Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anjing merupakan hewan yang banyak hidup disekitar manusia dan
banyak dipelihara oleh masyarakat. Populasi anjing saat ini telah mengalami
peningkatan yang cukup signifikan. Salah satu solusi untuk memecahkan
permasalahan di atas adalah melakukan tindakan sterilisasi pada anjing baik
jantan maupun betina. Sterilisasi pada hewan betina dapat dilakukan dengan
hanya mengangkat ovariumnya saja (ovariectomy) atau mengangkat ovarium
beserta uterusnya (ovariohisterectomy).
Ovariohisterectomy dapat dilakukan untuk terapi pengobatan pada
kasus-kasus reproduksi seperti pyometra, endometritis, tumor uterus, kista,
hiperplasia, dan neoplasia kelenjar mammae. Selain itu, operasi juga dilakukan
untuk memperkecil terjadinya kasus pyometra. Sterilisasi biasanya dilakukan
saat hewan berumur masih muda. Pada kasus pyometra, sterilisasi dilakukan
sebagai terapi karena ketidakseimbangan cairan sehingga melauli tindakan
bedah ini dapat menyembuhkan penyakit tersebut. Ovariohisterectomy dapat
dilakukan pada hampir semua fase siklus reproduksi, tetapi paling baik
dilakukan sebelum pubertas dan selama fase anestrus (Saunders, 2003)
Keuntungan dari ovariohisterectomy pada anjing usia muda adalah
mencegah penyebaran anjing secara berlebihan dan mengurangi kemungkinan
terkena kanker mammae. Usia yang masih sangat muda membutuhkan waktu
bedah yang lebih singkat dan pendarahan yang lebih sedikit sehingga akan
sembuh lebih cepat. Efek yang muncul dari dilakukannya ovariohisterektomi
adalah akan munculnya kondisi ketidakseimbangan hormonal untuk sementara
waktu. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan ovarium merupakan kelenjar yang
juga berfungsi sebagai kelenjar endokrin.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana prosedur pre-operasi pada operasi ovariohisterektomi ?
2. Bagaimana teknik operasi ovariohisterektomi pada anjing ?
3. Bagaimana manajemen penanganan post operasi ovariohisterektomi ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui prosedur pre-operasi ovariohisterektomi
2. Untuk mengetahui teknik operasi ovariohisterektomi pada anjing
3. Untuk mengetahui manajemen penanganan post operasi ovariohisterektomi
1.4 Manfaat

Manfaat dari koasistensi ovariohisterektomi pada anjing diantaranya


adalah sebagai berikut :

1. Mahasiswa PPDH mampu melakukan persiapan pre-operasi


ovariohisterektomi yang baik pada anjing
2. Mahasiswa PPDH mampu melakukan teknik operasi ovariohisterektomi
yang baik pada anjing
3. Mahasiswa PPDH mampu memberikan terapi post operasi
ovariohisterektomi yang baik pada anjing
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Reproduksi Anjing Betina

Organ reproduksi anjing betina hampir sama dengan mamalia lain yaitu
meliputi ovarium, tuba falopii (tuba uterina atau oviduct), uterus, serviks,
vagina, dan vulva. Ovarium anjing relatif kecil, kurang lebih 1,5 x 0,7 x 0,5 cm
pada anjing dengan berat badan 12 kg, berlokasi di bagian dorsal romngga
perut, disebelah kaudal dari ginjal kurang lebih pada tingkat ketiga atau
keempat dari vertebrae lumbalis. Ovarium disokong oleh lapisan peritoneum
(mesovarium) yang berisi saraf dan suplai darah yang berasal dari arteri ovaria
dan dari anastomosis arteri uterina. Setiap ovarium diselimuti oleh lemak dan
dikelilingi oleh bursa yang terbuka sepanjang 02 – 1,8 xm (Junaidi, 2006).
Ovarium berfungsi ganda yaitu sebagai alat tubuh yang memproduksi sel
kelamin berina yaitu ovum dan hormon-hormon kelamin betina yaitu estrogen
dan progesteron.ovarium merupakan organ repoduksi primer yang berfungsi
menghasilkan hormon yaitu hormon estrogen, progesteron dan relaksin.
Estrogen adalah zat yang menyebabkan birahi pada hewan betina, dan
menstimulir pertumbuhan alat kelamin serta menyebabkan pertumbuhan sifat-
sifat kelamin sekunder pada hewan betina. Progesteron merupakan hormon
yang dihasilkan korpus luteum dan mempunyai fungsi yang berhubungan
dengan pertumbuhan sel-sel endometrium sebelum dan selama hewan bunting.
Bersama dengan prolaktin menyebabkan perkembangan sistem alveolar dari
kelenjar mammae tetapi menghambat perkembangan folikel, sedangkan
relaksin adalah hormon yang dihasilkan pada masa kebuntingan menyebabkan
relaksasi simphisis pubis. Hormon ini ditemukan pada ovarium, uterus dan
tenunan plasenta. Hormon ini berperan penting pada alat-alat reproduksi untuk
memelihara kebuntingan sampai melahirkan.
Gambar 2.1 Anatomi Reproduksi Anjing Betina

Tuba uterina panjangnya 4 – 10 cm dan diameternya 1 – 2 mm, tampak


seperti saluran yang terbuka pada akhir ovarium dan diameternya mengecil ke
arah uterus. Kornua uteri berbentuk elips pada potongan melintang, panjang
dan menyempit dan bergabung di kaudal membentuk korpus uteri. Tipe uterus
anjing adalah duplex, yang terdiri dari dua kornua uteri masing-masing dengan
saluran vagina. Ukuran dan berat dari uterus meningkat sewaktu anjing
menginjak dewasa dan memasuki proestris dan estrus, mencapai ukuran
maksimal selama awal metestrus. Kemudian menurun sewaktu mulainya
anestrus, meskipun tidak kembali ke ukuran anjing dewasa. Ketebalan dan
lebar mencapai maksimal 7 – 9 minggu sesudah mulainya estrus. Serviks
berbentuk oval memisahkan uterus danb vagina. Vagina memanjang dari
servik ke selaput dara (hymen) dan vestibula menajang kevulva. Ciri utama
dari serviks adalah tidak dapat dijangkau lewat vagina karena vaginanya yang
sangat panjang. Pada anjing yang tidak estrus dan belum pernah bunting,
saluran servik bagian kaudal membuka ke arah bawah, ke arah dinding kranial
vagina. Vagina tetap tertutup pada anjing normal kecuali selama siklus estrus
dan parturisi (Junaidi, 2006)

Vagina anjing sangat panjang, diukur berdasarkan panjang total dari


vulva ke servik, termasuk vestibula. Pada anjing dengan berat 12 kg
panjangnya mencapai 10 -14 cm. Vestibula dan vagina meningkat lebarnya
selama siklus estrus dan saluran genital menjadi tegang dan bengkak. Pada fase
proestrus dan anestrus servik dan vagina membesar, menebal dan oedematus,
dan ketebalan myometrium meningkat. Pada fase anestrus servik dan vagina
dalam keadaan pasif (Junaidi, 2006).

Pubertas atau siklus estrus pertama pada anjing betina dicapai paling
awal pada usia 6 bulan pada anjing ras dengan ukuran tubuh kecil, dan paling
lama pada usia 2 tahun pada anjing ras dengan ukuran tubuh tang lebih besar.
Siklus estrus anjing terdiri dari proestrus, estrus, metestrus dan anestrus
(Junaidi, 2006; Blendinger, 2009). Durasi proestrus rata-rata 9 hari (Junaidi,
2006). Durasi estrus adalah sama dengan pro-estrus, kurang lebih 9 hari
(dengan kisaran 4 – 12 hari). Durasu metestrus 130-140 dan rata-rata durasi
anestrus berlangsung selama 4 hingga 5 bulan (Thomas, 2009)

2.2 Ovariohisterectomy

Ovariohisterectomy merupakan istilah kedokteran yang terdiri dari


ovariectomy dan histerectomy. Ovariohisterectomy adalah tindakan
mengeluarkan dan menghilangkan ovarium dari rongga abdomen, sedangkan
histerectomy merupakan tindakan mengeluarkan dan menghilangkan uterus
dari rongga abdomen. Tindakan ovariohisterectomy merupakan suatu prosedur
bedah yang terdiri dari teknik laparotomi yang dikombinasikan dengan
melakukan ablasi pada kedua ovarium dab uterus. Tindakan
ovariohisterectomy biasanta dilakukan untuk mengontrol reproduksi hewan
betina, untuk terapi tumor, cysta ovarium, pyometra, dan penggemukan.
Menurut Fossum (2012), teknik OH dibagi menjadi dua, yaitu teknik OH
laparotomi dan teknik OH flank. Teknik OH laparatomi yaitu penyayatan kulit
pada ventral abdomen yang dilakukan melalui linea alba. Insisi dilakukan pada
linea alba bertujuan untuk meminimalisisr pendarahan karena tidak ada
pembuluh darah atau saraf yang terinsisi. Teknik OH flank merupakan teknik
penyayatan kulit dibagian flank dengan melakukan sayatan pada muskulus
obliqus eksterna secara vertikal dan muskulus transversus searah dengan
serabut ototnya. Teknik OH flank diindikasikan untuk betina masa laktasi
dengan produksi susu yang tinggi atau karena hiperplasia kelenjar susu.
Selain tujuan atau kegunaan dilakukan operasi ovariohisterektomi, jenis
operasi ini juga mempunyai kelemahan atau kerugian. Adapun kerugian dari
dilakukannya ovariohisterectomy antara lain:

