Patologi Suliarni PDF
Patologi Suliarni PDF
SULIARNI
RINGKASAN
BAB I
PENDAHULUAN
II.1. HEMOSTASIS
Hemostasis adalah suatu mekanisme pertahanan tubuh yang amat penting
dalam menghentikan perdarahan pada pembuluh darah yang luka.43
Mekanisme hemostasis mempunyai dua fungsi primer yaitu untuk menjamin
bahwa sirkulasi darah tetap cair ketika di dalam pembuluh darah, dan untuk
menghentikan perdarahan pada pembuluh darah yang luka. Hemostasis normal
tergantung pada keseimbangan yang baik dan interaksi yang kompleks, paling
sedikit antara 5 komponen- komponen berikut : 14
1. Pembuluh darah
2. Trombosit
3. Faktor- faktor koagulasi
4. Inhibitor
5. Sistem fibrinolisis
II.1.2. Trombosit
Trombosit merupakan sel kecil yang berinti, berbentuk diskoid dengan
diameter rata- rata 1,5- 3 µm. Trombosit dihasilkan dan dilepas dari megakariosit
yang ada disumsum tulang dengan waktu maturasi 4- 5 hari, dan masa hidup
didalam sirkulasi kira- kira 9- 10 hari. 23,43 Jumlah trombosit dalam darah vena orang
dewasa normal rata- rata 250.000/µL (140- 440.000/ µL). 8
Agregasi trombosit
ADP yang dilepaskan oleh trombosit merangsang perlekatan trombosit
dengan trombosit lain. Fenomena ini disebut agregasi trombosit, yang akan
meningkatkan ukuran plug pada tempat yang luka. Agregasi trombosit diikuti dengan
pelepasan isi granul yang merangsang trombosit lain untuk beragregasi. Disamping
ADP berbagai agent termasuk epinefrin, kolagen, trombin, kompleks imun dan faktor
yang mengaktifasi trombosit ( platelet-activating factor) dapat menyebabkan
agregasi dan sekresi trombosit.43
Prostaglandin, berperan penting dalam memperantarai reaksi pelepasan dan
agregasi. Kolagen dan epinefrin mencetuskan aktifasi dari satu atau lebih fosfolipase
yang ada dalam membran trombosit. Fosfolipase ini kemudian menghidrolisa
fosfolipid membran, melepaskan asam arakhidonat. Asam arakhidonat
dimetabolisme oleh enzim siklooksigenase untuk membentuk prostaglandin
endoperoksida yang tidak stabil, dan ini kemudian dirubah menjadi tromboksan A2.
Tromboksan A2 adalah suatu substansi yang sangat poten yang menginduksi
agregasi dan sekresi trombosit.43
Fibrinogen diperlukan untuk agregasi trombosit. Fibrinogen berikatan dengan
reseptor- reseptor spesifik pada permukaan trombosit yaitu glikoprotein IIb/IIIa
(GPIIb/IIIa), dan menghubungkan trombosit dengan trombosit lainnya. Pasien-
pasien dengan kelainan kongenital dimana tidak terdapat fibrinogen (
afibrinogenemia) atau GPIIb/IIIa ( Glanzmann’s Thrombasthemia), masa
perdarahannya memanjang oleh karena kegagalan agregasi trombosit.
Trombospondin, suatu unsur pokok dari α- granul trombosit juga terlibat dalam
agregasi trombosit.43
Jalur Intrinsik
Jalur intrinsik, memerlukan faktor VIII, faktor IX, faktor X, faktor XI, dan
faktor XII. Juga memerlukan prekalikrein dan HMWK, begitu juga ion kalsium dan
fosfolipid yang disekresi dari trombosit. Mula- mula jalur intrinsik terjadi apabila
prekalikrein, HMWK, faktor XI dan faktor XII terpapar ke permukaan pembuluh
darah adalah stimulus primer untuk fase kontak.
