Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH RAS, ETNISITAS DAN KONFLIK

MATA KULIAH VARIASI BILOGIS MANUSIA

(Dosen Pengampu Mata Kuliah : Lucy Dyah Hendrawati (S. Sos., M. Kes)

Disusun Oleh :
1. Shania Nur Isnaini (071711733090)
2. Ahmad Dzul Ilmi Muis (071711733098)
3. Hanifah Puspita Nurul H (071711733088)
4. Anisa Wulandari Sisko (071711733083)
5. Diva Oktaviana (071711733089)

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS AIRLANGGA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmat,
karunia, dan hidayahnya sehingga dengan begitu kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan lancar dan tepat waktu sesuai yang telah ditetapkan untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Variasi Biologis Manusia. Adapun tugas makalah ini yaitu berupa Pembahasan
materi kuliah mengenai Ras, Medis dan Penyakit.
Kedua tentunya tak lupa kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang
mendukung dalam penyusunan makalah ini, terutama seluruh anggota yang terlibat secara
kooperatif dalam proses pengerjaan tugas ini. Serta dosen kami yang telah membimbing dalam
pembentukan kelompok, pemberian topik, serta kegiatan belajar mengajar di kelas perkuliahan
yaitu mata kuliah Variasi Biologis Manusia.

Terakhir, kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna mengingat
ilmu yang belum seberapa serta kami masih dalam proses dan tahap belajar untuk memperkaya
pengetahuan. Semoga makalah ini sedikit memberi penyegaran melalui analisis kami mengenai
topik yang kami kerjakan. Kami berharap adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
maupun bagi kami sendiri selaku penyusun. Tak lupa kami dengan senang hati menerima kritik
dan saran yang membangun mengenai penulisan maupun isi dari makalah ini untuk dijadikan
pembelajaran dan perbaikan dikemudian hari atau penugasan maupun pembuatan makalah
kedepannya.

Surabaya, 4 Maret 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Manusia yang hidup dan menyebar di seluruh dunia kemudian menimbulkan


bentuk-bentuk adaptasi yang beragam yang kemudian turut memiliki hasil adaptasi
yang berbeda-beda. Salah satunya adalah ras, dengan ras muncul berbagai kontradiksi
dalam kehidupan sosial manusia yang turut berkaitan dengan konstruksi sosial
masyarakat yang di bangun dan tumbuh mengakar.

Variasi manusia muncul dalam kelompok-kelompok baru yang menciptakan


keberagaman yang jauh lebih kompleks. Secara demografis wilayah-wilayah tempat
tinggal manusia menjadi sebuah identitas baru bagi mereka yang meninggalinya. Serta
berdampak pada terjalinnya rasa seperjuangan didalam kelompok di suatu daerah
tersebut. Etnisitas muncul menjadi sebuah komponen dalam pembagian kelompok
masyarakat. Namun, dengan adanya perbedaan dan pembagian ini maka sangat
memungkinkan terjadinya konflik antar kelompok-kelompok dalam masyarakat.

2. Rumusan Masalah

Seperti yang sudah kita ketahui bersama ras, etnis, dan etnisitas merupakan poin-poin
penting yang harus dicermati terutama terkait keberagaman atau variasi biologis
manusia yang kemudian sangat berkaitan erat dengan munculnya konflik-konflik etnik
serta konstruksi sosial didalam masyarakat. Berikut adalah rumusan masalah untuk
mengerti dan memahami hal-hal tersebut :

(1) Mengetahui apa dan bagaimanakah yang hubungan antara Ras dan konstruksi
sosial?
(2) Mengetahui apa dan bagaimanakah etnisitas?
(3) Mengetahui apa dan bagaimanakah akar permasalahan konflik entik? Dan
beserta contohnya!
3. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memperoleh informasi dan
hal-hal yang dibutuhkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Variasi Biologis Manusia
dari dosen, dan dengan begitu dapat digunakan untuk :

(4) Mengetahui apa dan bagaimanakah yang hubungan antara Ras dan konstruksi
sosial
(5) Mengetahui apa dan bagaimanakah etnisitas
(6) Mengetahui apa dan bagaimanakah akar permasalahan konflik entik. Dan
beserta contohnya.

BAB II

PEMBAHASAN

A. RAS SEBAGAI KONSTRUKSI SOSIAL

Ras dan kelompok etnis adalah dua hal yang berbeda, tetapi berkaitan satu sama lain.
Ras adalah kelompok etnik yang memiliki dasar-dasar biologis yang sama dan perbedaannya
dikonstruksikan oleh masyarakat (Kottak dalam Rasyidila). Perbedaan fisik tersebut kemudian
memberikan kontribusi adanya pemaknaan secara sosial. Sehingga ras tidak sekedar perbedaan
faktor biologis saja namun lebih jauh lagi terkonstruksi melalui aspek-aspek lain seperti
ekonomi, sosial dan budaya, identifikasi suatu ras tertentu yang kebanyakan adalah
berdasarkan warna kulit, berbeda halnya dengan kelompok etnik yang mana berdasarkan
warisan budaya dan keturunan membuat suatu individu terikat dengan pemaknaan sosial oleh
masyarakat. Kemudian, muncullah suatu problem yang disebut diskriminasi, hal ini biasanya
dikarenakan oleh faktor dominan dan minoritas. Kaum minoritas akan terdiskriminasi oleh
kaum dominan, atau juga muncul prejudice baik dalam sikap maupun penilaian ketika
kelompok etnik yang berbeda bertemu. Asimilasi biasanya menjadi jalan keluar bilamana
kelompok etnis yang sebagai kaum minoritas pindah ke tempat kelompok etnik yang dominan,
sedikit lebih banyak mereka mengadopsi budaya yang ada di tempat yang ia tinggali kemudian.
Dominasi budaya pun tidak bisa dihindarkan bahkan secara kita sadari dalam semua aspek
kehidupan kita sedang berlomba-lomba untuk menempatkan diri menjadi yang paling terbaik
daripada suku, kelompok etnis, ras yang lain. Dalam bidang olahraga misalnya seperti yang
dikatakan Coakley (2001:243) bahwa “sport not only reflect this influence but also are sites
where people challenge or reproduce dominant beliefs and forms of racial and ethnic relation
in a society”.

Konstruksi sosial dalam teori Berger dan Lukman adalah kenyataan yang dibangun
secara sosial. Kenyataan kehidupan dianggap sebagai paar excellent yang mana itu dianggap
sebagai kenyataan utama. Mereka menyatakan bahwa “dunia kehidupan sehari-hari
menampilkan diri sebagai kenyataan yang ditafsirkan oleh manusia” sehingga secara tidak
langsung kehidupan sehari-hari tidak hanya mengandung kenyataan tetapi juga bermakna.
Pemaknaannya pun bersifat subjektif seperti apa yang dipersepsikan oleh manusia. Hal tersebut
relevan dengan adanya rasial dan kelompok etnik. Terdapat konstruksi sosial di antara
keduanya. Sehingga tidak heran bila terjadi etnosentrisme (merasa budaya kelompok etnis
sendiri lebih baik dan unggul dibandingkan yang lain) yang kemudian dapat mengarah pada
kasus yang lebih ekstrim seperti etnosida bahkan genosida. Padahal dalam diri sendiri pun
mungkin saja terdapat gejolak bahwa tindakan tersebut tidaklah benar namun lebih kepada
karena ide dan ambisi. Ras seolah-olah menjadi momok bagi beberapa orang dikarenakan
diskriminasi yang sangat mungkin terjadi dan menimpa mereka yang menjadi subjek minoritas.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas rasisme sangat mungkin terjadi dan bukan diakibatkan
oleh perbedaan secara biologis melainkan adanya produk-produk keluaran (output) yang
nampak baik dari segi ekonomi, sosial maupun budaya serta politik yang kemudian
memunculkan penilaian dan evaluasi terhadap individu tersebut dengan melihat latar
belakangnya. Sebagai contoh di Amerika serikat dimana rasisme terjadi dikarenakan
stratifikasi soal warna kulit yaitu kaum kulit putih dan kulit hitam. Kaum kulit putih merasa
dirinya sudah lebih maju dan unggul dibandingkan kulit hitam yang rata-rata adalah imigran
dari negara dunia ketiga sehinggereka menerima perlakuan diskriminatif sebagai pekerja kasar.
Contoh lain adalah peristiwa Holocaust yaitu genosida terhadap kelompok etnis Yahudi, Gypsi,
Negro dan kelompok homoseksual pada masa perang Dunia II.

Hal yang demikian seharusnya dapat dihindari bilamana kita sadar dan mau menyadari
bahwa adanya perbedaan dapat memunculkan reaksi yang tidak negatif melainkan positif.
Yaitu dengan cara mengesampingkan ego dan menghindari rasa etnosentrisme dengan
menghargai dan menghormati budaya dari kelompok lain. Hidup berdampingan secara
multikulturalisme dan pluralisme kiranya dapat membawa kedamaian dan ketentraman bagi
kemanusiaan.
B. ETNISITAS

Etnisitas merupakan kelompok masyarakat yang memiliki kesamaan sejarah, nenek


moyang, asal-usul, dan bahasa yang tercermin dalam sebuah simbol-simbol tertentu yang khas,
seperti dalam pakaian, agama dan tradisi, namun berbeda dari kelompok masyarakat yang
lainnya (Sibarani, 2015).