1. Obesitas
2. Hilangnya potensi breed dan nilai genetik. Setelah dilakukan
ovariohisterectomy, terdapat beberapa komplikasi yang mungkin akan
terjadi, diantaranya yaitu (Saunders, 2003)
3. Pendarahan (hemoragi). Hemoragi dilaporkan sebagai kausa kematian
paling umum setelah ovariohisterectomy. Pendarahan dapat disebabkan
karena pembuluh ovarium yang rupture ketika ligamentum suspensorium
ditarik (diregangkan)
4. Ovariant remnant syndrome. Sindroma ini menyebabkan hewan tetap
estrus pasca ovariohisterectomy. Hal ini disebabkan karena pengambilan
ovarium yang tidak sempurna (tuntas).
5. Uterine stump pyometra, inflamasi, dan granuloma.
6. Fistula pada traktus reproduksi. Fistula tersebut berkembang dari adanya
respon inflamasi terhadap material operasi (benang)
7. Urinary incontinence merupakan kejadian tidak dapat mengatur spincter
vesica urinary. Hal ini dapat terjadi karena adanya perletakan (adhesi) atau
granuloma pangkal uterus (sisa) yang mengganggu fungsi spincter vesica
urinary.

2.3 Persiapan Penggunaan Anastesi

Anastesi umum dapat berjalan dengan sebaik mungkin, dengan


pertimbangan utama memilih anastetika ideal. Pemilihan ini didasarkan pada
beberapa pertimbangan yaitu keadaan penderita, sifat anastetika, jenis operasi
yang dilakukan, dan peralatan serta obat yang tersedia.sifat anastetika yang
ideal antara lain mudah didapat, murah, tidak menimbulkan efek samping
terhadap organ vital seperti saluran pernapasan atau jantung, tidak mudah
terbakar, stabil, cepat dieliminasi, menghasilkan relaksasi otot yang cukup
baik, kesadaran cepat kembali dan tanpa efek yang tidak diinginkan.
Ketamin hidroklorida merupakan agen disosiatif yaitu agen untuk
analgesik dan pada dosis yang lebih tinggi menghasilkan fase anestesi. Kerja
ketamin akan menyebabkan gangguan fungsi seperti pada thalamus dan korteks
selebral menjadi tertekan. Ketamin hidroklorida memperpanjang kerja GABA
(Gamma Amino Butritic Acid) yaitu suatu penghambat neutrotransmiter di
otak seperti pada serotinis, noerpineprin dan dopamin dengan menghambat
pengikatnya pada ujung syaraf. Ketamin HCL merupakan anestesi umum yang
memiliki waktu rekasi yang cepat dan sedikit mendepres pada sistem
cardiopulmonary. Keatimn mampu menginduksi sampai pada tahap II. Efek
samping ketamin berupa terjaidnya hipotermia dengan menurunkan suhu
setelah induksi, Efek pada kardiovaskular seperti peningkatan cardiac output,
tekanan darah, peningkatan tekanan arteri pulmonari, dyspnae, recovery yang
lama, convulsion. Penggunaan xylazine dpaat mengurangi sekresi saliva dan
peningkatan tekanan darah yang diakibatkan oleh penggunaan ketamin.
Penggunaan xylazine yang berlebih akan mengakibatkan aritmia, hipotensi,
mendepres sistem respirasi dan dapat mengakibatkan seizure. Apabila terjadi
overdosis harus segera diberikan aplha bloking agen atau antidota yang
berperan melawan efek dari xylazine. Antidota yang sering digunakan ialah
yohimbine atau tolazoline yang dapat digunakan secara terpisah maupun
dikombinasikan yang berperan melawan efek dari xylazine dan akan
merekoveri efek dari xylazine. Treatmen yang digunakan untuk
menanggulangi efek xylazine pada pernafasan dapat digunakan obat ynag
berperan sebagai stimulasn respirasi seperti doxapram.

Pada hewan tertentu penggunaan ketamin dapat mengakibatkan


reaksi hipersensitivitas yang akan mengakibatkan efek penghambatan pada
sistem respirasi secara signifikan sehingga diperlukan terapi yang mendukung
sistem respirasi. Obat yang sering digunakan adalah golongan analaptik agens,
pada kucing jenis obat yang sering digunakan ilaha yohimbine yang
dikombinasikan dengan 4-aminopyridine yang kaan melawan efek yang
ditimbulkan dari ketamin.

Pemberian anastesi akan memiliki tahapan efek anastesi pada tubuh


kucing, tahapan anastesi terdapat 4 tahapan yakni (Boulton, 2008) :
No Tahapan Keterangan
I Analgesia, eksitasi Ditandai dengan terjadinya eksitasi yang sulit dikendalikan,
volunter terjadi pengingkatan pernafasan. Pengingkatan pulsus,
sekresi saliva, bronkial, dilatasi pupil. Terjadi defekasi dan
urinasi. Akhir stadium ini diakhiri hewan menjadi lebih
tenang dan analgesia
II Eksitasi involunter Ditandai dengan hilangnya kesadaran dan kontrol diri,
(derillium) terjadi gerakan-gerakan yang tidak terkontrol dan
terkoordinasi terhadap stimulus luar. Pernafasan menjadi
irreguler dan terjadi reflek muntah
III Surgical anestesi Pada tahapan ini dapat dilakukan prosedur pembedahan.
Tahapan ini terdiri dari 4 plane:
Plane 1 :
- Reflek pedal dan menelan hilang
- Respirasi tertaur dan dalam
- Reflek kornea dan palpebrae lemah
- Terdapat gerakan bola mata
- Tonus otot menurun
Plane 2 :
- Respirasi lebih dangkal
- Gerakan bola mata hilang
- Reflek kornea masih ada
- Pupil melebar
Plane 3 :
- Respirasi makin dangkal (thorak)
- Reflek kornea hilang
- Pupil bertambah lebar
Plane 4 :
- Respirasi abdominal dangkal dan tidak teratur
- Semua reflek menurun
- Pupil dilatasi
IV Paralisa medulla Tahapan toksik dari anestesi. Respirasi diafragma lemah dan
terjadi hipoksa, pupil dilatasi. Kenaikan frekuensi jantung
dan terjadi kematian keran kegagalan respirasi

2.4 Benang Operasi

Ada tiga hal yang menentukan pemilihan jenis benang jahit, yaitu :

- jenis bahannya
- kemampuan tubuh untuk menyerapnya
- susunan filamennya.

Bahan benang diklasifikasikan dalam 3 kategori:

- asal bahan benang


- tipe ikatan benang
- pola kerusakan jaringan

Bahan benang ada 2 sifat :

- Natural substansi (silk, linen, atau catgut)


- Sintetik polimer (polypropylene, polyester, atau polyamid)

Produksi bahan benang dapat dibagi menjadi singel solid monofilamen


(nylon, polydioxanone, atau polypropylene) atau multifilamen strand (catgut)
atau braided (polyester/silk).

Gambar 2.2 Benang Multifilamen dan Monofilamen


Bahan benang dapat dibagi menjadi benang yang dapat terabsorbsi (catgut,
polydioxone, atau polyglycolicid) dan yang tidak dapat terabsorbsi (nylon,
polyester, atau stainless steel).

Benang yang dapat diserap melalui reaksi enzimatik pada cairan tubuh kini
banyak dipakai. Penyerapan benang oleh jaringan dapat berlangsung anatar
tiga hari sampai tiga bulan tergantung jenis benang dan kondisi jaringan yang
dijahit. Menurut bahan asalnya, benang dibagi dalam benang yang terbuat dari
usus domba meskipun namanya catgut dan dibedakan dalam catgut murni yang
tanpa campuran dan catgut chromic yang bahannya bercampur larutan asam
kromat. Catgut murni diserap cepat, kira-kira dalam waktu satu minggu
sedangkan catgut kromik diserap lebih lama kira-kira 2 – 3 minggu.

Disamping itu ada benang yang terbuat dari bahan sintetik, baik dari asam
poliglikolik maupun dari poliglaktin yang inert (efek samping minimalis) dan
memiliki daya tegang yang besar. Benang ini dapat dipakai pada semua
jaringan termasuk kulit. Benang yang dapat diserap menimbulkan reaksi
jaringan setempat yang dapat menyebabkan infiltrasi jaringan yang mungkin
ditandai adanya indurasi (mengeras).