Kumpulan komponen- komponen fase kontak merubah prekallikrein menjadi
kallikrein, yang selanjutnya mengaktifasi faktor XII menjadi faktor XIIa. Faktor XIIa
kemudian dapat menghidrolisa prekallikrein lagi menjadi kallikrein, membentuk
kaskade yang saling mengaktifasi. Faktor XIIa juga mengaktifasi faktor XI menjadi
faktor XIa dan menyebabkan pelepasan bradikinin, suatu vasodilator yang poten dari
HMWK. Dengan adanya Ca2+, faktor XIa mengaktifasi faktor IX menjadi faktor IXa,
dan faktor IXa mengaktifasi faktor X menjadi faktor Xa.7
Jalur ekstrinsik
Jalur ekstrinsik, dimulai pada tempat yang trauma dalam respons terhadap
pelepasan tissue factor (faktor III). Kaskade koagulasi diaktifasi apabila tissue factor
dieksresikan pada sel- sel yang rusak atau distimulasi ( sel- sel vaskuler atau
monosit), sehingga kontak dengan faktor VIIa sirkulasi dan membentuk kompleks
dengan adanya ion kalsium. Tissue factor adalah suatu kofaktor dalam aktifasi faktor
X yang dikatalisa faktor VIIa. Faktor VIIa, suatu residu gla yang mengandung serine
prot ease, memecah faktor X menjadi faktor Xa, identik dengan faktor IXa dari jalur
instrinsik. Aktifasi faktor VII terjadi melalui kerja trombin atau faktor Xa.23
Tissue factor banyak terdapat dalam jaringan termasuk adventitia pembuluh
darah, epidermis, mukosa usus dan respiratory, korteks serebral, miokardium dan
glomerulus ginjal. Aktifasi tissue factor juga dijumpai pada subendotelium. Sel- sel
endotelium dan monosit juga dapat menghasilkan dan mengekspresikan aktifitas
tissue factor atas stimulasi dengan interleukin- 1 atau endotoksin, dimana
menunjukan bahwa cytokine dapat mengatur ekspresi tissue factor dan deposisi
fibrin pada tempat inflamasi. 43
Kemampuan faktor Xa untuk mengaktifasi faktor VII menciptakan suatu
hubungan antara jalur instrinsik dan ekstrinsik. Selain itu hubungan dua jalur itu ada
melalui kemampuan dari tissue factor dan faktor VIIa untuk mengaktifasi faktor IX
menjadi IXa.23 Hal ini terbukti bahwa ada pasien-pasien dengan defisiensi faktor VII
II.1.5. INHIBITOR
Sejumlah protein plasma mampu menghambat serine protease terlibat dalam
koagulasi, fibrinolisis, dan pembentukan kinin. Ini termasuk antitrombin III, heparin
cofactor II, α2 -macroglobulin, α1 -antitrypsin, tissue factor pathway inhibitor ( TFPI),
activator inhibitor-1(PAI- 1), dan C1 inhibitor.3,43
Antitrombin III (AT -III) adalah suatu protein plasma dengan BM 58.000
dihasilkan di hepar, terdiri dari polipeptida rantai tunggal dengan 432 asam amino.