Menurut Asmore (2001) kata etnis berasal dari ketegori sosial atau identifikasi sosial. Yang
memiliki arti yaitu merupakan perbedaan ciri khas sosial yang dijadikan sebuah konsep oleh
masyarakat, untuk membedakan antara kelompok masyarakat yang satu dengan kelompok
masyarakat yang lainnya, kategori pengelompokkannya hanya terfokus kepada faktor sosialnya
bukan yang lain.

Etnisitas juga amat erat kaitannya dengan perbedaan ciri fisik kelompok individu, sehingga
nantinya antara ras dan etnisitas akan memiliki keterkaitan yang kuat antara satu sama lainnya.

 Kelompok Etnik
Merupakan sebuah posisi yang menentukan dimanakah kecocokan seseorang ketika
tengah berada di masyarakat (status). Status kelompok etnik didapatkan dengan dua cara,
yaitu:
a. Ascribed status: memiliki sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali pilihan ketika
menempati status yang diberikan. Contoh: ras, usia, agama, dll
b. Achieved status: diperoleh melalui pilihan, tindakan, upaya yang diusahakan, bakat,
prestasi, dsb. Contoh: untuk menjadi pejabat pemerintahan, pemilihan pekerjaaan,
status pendidikan, dsb

 Dalam hal Multikulturalisme


Multikulturalisme berasal dari kata multi (banyak), kultur (budaya), dan isme
(aliran/paham) yang secara harfiah dapat diartikan sebagai sebuah paham atau aliran yang
mendalami banyaknya budaya yang ada. Didalamnya berkembang pengakuan akan
martabat manusia yang hidup dalam kelompoknya dengan kebudayaan masing-masing yang
memiliki keunikan tersendiri. Kelompok ini memiliki rasa tanggungjawab untuk hidup
bersama kelompoknya, maka dari hal itu akan timbul rasa merasa dihargai karena memiliki
kelompok yang mengakui keberadaan mereka (Rahim, 2012).
Multikulturalisme menjadi jalan bagi seseorang dalam melakukan memahami dan
berinteraksi dengan penuh rasa hormat atas perbedaan yang mereka miliki. Dalam
kelompok-kelompok kecil etnik terdapat banyak sekali perbedaan yang terlihat didalamnya,
maka oleh itu multikulturalisme hadir sebagai pandangan yang menyatukan perbedaan
terkait, agar setiap individu tidak melakukan diskriminasi antar kelompok etnik.
Multikulturalisme seperti ini memiliki keterkaitan erat dengan globalisasi, migrasi juga turut
mempengaruhi perkembagannya. Karena ketika suatu kelompok etnik melakukan
perpindahan akan ada yang namanya penyesuain terhadap tempat baru, dan memiliki
pandangan multikultur akan menekan angka perseteruan yang ditimbulkan dari rasa
perbedaan yang dimiliki oleh masing-masing kelompok.

C. KONFLIK ETNIS

Permasalahan yang sering terjadi pada seseorang yang memiliki pandangan bahwa
manusia dibeda-bedakan dari ras dan etnisnya adalah kecenderungan sekelompok orang bahwa
ras atau etnisnya adalah yang lebih baik daripada ras atau etnis orang lain. sehingga muncul
apa yang kita kenal dengan diskriminasi rasisme dan etnosentrisme. Bagi seorang Antropolog
hal tersebut seharusnya bisa dihindari dikarenakan kita harus menggunakan pendekatan emik
untuk bisa mengkaji subjek yang hendak kita teliti (Saifuddin, 2015). Tujuan dari pendekatan
emik ini adalah untuk menghindari terjadinya bias yang kerap kali terjadi apabila kita tidak
berusaha memahami kebudayaan subjek yang kita teliti tersebut sebagaimana yang mereka
maksud (Syam, 2007).

Sebagaimana yang telah dilakukan oleh Antropolog pada masa awal mula Bangsa
Eropa memulai ekspedisi ke luar Eropa. Mereka menganggap orang lain selain Bangsa Eropa
adalah orang yang “aneh” yang sangat primitif dan bahkan ada dari mereka yang menyebut
orang-orang tersebut sebagai keturunan devil (Haryono, 2012). Sehingga yang terjadi adalah
Bangsa Eropa memandang rendah orang-orang suku pedalaman yang mereka jumpai dan
memandang mereka sebagai objek, bukan sebagai subjek. Alhasil terjadilah yang namanya
kolonisasi, penjajahan, perampasan, penjarahan dll. Selain pandangan mengenai ras dan etnis
yang bisa menjadi sebuah ancaman bagi para peneliti khususnya Antropolog, bahkan bagi
orang awam pun hal ini justru juga bisa dianggap hal yang sangat berpengaruh. Timbulnya
prasangka negatif dari seseorang kepada oarang lain yang diidentikkan dengan suatu ras
dan/atau etnis tertentu memunculkan apa yang dinakaman sebagai kelas sosial (Kuncoro,
2019).

