988 12.932 -
Kelud 1990 19.855 35

5.3 Peta Daerah Bahaya Gunungapi


Salah satu usaha untuk memperkecil bahaya letusan, korban serta kerugian yang
diakibatkan oleh kegiatan gunungapi adalah dengan membuat peta daerah bahaya gunungapi.
Hanya saat ini, semua gunungapi aktif di Indonesia telah dilengkapi dengan peta daerah bahaya,
dimana peta tersebut dapat dijadikan pedoman sementara bagi pemerintah daerah setempat untuk
mengungsikan penduduk yang terancam bahaya kedaerah yang lebih aman.
Penyusun peta daerah bahaya gunungapi dilakukan dengan cara :
1. Melakukan pemetaan dan pengamatan morfologi gunungapi terutama bagiab puncak.
2. Mengumpul data-data berupa sejarah gunungapi yang bersangkutan, sifat letusan
termasuk bahan yang dihasilkan ( piroklastik, lava dan awan panas ) dan akibat kegiatan
tersebut terhadap daerah sekitar.
Didalam peta daerah bahaya gunungapi terdapat unsur - unsur peta seperti :
1. Daerah terlarang, yaitu daerah yang langsung tertimpa bencana apabila terjadi letusan.
Daerah ini terkena dampak letusan secara langsung dari letusan gunungapi tersebut , dan
daerah ini terletak di sekitar puncak gunungapi.

82
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

2. Daerah bahaya, yaitu daerah disekitar gunungapi yang mungkin masih dicapai oleh
jatuhan bahan lepas seperti bom, lapilli dan sebagainya. Daerah ini terdapat di bagian
tubuh gunungapi yang biasanya masih dihuni oleh penduduk setempat .
3. Daerah waspada, yaitu daerah yang senantiasa siap dikosongkan apabila tiba-tiba terjadi
letusan. Daerah ini jauh dari pucak gunungapi sehingga biasanya digunakan untuk tempat
pengungsian sementara .
Sebagai contoh adalah gunung Merapi ( yogyakarta ) yang merupakan gunungapi tipe
berlapis dengan kubah lava. Beberapa kawah dari gunungapi ini dikenal sebagai kawah
Pasarbubar, Pusung London, kawah 48 dan 56. gunungapi yang sangat aktif ini terletak pada titik
potong antara dua rekahan regional, yaitu rekahan transversal yang memisahkan jawa tengah
dengan jawa timur dan rekahan longitudinal yang melewati pulau jawa (menurut Neumann van
Padang, 1951 ). Pada juli 1883 hingga November 1884, lava kental yang naik hingga mencapai
permukaan membentuk kubah lava, yang dikenal denga kubah lava timur. Letusan 1888
menghancurkan sebagian kubah dan pada tahun 1911 terbentuk kubah lava barat yang menjulang
hingga 2.963 meter diatas permukaan air laut.
Desember 1930 sebuah letusan besar menghancurkan kubah lava tersebut, sebagian hancur
kareka letusan tersebut dan sebagian lagi runtuh karena pembentukan kawah dibagian puncak.
Letusan yang menghancurkan kubah membentuk awan panas yang bergerak sepanjang lereng
dan menghancurkan hingga jarak 3-13 km. Di gunung merapi ada dua jenis awan panas, yaitu
awan panas yang terbentuk akibat guguran kubah lava atau menurut peristilahan Lacroix sebagai
awan panas guguran dan yang kedua awan panas yang disebabkan oleh letugan gunungapi atau
awan panas tipe St.Vincent menurut Escher, atau awan panas gunungapai menurut Lacroix.
Tubuh awan panas yang meluncur kearah bawah sepanjang jurang atau lereng bagian
bawahnya mengandung guguran berbentuk pijar ( ladu ), sedangkan pada bagian atasnya
merupakan awan gas panas yang bercampur dengan abu halus. Dan karena letusan tersebut
menggerakan lereng dan puncak gunungapai, maka hujan lebat akan menghanyutkan abu dan
bahan lepas lainnya yang bertumpuk dilereng, membentuk aliran lahar hujan yang meluap dari
sungai yang ada. Bencna yang ditimbulkan oleh lahar hujan ini dikelompokan dalam bahaya
sekunder gunung merapi.

83
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Peta daerah bahaya gunung Merapi pertama kala disusun oleh Stehn ( 1935 ), kemudian
disempurnakan oleh Suryo ( 1956 ). Suryo membagi daerah bahaya tersebut menjadi :
1. Daerah Terlarang, yaitu daerah yang tertutup dan kemungkinan besar dilanda oleh awan
panas.Daerah ini dekat dengan puncak gunungapi .
2. Daerah Bahaya 1, merupakan daerah yang dipengaruhi oleh bahaya primer dari
gunungapi tersebut .
( letusan ).
3. Daerah Bahaya 2, merupakan daerah yang dipengaruhi oleh bahaya sekunder dan bahaya
tersier ( bahaya tidak langsung ) .
Selelah gunung merapi 1961, 1967, 1968, dan 1969 merubah sebagian besar topografi
daerah bahaya 2, Reksoprawiro (1972 ) menyempurnakan kembali peta daerah bahaya tersebut.

84
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Gambar 5.8 Peta daerah bahaya G. Merapi Jawa Tengah


(menurut K. Koesoemadinata, 1979)

85
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

5.4 Tingkat Atau Derajat Bahaya Gunungapi


Dibawah ini merupakan alternatif lain untuk penilain derajad bahaya gunungapi di
Indonesia, dikemukakan oleh J Matahelumuan ( 1980 ). Didasarkan pada sifat erupsi yang sering
terjadi, tipe erupsi, daur kegiatan, kelas gunungapi aktif dan jumlah penduduk yang bermukim
didaerah sekitar gunungapi. Penggolongan yang selama ini dilakukan berdasarkan sejarah
letusannya, yang dibagi dalam 3 tipe, yaitu tipe A, B dan C. Tipe A adalah gunungapi yang
sekurang-kurangnya telah meletus sekali sejak tahun 1600 M. Tipe B adalah gunungapi yang
sejak tahun 1600 M belum meletus, namun menunjukan gejala kegiatannya, antara lain solfatara.
Tipe C adalah gunungapi yang tidak termasuk tipe A dan B, namun masih menunjukan gejala
kegiatannya berupa lapangan fumarola atau solfatara. Gampangnya gunungapi tipe C adalah
gunungapi tipe B yang sudah tidak memiliki kerucut sebagaimana lazimnya gunungapi.

Tabel 5.3 Penilaian derajat bahaya gunungapi


No TOLAK UKUR NILAI
1. Sifat erupsi yang sering terjadi a. Magmatik 100
b. Preatik 75
c. Tidak jelas diketahui 50
2. Tipe erupsi yang sering terjadi a. Tipe Plini 100
b. Tipe St.Vincent 90
c. Tipe Vulkano kuat atau 80
dahsyat 70
d. Tipe Merapi 60
e. Tipe Strombolin 50
f. Tipe Vulkano lemah 40
g. Tidak diketahui
3. Daur kegiatan a. lebih dari 100 tahun 100
b. 50 – 99 tahun 90
c. 20 – 49 tahun 80
d. 10 – 19 tahun 70
e. 5 – 9 tahun 60
f. 1 – 4 tahun 50
g. Tidak jelas diketahui 40

86
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

4. Kelas gunungapi aktif a. Kelas A 100


b. Kelas B 75
c. Kelas C 50
5. Jumlah penduduk yang bermukim a. Daerah Terlarang
- Lebih dari 10.000 orang 100
- 1000 – 9999 orang 75
- kurang dari 1000 orang 50
b. Daerah Bahaya 1
- Lebih dari 10.000 orang 75
- 1000 – 9999 orang 50
- kurang dari 1000 orang 25
c. Daerah Bahaya 2
- Lebih dari 10.000 orang 50
- 1000 – 9999 orang 35
- kurang dari 1000 orang 20

Penentuan derajat bahaya gunungapi ( DB ) dilakukan dengan menggunakan tabel 5. 4


yang sebelumnya menggunakan rumus :

Derajat Bahaya = Jumlah nilai dari tolak ukur


--------------------------------- X 100
625

Tabel 5.4 Tingkat derajat bahaya gunungapi berdasarkan nilai tolak ukur
NILAI DERAJAT BAHAYA DERAJAT / TINGKAT BAHAYA ( DB )
75 – 100 Sangat rawan
50 – 74 Rawan
< 50 Cukup rawan

Sebagai contoh, perhitungan tingkat / derajat bahaya gunung Lokon – Empung, bersifat
erupsi yang sering terjadi bernilai 100, tipe erupsi bernilai 65, daur kegiatan bernilai 60, kelas

87
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

gunungapi bernilai 100, jumlah penduduk yang bermukim bernilai 125. Tolal nilai berdasarkan
tolak ukur adalah 450, sehingga nilai derajatbahaya adalah :
450
DB = ----- X 100 = 72
625
Maka berdasarkan tabel 6.4 Gunung Lokon – Empung termasuk gunungapi rawan.

Sebagai contoh lain, perhitungan tingkat / derajat bahaya Gunung Kelud – Jawa Timur,
sifat erupsi yang sering terjadi bernilai 100, tipe erupsi ( St.Vincent ) bernilai 90, daur kegiatan
( 20 - 49 tahun ) bernilai 80, kelas gunungapi ( Aktif ) bernilai 100, jumlah penduduk yang
bermukim bernilai 125. Total nilai berdasarkan tolak ukur adalah 495, sehingga nilai derajat
bahaya adalah :
495
DB = ----- X 100 = 79,2
625
Maka berdasarkan tabel 6.4 Gunung Kelud termasuk gunungapi sangat rawan.

BAB VI
PENGENDALIAN SEDIMEN LAHAR
88
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

6.1 Pengertian Sabo


Sabo dam adalah bangunan teknik (dam) yang didirikan di daerah hulu sungai pada
sungai-sungai yang terdapat di daerah pegunungan.Fungsi utama sabo adalah untuk menampung
material sedimen serta menekan jumlah dan aliran dari sedimen tersebut.Bangunan ini didirikan
pada tengah lembah sebagai sarana penahan secara langsug dari debris flow hasil vulkanisme.
Debris flow yang di maksud disini adalah sedimen yang berasal dari material vulkanik (volcanic
ash), dimana material vulkanik yang masih lepas setelah terjadi erupsi terkena air hujan akan
bergerak menuruni lereng, selama pergerakannya debris flow dapat juga membawa massa batuan
yang berukuran sangat besar. Volcanic Mudflow adalah material vulkanik yang terbentuk
bersamaan dengan erupsi gunungapi, sedangkan Debris Flow diakibatkan oleh air hujan, atau
bisa juga dikatakan bahwa debris flow adalah mudflow skunder (lahar)
Macam – macam SABO :
1. SABO Penyaring 3. SABO Penampung
2. SABO Penahan 4. SABO Penyearah
Sabo dirancang mempunyai celah atau lubang karena sangat efektif untuk menahan lahar
karena dalam kondisi dibawah normal biasanya lahar mempunyai kapasitas material berukuran
pasir yang sangat besar.

Gambar 6.1 SABO

Pengertian Aliran Debris (Debrisflow)

89
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Aliran debris adalah suatu aliran massa berupa campuran antara air dan sedimen dengan
konsentrasi yang sangat tinggi . Aliran ini dimulai karena keseimbangan slalik antara gaya geser
yang ditimbulkan lebih besar dari gaya geser yang menahan , maka jumlah massa yang
mengalir , ketinggian, serta kecepatannya akan selalu bertambah Pada tingkat tertentu , karena
kondisi batas setempat, misalnya perubahan kemiringan yang menjadi landai, berkurangnya
massa air, perubahan karakter sedimen dan lain sebagainya, proses aliran debris ini akan
mengalami perlambatan, jumlah massa yang mengalir berkurang,sejumlah massa akan
diendapkan.

Faktor Utama Pembentuk Debris Flow

Kondisi yang berpengaruh terhadap terbentuknya debris flow adalah:

 Gaya Gravitasi, transformasi dari kemiringan dasar alur yang >15º, merupakan syarat
kemiringan untuk terbentuknya aliran debris.
 Material sedimen, ("sedimen cemawis") sebagai bahan padat pembentuk debris flow di
bagian hulu alur, lereng atau di sekitar puncak gunung.
 Air, pada umumnya dari air hujan dalam jumlah yang memadai untuk mampu
menjenuhkan material padat dan berperan sebagai media pengaliran.
 material padat dan berperan sebagai media pengaliran.

90
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

91
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Gambar 6.2 Ilustrasi Proses Terjadinya Aliran Lahar Hujan

Fungsi sabo yang mempunyai lubang atau celah :

92
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

1. Meloloskan sedimen dengan volume yang menurun ke arah hilir


2. Menahan sedimen yang volumenya besar sehingga dalam sementara waktu dapat
mencegah bahaya pada daerah hilir
Bahaya gunungapi dapat menyebar sangat luas mengakibatkan kerugian berupa harta
benda bahkan jiwa. Sebagai pencegah utama, maka kita perlu mengetahui usaha-usaha
pencegahan terhadap bencana gunungapi baik yang berupa struktural atau non-struktural. Secara
struktural yaitu sengan membangun sabo, bungker dan lain-lain, sedangkan yang non-struktural
yaitu seperti memberi peringatan bila terjadi erupsi gunungapi dan sistem evakuasi yang benar.

6.2. Rumus Sabo (Sabo Kali Boyong)


Pada acara SABO ini menggunakan acuan SABO kali Boyong. Dimana luas SABO
memakai rumus bidang datar.
Rumus volume piroklastik :
Vpa = panjang sungai x lebar sungai x tebalpa
Vpj = luas DAS x tebalpj
Vair = luas DAS x tinggi curah hujan (mm/s)
Vsabo = luas SABO x panjang sungai
Setelah didapatkan Volume SABO kemudian mencari nila C (konstanta), dimana :
Vpa + Vpj + Vair
C=
Vsabo

C > 1, bahaya ; C < 1, aman

Keterangan :
Vpa : Volume piroklastik aliran
Vpj : Volume piroklastik jatuhan
Vair : Volume air

93
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

BAB VII
APLIKASI VULKANOLOGI

7.1 PANAS BUMI

Kekayaan alam Indonesia memang melimpah ruah, dari mulai sumber daya alam sampai
sumber daya mineral semua tersedia. Sumber daya mineral yang melimpah di negara tercinta ini
antara lain emas, tembaga, platina, nikel, timah, batu bara, migas, dan panas bumi. Untuk
mengelola panas bumi (geothermal). Geothermal adalah salah satu kekayaan sumber daya
mineral yang belum banyak dimanfaatkan. Salah satu sumber geothermal kita yang berpotensi
besar tetapi belum dieksploitasi adalah yang ada di Sarulla, dekat Tarutung, Sumut. Sumber
panas bumi Sarulla bahkan dikabarkan memiliki cadangan terbesar di dunia.