AT- III menetralisasi/menghambat trombin dengan membentuk kompleks stabil 1:1
antara satu residu arginin dari AT- III dan active-site serine dari trombin.3,7,43 AT-III
juga menghambat faktor XIIa, faktor XIa, faktor Xa, faktor VII-TF, kallikrein plasma
II.2. SEPSIS
II.2.1. Definisi
Sepsis didefinisikan sebagai suatu respons inflamatori sistemik terhadap
infeksi ditandai dengan demam, tachycardia, tachypnea, dan / atau leukoytosis.33,35
Apabila terjadinya hipertensi dan tanda- tanda perfusi organ yang tidak adekuat,
keadaan ini disebut septic shock.42
„The American College of Chest Phisicians (ACCP) and the Society for Critical
Care Medicine (SCCM) Consensus Conference on Standardized Definition of Sepsis”,
telah mempublikasikan suatu consensus dengan defisiensi baru dan criteria diagnosis
untuk sepsis dan keadaan- keadaan yang berkaitan. Definisi ini juga menjelaskan
perbedaan dan juga persamaan antara sepsis, suatu respons inflamatori sistemik
yang khusus terhadap infeksi, dan systemic inflammatory respons syndrome ( (SIRS
mempunyai definisi yang lebih luas meliputi keadaan- keadaan dimana ditemukan
sama seperti kriteria diagnosis sepsis tetapi oleh berbagai sebab termasuk keadaan
II.2.2. Epidemiologi/Etiologi
Di Amerika Serikat terdapat 300.000 – 500.000 kasus sepsis setiap tahun,
dan sepsis menimbulkan > 100.000 kematian per tahun.11 Insidens sepsis dan
kematian yang berhubungan dengan sepsis di Amerika Serikat meningkat secara
dramatik antara tahun 1979 dan 1987, dilaporkan kasus sepsis meningkat 159%
menjadi 425.000 kasus per tahun dan kematian yang berhubungan dengan sepsis
meningkat 111%, menjadi 107,525 per tahun. Dan kira- kira 200.000 pasien menjadi
shock septic setiap tahun. Shock terjadi pada kira- kira 40% pasien dengan sindroma
sepsis, dan 60 – 80% pasien dengan septic shock meninggal.
Etiologi dari sepsis termasuk bakteri gram negatif, bakteri gram positif,
bakteri anaerob obligate, dan jamur. 50 Infeksi bakteri aerob dan anaerob sering
menyebabkan sindroma sepsis. Bakteri enteric aerob gram negatif yang paling sering
dan mempunyai prognosis paling jelek ( misalnya Escherichia coli, kelompok
Enterobacteriaceae-serrateiea, Klebs iella species, dan Pseudomonas aeruginosa) .
Organisme gram positif yang paling umum menyebabkan sindroma sepsis termasuk,
Staphylococcus aureus, Streptococcus penumoniae dan Streptococcus species.
Organisme - organisme lain yang mungkin dapat menyebabkan sindroma sepsis
termasuk mycobacteria, virus, rickettsia dan protozoa.2
II.2.3. Patogenesis/patofisiologi
Patogenesis dari sindroma sepsis, rumit, kompleks, dan kurang dipahami
pada saat sekarang ini. Keadaan- keadaan penyakit yang paling sering berhubungan
dengan sindroma sepsis termasuk penyakit yang menyebabkan kegagalan respons
imun host, seperti psoriasis, luka bakar, trauma multiple, penyakit- penyakit
autoimum dan penyakit- penyakit neoplasma, khususnya setelah kemoterapi.20
LPS berikatan dengan suatu protein fase akut plasma yang disebut LPS-
binding protein (LBP), dan kompleks LPS/LBP kemudian berikatan dengan monosit
dan makrofag dengan afinitas tinggi. Protein plasma lain, septin, juga mengikat LPS.
Kompleks LPS/LBP berikatan ke reseptor membran makrofag CD14, menyebabkan
aktifasi makrofag dan meninduksi sintesis dan sekresi cytokine-cytokine, tomor
necrosis faktor (TNF/cachectin) dan interleukin 1 (IL- 1) oleh monosit dan makrofag.
Cytokine menginduksi sintesis dan ekspresi permukaan dari molekul- molekul adhesi
endotelium, termasuk E-selectin, intercelluler adhesion molecule 1 (ICAM- 1), dan
vasculer cell adhesion molecule 1 ( VCAM - 1) meningkatkan perlekatan neutrofil ke
endotelium vaskuler. Aktifitas cyclooxygenase membran endotelium juga distimulasi
dan menghasilkan prostaglandin, vasodilator yang poten. Vasodilatasi dengan
meningkatnya aliran darah dan perlekatan neutrofil ke endotelium vaskuler,
meningkatkan inflamasi dengan eksudasi dari antibody dan komplemen, dan
emigrasi dari sel-sel fagosit ke jaringan yang infeksi. Efek TNF dan IL- 1 ditingkatkan
oleh kemampuan LPS untuk mengaktifasi jalur alternatif komplemen dan faktor
Hagemen (faktor XII). Aktifasi komplemen menghasilkan anafilatoksin, C3a dan C5a
yang meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dengan merangsang pelepasan
histamin dari sel- sel mast jaringan dan basofil darah. C5a juga merupakan
chemotaxin kuat dan aktivator neutrofil darah. Aktifasi faktor XII menghasilkan
vasodilator bradikinin.44,50
BAB III
BAHAN DAN CARA PENELITIAN
Kriteria eksklusi :
Subjek-subjek tersebut dikeluarkan dari penelitian apabila :
1. Dijumpai kelainan/penyakit hati.
2. Menggunakan antikoagulan oral.
3. Menderita penyakit keganasan
4. Mendapat transfusi darah.
5. Pengambilan sample darah tidak dapat dilakukan dengan punksi yang lancar
(clean vent- puncture).
Dari hasil awal penyaringan berdasarkan kriteria sepsis sesuai dengan yang
direkomendasikan oleh “the American College of Chest Phisician (ACCP) and the
Society for Critical Care Medicine (SCCM) Consensus Conference on Standardized
Definitions of Sepsis”, dijumpai populasi awal penelitian adalah 46 subjek dengan
perincian 28 pesien sepsis dan 18 kontrol. Populasi awal ini setelah diteliti lagi
dengan kriteria eksklusi ternyata 7 orang pasien sepsis yang pada awalnya tersaring,
dikeluarkan dari penelitian karena tidak memenuhi syarat dari kriteria eksklusi
tersebut diatas.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Tabel diatas memperlihatkan Mean ± SD dari FVII, PT,aPTT, TT, jumlah trombosit,
leukosit dan LED dari pasien- pasien penderita sepsis dan contoh normal. FVII
dinyatakan dalam % aktifitas dibandingkan dengan plasma reference yang dianggap
mempunyai aktifitas 100%. Hasil PT dinyatakan dengan international normalized
ratio (INR), aPTT dan TT dengan ratio yaitu angka nilai aPTT dan TT dalam detik
dibagi kontrol masing- masing dalam detik. Jumlah trombosit dan lekosit dalam
x109 /I. Laju endap darah dinyatakan dalam kecepatan sedimentasi dalam mm/jam.
F-VII
(%)
160
140
P<0.001
120
100
80
60
40
20
0
SEPSIS KONTROL
Gambar ini menunjukan aktifitas FVII dari kelompok sepsis dan kontrol, dimana
aktifitas FVII pada penderita sepsis adalah lebih rendah bermakna (p<0.001). Mean
± SD adalah 129.91 ± 18.49%
1,6
1,4
P< 0.001
1,2
0,8
0,6
0,4
0,2
0
SEPSIS KONTROL
Gambar ini menunjukan nilai prothrombin time (PT) yang dinyatakan dalam INR dari
pasien sepsis dan kontrol normal. Disini terlihat PT dari pasien sepsis adalah lebih
panjang bermakna (1.22 ± 0.21) dibanding kontrol normal ( 0.98 ± 0.07)
2.0 -
r = - 0.0622
1.5 -
1.0 -
0.5 -
F VII (%)
| | | | |
20 40 60 80 100
Gambar menunjukan korelasi terbalik antara aktivitas faktor VII dan prothrombin
time dengan coefficient of correlat ion, r = - 0.622, p = 0.003
Akan tetapi, tidak dijumpai perbedaan yang bermakna dari ratio aPTT atau TT
pasien dalam detik dibagi kontrol masing- masing dalam detik ( p>0.05) (gambar 4)
Hitung trombosit pada pasien- pasien sepsis menunjukan hasil lebih rendah
dari kelompok kontrol, dimana didapati mean ± SD pada pasien-pasien sepsis adalah
203.52 ± 84.43 x 109 /L, sedangkan pada subjek normal mean ± SD adalah 350 ±
50.89 x 109 /L (p<0.001), walaupun jumlah trombosit rata- rata pada pasien-pasien
sepsis masih dalam batas normal (gambar 5).
Sedangkan hitung leukosit dan pemeriksaan laju endap darah (LED) pada
pasien-pasien sepsis lebih tinggi dibanding kelompok kontrol. Pada penelitian ini
didapati jumlah leukosit pada pasien sepsis adalah mean ± SD = 15.41 ± 5.92 x
109 /L, sedangkan pada kontrol normal mean ± SD = 61.62 ± 34.52 mm/jam, dan
pada control normal mean ± SD = 10.22 ± 3.78 mm/jam, dimana keduanya p<0.001
( gambar 6 dan 7).
1.1 - P >0.05
1.05 -
P = 0.052
1-
0.95 -
0.9 -
0.85 -
Sepsis Kontrol Sepsis TT Kontrol T
aPTT aPTT
Gambar ini menunjukan nilai activated partial thromboplastin time (aPTT) yang
dinyatakan dalam ratio dari pasien sepsis dan kontrol normal. Disini terlihat bahwa
aPTT dari pasien sepsis tidak berbeda bermakna dengan kontrol normal (p>0.05),
begitu juga dengan nilai rata- rata thrombin time (TT) dari pasien sepsis dan kontrol
(p =0.052).
Gambar 5.
Jumlah trombosit rata-rata pada sepsis dan kontrol
Jumlah Trombosit
(x 109 /L
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0
SEPSIS KONTROL
Gambar 6.
Jumlah leukosit rata-rata pada sepsis dan kontrol
Jumlah leukosit
(x109 /L
5.9
18
16
14 p < 0.001
12 1.3
10
8
6
4
2
0
SEPSIS KONTROL
Pada gambar ini terlihat bahwa jumlah leukosit ( x 109/L) pada pasien sepsis rata-
rata lebih tinggi dari kontrol normal, dimana pada kelompok sepsis Mean ± SD adalah
8.52 ± 1.33.
LED
(mm/jam)
80
34.5
70
60
P < 0.001
50
40
30
3.8
20
10
0
Sepsis Kontrol
Gambar ini menunjukan nilai rata- rata laju endap darah (mm/jam) dari pasien sepsis
dan kelompok kontrol. Dimana pada sepsis nilai LED nya secara bermakna lebih
tinggi dari kelompok kontrol (p<0.001).
BAB V
DISKUSI
Telah lama dikenal oleh para peneliti bahwa sepsis berhubungan erat dengan
terjadinya gangguan pembekuan darah. Beberapa kasus sepsis yang telah memasuki
tahap lanjut terlihat pada fase-fase timbulnya tendensi terjadinya perdarahan. Salah
satu yang khas pada sepsis adalah perdarahan yang timbul tersebut menjurus pada
terjadinya disseminated intravascular coagulation (DIC), dan timbulnya keadaan
tersebut adalah terjadi tanpa adanya rupture (koyak) dari lapisan endotelium.
Telah banyak penelitian yang dilaporkan tentang kejadian sepsis tetapi
bagaimana tepatnya pembekuan darah dipacu sehingga terjadi kekacauan sistim
pembekuan masih terus dipelajari dan diperdebatkan. Laporan akhir- akhir ini
menunjukan bahwa sepsis yang disebabkan oleh Gram negative septicaemia adalah
merupakan penyebab paling sering terjadinya gangguan sistim pembekuan darah.
Dari bakteri Gram negatif, yang paling sering disebutkan sebagai pencetus adalah
endotoksin yang dilepaskan sewaktu terjadinya kehancuran ( cytolysis) dari bakteri
tersebut. Endotoksin tersebut merangsang sel- sel mononuklear untuk melepaskan
mediator yang berupa tumor necrosis factor (TNF) atau interleukin- 1 (IL-1) yang
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa aktifitas faktor VII pada sepsis lebih
rendah bermakna dibanding orang normal, dan memerlukan penelitian jauh kedepan
untuk mengetahui mekanisme mengapa FVII menurun aktifitasnya pada sepsis.
Walaupun mungkin dapat digunakan sebagai salah satu pertanda DIC, sampai
saat ini belum dapat dipakai saran dan diagnostik.
1. Abraham E.Tissue faktor inhibition and clinical trial result of tissue faktor
pathway inhibitor in sepsis. Crit care med. 2000 ; 28(suppl):S31 – 3.
2. Astiz ME, Rackow EC. Septic shock. The lancet 1998 ; 351 : 1501 – 5.
3. Bauer KA, Rosenberg RD. Control of coagulant reaction. In : Beutler E,
Lictman MA, Coller BS, Kipps TJ, Eds. Williams Hematology.5th ed. New York :
McGraw- Hill, 1995 : 1139 – 251
4. Bauner KA. Laboratory markers of coagulation activation. In : McArthur JR,
Lee SH, Wong JEL, et al. Eds. Proceeding of the 26th Congress of the
International Society of Haemotology ; 1996 August 25 – 29 ; Singapore,
1996 : 435 – 7.
5. Bough RJ, Broze Jr GJ, Krishnaswamy S. Regulation of Extrinsic Pathway
Faktor Xa Formation by Tissue Faktor Pathway Inhibitor. J Biol Chem
1998;273 :4378 – 86.
6. Bernard GR, Vincent JL, Laterre PF, et al. Efficacy and safety of recombinant
human activated protein c for severer sepsis. N Eng J Med 2001 ; 344 : 699 -
709
7. Bithell TC. Blood coagulation. In : Lee GR, Bithell TC, Foerster J, Athens JW,
Lukens JN, Editor. Wintrobe’s Clinical Hematology. Volume 1, 9th ed.
Philadelphia : Lea & Febiger, 1993 : 566 – 615.
8. Bithell TC. Platelets and megakaryocytes. In : Lee GR, Bithell TC, Foerster J,
Athens JW, Lukens JN, Editors. Wintrobe’s Clinical Hematology. Volume 1,9th
ed. Philadelphia : Lea & Febriger, 1993 : 511 – 39.
9. Bithell TC. The physiology of primary hemostasis. In : Lee GR, Bithell TC,
Foester J, Athens JW, Lukens JN, Editors. Wintrobe’s Clinical Hematology.
Volume 1, 9th ed. Philadelphia : Lea & Febiger, 1993 : 540 – 65.
10. Bithell TC. Thrombosis and antithrombotic theraphy. In : Lee GR, Bithell TC,
Foerster J, Athens JW, Lukens JN, Editor. Winstrobe’s Clinical Hematology :
1,9th ed. Philadelphia : Lea & Febiger, 1993 : 1515 – 51.
11. Braundwald E. Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, eds.
Sepsis and septic shock. In : Harrison’s manual of medicine. New York :
McGraw- Hill, 2002 : 129 – 32.
12. Brozovic M, Mackiel. Investigation of a bleeding tendency. In : Dacie JV, Lewis
SM, eds. Practical Haemotology. Seventh ed. London : Chruchill Livingtone,
1993 : 293 – 318.
13. Brozovic M. Investigation of acute haemostatic failure. In : Dacie JV, Lewis
SM, eds. Practical Haemotology. Seventh ed. London : Chruchill Livingtone,
1993 : 279 – 84.
14. Brozovic M. Investigation of Haemostasis. In : Dacie SJV, Lewis SM, editors.
Practical Haemotology. Seventh ed. London : Chruchill Livingtone, 1993 : 279
– 84.
15. Burstein SA, Breton- Gorius J. Megakaryopoiesis and platelet formation. In :
Beutler E, Lichtman MA, Coller BS, Kipps TJ, Eds. Williams Hematology. 5th
ed. New York : McGraw-Hill, 1995 : 1149 – 60
16. Cate HT. pathophysiology of disseminated intravascular coagulation in sepsis.
Crit care med 2000 ; 28 (suppl) : S9 – S11
17. Chong BH. The “New” coagulation cascade. Proceeding of the 4th Malaysian
Natinonal Heamotology Scientific Meeting, 2002 Mar 15- 17; Penang,
Malaysia.
18. Eichinger S, Mannucci PM, Tradati F, et al. Determinant of plasma faktor VIIa
Levels in Humans. Blood 1995 ; 86 : 3021 – 5.