C.1. CONTOH KASUS

Konflik antara Etnis Dayak dan Etnis Madura di Sampit telah berlangsung sejak lama
dan paling terlihat mencolok terjadi pada masa Orde Baru. Ketegangan yang terjadi antara
kedua kelompok etnis ini terutama dilatari karena faktor pergesekan nilai budaya yang
kemudian merambat kepada faktor-faktor lainnya seperti politik dan sosial. Pada konflik
terbuka ini, masyarakat golongan awam dipolitisi untuk kepentingan tertentu dan memantik
kerusuhan besar antara Etnis Dayak dan warga pendatang, Madura. Kemarahan warga etnis
Dayak yang sudah pada puncaknya tidak bisa dibendung lagi. Kemarahan dilampiaskan kepada
Etnis Madura karena dianggap tidak bisa menyesuaikan diri dengan budaya Dayak. Etnis
Madura dianggap sarat dengan nuansa kekerasan dalam interaksinya dengan Etnis Dayak
sehingga membuat mereka tidak disukai. Konflik terbuka awalnya terjadi sebagai reaksi
spontan untuk membela diri untuk menghindari ancaman “penguasaan” wilayah yang akan
dilakukan oleh Etnis Madura. Bukti-bukti seperti penemuan bom-bom rakitan di rumah-rumah
warga Etnis Madura sebelum kerusuhan maupun saat kerusuhan terjadi, spanduk-spanduk dan
yel-yel provokatif, serta Dokumen Haji Marlinggi, memperkuat tindakan mereka untuk
memunculkan budaya kayau yang telah ditinggalkan ratusan tahun lalu sejak Perjanjian
Tumbang Anoi tahun 1884.

BAB III
PENUTUP
Kesmipulan
orang menggunakan ras ketika merujuk pada karakteristik fisik manusia, meskipun kemajuan
dalam genetika manusia telah menyangkal banyak klasifikasi tradisional, membuat kata ras
lebih kabur dan kurang tepat.

orang menggunakan etnis ketika mengacu pada karakteristik budaya manusia. Dengan
demikian, etnis, pada umumnya, adalah ide yang lebih berguna daripada ras, karena
mencakup karakteristik rasial di samping aspek budaya.
Baik ras dan etnisitas adalah istilah yang diterima untuk kategorisasi manusia, dan, dalam
bahasa sehari-hari, mereka sering digunakan secara bergantian, karena kedua istilah memiliki
beberapa tumpang tindih dalam kelompok orang. Namun, untuk penulisan formal (dan
ketepatan linguistik) sehingga perlu mengetahui cara memilih di antara keduanya.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompasiana.com/wahyuputri/54f940bca33311ba078b4932/ketidaksetaraan-ras-
dan-etnis
Rasyidila, Aisha. Etnisitas dan Ras (Connard P. Kottak, “Ethnicity and Race”, from chapter 6
Cultural Anthropology : Apreciating Cultural Diversity, page 125-150 (NewYork: 2011)).
Nopembri, Soni. Dominasi karakter ras dan etnis dalam pencapaian prestasi olahraga.
Manuaba, LB Putera. Memahami Teori Konstruksi sosial. Vol. 21 - No. 3 2008/07.
Sibarani, Berlin. 2015. Bahasa, Etnisitas, dan Potensinya Terhadap Konflik Etnis. Diakses
dari: http://digilib.unimed.ac.id/998/1/FullText.pdf [online] pada: 07 Maret 2019.
Rahim, Rahmawaty. 2012. Signifikansi Pendidikan Multikultural Terhadap Kelompok
Minoritas. Jurnal Analisis, Volume XII, Nomor 1. Diakses dari:
http://www.ejournal.radenintan.ac.id/index.php/analisis/article/view/634/532 [online]
pada: 07 Maret 2019.
Haryono, Tri Joko Sri. (2012). Pengantar Antropologi. PT Revka Petra Media, Surabaya.

Kuncoro, J. (2019). Prasangka dan diskriminasi. Proyeksi, 2(2), 1-16.

Saifuddin, Achmad Fedyani. (2015). Logika Antropologi. Prenadamedia Group, Jakarta.

Syam, Nur. (2007). Madzhab-Madzhab Antropologi. IAIN Sunan Ampel Press: LKiS,
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai