PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Organ reproduksi anjing betina hampir sama dengan mamalia lain yaitu
meliputi ovarium, tuba falopii (tuba uterina atau oviduct), uterus, serviks,
vagina, dan vulva. Ovarium anjing relatif kecil, kurang lebih 1,5 x 0,7 x 0,5 cm
pada anjing dengan berat badan 12 kg, berlokasi di bagian dorsal romngga
perut, disebelah kaudal dari ginjal kurang lebih pada tingkat ketiga atau
keempat dari vertebrae lumbalis. Ovarium disokong oleh lapisan peritoneum
(mesovarium) yang berisi saraf dan suplai darah yang berasal dari arteri ovaria
dan dari anastomosis arteri uterina. Setiap ovarium diselimuti oleh lemak dan
dikelilingi oleh bursa yang terbuka sepanjang 02 – 1,8 xm (Junaidi, 2006).
Ovarium berfungsi ganda yaitu sebagai alat tubuh yang memproduksi sel
kelamin berina yaitu ovum dan hormon-hormon kelamin betina yaitu estrogen
dan progesteron.ovarium merupakan organ repoduksi primer yang berfungsi
menghasilkan hormon yaitu hormon estrogen, progesteron dan relaksin.
Estrogen adalah zat yang menyebabkan birahi pada hewan betina, dan
menstimulir pertumbuhan alat kelamin serta menyebabkan pertumbuhan sifat-
sifat kelamin sekunder pada hewan betina. Progesteron merupakan hormon
yang dihasilkan korpus luteum dan mempunyai fungsi yang berhubungan
dengan pertumbuhan sel-sel endometrium sebelum dan selama hewan bunting.
Bersama dengan prolaktin menyebabkan perkembangan sistem alveolar dari
kelenjar mammae tetapi menghambat perkembangan folikel, sedangkan
relaksin adalah hormon yang dihasilkan pada masa kebuntingan menyebabkan
relaksasi simphisis pubis. Hormon ini ditemukan pada ovarium, uterus dan
tenunan plasenta. Hormon ini berperan penting pada alat-alat reproduksi untuk
memelihara kebuntingan sampai melahirkan.
Gambar 2.1 Anatomi Reproduksi Anjing Betina
Pubertas atau siklus estrus pertama pada anjing betina dicapai paling
awal pada usia 6 bulan pada anjing ras dengan ukuran tubuh kecil, dan paling
lama pada usia 2 tahun pada anjing ras dengan ukuran tubuh tang lebih besar.
Siklus estrus anjing terdiri dari proestrus, estrus, metestrus dan anestrus
(Junaidi, 2006; Blendinger, 2009). Durasi proestrus rata-rata 9 hari (Junaidi,
2006). Durasi estrus adalah sama dengan pro-estrus, kurang lebih 9 hari
(dengan kisaran 4 – 12 hari). Durasu metestrus 130-140 dan rata-rata durasi
anestrus berlangsung selama 4 hingga 5 bulan (Thomas, 2009)
2.2 Ovariohisterectomy
1. Obesitas
2. Hilangnya potensi breed dan nilai genetik. Setelah dilakukan
ovariohisterectomy, terdapat beberapa komplikasi yang mungkin akan
terjadi, diantaranya yaitu (Saunders, 2003)
3. Pendarahan (hemoragi). Hemoragi dilaporkan sebagai kausa kematian
paling umum setelah ovariohisterectomy. Pendarahan dapat disebabkan
karena pembuluh ovarium yang rupture ketika ligamentum suspensorium
ditarik (diregangkan)
4. Ovariant remnant syndrome. Sindroma ini menyebabkan hewan tetap
estrus pasca ovariohisterectomy. Hal ini disebabkan karena pengambilan
ovarium yang tidak sempurna (tuntas).
5. Uterine stump pyometra, inflamasi, dan granuloma.
6. Fistula pada traktus reproduksi. Fistula tersebut berkembang dari adanya
respon inflamasi terhadap material operasi (benang)
7. Urinary incontinence merupakan kejadian tidak dapat mengatur spincter
vesica urinary. Hal ini dapat terjadi karena adanya perletakan (adhesi) atau
granuloma pangkal uterus (sisa) yang mengganggu fungsi spincter vesica
urinary.
Ada tiga hal yang menentukan pemilihan jenis benang jahit, yaitu :
- jenis bahannya
- kemampuan tubuh untuk menyerapnya
- susunan filamennya.
Benang yang dapat diserap melalui reaksi enzimatik pada cairan tubuh kini
banyak dipakai. Penyerapan benang oleh jaringan dapat berlangsung anatar
tiga hari sampai tiga bulan tergantung jenis benang dan kondisi jaringan yang
dijahit. Menurut bahan asalnya, benang dibagi dalam benang yang terbuat dari
usus domba meskipun namanya catgut dan dibedakan dalam catgut murni yang
tanpa campuran dan catgut chromic yang bahannya bercampur larutan asam
kromat. Catgut murni diserap cepat, kira-kira dalam waktu satu minggu
sedangkan catgut kromik diserap lebih lama kira-kira 2 – 3 minggu.
Disamping itu ada benang yang terbuat dari bahan sintetik, baik dari asam
poliglikolik maupun dari poliglaktin yang inert (efek samping minimalis) dan
memiliki daya tegang yang besar. Benang ini dapat dipakai pada semua
jaringan termasuk kulit. Benang yang dapat diserap menimbulkan reaksi
jaringan setempat yang dapat menyebabkan infiltrasi jaringan yang mungkin
ditandai adanya indurasi (mengeras).
Benang yang tidak dapat diserap oleh tubuh umunya terbuat dari bahan
yang tidak menimbulkan reaksi jaringan karena bukan merupakan bahan
biologis. Benang ini dapat berasal dari sutera yang sangat kuat dan liat, dari
kapas yang kurang kuat dan mudah terurai, dan dari polyester yang merupakan
bahan sintetik yang kuat dan biasanya dilapisi Teflon. Selain itu terdapat juga
benang nilon yang berdaya tegang besar, yang terbuat dari polipropilen yang
terdiri atas bahan yang sangat inert dan baja yang terbuat dari baja tahan karat,
karena tidak dapat diserap maka benang akan tetap berada di jaringan tubuh.
Benang jenis ini biasanya digunakan pada jaringan yang sukar sembuh. Bila
terjadi infeksi akan tyerbentuk fistel yang baru dapat sembuh setelah benang
yang bersifat benda asing dikeluarkan.
Benang alami terbuat dari sutera atau kapas. Kedua bahan alami ini dapat
bereaksi dengan jaringan tubuh meskipun minimal karena mengandung juga
bahan kimia alami. Daya tegangnya cukup dan dapat diperkuat bila dibasahi
terlebih dahulu dengan larutan garam sebelum digunakan.
Bersifat tidak licin seperti sutera biasa karena sudah dikombinasi dengan
perekat, tidak diserap tubuh. Pada penggunaan disebelah luar maka benang
harus dibuka kembali.
Ukuran : 5,0 – 3
Ukuran : 3,0 – 3
2.4.3 Vicryl
Penyembuhan luka merupakan proses yang terjadi pada kulit sebagai upaya
pengembalian integritas jaringan yang hilang dengan pembentukan jaringan
kolagen pada bekas luka. Proses penyembuhan luka tidak hanya terjadi pada kulit,
proses seupa terjadi dalam perbaikan berbagai jaringan dan organ. Perbaikan dalam
jaringan dan organ, dapat berupa pemeliharaan cedera dan keausan yang terjadi
pada sendi, penggantian sel-sel yang serupa proleferatif dan berumur pendek,
seperti eritrosit (120 hari) atau perbaikan akibat cedera traumatis. Cedera atau luka
jenis apapun akan memicu kaskade terorganisir da kompleks baik selulardan
biokimia yang mengakibatkan penyembuhan luka. Proses ini dapat bersifat
patologis apabila proses penyembuhan luka berlebihan atau kekurangan. Proses
penyembuhan luka, terdiri atas 4 (empat) tahapan, yaitu fase haemostatis, fase
inflmasi, fase remodelling dan fase maturasi (Pavletic, 2010).
Fase haemostatis diawali dengan darah dan cairan limfa akan mengisi
daerah yang mengalami perlukaan segera setelah terjadi luka. Pletelet, eritrosit,
cairan dan fibrin akan membentuk fibrin plug untuk menyumbat luka. Fibrin plug
berfungsi sebagai immediate barrier dari infeksi dan kehilangan cairan tubuh dan
substrat untuk komponen penyembuhan lka yang lain. Setelah terbentuk fibrin plug.
leukosit akan bermigrasi menuju luka segera setelah proses kelukaan terjadi. Fase
hameostatis terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu vasokontriksi, terbentuknya platelet
plug dan aktivasi coagulation cascade. Darah dan cairan limfe akan menempati
luka dan membersihkan permukaan luka dengan membentuk platelet plug.
terbentuknya platelet plug akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah yang
termediasi oleh bradikin, serotin, cathecolamin dan entotelin serta produksi
thromboxone A2 selama 5-10 menit. Pembuluh darah akan dilatasi kembali oleh
pengaruh pelepasan histmain oleh mast cell. Sehingga sel intravaskuler dan cairan
mengalir ke dalam ekstravaskuler, fibrinogen yang larut kemudian keluar dan
dikonversi menjadi fibrin dan terbentuk fibrin plug dan matriks ekstraseluler
(Pavletic, 2010).
Fase inflamasi ditandai dengan migrasi leukosit pada luka sekitar 6 jam dari
kelukaan. Kerusakan jaringan kaan melepaskan mediator poten sebagai
chemoattractant dari neutrofil. Neutrofil akan mengakibatkan aktivasi sistem
komplemen pada saat terjadi luka. Proses degradasi produk komplemen dan
fibrinopeptide akan mengundang neutrofil ke jaringan luka dan berperan sebagai
opsonin. Neutrofil akan datang pertama kali dan dominan selama 3 hari pertama
luka dengan konsentrasi puncak 24-28 jam pertama. Platelet akan mengalami
degranulasi dan melepaskan platelet-derived growth factor (PDGF) dan
transforming growth factor (TGF), terutama TGF-β. Selain itu, terdapat mediator
lain yang berperan, yaitu interleukin (IL-1α, IL-1β, IL-6 dan IL-8) dan tumor
necrosis factor (TNFα). Peran neutrofil dalam reaksi inflamasi, yaitu membunuh
bakteri dan menghilangkan debris ekstraseluler dengan fagositosis dan pelepasan
toxic oxygen species, vasodilatasi dan pengingkatan permeabilitas pembuluh darah
dan produksi sitokin proinflamasi (Pavletic, 2010).
Pada fase remodelling akan terjadi proses angiogenesis dan fibroplasia yang
akan menghasilkan matriks ektraseluler mature. Selain itu, akan terjadi proses
epiteliasi dan miofibroblast yang penting dalam kontraksi luka dan modulasi
matriks ekstraseluler. Interaksi kompleks yang penting di dalam matriks
ektraseluler menyebabkan sel-sel menuju daerah yang luka dan membentuk formasi
struktur yang baru. Ligand pada matriks ekstraseluler akan mengikat reseptor
integrin pada fibroblast untuk memfasilitasi migrasi sel dengan protease. Fase
remodelling ditandai dengan terbentuknya jaringan granulasi, yang berfungsi untuk
mengisi jaringan rusak, melindungi luka, barrier dari infeksi, menyediakan
epiteliasi permukaan dan mengandung miofibroblast yang penting untuk kontraksi
luka. Transisi dari provisional matriks ektraseluler menjadi matriks ekstraseluler
dewasa membutuhkan waktu 3-5 hari setelah kelukaan (Pavletic, 2010).
METODE KEGIATAN
Kegiatan PPDH rotasi klinik hewan kecil, bedah, dan radiologi dilakukan
di Klinik Hewan Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan dan Rumah Sakit
Hewan Pendidikan Universitas Brawijaya Malang pada tanggal 15 Januari –
23 Januari 2018.
3.3.1 Alat
3.3.2 Bahan
Salah satu komplikasi pada tindakan bedah adalah adanya infeksi yang
disebabkan oleh adanya kontaminasi mikroorganisme. Komplikasi ini harus
dicegah sebagai upaya untuk mengurangi angka morbidita dan mortalitas serta
mempercepat kesembuhan luka. Salah satu tindakan yang mencegah terjadinya
hal tersebut adalah dengan melakukan tindakan aseptis. Tindakan aseptis
merupakan cara untuk memperoleh kondisi bebas dari mikroorganisme yang
dapat menyebabkan infeksi melalui berbagai cara antara lain dengan kontak
lingkungan, petughas kesehatan, atau alat-alat medis.
Metode sterilisasi alat yang terdapat pada klinik yaitu metode fisik.
Metode ini menggunakan pemanasan dengan panas kering menggunakan
oven dengan suhu sebesar 121oC selama ± 30 menit.
R/ Amoxicillin 0,55 ml
S pro inj IM
R/Atropin 0,88 ml
S pro inj SC
R/ Ketamin 1,1 ml
S pro inj IV
R/ Xylazine 1,1 ml
S pro inj IV
1. Mencuci tangan
Meskipun operator telah menggunakan sarung tangan steril,
tetapi dengan mencuci dan menggosok tangan akan mengurangi resiko
infeksi karena kontaminasi mikroorganisme dari tangan, hal ini
disebabkan oleh keadaan sarung tangan yang hangat dan lembab akan
menyebabkan bakteri mudah tumbuh.
Mencuci tangan harus disertai dengan menyikat dengan sikat
yang lembut agar tidak mengiritasi kulit. Syarat surgical soap adalah
sebagai berikut :
- Tidak bersifat iritatif pada kulit
- Efektif
- Mempunyai masa antibakteri yang panjang
- Dapat larut dan berbusa dalam air dingin maupun air panas
- Jumlah yang dibutuhkan sedikit setiap kali mencuci tangan
Mencuci tangan pun memiliki teknik tersendiri. Teknik tersebut
adalah sebagai berikut:
- Lepaskan seluruh perhiasan dari jari dan pergelangan tangan
- Atur temperatur dan aliran air
- Siapkan sikat pada tempat cuci
- Basahi tangan dan lengan, tuang ± 8 ml sabun ke telapak tangan
- Gosok lengan dengan sabun sampai kurang lebih 3 cm di atas siku
- Bilas tangan dan lengan, air mengalir dari tangan ke lengan dan
terakhir ke siku
- Bersihkan jari-jari, sela jari, dan kuku kemudian bilas dengan air
mengalir
- Sikat ujung jari tangan dan kuku, ketika menyikat usahakan tangan
di atas siku dan jauhkan dari badan
- Beri sabun daerah jari-jari, gosok secara melingkar pada masing-
masing jari
- Beri sabun daerah palmar, punggung tangan, sela ibu jari dan jari,
gosok masing-masing permukaan
- Beri sabun dan sikat lengan hingga 3 cm diatas siku, bilas tangan
kembali , biarkan air mengalir ke bawah melalui siku sebelum
memasuki ruang operasi
- Ambil handuk steril dengan hati-hati dan jaga jarak dengan meja
jangan sampai handuk menyentuh barang yang tidak steril,
pertahankan tangan dan lengan lebih tinggi daripada siku dan
jauhkan dari badan
- Keringkan tangan dengan handuk steril dari arah tangan ke siku
menggunakan 1 sisi kain lap untuk setiap tangan
2. Pemakaian masker dan penutup kepala (head cap)
Penggunaam masker adalah dengan tujuan menghindari
terjadinya penyebaran bakteri dari operator kepada penderita pada saat
operator berbicara, bersin, batuk, atau saat bernapas.penutup kepala
digunakan untuk mencegah kotoran atau bakteri dari kepala operator
mengontaminasi area operasi.
3. Pemakaian jubah operasi
Teknik memakai jubah operasi adalah sebagai berikut :
- Dengan satu tangan ambil jubah operasi (dalam kondisi terlipat)
secara hati-hati hanya menyentuh lapisan paling luar, jangan
sampai menyentuh tubuh dan benda non steril.
- Tarik lengan bagian dalam dan buka dengan lubang lengan
menghadap tubuh kita
- Masukkan lengan pada lengan jubah operasi, dengan bantuan
asisten masukkan lengan lebih dalam, perhatikan jangan sampai
ujung jari menyentuh bagian luar ujuang jubah operasi
- Asisten akan membantu merapikan jubah operasi, asisten hanya
boleh menyentuh permukaan bagian dalam
4. Pemakaian sarung tangan (gloves)
Sarung tangan harus diganti apabila tangan menyentuh bagian
luar dari sarung tangan, sarung tangan menyentuh benda yang tidak
steril, sarung tangan bocor, sobek, atau tertusuk. Tangan pertama harus
dipasang dengan memegang lipatannya saja sedangkan sarung tangan
kedua harus dipegang menggunakan sarung tangan pertama.