Saat ini panas bumi (geothermal) mulai menjadi perhatian dunia karena energi yang
dihasilkan dapat dikonversi menjadi energi listrik, selain bebas polusi. Beberapa pembangkit
listrik bertenaga panas bumi telah terpasang di manca negara seperti di Amerika Serikat, Inggris,
Perancis, Italia, Swedia, Swiss, Jerman, Selandia Baru, Australia, dan Jepang. Amerika saat ini
bahkan sedang sibuk dengan riset besar mereka di bidang geothermal dengan nama Enhanced
Geothermal Systems (EGS). EGS diprakarsai oleh US Department of Energy (DOE) dan bekerja
sama dengan beberapa universitas seperti MIT, Southern Methodist University, dan University of
Utah. Proyek ini merupakan program jangka panjang dimana pada 2050 geothermal meru-pakan

94
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

sumber utama tenaga listrik Amerika Serikat. Program EGS bertujuan untuk meningkatkan
sumber daya geothermal, menciptakan teknologi ter-baik dan ekonomis, memperpanjang life
time sumur-sumur produksi, ekspansi sumber daya, menekan harga listrik geothermal menjadi
seekono-mis mungkin, dan keunggulan lingkungan hidup. Program EGS telah mulai aktif sejak
Desember 2005 yang lalu.

Terjadinya Sistem Panas Bumi

Secara garis besar bumi ini terdiri dari tiga lapisan utama (Gambar 2.1), yaitu kulit bumi
(crust), selubung bumi (mantle) dan inti bumi (core). Kulit bumi adalah bagian terluar dari bumi.
Ketebalan dari kulit bumi bervariasi, tetapi umumnya kulit bumi di bawah suatu daratan
(continent) lebih tebal dari yang terdapat di bawah suatu lautan. Di bawah suatu daratan
ketebalan kulit bumi umumnya sekitar 35 kilometer sedangkan di bawah lautan hanya sekitar 5
kilometer. Batuan yang terdapat pada lapisan ini adalah batuan keras yang mempunyai density
sekitar 2.7 - 3 gr/cm3.

Gambar 7.1 Susunan Lapisan Bumi

Di bawah kulit bumi terdapat suatu lapisan tebal yang disebut selubung bumi (mantel)
yang diperkirakan mempunyai ketebalan sekitar 2900 km. Bagian teratas dari selubung bumi
juga merupakan batuan keras.
Bagian terdalam dari bumi adalah inti bumi (core) yang mempunyai ketebalan sekitar
3450 kilometer. Lapisan ini mempunyai temperatur dan tekanan yang sangat tinggi sehingga

95
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

lapisan ini berupa lelehan yang sangat panas yang diperkirakan mempunyai density sekitar 10.2 -
11.5 gr/cm3. Diperkirakan temperatur pada pusat bumi dapat mencapai sekitar 60000F.
Kulit bumi dan bagian teratas dari selubung bumi kemudian dinamakan litosfir (80 - 200
km). Bagian selubung bumi yang terletak tepat di bawah litosfir merupakan batuan lunak tapi
pekat dan jauh lebih panas. Bagian dari selubung bumi ini kemudian dinamakan astenosfer (200
- 300 km). Di bawah lapisan ini, yaitu bagian bawah dari selubung bumi terdiri dari material-
material cair, pekat dan panas, dengan density sekitar 3.3 - 5.7 gr/cm3.
Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa litosfer sebenarnya bukan merupakan permukaan
yang utuh, tetapi terdiri dari sejumlah lempeng-lempeng tipis dan kaku (Gambar 2.2).

Gambar 7.2 Lempengan-lempengan Tektonik

Lempeng-lempeng tersebut merupakan bentangan batuan setebal 64 – 145 km yang


mengapung di atas astenosfer. Lempeng-lempeng ini bergerak secara perlahan-lahan dan
menerus. Di beberapa tempat lempeng-lempeng bergerak memisah sementara di beberapa tempat
lainnya lempeng-lempeng saling mendorong dan salah satu diantaranya akan menujam di bawah
lempeng lainnya (lihat Gambar 2.3). Karena panas di dalam astenosfere dan panas akibat
gesekan, ujung dari lempengan tersebut hancur meleleh dan mempunyai temperatur tinggi
(proses magmatisasi).

96
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Gambar 7.3 Gambaran Pergerakan Lempengan-lempengan Tektonik (Wahl, 1977)

Adanya material panas pada kedalaman beberapa ribu kilometer di bawah permukaan
bumi menyebabkan terjadinya aliran panas dari sumber panas tersebut hingga ke pemukaan. Hal
ini menyebabkan tejadinya perubahan temperatur dari bawah hingga ke permukaan, dengan
gradien temperatur rata-rata sebesar 300C/km. Di perbatasan antara dua lempeng (di daerah
penujaman) harga laju aliran panas umumnya lebih besar dari harga rata-rata tersebut. Hal ini
menyebabkan gradien temperatur di daerah tersebut menjadi lebih besar dari gradien tempetatur
rata-rata, sehingga dapat mencapai 70-800C/km, bahkan di suatu tempat di Lanzarote (Canary
Island) besarnya gradien temperatur sangat tinggi sekali hingga besarnya tidak lagi dinyatakan
dalam0C/km tetapi dalam 0C/cm.
Pada dasarnya sistim panas bumi terbentuk sebagai hasil perpindahan panas dari suatu
sumber panas ke sekelilingnya yang terjadi secara konduksi dan secara konveksi. Perpindahan
panas secara konduksi terjadi melalui batuan, sedangkan perpindahan panas secara konveksi
terjadi karena adanya kontak antara air dengan suatu sumber panas. Perpindahan panas secara
konveksi pada dasarnya terjadi karena gaya apung (bouyancy). Air karena gaya gravitasi selalu
mempunyai kecenderungan untuk bergerak kebawah, akan tetapi apabila air tersebut kontak
dengan suatu sumber panas maka akan terjadi perpindahan panas sehingga temperatur air
menjadi lebih tinggi dan air menjadi lebih ringan. Keadaan ini menyebabkan air yang lebih panas

97
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

bergerak ke atas dan air yang lebih dingin bergerak turun ke bawah, sehingga terjadi sirkulasi air
atau arus konveksi.

Gambar 7.4 Perpindahan Panas Di Bawah Permukaan

Terjadinya sumber energi panasbumi di Indonesia serta karakteristiknya dijelaskan oleh


Budihardi (1998) sebagai berikut. Ada tiga lempengan yang berinteraksi di Indonesia, yaitu
lempeng Pasifik, lempeng India-Australia dan lempeng Eurasia. Tumbukan yang terjadi antara
ketiga lempeng tektonik tersebut telah memberikan peranan yang sangat penting bagi
terbentuknya sumber energi panas bumi di Indonesia. Tumbukan antara lempeng India-Australia
di sebelah selatan dan lempeng Eurasia di sebelah utara mengasilkan zona penunjaman
(subduksi) di kedalaman 160 - 210 km di bawah Pulau Jawa-Nusatenggara dan di kedalaman
sekitar 100 km (Rocks et. al, 1982) di bawah Pulau Sumatera. Hal ini menyebabkan proses
magmatisasi di bawah Pulau Sumatera lebih dangkal dibandingkan dengan di bawah Pulau Jawa
atau Nusatenggara. Karena perbedaan kedalaman jenis magma yang dihasilkannya berbeda. Pada
kedalaman yang lebih besar jenis magma yang dihasilkan akan lebih bersifat basa dan lebih cair
dengan kandungan gas magmatik yang lebih tinggi sehingga menghasilkan erupsi gunung api
yang lebih kuat yang pada akhirnya akan menghasilkan endapan vulkanik yang lebih tebal dan
terhampar luas. Oleh karena itu, reservoir panas bumi di Pulau Jawa umumnya lebih dalam dan
menempati batuan volkanik, sedangkan reservoir panas bumi di Sumatera terdapat di dalam
batuan sedimen dan ditemukan pada kedalaman yang lebih dangkal.

98
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Jenis – Jenis Energi dan Sistem Panas Bumi


Energi panas bumi diklasifikasikan kedalam lima kategori seperti diperihatkan pada Dari
semua energi tersebut di atas, energi dari sistim hidrotermal (hydrothermal system) yang paling
banyak dimanfaatkan karena pada sistim hidrotermal, pori-pori batuan mengandung air atau uap,
atau keduanya, dan reservoir umumnya letaknya tidak terlalu dalam sehingga masih ekonomis
untuk diusahakan.
Berdasarkan pada jenis fluida produksi dan jenis kandungan fluida utamanya, sistim
hidrotermal dibedakan menjadi dua, yaitu sistim satu fasa atau sistim dua fasa. Pada sistim satu
fasa, sistim umumnya berisi air yang mempunyai temperatur 90 -1800C dan tidak terjadi
pendidihan bahkan selama eksploitasi.

Ada dua jenis sistim dua fasa, yaitu:


1. Sistim dominasi uap atau vapour dominated system, yaitu sistim panasbumi di mana
sumur-sumurnya memproduksikan uap kering atau uap basah karena rongga-rongga
batuan reservoirnya sebagian besar berisi uap panas. Dalam sistim dominasi uap,
diperkirakan uap mengisi rongga- rongga, saluran terbuka atau rekahan-rekahan,
sedangkan air mengisi pori- pori batuan. Karena jumlah air yang terkandung di dalam
pori-pori relatif sedikit, maka saturasi air mungkin sama atau hanya sedikit lebih besar
dari saturasi air konat (Swc) sehingga air terperangkap dalam pori- pori batuan dan tidak
bergerak.

99
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

2. Sistim dominasi air atau water dominated system yaitu sistim panas bumi dimana sumur-
sumurnya menghasilkan fluida dua fasa berupa campuran uap air. Dalam sistim dominasi
air, diperkirakan air mengisi rongga-rongga, saluran terbuka atau rekahan-rekahan. Pada
sistim dominasi air, baik tekanan maupun temperatur tidak konstant terhadap kedalaman.

Dibandingkan dengan temperatur reservoir minyak, temperatur reservoir panas bumi


relatif sangat tinggi, bisa mencapai 3500C. Berdasarkan pada besarnya temperatur, Hochstein
(1990) membedakan sistim panas bumi menjadi tiga, yaitu:
1. Sistim panas bumi bertemperatur rendah, yaitu suatu sistim yang reservoirnya
mengandung fluida dengan temperatur lebih kecil dari 1250C.
2. Sistim reservoir bertemperatur sedang, yaitu suatu sistim yang reservoirnya mengandung
fluida bertemperatur antara 1250C dan 2250C.
3. Sistim reservoir bertemperatur tinggi, yaitu suatu sistim yang reservoirnya mengandung
fluida bertemperatur diatas 2250C.

Sistim panas bumi seringkali juga diklasifikasikan berdasarkan entalpi fluida yaitu sistim
entalpi rendah, sedang dan tinggi. Kriteria yang digunakan sebagai dasar klasifikasi pada
kenyataannya tidak berdasarkan pada harga entalphi, akan tetapi berdasarkan pada temperatur

100
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

mengingat entalphi adalah fungsi dari temperatur. Pada Tabel dibawah ini ditunjukkan klasifikasi
sistim panas bumi yang biasa digunakan.

Tabel 7.1. Klasifikasi Sistem Panas Bumi Berdasarkan Temperatur

Gambar 7.5 Reservoir Panas Bumi

Air hujan (rain water) itu bisa turun dari awan disebabkan oleh pengaruh gravitasi bumi.
Ketika tiba di permukaan bumi air hujan akan merembes ke dalam tanah melalui saluran pori-
pori atau rongga-rongga diantara butir-butir batuan. Bila jumlah air hujan yang turun cukup
deras, maka air tersebut akan mengisi rongga-rongga antar butiran sampai penuh atau jenuh. Air
hujan yang sudah masuk ke tanah disebut air tanah. Kalau sudah tidak tertampung lagi, maka air

101
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

hujan yang masih dipermukaan akan mengalir ke tempat yang lebih rendah. Ini disebut air
permukaan.
Perlu diketahui disini bahwa daya serap (atau lebih dikenal dengan istilah permeabilitas)
masing-masing batuan atau lapisan batuan bervariasi tergantung jenis batuannya. Di daerah
gunung api, dimana terdapat potensi panas bumi, seringkali ditemukan struktur sesar (fault) dan
kaldera (caldera) sebagai akibat dari letusan gunung maupun aktifitas tektonik lainnya.
Keberadaan struktur tersebut tidak sekedar membuka pori-pori atau rongga-rongga antar butiran
menjadi lebih terbuka, bahkan lebih dari itu mereka menciptakan zona rekahan (fracture zone)
yang cukup lebar dan memanjang secara vertikal atau hampir vertikal dimana air tanah dengan
leluasa menerobos turun ke tempat yang lebih dalam lagi sampai akhirnya dia berjumpa dengan
batuan panas (hot rock).
Air tersebut tidak lagi turun ke bawah, sekarang dia mencari jalan dalam arah horizontal
ke lapisan batuan yang masih bisa diisi oleh air. Seiring dengan berjalannya waktu, air tersebut
terus terakumulasi dan terpanaskan oleh batuan panas (hot rock). Akibatnya temperatur air
meningkat, volume bertambah dan tekanan menjadi naik. Sebagiannya masih tetap berwujud air
panas, namun sebagian lainnya telah berubah menjadi uap panas. Tekanan yang terus meningkat,
membuat fluida panas tersebut menekan batuan panas yang melingkupinya seraya mencari jalan
terobosan untuk melepaskan tekanan tinggi.
Kalau fluida tersebut menemukan celah yang bisa mengantarnya menuju permukaan
bumi, maka akan dijumpai sejumlah manifestasi sebagaimana yang diterangkan pada halaman
sebelumnya. Namun bila celah itu tidak tersedia, maka fluida panas itu akan tetap terperangkap
disana selamanya.
Lokasi tempat fluida panas tersebut dinamakan reservoir panas bumi (geothermal
reservoir). Sementara lapisan batuan dibagian atasnya dinamakan cap rock yang bersifat
impermeabel atau teramat sulit ditembus oleh fluida.

7.2 Pemanfaatan Energi Panas Bumi

Berdasarkan Perpres No. 5 Tahun 2006 pasal 2 ayat (2) huruf b, salah satu tujuan
Ketahanan Energi Nasional (KEN) adalah terwujudnya energi mix yang optimal pada tahun 2025
dengan perincian, minyak bumi menjadi kurang dari 20%, gas bumi menjadi lebih dari 30%,

102
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

batubara menjadi lebih dari 33%, batubara yang dicairkan (liquefied coal) menjadi lebih dari 2%
dan Bahan Bakar nabati (BBN), panas bumi dan energi baru terbarukan menjadi lebih dari 5%.

Untuk mempercepat pemanfaatan energi panas bumi pemerintah telah mengeluarkan UU


No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi dan Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 2007 tentang
Kegiatan Usaha Panas Bumi serta Peraturan Menteri ESDM terkait panas bumi. Regulasi
tersebut dikeluarkan untuk memberikan kejelasan pijakan dan kepastian hukum berinvestasi
disektor panas bumi.

Selain mengeluarkan regulasi sebagai payung hukum, pemerintah memberikan


kemudahan fiskal dan pajak serta menyediakan informasi terkait termasuk informasi terkini
potensi panas bumi di Indonesia. Informasi tersebut merupakan hasil dari inventarisasi, survei
dan ekplorasi yang telah dilakukan pemerintah pusat, daerah maupun badan usaha.

Potensi panas bumi yang dimiliki Indonesia sangat melimpah (27.000 MW), namun
pemanfaatannya masih belum optimal. Berdasarkan Road Map yang sudah dibuat, pemerintah
mentargetkan hingga tahun 2025 pemanfaatan panas bumi mencapai 9.500 MW.

Pemanfaatan Energi Panas Bumi di Indonesia

1. Sebagai Pembangkit Listrik

Meningkatnya kebutuhan ener-gi dunia ditambah lagi dengan se-makin tingginya


kesadaran akan kebersihan dan keselamatan lingkungan, maka panas bumi (geothermal)
akan mempunyai masa depan yang cerah. Program EGS (enhanced geothermal systems)
yang dilakukan Amerika Serikat misalnya, adalah suatu program besar-besaran untuk
menjadikan geothermal sebagai salah satu primadona pembangkit listrik pada 2050 yang
akan datang.

Indonesia sendiri sebetulnya sangat ber-peluang untuk melakukan pemanfaatan


geo-thermal sebagai pembangkit listrik, bahkan berpotensi sebagai negara pengekspor
listrik bila ditangani secara serius. Hal ini tidak berlebihan, mengingat banyaknya sumber
geothermal yang sudah siap diekploitasi di sepanjang Sumatra, Jawa, dan Sulawesi.

103
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Untuk mempermudah pelaksanaannya tidak ada sa-lahnya bila kita bekerja sama dengan
negara maju asalkan kepentingan kita yang lebih dominan. Misalnya kita bekerja sama
dengan US Department of Energy (DOE) untuk men-dapat berbagai hasil riset mereka
dalam EGS.

2. Manifestasi

Gambar 7.6 Manifestasi

Air atau uap panas –fluida– (yang berada di perut gunung api) ternyata tidak diam
ditempatnya, justru karena menerima panas dari magma, terjadilah fenomena arus
konveksi. Pada awalnya, molekul-molekul fluida tersebut berusaha mentransfer atau
berbagi panas kepada sesamanya hingga mencapai kesetaraan temperatur. Seiring dengan
meningkatnya temperatur, volumenya bertambah dan efeknya tekanan fluida semakin
naik. Akhirnya fluida mendesak dan mendorong batuan sekitarnya atau berusaha
menerobos celah-celah antar batuan (fracture) untuk melepaskan tekanannya. Secara
umum, tekanan di sekitar permukaan bumi lebih rendah dari pada tekanan dibawah
permukaan bumi.

104
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Berdasarkan hal ini, air panas maupun uap panas yang terperangkap dibawah
permukaan bumi akan berupaya mencari jalan terobosan supaya bisa keluar ke
permukaan bumi. Silakan perhatikan foto di atas. Ketika mereka menemukan jalan untuk
sampai ke permukaan, kita bisa melihatnya sebagai asap putih yang sesungguhnya adalah
uap panas (fumarole), atau bisa juga mereka keluar dalam wujud cairan membentuk
telaga air panas (hot spring), atau bisa juga berupa lumpur panas (mud pots). Semua
fenomena ini adalah jenis-jenis manifestasi dari keberadaan sistem panas bumi
(geothermal system). Itu merupakan tanda-tanda alam yang menunjukkan bahwa di
bawah lokasi manifestasi tersebut pasti ada intrusi magma yang memanaskan batuan
sekelilingnya. Berarti daerah tersebut menyimpan potensi panas bumi yang suatu saat
bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi.

105
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

BAB VII

MANAJEMEN BENCANA

8.1. Pendahuluan

Kepulauan Indonesia terletak diantara dua benua dan dua samudera, dan terbentuk
sebagai hasil interaksi tiga lempeng kerak bumi utama. Konsekuensi dari setting lingkungan
yang demikian adalah bahwa kondisi meteorologi dan oseanografi di Kepulauan Indonesia
sangat dipengaruhi kedua benua, kedua samudera maupun konfigurasi lempeng kerak bumi di
kawasan itu. Proses-proses geologi atau bencana geologi yang berlangsung di kawasan tersebut
sangat ditentukan oleh kondisi meteorologi, oseanografi dan pola interaksi lempeng kerak bumi
di sekitarnya. Hasil analisis terhadap setting lingkungan di kawasan Kepulauan Indonesia dan
sekitarnya menunjukkan bahwa bencana geologi yang dapat terjadi di daerah pesisir dari pulau-
pulau yang ada di Kepulauan Indonesia adalah tsunami, gelombang badai, banjir luapan sungai,
banjir pasang surut, erosi pantai, sedimentasi dan subsiden. Karakter dari setiap bencana tersebut
sangat ditentukan oleh karakter dari pemicunya, yaitu memiliki tempat kejadian yang tertentu,
waktu kejadian yang tertentu, maupun muncul dengan gejala awal yang tertentu pula.

Berbagai proses geologi selalau bekerja di sekitar kita. Proses-proses tersebut bekerja
membentuk roman muka bumi. Ada kalanya, proses-proses yang bekerja itu bersentuhan dengan
manusia dan dapat menyebabkan kerusakan harta benda dan bahkan kematian. Proses-proses
geologi yang dapat menimbulkan kerugian pada manusia itu selanjutnya disebut sebagai bencana
geologi.

Bila kita memperhatikan lokasi tempat proses-proses geologi berlangsung, maka akan
tampak bahwa proses-proses geologi dapat terjadi di semua tempat di permukaan bumi. Oleh
karena itu, bencana geologi dapat juga terjadi di berbagai tempat di permukaan bumi. Meskipun
demikian, macam-macam proses geologi atau bencana geologi yang terjadi di suatu setting
lingkungan sangat ditentukan oleh kondisi geologi dan geomofologi yang ada di lingkungan
tersebut. Sebagai contoh, macam-macam bencana geologi yang dapat terjadi di daerah

106
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

pegunungan tentu akan berbeda dengan macam-macam bencana geologi yang dapat terjadi di
daerah pesisir.

Indonesia adalah negara kepulauan. Konsekuensinya adalah bahwa wilayah pesisir


merupakan kawasan yang dominan terdapat di Indonesia. Selanjutnya, adalah suatu kenyataan
bahwa banyak penduduk Indonesia tinggal di kawasan pesisir dan berhubungan dengan laut.
Kondisi tersebut dapat dilihat dari banyaknya kota-kota besar di Indonesia yang terletak di
kawasan pesisir. Oleh karena itu, mengetahui macam-macam bencana geologi yang dapat terjadi
di kawasan pesisir dan memahami karakteristiknya merupakan hal yang penting dalam rangka
upaya mitigasi bencana tersebut.

Gambar 8.1 Peta Rentan Bencana Indonesia (Katili 1973)

8.2 Pengertian Proses Geologi Dan Bencana Geologi

Proses geologi adalah semua proses yang berlangsung di permukaan bumi atau di bawah
permukaan bumi yang melibatkan semua materialyang ada di bumi. Proses-proses tersebut
berlangsung di dalam suatu sistem yang bekerja membangun dan membentuk permukaan bumi,
dan memindahkan material dari satu tempat ke tempat lain atau dari satu sistem ke sistem yang
lain. Dengan demikian, sesuai dengan perbedaan karakter material yang terlibat dan lokasinya,
proses-proses geologi memiliki karakter yang “site specific” (khas menurut lokasinya) meskipun
dengan pemisahan yang tidak ketat.

107
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Di daerah pesisir, proses-proses geologi yang khas untuk daerah pesisir umumnya adalah proses-
proses geologi hasil interaksi dari angin, gelombang, pasang-surut dan arus. Sebagai bencana
geologi, proses-proses geologi itu dapat terekspresikan sebagai tsunami, gelombang karena
badai, banjir, erosi pantai dan sedimentasi. Selain itu, ada satu proses geologi yang umum terjadi
di daerah pesisir yang tidak ada kaitannya dengan berbagai fenomena yang telah disebutkan di
atas, yaitu subsiden. Macam bencana yang terakhir ini berkaitan dengan kondisi geologi daerah
pesisir dan aktifitas manusia.

8.3 Pengertian Bencana

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non-
alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU 24/2007)

Bencana alam adalah konsekwensi dari kombinasi aktivitas alami (suatu peristiwa fisik,
seperti letusan gunung, gempa bumi, tanah longsor) dan aktivitas manusia. Karena
ketidakberdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat, sehingga
menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan struktural, bahkan sampai kematian.
Kerugian yang dihasilkan tergantung pada kemampuan untuk mencegah atau menghindari
bencana dan daya tahan mereka. Pemahaman ini berhubungan dengan pernyataan: "bencana
muncul bila ancaman bahaya bertemu dengan ketidakberdayaan". Dengan demikian, aktivitas
alam yang berbahaya tidak akan menjadi bencana alam di daerah tanpa ketidakberdayaan
manusia, misalnya gempa bumi di wilayah tak berpenghuni. Konsekuensinya, pemakaian istilah
"alam" juga ditentang karena peristiwa tersebut bukan hanya bahaya atau malapetaka tanpa
keterlibatan manusia. Besarnya potensi kerugian juga tergantung pada bentuk bahayanya sendiri,
mulai dari kebakaran, yang mengancam bangunan individual, sampai peristiwa tubrukan meteor
besar yang berpotensi mengakhiri peradaban umat manusia.

Dari bencana yang ada disekitar lingkungan kita pasti bencana tersebut akan menimbulkan
bahaya. Bahaya adalah keadaan atau fenomena alam yang dapat berpotensi menyebabkan
korban jiwa atau kerusakan benda / lingkungan

108
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Ada beberapa macam jenis bahaya yaitu :

Jenis-jenis Bahaya :

1. Geologi
2. Hidrometeorolgi

3. Teknologi

4. Lingkungan

5. Sosial

6. Biologi

Dalam bab ini tidak semua jenis bahaya akan dibahas karena manajemen bencana yang dibahas
adalah yang berhubugan dengan jenis bahaya Geologi.

8.4 Gempa Bumi


Gempa bumi adalah gejala alam,berupa sentakan alamiah yang terjadi di bumi, yang
bersumber didalam bumi dan merambat ke permukaan. Gempa adalah salah satu bencana alam
yang dapat diramalkan. Ada tiga kelompok pembagian gempa bumi yang lazim kita kenal.
Pertama gempa tektonik, yaitu yang berkaitan erat dengan pembentukan patahan (fault), sebagai
akibat langsung dari tumbukan antar lempeng pembentuk kulit bumi. Gempa ini merupakan
gempa yang umumnya berkekuatan lebih dari 5 skala Richter. Gempa vulkanik, yaitu gempa
berkaitan dengan aktivitas gunung api. Gempa ini merupakan gempa mikro sampai menengah,
gempa ini umumnya berkekuatan kurang dari 4 skala Richter. Ketiga, terban yang muncul akibat
longsoran / terban dan merupakan gempa kecil. Kekuatan gempa mungkin sangat kecil sehingga
yang muncul tidak terasa, berupa tremor dan hanya terdeteksi oleh seismograf.
Patahan-patahan besar juga merupakan penyebab gempa yang dahsyat. Misalnya patahan
Semangko yang membujur membelah pulau Sumatera, patahan Palu-Koro di Sulawesi, patahan
berarah Laut- Barat Daya dan Barat Laut – Tenggara yang merajam Jawa dan juga patahan
Sorong di Kepala Burung Irian. Patahan-patahan tersebut merupakan zona lemah yang mudah
oleh gempa tektonik. Pusat gempa itu sendiri begitu banyak dan mengerombol. Menyebabkan

109
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Indonesia ini banyak memiliki potensi bencana gempa. Antara lain Aceh, Padang, Bengkulu,
Sukabumi, Wonosobo, Maluku dan Irian Jaya.

Gambar 8.2 Peta Rawan Gempa Indonesia

Untuk persiapan jika tinggal di kawasan rawan gempa:

 Memastikan struktur dan letak rumah dapat terhindar dari bahaya yang disebabkan
gempa bumi.
 Simpan barang yang berat, seperti pajangan, di bagian bawah lemari atau laci. Singkirkan
gantungan lukisan di sekitar tempat tidur atau ikat kuat agar tidak mudah jatuh.
 Menyimpan bahan yang mudah terbakar pada tempat yang tidak mudah pecah agar
terhindar dari kebakaran.
 Selalu mematikan air, gas, dan listrik apabila sedang tidak digunakan.
 Kenali lingkungan tempat tinggal atau tempat kerja dengan memperhatikan; letak pintu,
lift, tangga darurat, serta tempat yang paling aman untuk berlindung.
 Menyimpan peralatan P3K serta obat-obatan.
 Mencatat nomor telepon penting yang dapat dihubungi pada saat terjadi gempa bumi.
 Siapkan radio kecil berbaterai, senter, peluit atau kentongan di tempat yang mudah
dijangkau.

110
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

 Siapkan makanan instan dan air yang sewaktu-waktu dapat digunakan.

Jika terjadi gempa:

 Jaga diri agar tetap tenang sehingga dapat membaca situasi.


 Secepat mungkin berlari ke luar apabila masih dapat dilakukan.
 Jika terdapat di gedung bertingkat, hindari menggunakan eskalator atau lift.
 Lindungi kepala dan badan Anda dari reruntuhan bangunan.
 Mencari tempat perlindungan, misalnya di bawah meja, kursi atau perlengkapan
rumahtangga yang kuat. Hindari jendela dan bagian rumah yang terbuat dari kaca,
perapian, kompor atau peralatan rumahtangga yang mungkin akan jatuh.
 Perhatikan tempat Anda berpijak, hindari apabila terjadi rekahan tanah.
 Jika sedang mengendarai mobil, cari tempat parkir yang aman. Jauhkan mobil dari pohon
besar, tiang, papan reklame, pom bensin, jembatan, dan tempat-tempat yang
membahayakan. Keluar dan menjauhlah dari mobil.
 Jika sedang berada di pantai, pergilah menjauhi pantai untuk menghindari tsunami.
 Jika di pegunungan, hindari daerah rawan longsor.

8.5 Gunung Api

Gunung api adalah suatu lubang bumi, yang dari lubang tersebut dapat dikeluarkan ini
bumi berupa padatan panas, cairan panas dan gas panas. Beberapa tipe letusan gunungapi dapat
diramalkan pemunculannya, karena umumnya memiliki selang waktu letusan. Bahaya yang
ditimbulkan oleh gunung api dikenal sebagai bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer
merupakan bahaya yang berkaitan langsung dengan letusan, Muatan panas berupa padatan,
cairan dan gas tinggi (di atas 500 derajat C) akan menghanguskan semua saja yang disentuhnya.
Jatuhan langsung batu dan abu volkanik panas G. Galunggung, juga guguran lava pijar dan awan
panas wedhus gembel yang dikeluarkan oleh G. Merapi merupakan contoh bahaya primer.
Bahaya sekunder merupakan bahaya yang ditimbulkan secara tidak langsung. Jika hujan turun,
lahar meluncur dan menutup semua yang dilewatinya. Banjir lahar gunung Merapi, dan gunung
Kelud merupakan contoh bahaya sekunder.

111
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Gambar 8.3 Contoh bencana yang ditimbulkan oleh Gunung Api

Untuk persiapan jika tinggal di daerah rawan bencana gunung berapi;

 Cari tahu tentang sistem pengamanan di daerah tersebut, serta bagan alur keadaan
darurat. Setelah itu lakukan rencana evakuasi, rute mana yang akan dilalui.
 Waspada mengenai bahaya yang menyertai letusan gunung api, seperti lahar, banjir
bandang, longsor, hujan batu, gempa bumi, hujan abu, hujan asam, tsunami.
 Buatlah persediaan perlengkapan darurat seperti batere/senter dan extra batu batere, obat-
obatan untuk pertolongan pertama, makanan dan air minum untuk keadaan darurat,
pembuka kaleng, masker debu, sepatu, pakailah kacamata dan gunakan masker apabila
terjadi hujan abu.
 Buat persediaan perlengkapan darurat seperti senter atau radio kecil berbaterai baru, P3K,
obat-obatan penting, makanan instan dan air minum untuk keadaan darurat, masker debu.
 Siapkan nomor telepon pihak-pihak yang berwenang menanggulangi bencana.
 Patuhi apapun instruksi yang dikeluarkan oleh yang berwenang.

Jika terjadi letusan gunung berapi:

112
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

 Jaga diri tetap tenang sehingga dapat membaca situasi.


 Ikuti perintah pengungsian yang dikeluarkan oleh yang berwenang.
 Hindari melewati sungai-sungai yang berhulu di puncak gunung yang sedang meletus.
 Apabila terjebak di dalam ruangan/rumah; tutup semua jendela, pintu masuk dan lubang.
Bawa hewan peliharaan ke dalam ruang yang terlindung.
 Apabila berada di ruang terbuka; cepat cari perlindungan.
 Apabila terjadi hujan batu; lindungi kepala dengan posisi tangan menutupi kepala dan
siku menuju ke depan.
 Apabila terjebak dekat suatu aliran, hati-hati terhadap kemungkinan adanya lahar.
 Gunakan kacamata untuk melindungi mata Anda.
 Gunakan masker debu atau kain penutup mulut untuk melindungi pernapasan Anda.
 Hindari daerah berbahaya yang telah ditetapkan pemerintah atau lembaga yang
berwenang.
 Hindari lembah sungai dan daerah yang rendah.
 Apabila aliran lahar melewati jembatan, jauhi jembatan tersebut.
 Terus mendengarkan radio untuk memantau keadaan.

8.6 Tsunami

Tsunami (gelombang pasang) umumnya menerjang pantai landai. Asal-usul kejadiannya


dapat dihubungkan dengan adanya tektonik (selanjutnya disebut gempa) dan letusan gunung api.
Tsunami yang berhubungan dengan gempa dan letusan gunung api merupakan bencana alam lain
yang kedatangannya tidak dapat diramal. Gempa-gempa dalam, umumnya tidak berpotensi
langsung terhadap terjadinya tsunami. Contoh actual adalah gempa yang terjadi Sabtu pagi, 4
Juni 1994. Gempa tersebut berpusat di 345 km sebelah barat daya Denpasar, dan memiliki
getaran sampai 6 skala Richter. Walaupun getarannya terasa kuat di Mataram, Lombok dan
Denpasar, namun kenyataannya tidak menimbulkan tsunami, karena memiliki kedalaman 61 km.
Gempa yang berpengaruh langsung menimbulkan tsunami umumnya merupakan gempa dangkal,
yang mempunyai kedalaman sumber sekitar 50 km atau kurang. Umumnya, gempa hanya
bertindak sebagai pemicu munculnya terjadinya sobekan patahan-patahan. Tsunami yang
melanda Maumere Flores 12 Desember 1992 lalu, tidak langsung berhubungan dengan gempa.
Gempa yang di bawah perairan Flores selatan berfungsi sebagai pemicu aktifnya patahan-

113
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

patahan yang terdapat di pantai utara sehingga membentuk sobekan. Tsunami sepanjang pantai
Jawa Timur ini, mengakibatkan korban terbanyak di Banyuwangi, jauh di timur titik gempa.
Gelombang pasang paling besar memang terjadi disekitar itu, maka lebih dimungkinkan bahwa
tsunami merupakan gempa susulan tidak langsung dari gempa yang terjasi di bawah Malang
Selatan itu. Gempa diduga lebih dulu memicu patahan-patahan anjakan yang membujur ke arah
timur-barat, di sepanjang dasar perairan jawa Timur. Sobekan patahan tidak akan sama besar, dan
dibagian sobekan terbesar lebih memungkinkan memunculkan gelombang pasang.
Tsunami lain adalah yang berhubungan dengan letusan gunungapi. Tsunami jenis ini, misalnya
adalah tsunami akibat letusan G. Krakatau tahun 1883, yang dinyatakan terhebat dalam sejarah,
telah merenggut lebioh dari 35.000 jiwa di kawasan Lampung dan Jawa Barat.

Gambar 8.4 Skema terjadi bencana tsunami

114
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Gambar 8.5 Peta tingkat kerawan bencana tsunami Indonesia

Tsunami umumnya terjadi setelah gempa. Namun tidak semua gempa mengakibatkan
tsunami. Salah satu tanda-tanda yang menunjukkan akan terjadi tsunami, yaitu surutnya air laut
hingga tampak dasarnya sampai beberapa ratus meter yang terjadi secara tiba-tiba setelah
terjadinya gempa bumi. Setelah itu akan terdengar suara gelombang seperti suara mesin kereta
api atau pesawat jet. Jika ini terjadi yang dapat dilakukan adalah:

 Jaga diri agar tetap tenang sehingga dapat membaca situasi.


 Menjauhi daerah pantai saat terjadinya gempa yang menurut masyarakat bisa
menimbulkan tsunami.
 Jauhi sungai yang menuju ke laut.
 Jauhi daerah-daerah yang terkena tsunami paling tidak selama dua jam, atau sampai
keadaan membaik, sebab gelombang tsunami bisa memiliki banyak gelombang yang
dapat merusak.
 Bagi yang berada di laut saat kejadian, pergilah menuju ke perairan yang lebih dalam dan
kembali saat kondisi aman.

115
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Gambar 8.6 Dampak akibat bencana tsunami

8.7 Banjir

Meningkatnya banjir yang melanda beberapa daerah di wilayah Indonesia, khususnya


Pulau Jawa, sering dikaitkan dengan pembabatan hutan di kawasan hulu dari sistim daerah aliran
sungai 3 (DAS). Banjir, sebenarnya merupakan bencana alam paling dapat diramalkan
kedatangannya, karena berhubungan besar curah hujan. Secara klasik, walaupun tidak tepat
betul, yang dituduh sebagai biang keladi banjir adalah petani, yang menebang hutan dibagian
hulu DAS. Penebangan dan pengelolaan hutan yang terbatas, tidak begitu saja dapat sistim
pengaturan air maupun pembudidayaan hutan menjadi lading, lahan pertanian atau pemukiman.
Apalagi jika disertai dengan pemadatan tanah dan erosi yang berat. Penebangan hutan dan
pemadatan tanah tidak memberikan kesempatan air hujan untuk meresap ke tanah. Sebagian
besar menjadi aliran permukaan dengan pelumpuran. Apalagi didukung oleh sungai yang
semakin dangkal dan menyempit, bantaran sungai yang penuh dengan penghuni, serta

116
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

penyumbatan saluran air. Padahal, sekali kawasan terkena banjir, berikutnya akan mudah banjir
lagi. Karena pori permukaan tanah tertutup sehingga air sama sekali tidak dapat meresap. Banjir
umumnya terjadi didataran, hilir dari suatu DAS yang memiliki pola aliran rapat. Dataran
yang menjadi langganan banjir umumnya memiliki kepadatan pendudukan tinggi. Secara
geologis, berupa lembah atau bentuk cekungan bumi lainnya dengan porositas rendah. Umumnya
berupa delta maupun alluvial. Selain pantai utara Jawa, dataran Bengawan Solo, dataran Sungai
Citarum dan Sungai Bratas, Tinggi Bandung, dataran Sumatera Utara, Kalimantan Timur,
merupakan kawasan potensi banjir.

Gambar 8.7 Dampak yang ditimbulkan bencana banjir

Untuk persiapan jika tinggal di kawasan rawan banjir:

 Periksa semua lubang pembuangan air, seperti got, kloset, dan sebagainya. Bersihkan dari
semua penghalang.
 Sediakan perlengkapan P3K dan obat-obatan sederhana di rumah.
 Sediakan radio kecil dan senter dengan baterai yang baru.
 Sediakan juga peluit atau kentongan, tali, pelampung.
 Siapkan makanan instan dan air minum secukupnya.
 Buat perencanaan jika terjadi banjir.

Jika terjadi banjir:

 Jaga diri agar tetap tenang sehingga dapat membaca situasi.


 Penuhi semua tong, bak mandi, ember dengan air bersih.
 Waspada dengan terus mendengarkan berita mengenai banjir melalui radio.
 Padamkan listrik dan gas di rumah.

117
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

 Amankan semua dokumen dan perabot ke tempat yang lebih tinggi.


 Dengarkan arahan dari POSKO banjir terdekat atau RT/RW lingkungan Anda.
 Jika keadaan sudah tidak memungkinkan, atau sudah diarahkan oleh POSKO atau aparat
RT/RW untuk mengungsi, pergilah ke tempat yang tinggi dan aman.
 Hindari melalui kawasan banjir dan arus yang deras.
 Jangan berjalan-jalan/melihat-lihat/berenang-renang di kawasan banjir, berbahaya!
 Jangan sampai menyentuh kabel-kabel yang jatuh atau tiang listrik.
 Awasi anak-anak, jangan biarkan mereka bermain di saluran air, sungai atau kawasan
banjir.
 Jangan minum dan memasak dengan air banjir.

Penanganan atau Manajemen Bencana (Disaster Management)


 Manjemen Bencana adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mengendalikan
bencana dan keadaan daruat, sekaligus memberikan kerangka kerja untuk menolong
masyarakt dalam keadaan beresiko tinggi agar dapt menghindari ataupun pulih dari
dampak bencana.

:: Tujuan dari Manajemen bencana diantaranya:


 1. Mengurangi atau menghindari kerugian secara fisik, ekonomi maupun jiwa yang
dialami oleh perorangan, masyarakt negara.
 2. Mengurangi penderitaan korban bencana
 3. Mempercepat pemulihan
 4. Memberikan perlindunagan kepada pengungsi atau masyarakat yang kehilangan
tempat ketika kehidupannya terancam.

118
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

Gambar 8.8 Bagan jenis bencana dan Metodologi

Siklus Manajemen Bencana


Untuk tujuan diatas diperlukan beberapa tahap dalam upaya untuk menangani suatu bencana :
 Penanganan Darurat; yaitu upaya untuk menyelamatkan jiwa dan melindungi harta
serta menangani gangguan kerusakan dan dampak lain suatu bencana. Sedangkan
keadaan darurat yaitu kondisi yang diakibatkan oleh kejadian luar biasa yang berada di
luar kemampuan masyarakat untuk menghadapnya dengan sumber daya atau kapasitas
yang ada sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok dan terjadi
penurunan drastic terhadap kualitas hidup, kesehatan atau ancaman secara langsung
terhadap keamanan banyak orang di dalam suatu kominitas atau lokasi.
 Pemulihan (recovery);adalah suatu proses yang dilalui agar kebutuhan pokok
terpenuhi. Proses recovery terdiri dari:
a. Rehabilitasi : perbaikan yang dibutuhkan secara langsung yang sifatnya sementara
atau berjangka pendek.
b. Rekonstruksi : perbaikan yang sifatnya permanen
 Pencegahan (prevension); upaya untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan
timbulnya suatu ancaman. Misalnya : pembuatan bendungan untuk menghindari
terjadinya banjir, biopori, penanaman tanaman keras di lereng bukit untuk menghindari
banjir dsb. Namun perlu disadari bahwa pencegahan tidak bisa 100% efektif terhadap
sebagian besar bencana.

119
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

 Mitigasi (mitigation); yaitu upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak buruk dari
suatu ancaman. Misalnya : penataan kembali lahan desa agar terjadinya banjir tidak
menimbulkan kerugian besar.
 Kesiap-siagaan (preparedness); yaitu persiapan rencana untuk bertindak ketika
terjadi(atau kemungkinan akan terjadi) bencana. Perencanaan terdiri dari perkiraan
terhadap kebutuhan-kebutuhan dalam keadaan darurat danidentifikasi atas sumber daya
yang ada untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Perencanaan ini dapat mengurangi
dampak buruk dari suatu ancaman.
:: Beberapa prinsip kesiap-siagaan antara lain :
 Pengembangan jaringan informasi dan system jaringan Sistem Peringatan Dini (Early
Warning System/EWS)
 Perencanaan evakuasi dan persiapan stok kebutuhan pokok (suplai pangan, obat-obatan
dll)
 Perbaikan terhadap infrastruktur yang dapat digunakan dalam keadaan darurat, seperti
fasilitas komunikasi, jalan, kendaraan, gedung-gedung sebagai tempat penampungan dll.

Gambar 8.9 Siklus penanggulangan Bencana

Kegiatan – kegiatan manajemen bencana antara lain :


120
Buku Panduan Praktikum
Laboraturium Vulkanologi 2013

A. Pencegahan (prevention)
B. Mitigasi (mitigation)
C. Kesiapan (preparedness)
D. Peringatan Dini (early warning)
E. Tanggap Darurat (response)
F. Bantuan Darurat (relief)
G. Pemulihan (recovery)
H. Rehablitasi (rehabilitation)
I. Rekonstruksi (reconstruction

121

Anda mungkin juga menyukai