Benang yang tidak dapat diserap oleh tubuh umunya terbuat dari bahan
yang tidak menimbulkan reaksi jaringan karena bukan merupakan bahan
biologis. Benang ini dapat berasal dari sutera yang sangat kuat dan liat, dari
kapas yang kurang kuat dan mudah terurai, dan dari polyester yang merupakan
bahan sintetik yang kuat dan biasanya dilapisi Teflon. Selain itu terdapat juga
benang nilon yang berdaya tegang besar, yang terbuat dari polipropilen yang
terdiri atas bahan yang sangat inert dan baja yang terbuat dari baja tahan karat,
karena tidak dapat diserap maka benang akan tetap berada di jaringan tubuh.
Benang jenis ini biasanya digunakan pada jaringan yang sukar sembuh. Bila
terjadi infeksi akan tyerbentuk fistel yang baru dapat sembuh setelah benang
yang bersifat benda asing dikeluarkan.

Benang alami terbuat dari sutera atau kapas. Kedua bahan alami ini dapat
bereaksi dengan jaringan tubuh meskipun minimal karena mengandung juga
bahan kimia alami. Daya tegangnya cukup dan dapat diperkuat bila dibasahi
terlebih dahulu dengan larutan garam sebelum digunakan.

Bahan sintetik terbuat dari polyester, nailon atau polipropilen Yng


umumnya dilapisi oleh bahan pelapis Teflon dan Dacron. Dengan lapisan ini,
permukaannya lebih mulus sehingga tidak mudah bergulung atau terurai.
Benang mempunyai daya tegang yang besar dan dipakai untuk jaringan yang
memerlukan kekuatan penyatuan yang besar.

Menurut bentuk untaian seratnya, benang dapat berupa monofilament bila


hanya terdiri dari satu serat saja, dan polifilamen bila terdiri atas banyak serat
yng diuntai menjadi satu. Keuntungan menggunakan benang monofilamen
adalah benang monofilamen tidak mempunyai celah dimana bakteri dapa
rumbuh tetapi kurang lentur dan fleksibel dibandingkan benang yang
multifilamen, sedangkan benang yang multifilamen memiliki kelenturan dan
fleksibilitas yang lebih baik tetapi kuman dapat tumbuh diantara kepang
filamen-filamennya dan memilki permukaan yang kasar. Cara menguntainya
dapat sejajar dibantu bahan pelapis atau diuntai bersilang sehingga
penampangnya lebih bulat, lebih lentur dan tidak mudah bergulung. Benang
baja dapat berbentuk monofilament atau polifilamen, sering dipakai pada
sternum setelah torakotomi, jika terkontaminasi mudah terjadi infeksi.

2.4.1 Seide (silk/sutera)

Bersifat tidak licin seperti sutera biasa karena sudah dikombinasi dengan
perekat, tidak diserap tubuh. Pada penggunaan disebelah luar maka benang
harus dibuka kembali.

Warna : hitan dan putih

Ukuran : 5,0 – 3

Kegunaan : Menjahit kulit, mengikat pembuluh arteri (arteri besar), dan


sebagai teugel (kendali)

2.4.2 Chromic Catgut


Berbeda dengan plain catgut, sebelum dipintal ditambahkan krom, sehingga
menjadi lebih keras dan diserap lebih lama yaitu selama 20 – 40 hari.

Warna : Coklat dan kebiruan

Ukuran : 3,0 – 3

Kegunaan : Penjahitan luka yang dianggap belum merapat dalam waktu 10


hari, untuk menjahit tendo untuk penderita yang tidak kooperatif dan bila
mobilisasi harus segera dilakukan.

2.4.3 Vicryl

Benang sintetis kemasan atraumatis diserap tubuh tidak menimbulkan reaksi


jaringan.

2.4 Proses Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka merupakan proses yang terjadi pada kulit sebagai upaya
pengembalian integritas jaringan yang hilang dengan pembentukan jaringan
kolagen pada bekas luka. Proses penyembuhan luka tidak hanya terjadi pada kulit,
proses seupa terjadi dalam perbaikan berbagai jaringan dan organ. Perbaikan dalam
jaringan dan organ, dapat berupa pemeliharaan cedera dan keausan yang terjadi
pada sendi, penggantian sel-sel yang serupa proleferatif dan berumur pendek,
seperti eritrosit (120 hari) atau perbaikan akibat cedera traumatis. Cedera atau luka
jenis apapun akan memicu kaskade terorganisir da kompleks baik selulardan
biokimia yang mengakibatkan penyembuhan luka. Proses ini dapat bersifat
patologis apabila proses penyembuhan luka berlebihan atau kekurangan. Proses
penyembuhan luka, terdiri atas 4 (empat) tahapan, yaitu fase haemostatis, fase
inflmasi, fase remodelling dan fase maturasi (Pavletic, 2010).

Fase haemostatis diawali dengan darah dan cairan limfa akan mengisi
daerah yang mengalami perlukaan segera setelah terjadi luka. Pletelet, eritrosit,
cairan dan fibrin akan membentuk fibrin plug untuk menyumbat luka. Fibrin plug
berfungsi sebagai immediate barrier dari infeksi dan kehilangan cairan tubuh dan
substrat untuk komponen penyembuhan lka yang lain. Setelah terbentuk fibrin plug.
leukosit akan bermigrasi menuju luka segera setelah proses kelukaan terjadi. Fase
hameostatis terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu vasokontriksi, terbentuknya platelet
plug dan aktivasi coagulation cascade. Darah dan cairan limfe akan menempati
luka dan membersihkan permukaan luka dengan membentuk platelet plug.
terbentuknya platelet plug akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah yang
termediasi oleh bradikin, serotin, cathecolamin dan entotelin serta produksi
thromboxone A2 selama 5-10 menit. Pembuluh darah akan dilatasi kembali oleh
pengaruh pelepasan histmain oleh mast cell. Sehingga sel intravaskuler dan cairan
mengalir ke dalam ekstravaskuler, fibrinogen yang larut kemudian keluar dan
dikonversi menjadi fibrin dan terbentuk fibrin plug dan matriks ekstraseluler
(Pavletic, 2010).

Fase inflamasi ditandai dengan migrasi leukosit pada luka sekitar 6 jam dari
kelukaan. Kerusakan jaringan kaan melepaskan mediator poten sebagai
chemoattractant dari neutrofil. Neutrofil akan mengakibatkan aktivasi sistem
komplemen pada saat terjadi luka. Proses degradasi produk komplemen dan
fibrinopeptide akan mengundang neutrofil ke jaringan luka dan berperan sebagai
opsonin. Neutrofil akan datang pertama kali dan dominan selama 3 hari pertama
luka dengan konsentrasi puncak 24-28 jam pertama. Platelet akan mengalami
degranulasi dan melepaskan platelet-derived growth factor (PDGF) dan
transforming growth factor (TGF), terutama TGF-β. Selain itu, terdapat mediator
lain yang berperan, yaitu interleukin (IL-1α, IL-1β, IL-6 dan IL-8) dan tumor
necrosis factor (TNFα). Peran neutrofil dalam reaksi inflamasi, yaitu membunuh
bakteri dan menghilangkan debris ekstraseluler dengan fagositosis dan pelepasan
toxic oxygen species, vasodilatasi dan pengingkatan permeabilitas pembuluh darah
dan produksi sitokin proinflamasi (Pavletic, 2010).

Pada fase remodelling akan terjadi proses angiogenesis dan fibroplasia yang
akan menghasilkan matriks ektraseluler mature. Selain itu, akan terjadi proses
epiteliasi dan miofibroblast yang penting dalam kontraksi luka dan modulasi
matriks ekstraseluler. Interaksi kompleks yang penting di dalam matriks
ektraseluler menyebabkan sel-sel menuju daerah yang luka dan membentuk formasi
struktur yang baru. Ligand pada matriks ekstraseluler akan mengikat reseptor
integrin pada fibroblast untuk memfasilitasi migrasi sel dengan protease. Fase
remodelling ditandai dengan terbentuknya jaringan granulasi, yang berfungsi untuk
mengisi jaringan rusak, melindungi luka, barrier dari infeksi, menyediakan
epiteliasi permukaan dan mengandung miofibroblast yang penting untuk kontraksi
luka. Transisi dari provisional matriks ektraseluler menjadi matriks ekstraseluler
dewasa membutuhkan waktu 3-5 hari setelah kelukaan (Pavletic, 2010).

Fase maturasi menyebabkan proses remodelling matriks ekstraseluler akan


menurunkan kandungan seluler, klagen dan matriks vaskuler. Reorientasi dan
cross-linking kolagen akan meningkatkan kekuatan luka. Proses maturasi akan
menyebabkan jaringa granulasi berkurang, fibroblast dan sel endotel akan mati.
Kemudian serat-serat kolagen akan semakin tebal dan saling bersilangan (cross
linking) serta jaringan kolagen akan berkurang. Transisi matriks ekstraseluler
menuju jaringan parut membutuhkan reorganisasi jaringan ikat dan pengaturan
kembali collagen bundles serta membutuhkan waktu yang lama, dalam bulan
hingga tahunan. Transisi matriks ekstraseluler menyebabkan reduksi kolagen pada
matriks ekstraseluler dan stimulasi mediator, seperti TNF-α da IFN-ƴ menyebabkan
penurunan produksi kolagen oleh fibroblast. Tissue inhibitor of metalloproteinase
(TIMP) diproduksi oleh berbagai macam sel, baik fibroblast, endotel dan epidermal
sehingga menghambat MMP, angiogenesis dan induksi apoptosis (Pavletic, 2010).
BAB III

METODE KEGIATAN

3.1 Tempat dan Waktu

Kegiatan PPDH rotasi klinik hewan kecil, bedah, dan radiologi dilakukan
di Klinik Hewan Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan dan Rumah Sakit
Hewan Pendidikan Universitas Brawijaya Malang pada tanggal 15 Januari –
23 Januari 2018.

3.2 Peserta Kegiatan

Peserta kegiatan Koasistensi Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH)


rotasi Interna Hewan Kecil, Bedah,dan Radiologi adalah mahasiswa
Pendidikan Profesi Dokter Hewan Program Kedokteran Hewan Universitas
Brawijaya dengan biodata sebagai ber:

3.3 Metode Kegiatan

3.3.1 Alat

Alat yang digunakan untuk pelaksanaan operasi


Ovariohisterektomi adalah instrumen bedah mayor, meja operasi,
drape/duk, lampu operasi, stetoskop. Termometer, stopwatch, silet, alat
cukur, spuit 1 cc, IV cath, indus setr, surgical dress, haircap, hand
gloves, masker, under pad, dan lampu infra-red.

3.3.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada saat operasi Ovariohisterektomi


adalah kapas, tisu, atropin, ketamin, xylazin, antibiotik, analgesik,
antiinflamasi, infus NS, sabun, multivitamin, chlorhexidin, alkohol 70%,
sterile water, Hypafix®, bonti, gentamicin, tampon bulat, tampon kotak,
benang chromic 2.0, dan benang silk 3.0.
3.4 Pelaksanaan Operasi

Salah satu komplikasi pada tindakan bedah adalah adanya infeksi yang
disebabkan oleh adanya kontaminasi mikroorganisme. Komplikasi ini harus
dicegah sebagai upaya untuk mengurangi angka morbidita dan mortalitas serta
mempercepat kesembuhan luka. Salah satu tindakan yang mencegah terjadinya
hal tersebut adalah dengan melakukan tindakan aseptis. Tindakan aseptis
merupakan cara untuk memperoleh kondisi bebas dari mikroorganisme yang
dapat menyebabkan infeksi melalui berbagai cara antara lain dengan kontak
lingkungan, petughas kesehatan, atau alat-alat medis.

3.4.1 Persiapan Ruang, Alat, dan Bahan

Sterilisasi medan operasi dilakukan dengan cara memasang duk


steril berlubang pada area operasi dan melapisi meja yang digunakan
untuk meletakkan alat-alat yang akan digunakan untuk operasi dengan
duk steril pula. Hanya benda-benda steril yang boleh berada di sekitar
medan operasi, jangan sampai mengotori alat operasi pada saat membuka
dari bungkusan steril, ganti alat yang terkontaminasi, medan steril tidak
boleh dekat dengan pintu atau jendela, jika ragu apakah alat tersebut
sudah terkontaminasi atau masih steril maka dianggap sudah
terkontaminasi.

Sterilisasi ruang operasi dapat dijaga dengan cara-cara berikut :

- Membatasi jumlah orang di dalam ruang operasi


- Menutup pintu ruang operasi
- Membatasi orang yang keluar masuk ruang operasi, yang diijinkan
masuk hanyalah orang yang berkepentingan dalam jalannya operasi
- Setiap petugas yang masuk harus mengenakan penutup kepala, alas
kaki, masker, dan baju khusus ruang operasi
- Menjaga kelembaban ruang operasi
- Membersihkan lingkungan dan peralatan di ruang operasi
menggunakan desinfektan yang adekuat (contohnya klorin) dan
dengan frekuensi pembersihan yang tepat
- Menjaga sirkulasi udara tetap baik di ruang operasi

Metode sterilisasi alat yang terdapat pada klinik yaitu metode fisik.
Metode ini menggunakan pemanasan dengan panas kering menggunakan
oven dengan suhu sebesar 121oC selama ± 30 menit.

3.4.2 Persiapan Hewan dan Anastesi

Sebelum melakukan operasi, persiapan hewan yang pertama kali


adalah melakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan ini penting
dikarenakan menentukan boleh atau tidaknya hewan untuk dilakukan
oeprasi. Syarat yang paling utama adalah hewan harus sehat, kemudian
yang kedua adalah cukup umur (minimal umur 7 bulan). Setelah
dipastikan hewan tersebut sehat, maka diperbolehkan untuk dilakukan
operasi. Hewan harus dipuasakan selama 4-6 jam dengan tujuan
mengosongkan lambung untuk menghindari terjadinya aspirasi
(masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi
feses ke area pembedahan sehiungga menghindarkan terjadinya infeksi
pasca pembedahan.

Persiapan hewan dilanjutkan dengan pencukuran di area yang akan


diinsisi yaitu dimulai dari 1-2 cm dari atas umbilikus hingga ke caudal
serta di area yang akan di pasangkan kateter intravena. Pencukuran
dilakukan dengan tujuan menghindari terjadinya infeksi pada daerah
yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat
menjadi tempat persembunyian kuman dan mengganggu/menghambat
proses persembuhan dan perawatan luka. Pecukuran ini dilakukan
dengan menggunakan air sabun dan silet yang tajam. Setelah hewan
dicukur bersih, pemasangan kateter intravena pun dimulai sebagai sarana
untuk memasukkan cairan maintenance berupa infus NS.

Antibiotik yang diberikan saat pre-operasi penting untuk mencegah


adanya infeksi bakterial selama operasi berlangsung. Antibiotik yang
dipilih adalah Amoxicillin injeksi dengan dosis 10 mg/kg BB.
Setelah diberikan antibiotik, hewan siap untuk diberi premedikasi.
Pemberian obat premedikasi dapat menggunakan atropin dengan dosis
0,02 mg/kg BB secara subkutan. Premedikasi ini bertujuan untuk
mencegah terjadinya bradikardi. Setelah diberikan premedikasi,
dilanjutkan dengan pemberian anastesi menggunakan ketamin dengan
dosis 10 mg/kg BB yang dikombinasikan dengan xylazine dengan dosis
2 mg/kg BB secara intravena (Brun, 2011)

Berikut adalah resep obat yang diberikan saat sebelum dilakukan


operasi :

R/ Amoxicillin 0,55 ml
S pro inj IM
R/Atropin 0,88 ml
S pro inj SC
R/ Ketamin 1,1 ml
S pro inj IV
R/ Xylazine 1,1 ml
S pro inj IV

Hewan direbahkan pada posisi rebah dorsal (dorsal


recumbency)pada meja operasi yang telah dialasi menggunakan
underpad dan masing-masing keempat kakinya diikat ke kaki meja
operasi. Area pembedahan didisinfeksi dengan menggunakan tampon
bulat yang telah dibasahi dengan chlorhexidine. Kemudian dilakukan
sterilisasi dengan menggunakan povidone iodine dengan pola melingkar
keluar.setelah itu tubuh hewan ditutup dengan menggunakan drape steril
kecuali sekitar area yang akan dilakukan pembedahan. Hewan telah siap
untuk di operasi.

3.4.3 Persiapan Operator dan Asistem Operator

Operator dan asisten operator operasi diharuskan melakukan


tindakan sebagai berikut untuk mencapai keadaan aseptis:

1. Mencuci tangan
Meskipun operator telah menggunakan sarung tangan steril,
tetapi dengan mencuci dan menggosok tangan akan mengurangi resiko
infeksi karena kontaminasi mikroorganisme dari tangan, hal ini
disebabkan oleh keadaan sarung tangan yang hangat dan lembab akan
menyebabkan bakteri mudah tumbuh.
Mencuci tangan harus disertai dengan menyikat dengan sikat
yang lembut agar tidak mengiritasi kulit. Syarat surgical soap adalah
sebagai berikut :
- Tidak bersifat iritatif pada kulit
- Efektif
- Mempunyai masa antibakteri yang panjang
- Dapat larut dan berbusa dalam air dingin maupun air panas
- Jumlah yang dibutuhkan sedikit setiap kali mencuci tangan
Mencuci tangan pun memiliki teknik tersendiri. Teknik tersebut
adalah sebagai berikut:
- Lepaskan seluruh perhiasan dari jari dan pergelangan tangan
- Atur temperatur dan aliran air
- Siapkan sikat pada tempat cuci
- Basahi tangan dan lengan, tuang ± 8 ml sabun ke telapak tangan
- Gosok lengan dengan sabun sampai kurang lebih 3 cm di atas siku
- Bilas tangan dan lengan, air mengalir dari tangan ke lengan dan
terakhir ke siku
- Bersihkan jari-jari, sela jari, dan kuku kemudian bilas dengan air
mengalir
- Sikat ujung jari tangan dan kuku, ketika menyikat usahakan tangan
di atas siku dan jauhkan dari badan
- Beri sabun daerah jari-jari, gosok secara melingkar pada masing-
masing jari
- Beri sabun daerah palmar, punggung tangan, sela ibu jari dan jari,
gosok masing-masing permukaan
- Beri sabun dan sikat lengan hingga 3 cm diatas siku, bilas tangan
kembali , biarkan air mengalir ke bawah melalui siku sebelum
memasuki ruang operasi
- Ambil handuk steril dengan hati-hati dan jaga jarak dengan meja
jangan sampai handuk menyentuh barang yang tidak steril,
pertahankan tangan dan lengan lebih tinggi daripada siku dan
jauhkan dari badan
- Keringkan tangan dengan handuk steril dari arah tangan ke siku
menggunakan 1 sisi kain lap untuk setiap tangan
2. Pemakaian masker dan penutup kepala (head cap)
Penggunaam masker adalah dengan tujuan menghindari
terjadinya penyebaran bakteri dari operator kepada penderita pada saat
operator berbicara, bersin, batuk, atau saat bernapas.penutup kepala
digunakan untuk mencegah kotoran atau bakteri dari kepala operator
mengontaminasi area operasi.
3. Pemakaian jubah operasi
Teknik memakai jubah operasi adalah sebagai berikut :
- Dengan satu tangan ambil jubah operasi (dalam kondisi terlipat)
secara hati-hati hanya menyentuh lapisan paling luar, jangan
sampai menyentuh tubuh dan benda non steril.
- Tarik lengan bagian dalam dan buka dengan lubang lengan
menghadap tubuh kita
- Masukkan lengan pada lengan jubah operasi, dengan bantuan
asisten masukkan lengan lebih dalam, perhatikan jangan sampai
ujung jari menyentuh bagian luar ujuang jubah operasi
- Asisten akan membantu merapikan jubah operasi, asisten hanya
boleh menyentuh permukaan bagian dalam
4. Pemakaian sarung tangan (gloves)
Sarung tangan harus diganti apabila tangan menyentuh bagian
luar dari sarung tangan, sarung tangan menyentuh benda yang tidak
steril, sarung tangan bocor, sobek, atau tertusuk. Tangan pertama harus
dipasang dengan memegang lipatannya saja sedangkan sarung tangan
kedua harus dipegang menggunakan sarung tangan pertama.

3.4.4 Teknik Operasi

Hewan dianastesi dan dibaringlan pada posisi dorsal recumbency


kemudian difiksasi keempatr kakinya menggunakan tali. Lokasi
penyayatan dilakukan paa caudal umbilicus 1/3 bagian cranial abdominal
ke caudal sepanjang 4-8 cm. Insisi terlalu ke cranial akan menyulitkan
untuk mencari uterus sedangkan jika terlalu ke caudal akan menyulitkan
untuk mengangkat ovarium. Penyayatan dilakukan pada kulit, subcutan,
dan linea alba serta peritoneum. Setelah rongga abdomen terbuka,
dilakukan eksplorasi pada uterus menggunakan spay hook atau jari
tangan kemudian diangkat cornua uteri dari ruang abdomen. Ditelusuri
kornua uterus pada salah satu sisi hingga menemukan ovarium dan
dilakukan pemotongan pada ligamentum suspensory.

Mesovarium dijepit dengan dua arteri klem. Arteri klem yang


pertama terletak dekat dengan mesovarium, sedangkan arteri klem yang
kedua sekat dengan ovarium. Dilakukan ligasi dibawah arteri klem yang
dekat dengan mesovarium menggunakan cut gut chromic. Ligasi
dilakukan hingga 2 kali agar tidak mudah lepas. Selanjutnya dilakukan
pemotongan pada pertengahan antara arteri klem dan dipastikan tidak ada
perdarahan kemudian arteri klem dilepaskan. Bagian ueterus ditelusuri
hingga mencapai bifurkasio hingga menemukan corpus uteri. Diangkat
kedua cornua uteri yang telah dipotong sampai didapatkan corpus uteri.

Bagian corpus uteri diklem dengan 2 arteri klem. Arteri klem yang
pertama dekat dengan bifurkasio dan arteri klem yang kedua tepat pada
corpus uteri. Dilakukan ligasi pada corpus uteri tepat dibawah arteri klem
kedua dan disimpul dengan kuat. Selanjutnya dipotong uterus diantara
kedua arteri klem dan dipastikan tidak ada perdarahan kemudian arteri
klem dilepas.
Penjahitan dilakukan menggunakan catgut chromic 2.0 pada
peritoneum dan muskulus abdominis eksternus dan internus dengan tipe
jahitan terputus sederhana. Penjahitan dilanjutkan pada bagian subcutan
dan intradermal menggunakan benang cut gut chromic 2.0 dengan tipe
jahitan menerus sederhana. Penjahitan pada kulit dilakukan dengan
menggunakan silk tipe jahitan matras silang. Luka bekas jahitan diberi
gentamicin dan bonti dan luka dibalut dengan kasa steril dan hypafix®
kemudian dipasang gurita agar anjing tidak menggigit bekas luka.

3.4.5 Tindakan Post-Operasi

Perawatan setelah operasi akan mempengaruhi kecepatan


kesembuhan hewan. Hewan yang telah selesai dioperasi dicek kembali
suhu,pulsus, dan respirasinya. Apabila hewan mengalami penurunan
suhu yang banyak (hipotermi), hewan tersebut akan dihangatkan dengan
menggunakan sinar infra-red atau dipasangkan lampu dop pada
kandangnya.pemantauan kondisi hewan terus dilakukan hingga suhu
mencapau normalnya. Recovery setelah anastesi yang baik dapat
dinyatakan saat anjing mencapai normalnya. Recovery setelah anastesi
yang baik dapat dinyatakan saat anjing mencapau suhu normal, sadar,
dan mulai merespon makanan atau minumannya. Proses penyatuan
jaringan dapat berlangsung sampai 10 hari setelah oeprasi. Apabila
jaringan telah menyatu, benang silk yang ada pada kulit akan dipotong
untuk diambil agar penyatuan jaringan kulit tidak mengalami infeksi
akibta benang yang terjahit terlalu lama dan menjadi tempat agen
patogen.

Perawatan post-operasi meliputi pengobatan, perawatan, dan


observasi yang dilakukan antara lain:

1. Ketoprofen untuk analgesik yang diberikan 1x1 dengan dosis 1


mg/kg BB secara PO selama 5 hari
2. Amoxicillin sebagai antibiotik yang diberikan 2x1 dengan dosis 10
mg/kg BB secara PO selama 7 hari
3. Seloxy sebagai suplemen multivitamin yang diberikan 2x1 dengan
pemberian 3 tablet untuk 7 hari
4. Sangobion sebagai suplemen multivitamin yang diberikan 2x1
dengan pemberian 5 kapsul untuk 7 hari
5. Steril water sebagai pembersih area insisi
6. Terapi daerah luka menggunakan gentamicin dan bonti
7. Kasa steril dan Hypafix® sebagai penutup jahitan hingga bekas luka
dinyatakan sembuh dan menutup
8. Pengamatan/ observasi kembali terhadap frekuensi jantung, nafas,
temperatur, nafsu makan dan luka jahitan.

Berikut adalah resep obat oral beruapa antibiotik, analgesik,


antiinflamasi, dan multivitamin yang diberikan kepada pasien keesokan
harinya :

R/ Amoxicillin 3 tab
Seloxy 3 tab
Sangobion 5 caps
m.f.l.a pulv. No. XIV da in caps
S2dd caps 1 p.c
R/ Ketoprofen 55 mg
m.f.l.a pulv. No. V da in caps
s1dd caps 1 p.c
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pemeriksaan Fisik

4.1.1 Signalement

Nama : Samber
Jenis hewan : Anjing
Ras : Mix
Jenis Kelamin : Betina
Umur : ± 8 bulan
Warna : Black

Gambar 4.1 Anjing Samber (Dokumentasi Pribadi, 2018)

4.1.2 Anamnesa
Seekor anjing dibawa ke Rumah Sakit Hewan Pendidikan
(RSHP) Universitas Brawijaya untuk dilakukan operasi
ovariohisterectomy. Anjing berasal dari salah satu tempat pemotongan
di Kecamatan Dau Kabupaten Malang.
4.1.3 Gejala Klinis
Anjing tidak menunjukkan gejala klinis apapun.
4.1.4 Pemeriksaan Klinis
1. Keadaan Umum

Perawatan : Baik
Habitus/ Tingkah Laku : Jinak
Gixi : Baik
Pertumbuhan badan : Baik
Sikap berdiri : Berdiri dengan keempat kaki
Ekspresi wajah : Ceria
Adaptasi lingkungan : Sikap bereaksi, respon menurut
Suhu tubuh : 38,1oC
Frekuensi nadi : 96x/menit
Frekuensi napas : 40x/menit
Capillary refill time (CRT) : < 2 detik
Berat Badan : 11 kg
2. Kulit dan Rambut
Aspek rambut : bersih, kering, dan lembut
Kerontokan : tidak ada kerontokan
Kebotakan : tidak ditemukan kebotakan
Turgor kulit : Bagus
Permukaan kulit : pigmentasi normal
Bau kulit : bau khas anjing
3. Kepala dan Leher
a. Inspeksi
Ekspresi wajah : Ceria
Pertulangan wajah : Kompak
Posisi tegak telinga : Telinga turun keduanya
Posisi kepala : Simetris
Mata orbita kiri
Palpebrae : membuka dan menutup
dengan sempurna
Cilia : melengkung keluar
Konjunctiva : rose, basah, tidak ada
kerusakan
Membran nictitans : tidak terlihat
Mata orbita kanan
Palpebrae : membuka dan menutup
dengan sempurna
Cilia : melengkung keluar
Konjunctiva : rose, basah, tidak ada
kerusakan
Membran nictitans : tidak terlihat
Bola mata kiri
Sclera : putih
Kornea : jernih, bening
Iris : kuning
Pupil : dapat membesar dan
mengecil dengan
Limbus : rata, tidak ada kelainan
Refleks pupil : ada, pupil dapat membesar
dan mengecil
Lensa : tidak ada kelainan
Vasa Injection : Tidak ada
Bola Mata Kanan
Sclera : putih
Kornea : jernih, bening
Iris : kuning
Pupil : dapat membesar dan
mengecil
Limbus : rata, tidak ada kelainan
Refleks pupil : ada, pupil dapat membesar
dan mengecil
Lensa : tidak ada kelainan
Vasa Injection : Tidak ada
Hidung dan Sinus
Bentuk Pertulangan : Simetris
Aliran Udara : aliran udara lancar pada
kedua cavum nasal
Cermin Hidung : basah
Mulut dan Rongga Mulut
Defek Bibir : tidak ada
Mukosa : Rose, basah, tidak ada
kerusakan
Lidah : Rose, basah, kasar, tidak ada
kerusakan
Telinga
Posisi : Turun keduanya
Bau : Bau khas anjing
Permukaan daun telinga : kedua telinga nya bersih
Krepitasi : tidak ada
Reflek panggilan : tidak ada reflek panggilan
Leher
Perototan : Kompak
Trakea : Teraba, tidak ada refleks
batuk
Esofagus : Tidak teraba
Kelenjar Pertahanan
Ln. Mandibularis : Teraba
Lobulasi : Jelas
Konsistensi : Kenyal
Kesimetrisan : Simestris
Ln. Retropharingeal : Teraba
Ln. Axillaris : Teraba
Ln. Prefemoralis : Teraba
Ln. Poplitea : Teraba
Lobulasi : Jelas
Konsistensi : Kenyal
Kesimetrisan : Simestris
4. Thoraks
a. Sistem Pernapasan
Inspeksi
Bentuk Rongga Thoraks : Simetris
Tipe pernapasan : Abdominalis
Ritme Pernapasan : Kuat
Intensitas : Cepat
Frekuensi : 40x/menit
Trakea : Teraba
Batuk : Tidak ada reflek batuk
Palpasi
Penekanan rongga thoraks : tidak ada reksi kesakitan
Penekanan intercostal : tidak ada reaksi kesakitan
Auskultasi
Suara Pernapasan : Lama inspirasi sama dengan
lama ekspirasi
Suara ikutan : tidak ada
b. Sistem Peredaran Darah
Inspeksi
Ictus cordis : Tidak teraba
Auskultasi
Frekuensi : 96x/menit
Intensitas : Kuat
Ritme : Ritmis
5. Abdomen dan Organ Pencernaan
Inspeksi
Ukuran Rongga Abdomen : Tidak ada pembesaran
Bentuk Rongga Abdomen : Simetris
Palpasi
Epigastrikus : Tidak ada reaksi kesakitan
Mesogastricus : Tidak ada reaksi kesakitan
Hipogastricus : Tidak ada reaksi kesakitan
Auskultasi
Suara peristaltik usus : terdengar
Anus
Daerah sekitar anus : bersih
Refleks sphincter ani : ada reflek
Kebersihan perineal : bersih
6. Sistem Urogenital
Inspeksi dan Palpasi
Ginjal : Terletak di epigastrikus
dorsal
Vesica Urinaria : Terletak di antara
mesogastrikus dan
hipogastrikus dorsal
Alat Kelamin Betina
Vulva : Pale, licin, basah,
tidak ada luka,
tidak ada discharge
7. Alat gerak
Inspeksi
Perototan kaki depan : Simetris
Perototan kaki belakang : Simetris
Spasmus/ tremor otot : Tidak ada
Kuku kaki : ada
Cara berjalan : sempoyongan
Bentuk pertulangan : tidak ada penonjolan
Tuber coxee dan tuber ischii : simetris
Palpasi Struktur pertulangan
Kaki depan kiri dan kanan : Kompak
Kaki belakang kiri dan kanan : Kompak
Konsistensi pertulangan : Keras
Reaksi saat palpasi : Tidak ada reaksi kesakitan
4.1.5 Diagnosa

Dari hasil pemeriksaan keseluruhan, maka diputuskan Anjing Samber


tersebut diperbolehkan untuk dilakukan operasi ovariohisterektomi.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Tahapan Pre-Operasi Ovariohisterectomy

Tahapan pre operasi terdiri dari persiapan ruang operasi, persiapan


peralatan dan bahan bedah, persiapan hewan dan persiapan operator dan
co-operator.persiapan pre operasi bertujuan untuk mencegah
kontaminasi silang pada saat operasi (Fossum, 2012).persiapan ruang
operasi dilakukan dengan melakukan pembersihan ruang operasi dengan
desinfektan dan meja operasi dengan menggunakan alkohol 70%. Ruang
yang digunakan untuk operasi harus tenang, berdinding, lantai, dan
langit-langit bersih, sirkulasi udara minimal dan jendela yang selalu
tertutup.

Persiapan peralatan dilakukan dengan sterilisasi semua peralatan


bedah, seperti alat bedah dan drapes. Tujuan sterilisasi adalah membunuh
semua bentuk mikroorganisme hidup termasuk spora pada alat-alat yang
disterilkan (Meliawaty, 2012). Sterilisasi peralatan bedah dapat
dilakukan menggunakan autoklaf, yaitu alat sterilisasi dengan sistem
sterilisasi basah menggunakan uap air pada suhu 121oC selama 15 menit
pada tekanan 1 atm. Beberapa hal yang diperhatikan selama penggunaan
alat-alat operasi, yaitu jenis, jumlah, kebersihan atau sterilitas, tata letak,
dan kondisi alat. Alat-alat operasi yang dipergunakan harus
dipertahankan sterilitasnya sampai pelaksanaan operasi selesai dan
segera dibersihkan setelah selesai digunakan.

Sebelum operasi, anjing dipuasakan selama 8 jam. Hal ini


dilakukan untuk menghindari efek muntah setelah pemberian anastesi.
Waktu puasa ini didasarkan pada lama pengosongan lambung yang
dimyulai 5 sampai 10 menit setelah makan dan makanan dapat mencapi
usus halus dalam waktu 15 menit. Lambung akan kosong dalam waktu 3
sampai 7 jam. Kecepatan pengosongan lambung dipengaruhi juga oleh
keadaan fisik, kuantitas dan konsistensi makanan. Makanan semi cair
dapat dikosongkan dalam waktu 3 sampai 4 jam, makanan yang tidak
dimasak dapat dikosongkan dalam waktu 4 sampai 7 jam dan makanan
padat dapat bertahan sampai 10 jam di dalam lambung. Lambung yang
terisi penuh dapat menyebabkan muntah sehingga menimbulkan
terjadinta aspirasi yang dikhawatirkan berakibat slikpneumonia, selain
itu lambung yang penuh akan mengurangi pergerakan diafragma
sehingga mengganggu respirasi (Sardjana dan Kusumawati, 2004).

Anjing diinjeksi Amoxycillin dengan dosis 10 mg/kg BB sebelum


operasi dimulai. Amoxycillin merupakan antibiotik spektrum luas
golongan beta laktam yang bekerja dengan cara menghambat sintesis
dinding sel bakteri (Plumb, 2011). Injeksi dilakukan secara IM. Eliminasi
amoxycillin melalui ginjal yang dieksresikan oleh tubulus.

Setelah diinjeksi Amoxycillin, dilanjutkan pemberian pra anastesi


atau sering disebut premedikasi. Tujuan pemberian premedikasi adalah
untuk mengurangi sekresi kelenjar saliva, memperlancar induksi
anastesi, mencegah efek bradikardi dan vomit setelah ataupun selama
anastesi, mendepres reflek vasovagal, mengurangi rasa sakit dan
mengurangi gerakan yang tidak terkendali selama recovery. Premedikasi
yang diberikan adalah atropin sulfat. Atropin sulfat merupakan
premedikasi yang digolongkan sebagai antikolinergik. Atropin sulfat
diinjeksikan secara SC sebanyak 0,88 ml.

Atropin merupakan obat anastesi agen preanastesi yang


digolongkan sebagai antikolinergik atau parasimpatik, namun paling
sering digunakan sebagai antikolinergik, dengan fungsi utama
mengurangi sekresi kelenjar saliva terutama bila dipakai obat anastetik
yang menimbulkan hipersekresi kelenjar saliva. Atropin sebagai
antimuskurinik mempunyai kerja menghambat efek asetilkolin pada
syaraf postganglionik kolinergik dan otot polos. Hambatan ini bersifat
reversible dan dapat diatasi dengan pemberian asetilkolin dalam jumlah
berlebihan atau pemberian antikolinesterase. Atropin sulfat bersifat
reversibel dan pada pemberiannya dapat di metabolisir oleh semua
spesies.

Atropin sebagai premedikasi diberikan pada kisaran dosis 0,022 –


0,044 mg/kg BB, yang diberikan baik secara subkutan, intravena maupun
intramuskuler. Pada dosis normal, atropin dapat mencegah bradikardia
dan sekresi berlebih saliva serta mengurangi motilitas gastrointestinal.
Atropin dapat menimbulkan efek, misalnya pada susunan syaraf pusat,
merangsang medulla oblongata, dan pusat lain di otak, menghilangkan
tremor, perangsangan respirasi akibat dilatasi bronkus, pada dosis yang
besar menyebabkan depresi nafas, eksitasi, halusinasi dan lebih lanjut
dapat menimbulkan depresi dan paralisa medulla oblongata. Efek atropin
pada mata menyebabakan midriasis dan siklopegia. Pada saluran nafas,
atropin dapat mengurangi sekresi hidung, mulut, dan bronkus. Efek
atropin pada sistem kardiovaskuler (jantung) bersifat bifasik yaitu
atropin tridak mempengaruhi pembuluh darah maupun tekanan darah
secara langsung dan menghambat vasodilatasi oleh asetilkolin. Pada
saluran pencernaan, atropin sebagai antispasmodik yaitu menghambat
peristaltik usus dan lambung, sedangkan pada otot polos atropin
mendilatasi pada saluran perkencingan sehingga menyebabkan retensi
urin (Syarif, 2009). Setelah pemberian Atropin, anjing menunjukkan
respon kelemahan, lemas, sehingga lebih mudah dihandling untuk
pemberian anastesi.

Setelah preanasteri diberikan kemudian tunggu 10-15 menit,


dilanjutkan dengan pemberian obat anastesi, yaitu ketamin dan xylazine
dengan dosis masing-masing 10 mg/kg BB dan 1 mg/kg BB, pemberian
obat anastesi tersebut diberikan secara intravena. Anastesikum dapat
digabungkan atau dikombinasikan antara beberapa anastesi atau dengan
zat lain sebagai preanastesikum dalam sebuah teknik yang disebut
balanced anesthesia untuk mendapatkan efek anastesi yang diinginkan
dengan efek samping yang minimal. Induksi dengan xylazine 2% dan
ketamine 10%. Pemberian induksi kombinasi ketamine dan xylazine
sangat baik dan efektif karena memiliki rentang keamanan yang luas.
Kombinasi obat ini juga dapat meningkatkan kerja masing-masing obat,
dimana xylazine memberikan efek relaksasi otot yang baik sedangkan
ketamine memberikan efek analgesik yang baik. Makin tinggi dosis
anastesi kombinasi antara ketamine dan xylazine yang digunakan maka
makin panjang pula waktu pemulihan anastesinya (Syarif, 2009)

Sebelum tindakan operasi, dilakukan pemasangan IV chateter pada


anjing Samber. Pemasangan IV chateter pada vena chepalica antibrachii,
dan pemberian terapi cairan Ringer Lactat. Ringer Lactat merupakan
cairan yang memiliki komposisi elektrolit mirip dengan plasma. Satu liter
cairan ringer laktat memiliki kandungan 130 mEq ion natrium setara
dengan 130 mmol/L, 109 mEq ion klorida setara dengan 109 mmol/L, 28
mq laktat setara dengan 28 mmol/L, 4 mEq ion kalium setara dengan 4
mmol/L, 3 mEq ion kalsium setara dengan 1,5 mmol/L. Anion laktat
yang terdapat dalam ringer laktat akan dimetabolisme di hati dan diubah
menjadi bikarbonat untuk mengkoreksi keadaan asidosis, sehingga ringer
laktat baik untuk mengkoreksi asidosis karena syok hipovolemi. RL
merupakan cairan yang lebih efektif untuk terapi reusitasi pasien dengan
dehidrasi dan syok dibanding NaCl. Selain itu RL merupakan cairan yang
paling fisiologis yang dapat diberikan pada kebutuhan volume dalam
jumlah besar (Schoot, 2010). Selain itu Ringer laktat berfungsi sebagai
cairan maintanance . Ringer laktat merupakan cairan kristaloid yang
bersifat isotonis. Infus ini memiliki kelebihan yaitu mempunyai
kandungan yang sama dengan cairan plasma tubuh dan mengandung
buffer (laktat). Infus RL memiliki kandungan yang hampir sama dengan
Normosol akan tetapi lebih ekonomis dan mudah ditemukan di
Indonesia.

Anjing diletakkan diatas meja operasi dengan posisi rebah dorsal


dengan mengikatnya pada meja dengan tali tampar agar tidak terjadi
pergerakan atau pergeseran selama operasi berlangsung. Agar anjing
dapat bernafas dengan baik, lidahnya dikeluarkan dan ditahan dengan
menggunakan kapas. Kemudian daerah yang akan dioperasi yaitu
abdomen dibersihkan dengan air sabun terlebih dahulu kemudian
dilanjutkan dengan pemberian larutan desinfektan yaitu larutan alkohol
70%, chlorhexidin 0,05%, dan povidon iodine 10%. Alkohol merupakan
antiseptik umum, dan disinfektan yang baik, jika diaplikasikan secara
lokal pada jaringan, alkohol mempunyai efek sebagai anti bakteri dan
germisid yang kuat (Brander, 1991). Alkohol merupakan antiseptika
yang banyak dipakai dalam persiapan operasi dan persiapan penyuntikan,
sedangkan fungsi alkohol sebagai desinfektan banyak dipakai untuk
mencuci alat-alat kedokteran dan sterilisasi sebelum pengambilan bahan-
bahan secara aseptis. Kemudian povidon iodine 10% merupakan
germisidal yang bekerja dengan cepat, bakteri terbunuh dalam waktu 1
menit, dan spora bakteri akan terbunuh setelah 15 menit. Iodine juga
dapat digunakan untuk mengobati luka, serta melawan infeksi jamur dan
parasit. Selanjutnya apabila sudah dibersihkan dengan desinfektan
kemudian dilakukan pemasangan kain drape. Pada operasi perlu
dilakukannta pengecekan status fisil hewan yaitu berupa perubahan-
perubahan pada hewan yang diamati mulai dari operasi dimulai sampai
pada operasi selesai. Pengecekan kondisi fisiologis hewan diamati
melalui monitor pasien yang menunjukkan nilai frekuensi nafas, tekanan
darah dan suhu anjing.

4.2.2 Tahapan dan Prosedur Operasi Ovariohysterectomy

Hewan yang telah dianastesi dan dibaringkan pada posisi dorsal


recumbency kemudian difiksasi keempat kakinya menggunakan tali.
Lokasi penyayatan dilakukan pada 1-2 cm dari caudal umbilicus ke arah
caudal tubuh. Insisi terlalu kranial akan menyulitkan untuk mencari
uterus sedangkan jika terlalu ke kaudal akan menyulitkan untuk
mengangkat ovarium. Penyayatan dilakukan pada kulit, subcutan, linea
alba dan peritoneum. Sebelum mencapai muskulus, dilakukan preparasi
tajam terlebih dahulu untuk memisahkan lapisan kulit, subkutan, dan
muskulus.
Gambar 4.1 Insisi pada bagian kulit anjing Samber

Setelah rongga abdomen terbuka, dilakukan eksplorasi pada uterus


menggunakan spay hook atau jari tangan kemudian diangkat kornua uteri
dari ruang abdomen.

Gambar 4.2 Eksplorasi ovarium

Kornua uteri ditelusuri pada salah satu sisi hingga menemukan


ovarium dan dilakukan pemotongan pada ligamentum suspensory.
Mesovarium di jepit dengan 2 arteri klem yaitu ikelly forceps. Arteri
klem yang pertama terletak dekat dengan mesovarium, sedangkan arteri
klem yang kedua dekat dengan ovarium. Kemudian dilakukan ligasi
dibawah arteri klem yang dekat dengan mesovarium menggunakan cut
gut chromic. Ligasi dilakukan hingga 2 kali agar tidak mudah lepas.
Selanjutnya dilakukan pemotongan pada pertengahan antara arteri klem
dan dipastikan tidak ada perdarahan kemudian arteri klem dilepaskan.
Bagian uterus ditelusuri hingga mencapai bifurcasio untuk menemukan
ovarium yang kedua. Setelah ovarium kedua ditemukan, maka dilakukan
hal yang sama seperti pada ovarium yang pertama. Setelah kedua
mesovarium dan pembuluh darah dipotong, tarik bifurkasio hingga
menemukan corpus uteri. Diangkat kedua kornua uteri yang telah di
potong sampai didapatkan corpus uteri.

Gambar 4.3 Ligasi pada ovarium (A) dan


ligasi pada corpus uteri (B)
Bagian corpus uteri di klem dengan 2 arteri klem. Arteri klem
pertama dekat dengan bifurkasio dan arteri klem yang kedua tepat pada
corpus uteri. Dilakukan ligasi pada korpus uteri tepat dibawah arteri klem
kedua dan disimpul dengan kuat. Selanjutnya dipotong uterus diantara
kedua arteri klem dan dipastikan tidak ada perdarahan kemudian arteri
klem dilepas.

Penjahitan dilakukan menggunakan cut gut chromic 2.0 pada


bagian peritoneum dan muskulus abdominalis eksternus dan internus
dengan tipe jahitan terputus sederhana.
Gambar 4.5 Hasil penjahitan pada Linea Alba dengan tipe
jahitan terputus sederhana

Penjahitan dilanjutkan pada bagian subkutan dan intradermal


menggunakan benang cut gut chromic 2.0 dengan tipe jahitan menerus
sederhana.

Gambar 4.6 Tampilan jahitan subkutan (A) dan intradermal (B)

Penjahitan pada kulit dilakukan dengan menggunakan silk tipe


jahitan terputus sederhana. Benang silk tersedia dalam bentuk braided,
berwarna hitam, dan dilapisi oleh suatu bahan. Pelapisan tersebut antara
lain lilin atau silikon, yang bertujuan untuk mengurangi gesekan pada
jaringan dan kapilarisasi dari jarngan. Benang ini merupakan benang
yang terbuat dari zat organik alami dan menginduksi reaksi inflamasi
yang cukup mencolok. Kelemahan dari benang silk adalah kekuatan
tariknya sangat rendah dan kapilarisasinya tinggi sehingga meningkatkan
resiko terjadinya infeksi (Kudur, 2009).
Gambar 4.7 Tampilan luka setelah dijahit dengan silk

Luka bekas jahitan dibersihkan terlebih dahulu dengan


menggunakan cairan NS, diberi nebacetin dan bonti lalu ditutup dan
dibalut dengan kasa steril dan hypafix. Kemudian hewan dipasangkan
colar dan grito agar hewan tidak menggigit area luka operasi.
Penggantian perban dilakukan setelah 2 hari pasca operasi yang
kemudian berikutnya diganti setiap hari.

4.2.3 Tahapan Post Operasi Ovariohisterectomy

Tindakan post operasi yang dilakukan adalah pemberian obat peroral dan
mengganti bandage setiap hari. Penggantian bandage setiap hari ini bertujuan
untuk memberikan kondisi yang tetap bersih pada area luka. Obat oral yang
diberikan terdiri dari antibiotik Amoxicillin (dosis 10 mg/kg BB), Seloxy®,
Sangobion®, Ketoprofen (dosis 1 mg/kg BB PO) satu hari sekali (selama 5
hari), serta obat topikal berupa salep bonti.

Penggunaan antibiotik amoxicillin dalam terapi post operasi didasarkan


pada pendapat Smaill (2010) yang menyatakan agen antibiotik profilaksis
yang sering digunakan dalam tindakan bedah laparotomi yaitu golongan
penisilin dan golongan profilaksis generasi I. Antibiotik tersebut telah
terbukti efektif sebagai antibiotik profilaksis pada bedah laparotomi.
Amoxicillin merupakan antibiotik golongan penisilin yang memiliki
keunggulan yaitu memiliki aktivitas yang tinggi melawan bakteri gram positif
dan gram negatif baik aerob dan anaerob (Plumb, 2008). Luka pada tindakan
bedah operasi rentan terhadap infeksi dari bakteri aerob endogen seperti
golongan bakteri staphilococcus dan streptococcus.

Seloxy adalah obat kombinasi yang mengandung beta-karoten, vitamin


C, vitamin E, zinc sulphate, dan selenium. Semua bahan dalam seloxy bersifat
antioksidan yang berguna untuk mengoptimakan proses metabolisme,
meningkatkan daya tahan tubuh, dan menangkal berbagai macam radikal
bebas. Vitamin dan mineral dalam seloxy juga dapat membantu memelihara
dan meningkatkan pertumbuhan sel-sel tubuh. Sangobion mengandung
Ferrous Gluconate, Manganese Sulfate, dan Copper Sulfate yang merupakan
zat pembentuk sel darah merah. Serta dilengkapi Vitamin C, yang membantu
penyerapan Zat Besi serta Vitamin B12 dan Asam Folat.

Salep bonti digunakan untuk membantu penyembuhan luka. Salep bonti


terdiri dari peru balsam, minyak ikan dan antibiotik (Pratiwi, 2012). Peru
balsam merupakan campuran beberapa substansi, seperti cinnamon, vanilla
dan lainnya. Indikasi penggunaan peru balsam untuk menghindari alergi pada
kulit. Penelitian menunjukkan asam lemak omega 3 pada minyak ikan
berperan mengurangi peradangan dan mencegah penyakit kronis. Sedangkan
antibiotik berfungsi untuk mengurangi kontaminasi bakteri.

Ketoprofen merupakan senyawa obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)


turunan asam fenilalkanoat yang bekerja sebagai antiinflamasi, antipiretik,
analgesik, dan secara luas digunakan sebagai antireumatik. Ketoprofen
digunakan untuk mengobati gangguan muskuloskeletal dan sendi seperti
ankylosingspondylitis, osteoarthritis, rheumatoid arthritis, dan gangguan
periarticular seperti bursitis dan tendonitis, serta digunakan untuk meredakan
nyeri pasca operasi, kondisi yang menyakitkan dan inflamasi seperti gout akut
atau gangguan jaringan lunak. Ketoprofen menguntungkan karena tidak
memiliki potensi adiktif dan tidak mengakibatkan sedasi atau depresi
pernapasan (Indrawati, 2013).
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pelaksanaan bedah ovariohisterectomy (OH) yang dilakukan pada anjing


Samber berjalan dengan baik yaitu dimulai dari injeksi premedikasi, anastesi,
insisi abdomen (laparotomi), pencarian ovarium dan bifurcatio uteri,
pemotongan ovarium dan uterus, ligasi arteri dan penjahitan muskulus,
subkutan serta intradermal. Monitoring harian post operasi OH anjing Samber
tidak ada kendala yang berat, luka menutup sempurna, namun Samber tetap
dalam perawatan dan monitoring guna memastikan luka jahitan benar-benar
dalam kondisi baik dan kering. Perawatan post OH yanh diberikan berupa
antibiotik, antiinflamasi, dan suplemen vitamin terbukti efektif membantu
proses recovery anjing Samber.

5.2 Saran

Perlunya dilakukan pemeriksaan hematologi dan kimia darah sebelum


dilakukan operasi untuk mengetahui secara pasti kondisi fisiologis hewan
terutama faktor pembekuan darah dan glukosa.
DAFTAR PUSTAKA

Boulton, T.B. 2008. Anastesiologi Edisi 10. EGC. Jakarta


Fossum, T.W., C.V. Dewey., A.L. Johnson and W.D. Will. 2012. Small Animal
Surgery 4th Edition. Elsevier.
Indrawati, S. N. Rohmah, Y. Rahmawati., dan Sumarno. 2013. Penggunaan
Karbondioksida Superkritis dalam Pembentukan Kompleks Inklusi
Ketoprofen. Jurnal Teknik Pomits 2 (1): 2337-3539
Junaidi, Aris. 2006. Reproduksi dan Obstetri pada Anjing. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Meliawaty, F. 2012. Efisiensi Sterilisasi Alat Bedah Mulut melalui Inovasi Oven
dengan Ozon dan Infrared. JKM Vol. 11 No. 2 Februari 2012: 147-167.
Pavletic, M.M. 2010. Atlas of Small Animal Wound Management and
Reconstructive Surgery. Wiley-Blackwell USA.
Plumb D.C. 2008. Veterinary Drug Handbook 6th Edition. Wisconsin:
PharmaVetInc
Plumb D.C. 2011. Veterinary Drug Handbook 7th Edition. Wisconsin:
PharmaVetInc.
Pratiwi, D. K. dan U. Pratiwi. 2012. Laporan Kegiatan Magang Kerumahsakitan
PPDH PDHB 24 Jam drh. Cucu Kartini dkk dan Direktorat Polisi Satwa 28
Nopember – 24 Desember 2011. Program Pendidikan Profesi Dokter Hewan
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sardjana, I., W. Komang dan D. Kusumawati. 2004. Anastesi Veteriner Jilid 1.


Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Saunders. 2003. Text Book of Small Animal Surgery. The Curtis Center
Independence Square West. Philadelpia
Schoot, C.M.D. 2010. Fluid Resuscitation 0,9% Normal Saline Vs Lactated Ringer
Vs Albumin. EVMS Journal Club Review 350 (22): 2247-2256
Smaill, G.M.L. and Gyte F.M. 2010. Antibiotic Prophylaxis versus No Prophylaxis
for Preventing Infection After Cesarean Section (review). John Wiley &
Sons, Ltd.
Syarif, A. 2009. Farmakologi dan Terapi. Balai Penerbit FKUI. Jakarta
Thomas, O., Robert, A. 2009. Color Atlas Small Animal Anatomy: the Essentials
Resised Edition. Wiley Blackwell.

Anda mungkin juga menyukai