Bagian corpus uteri diklem dengan 2 arteri klem. Arteri klem yang
pertama dekat dengan bifurkasio dan arteri klem yang kedua tepat pada
corpus uteri. Dilakukan ligasi pada corpus uteri tepat dibawah arteri klem
kedua dan disimpul dengan kuat. Selanjutnya dipotong uterus diantara
kedua arteri klem dan dipastikan tidak ada perdarahan kemudian arteri
klem dilepas.
Penjahitan dilakukan menggunakan catgut chromic 2.0 pada
peritoneum dan muskulus abdominis eksternus dan internus dengan tipe
jahitan terputus sederhana. Penjahitan dilanjutkan pada bagian subcutan
dan intradermal menggunakan benang cut gut chromic 2.0 dengan tipe
jahitan menerus sederhana. Penjahitan pada kulit dilakukan dengan
menggunakan silk tipe jahitan matras silang. Luka bekas jahitan diberi
gentamicin dan bonti dan luka dibalut dengan kasa steril dan hypafix®
kemudian dipasang gurita agar anjing tidak menggigit bekas luka.
R/ Amoxicillin 3 tab
Seloxy 3 tab
Sangobion 5 caps
m.f.l.a pulv. No. XIV da in caps
S2dd caps 1 p.c
R/ Ketoprofen 55 mg
m.f.l.a pulv. No. V da in caps
s1dd caps 1 p.c
BAB IV
4.1.1 Signalement
Nama : Samber
Jenis hewan : Anjing
Ras : Mix
Jenis Kelamin : Betina
Umur : ± 8 bulan
Warna : Black
4.1.2 Anamnesa
Seekor anjing dibawa ke Rumah Sakit Hewan Pendidikan
(RSHP) Universitas Brawijaya untuk dilakukan operasi
ovariohisterectomy. Anjing berasal dari salah satu tempat pemotongan
di Kecamatan Dau Kabupaten Malang.
4.1.3 Gejala Klinis
Anjing tidak menunjukkan gejala klinis apapun.
4.1.4 Pemeriksaan Klinis
1. Keadaan Umum
Perawatan : Baik
Habitus/ Tingkah Laku : Jinak
Gixi : Baik
Pertumbuhan badan : Baik
Sikap berdiri : Berdiri dengan keempat kaki
Ekspresi wajah : Ceria
Adaptasi lingkungan : Sikap bereaksi, respon menurut
Suhu tubuh : 38,1oC
Frekuensi nadi : 96x/menit
Frekuensi napas : 40x/menit
Capillary refill time (CRT) : < 2 detik
Berat Badan : 11 kg
2. Kulit dan Rambut
Aspek rambut : bersih, kering, dan lembut
Kerontokan : tidak ada kerontokan
Kebotakan : tidak ditemukan kebotakan
Turgor kulit : Bagus
Permukaan kulit : pigmentasi normal
Bau kulit : bau khas anjing
3. Kepala dan Leher
a. Inspeksi
Ekspresi wajah : Ceria
Pertulangan wajah : Kompak
Posisi tegak telinga : Telinga turun keduanya
Posisi kepala : Simetris
Mata orbita kiri
Palpebrae : membuka dan menutup
dengan sempurna
Cilia : melengkung keluar
Konjunctiva : rose, basah, tidak ada
kerusakan
Membran nictitans : tidak terlihat
Mata orbita kanan
Palpebrae : membuka dan menutup
dengan sempurna
Cilia : melengkung keluar
Konjunctiva : rose, basah, tidak ada
kerusakan
Membran nictitans : tidak terlihat
Bola mata kiri
Sclera : putih
Kornea : jernih, bening
Iris : kuning
Pupil : dapat membesar dan
mengecil dengan
Limbus : rata, tidak ada kelainan
Refleks pupil : ada, pupil dapat membesar
dan mengecil
Lensa : tidak ada kelainan
Vasa Injection : Tidak ada
Bola Mata Kanan
Sclera : putih
Kornea : jernih, bening
Iris : kuning
Pupil : dapat membesar dan
mengecil
Limbus : rata, tidak ada kelainan
Refleks pupil : ada, pupil dapat membesar
dan mengecil
Lensa : tidak ada kelainan
Vasa Injection : Tidak ada
Hidung dan Sinus
Bentuk Pertulangan : Simetris
Aliran Udara : aliran udara lancar pada
kedua cavum nasal
Cermin Hidung : basah
Mulut dan Rongga Mulut
Defek Bibir : tidak ada
Mukosa : Rose, basah, tidak ada
kerusakan
Lidah : Rose, basah, kasar, tidak ada
kerusakan
Telinga
Posisi : Turun keduanya
Bau : Bau khas anjing
Permukaan daun telinga : kedua telinga nya bersih
Krepitasi : tidak ada
Reflek panggilan : tidak ada reflek panggilan
Leher
Perototan : Kompak
Trakea : Teraba, tidak ada refleks
batuk
Esofagus : Tidak teraba
Kelenjar Pertahanan
Ln. Mandibularis : Teraba
Lobulasi : Jelas
Konsistensi : Kenyal
Kesimetrisan : Simestris
Ln. Retropharingeal : Teraba
Ln. Axillaris : Teraba
Ln. Prefemoralis : Teraba
Ln. Poplitea : Teraba
Lobulasi : Jelas
Konsistensi : Kenyal
Kesimetrisan : Simestris
4. Thoraks
a. Sistem Pernapasan
Inspeksi
Bentuk Rongga Thoraks : Simetris
Tipe pernapasan : Abdominalis
Ritme Pernapasan : Kuat
Intensitas : Cepat
Frekuensi : 40x/menit
Trakea : Teraba
Batuk : Tidak ada reflek batuk
Palpasi
Penekanan rongga thoraks : tidak ada reksi kesakitan
Penekanan intercostal : tidak ada reaksi kesakitan
Auskultasi
Suara Pernapasan : Lama inspirasi sama dengan
lama ekspirasi
Suara ikutan : tidak ada
b. Sistem Peredaran Darah
Inspeksi
Ictus cordis : Tidak teraba
Auskultasi
Frekuensi : 96x/menit
Intensitas : Kuat
Ritme : Ritmis
5. Abdomen dan Organ Pencernaan
Inspeksi
Ukuran Rongga Abdomen : Tidak ada pembesaran
Bentuk Rongga Abdomen : Simetris
Palpasi
Epigastrikus : Tidak ada reaksi kesakitan
Mesogastricus : Tidak ada reaksi kesakitan
Hipogastricus : Tidak ada reaksi kesakitan
Auskultasi
Suara peristaltik usus : terdengar
Anus
Daerah sekitar anus : bersih
Refleks sphincter ani : ada reflek
Kebersihan perineal : bersih
6. Sistem Urogenital
Inspeksi dan Palpasi
Ginjal : Terletak di epigastrikus
dorsal
Vesica Urinaria : Terletak di antara
mesogastrikus dan
hipogastrikus dorsal
Alat Kelamin Betina
Vulva : Pale, licin, basah,
tidak ada luka,
tidak ada discharge
7. Alat gerak
Inspeksi
Perototan kaki depan : Simetris
Perototan kaki belakang : Simetris
Spasmus/ tremor otot : Tidak ada
Kuku kaki : ada
Cara berjalan : sempoyongan
Bentuk pertulangan : tidak ada penonjolan
Tuber coxee dan tuber ischii : simetris
Palpasi Struktur pertulangan
Kaki depan kiri dan kanan : Kompak
Kaki belakang kiri dan kanan : Kompak
Konsistensi pertulangan : Keras
Reaksi saat palpasi : Tidak ada reaksi kesakitan
4.1.5 Diagnosa
4.2 Pembahasan
Tindakan post operasi yang dilakukan adalah pemberian obat peroral dan
mengganti bandage setiap hari. Penggantian bandage setiap hari ini bertujuan
untuk memberikan kondisi yang tetap bersih pada area luka. Obat oral yang
diberikan terdiri dari antibiotik Amoxicillin (dosis 10 mg/kg BB), Seloxy®,
Sangobion®, Ketoprofen (dosis 1 mg/kg BB PO) satu hari sekali (selama 5
hari), serta obat topikal berupa salep bonti.
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran