Anda di halaman 1dari 7

ZERO-BASE BUDGETING DALAM PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN

ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA DAN LEMBAGA (RKA-K/L)

Gencar Puja Bangsa1


Tri Angga Sigit2

Abstrak
Setelah RUU APBN disahkan menjadi UU APBN oleh DPR di bulan Oktober, sesuai
ketentuan, Menteri/Pimpinan Lembaga mulai menyusun dokumen pelaksanaan anggaran
dengan berpedoman pada alokasi anggaran yang ditetapkan dalam Keputusan Presiden.
Penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran menggunakan RKA-K/L dan Menteri Keuangan
mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran paling lambat tanggal 31 Desember.
RKA-K/L yang disusun oleh masing-masing Kementerian/Lembaga sudah sewajarnya,
disusun dengan penuh tanggung jawab. Kementerian/Lembaga merupakan instansi pemerintah
yang menjalankan fungsi pemerintahan dan tugas-tugas lain berdasarkan perundang-undangan
yang berlaku. Fungsi utamanya, adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sehingga,
kadang kita berpikir, bahwa tidak masalah untuk menganggarkan suatu kegiatan dengan
anggaran yang besar, karena dampak dan manfaatnya juga akan dirasakan oleh masyarakat.
Namun, ketika ada alternatif dan cara lain untuk lebih memperbesar dampak dan manfaat yang
akan diterima oleh masyarakat dengan anggaran yang lebih efisien, kenapa tidak kita coba?
Zero-base budgeting, sebuah teori yang dikemukakan oleh Carter dalam Buku Cost
Accounting, memberikan topik yang menarik bagi penulis. Teori tersebut, yang secara umum
ditujukan bagi profit-oriented-company, menurut pendapat penulis, seakan memberikan opsi-
opsi untuk penyusunan anggaran yang lebih baik.

1
Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN-Kelas 5-8 Akuntansi Alih Program 2018
2
Dosen Politeknik Keuangan Negara STAN-Dosen Mata Kuliah Hukum Keuangan Negara, 2018
A. LANDASAN TEORI
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L) merupakan
dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program dan kegiatan suatu Kementerian
Negara/Lembaga dan sebagai penjabaran dari Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana Kerja
Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan dalam suatu tahun anggaran serta anggaran
yang diperlukan untuk melaksanakannya.
1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 20103
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L) disusun untuk
setiap Bagian Anggaran. Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran wajib
menyusun RKA-K/L atas Bagian Anggaran yang dikuasainya. Penyusunan RKA-K/L harus
menggunakan pendekatan:
a. kerangka pengeluaran jangka menengah;
b. penganggaran terpadu; dan
c. penganggaran berbasis Kinerja.
Sedangkan instrument yang digunakan dalam penyusunan RKA-K/L, menurut PP 90
Tahun 2010, antara lain:
a. indicator Kinerja;
b. standar biaya; dan
c. evaluasi Kinerja.
Selain mengatur pendekatan dan instrument yang digunakan dalam penyusunan RKA-
K/L, Peraturan Pemerintah ini juga memberikan pedoman umum mengenai proses penyusunan
RKA-K/L. Proses penyusunan RKA-K/L ini diatur dalam Bagian Kesatu Bab 3 Proses
Penyusunan RKA-K/L dan Penggunaannya dalam Penyusunan Rancangan APBN, dalam pasal
7, 8, 9 dan 10 PP 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga.

2. Penganggaran Terpadu4

3
Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga
4
Bahan Ajar Hukum Keuangan Negara Pertemuan ke 3
Penyusunan rencana keuangan tahunan yang dilakukan secara terintegrasi untuk
seluruh jenis belanja guna melaksanakan kegiatan pemerintahan yang didasarkan pada prinsip
pencapaian efisiensi alokasi dana.
Sangat penting untuk memastikan bahwa investasi dan biaya operasional yang berulang
(recurrent) dipertimbangkan secara simultan. Dualisme perencanaan antara anggaran rutin dan
anggaran pembangunan di masa lampau menimbulkan peluang duplikasi, penumpukan, dan
penyimpangan anggaran. Perencanaan belanja rutin dan belanja modal dilakukan secara
terintegrasi / terpadu dalam rangka mencapai sasaran prioritas nasional dan target prestasi kerja
kementerian/lembaga yang dapat memuaskan masyarakat.
Kelebihan Penganggaran Terpadu:
 Keterpaduan pengelola kegiatan
 Keterpaduan jenis belanja dalam satu kegiatan
 Keterpaduan antar program/ kegiatan sesuai fungsi dari suatu kementerian
 Keterpaduan program / kegiatan antar kementerian negara/lembaga
 Keterpaduan program/kegiatan baik antar pemerintah daerah maupun pemerintah pusat

3. Penganggaran Berbasis Kinerja5


Anggaran berbasis Kinerja adalah proses penganggaran yang dapat menjelaskan
hubungan antara proyeksi biaya yang dibutuhkan dengan ekspektasi hasil yang akan dicapai
oleh pengeluaran pemerintah. Kegiatan (activities) yang dibiayai anggaran akan menghasilkan
Keluaran (Output), dan pada akhirnya kombinasi dari berbagai keluaran kegiatan tersebut
dalam suatu program diharapkan menghasilkan Dampak Positif Program (Outcomes).
Anggaran Berbasis Kinerja yang efektif memiliki prinsip utama yaitu Kejelasan
Hubungan (linkages) antara ukuran kinerja pada level operasional (dalam hal ini level sub-
kegiatan atau kegiatan) dengan hirarki tujuan / sasaran yang lebih tinggi (level strategis), baik
dari sisi organisasional maupun dari sisi Dampak Positif (outcomes). Dapat dijabarkan kedalam
poin-poin sebagai berikut:
 Mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja (output) dan dampak (outcome)
 Berdasarkan sasaran tertentu yang hendak dicapai
 Terdapat keterkaitan output kegiatan dan sasaran program
 Terdapat kepastian penanggung jawab keberhasilan suatu program

5
idem
4. Zero-Base Budgeting6
Zero-Base Budgeting (Penganggaran berbasis nol) adalah pendekatan penganggaran
untuk mengevaluasi kembali program dan pengeluaran organisasi yang ada. Pendekatan ini
mengharuskan manajer untuk membenarkan seluruh permintaan anggaran mereka secara rinci
dan menempatkan beban pembuktian pada manajer untuk membenarkan mengapa uang apa
pun harus dianggarkan. Dimulai dengan asumsi bahwa nol akan dihabiskan untuk setiap
aktivitas, dengan demikian, istilah zero-base (nol-basis). Apa yang dihabiskan oleh manajer di
masa lalu atau pada periode saat ini tidak diterima sebagai titik awal.
Zero-Base Budgeting dalam teori yang dikemukakan oleh Carter, untuk setiap kegiatan
atau operasi di bawah kendali mereka, manajer diminta untuk menyiapkan paket keputusan
yang mencakup analisis biaya, tujuan, tindakan alternatif, ukuran kinerja, konsekuensi dari
tidak melakukan aktivitas, dan manfaat. Pendekatan zero-base menegaskan bahwa ketika
manajer memulai penganggarannya nol, dua jenis alternatif harus dipertimbangkan: (1) cara
yang berbeda dalam melakukan aktivitas yang sama dan (2) tingkat upaya yang berbeda dalam
melakukan aktivitas.
Paket keputusan mengidentifikasi suatu kegiatan untuk evaluasi dan perbandingan
dengan kegiatan lain. Merancang paket keputusan, memberi peringkat, dan membuat
keputusan pendanaan sesuai dengan peringkat adalah inti dari penganggaran berbasis-nol.
Keberhasilan dalam menerapkan penganggaran berbasis-nol memerlukan hal-hal berikut:
a. keterkaitan penganggaran zero-base ke perencanaan jangka pendek dan jangka
panjang;
b. dukungan dan komitmen berkelanjutan dari manajemen eksekutif;
c. inovasi oleh manajer dalam mengembangkan paket keputusan;
d. penerimaan penganggaran berbasis nol oleh orang-orang yang harus melakukan
pekerjaan penganggaran.

B. PEMBAHASAN
1. Penyusunan RKA-K/L di Kementerian/Lembaga
Seperti yang telah disampaikan dalam landasan teori, Menteri/Pimpinan Lembaga
selaku Pengguna Anggaran wajib menyusun RKA-K/L atas Bagian Anggaran yang
dikuasainya. Dalam praktiknya, RKA-K/L disusun berdasarkan prinsip bottom up. Diajukan
oleh masing-masing satuan kerja (satker) di Kementerian/Lembaga untuk selanjutnya dibahas

6
Cost Accounting, 14th edition. William K. Carter. Thomson. United States of America, 2006. Page 16-11.
dalam rapat penyusunan RKA-K/L di tingkat unit eselon 1 dan kemudian di tingkat
Kementerian/Lembaga.
Dalam draft RKA-K/L yang disusun oleh satuan kerja, dalam paraktiknya, masih
mengambil dasar perhitungan anggaran dari pagu anggaran tahun sebelumnya. Satuan kerja,
untuk lebih mempersingkat waktu penyusunan draft, menyusun anggaran berdasarkan pagu
anggaran tahun sebelumnya, disesuaikan dengan penurunan atau kenaikan volume bisnis di
masing-masing satuan kerja. Lebih sederhana lagi, kadang beberapa satker hanya
menambahkannya dengan nilai inflasi selama setahun.
RKA-K/L yang disusun satker. Memang disusun dengan pendekatan anggaran berbasis
Kinerja. Anggaran yang disusun satker, dibuat sasaran output pada level output. Namun,
sasaran output yang ditentukan, seringkali hanya berupa jumlah barang atau spesifikasi barang
yang akan dihasilkan dari pengadaan ataupun pelayanan. Beberapa dari satker penyusun RKA-
K/L bahkan menyusun anggarannya dahulu, baru ditentukan output-nya.
2. Pengadopsian Zero-Base Budgeting dalam penyusunan RKA-K/L
Teori yang dikemukakan Carter dalam landasan teori, memang secara umum ditujukan
bagi perusahaan yang profit oriented dengan kata lain, tujuannya adalah mendapatkan
keuntungan sebanyak-banyaknya. Seperti halnya, perusahaan swasta, setiap uang yang keluar
dari perusahaan, sangatlah berharga. Berbeda dengan Pemerintah, dalam hal ini
Kementerian/Lembaga yang menjalankan tugas-tugasnya sesuai peraturan perundang-
undangan. Tujuan utamanya, adalah memberikan pelayanan publik kepada masyarakat.
Sehingga, tidak masalah untuk menganggarkan kegiatan atau program dengan anggaran yang
banyak, karena dampak atau manfaatnya akan kembali kepada masyarakat.
Namun, bagaimana bila ada cara-cara dan alternatif, agar dampak dan manfaat yang
diberikan kepada masyarakat, dapat lebih besar, dengan anggaran yang lebih efisien?
Dengan mengadopsi teori zero-base budgeting, satuan kerja, yang menyusun draft
RKA-K/L di tingkat satuan kerja, dapat melakukan penilaian-penilaian atas kegiatan dan
program yang akan dilaksanakan di tahun anggaran yang akan dating. Kegiatan dan Program
tersebut, kemudian akan diasumsikan membutuhkan anggaran Rp 0. Baru, kemudian,
dilakukan penilaian dampak dan manfaat yang akan dihasilkan, dan menghitung anggaran yang
dibutuhkan untuk menjalankan kegiatan dan program tersebut, dari anggaran dasar Rp 0, bukan
berdasarkan pagu anggaran tahun sebelumnya.
Adopsi penganggaran berbasis-nol ini, memang cukup rumit, dan akan membutuhkan
banyak waktu dalam menyusun RKA-K/L, namun menurut penulis, efeknya akan luar biasa
terhadap anggaran, output, dan outcome yang akan dihasilkan masing-masing satker.
Keberhasilan dalam menerapkan penganggaran berbasis-nol ini memerlukan hal-hal berikut:
a. keterkaitan penganggaran zero-base ke perencanaan jangka pendek dan jangka panjang
Pemerintah;
b. dukungan dan komitmen berkelanjutan dari Kepala Instansi penyusun RKA-K/L;
c. inovasi oleh manajemen dalam mengembangkan paket keputusan;
d. penerimaan penganggaran berbasis nol oleh orang-orang yang harus melakukan
pekerjaan penganggaran dalam hal ini Kuasa Pengguna Anggaran dan Pejabat
Perbendaharaan lainnya.
C. KESIMPULAN
RKA-K/L yang telah disusun di untuk dijalankan di tahun anggaran yang akan
datang, baiknya disusun dengan penuh tanggung jawab. Dengan mengadopsi zero-base
budgeting, tiap-tiap Kementerian/Lembaga akan memerlukan waktu yang lebih lama
untuk menyusun RKA-K/L, namun sebanding dengan manfaat yang akan didapatkan.
Tanggung jawab ini, menurut penulis, adalah salah satunya dengan mempertimbangkan
segala uang yang dianggarkan dan akan dikeluarkan, untuk memberikan dampak dan
manfaat yang lebih besar bagi masyarakat.
Kementerian/Lembaga, menurut teori, akan diwajibkan untuk menilai tiap-tiap
program dan kegiatan yang akan dilaksanakan, berdasarkan output, outcome, dan
anggaran yang berbasis kinerja. Anggaran akan diasumsikan zero (Rp 0) dan dihitung
ulang kebutuhannya untuk mencapai output dan outcome tersebut, bukan hasil
penyesuaian dari pagu anggaran tahun sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai