Anda di halaman 1dari 5

Besi (III) Klorida

Besi(III) klorida memiliki titik lebur yang relatif rendah dan mendidih pada 315°C. Uapnya merupakan
dimer Fe2Cl6, yang pada suhu yang semakin tinggi lebih cenderung terurai menjadi monomer FeCl3,
daripada penguraian reversibel menjadi besi(III) klorida dan gas klorin (Baysinger,2004).

Tabel 2.10 Sifat fisika Ferri klorida (Baysinger,2004).

Nama lain

Besi (III) klorida

Rumusmolekul

FeCl3

BeratMolekul

162,22 gr/mol

Densitas

2,898 g/cm3

Titikdidih

315OC

Titiklebur

282OC

Tabel 2.11 Sifat kimia ferri klorida(Baysinger,2004).

Kelarutan

Larutdalam air, larutanberpalensiberwarnajingga.

Penyimpanan

Dalamwadahtertutuprapat.

Kegunaan

Sebagaiindikatorujikemurniaan aspirin

SifatLainnya

Mudahmenguap ,merupakanasamlewis yang relative kuat.


Sintesa asam asetil salisilat berdasarkan reaksi asetilasi antara asam salisilat dengan asetatglasial dengan
menggunakan asamsulfat pekat sebagai katalisator. Asam salisilat adalah asam bifungsional yang
mengandung dua gugus –OH dan –COOH.

Digunakan asetat glasialdimaksudkan karena asetat glasial tidak mengandung air dan mudah
menyerap air sehingga air yang dapat menghidrolisis aspirin menjadi salisilat dan asetat dapat dihindari.
Penggunaan asetat glasial juga dimaksudkan agar mencegah adanya air, karena jika terdapat air maka
kristal dari aspirin akan terurai menjadi asam salisilat dan asetat glasial kembali atau dengan kata lain
reversible (reaksi bolak balik). Penambahan asam sulfat pekat pada larutan campuran asam salisilat
dengan asetat glasial adalah berfungsi sebagai kataliastor, jadi asam sulfat berfungsi untuk mempercepat
terjadinya sintesadengancara menurunkan energi aktivasi sehingga energi yang diperlukan dalam sintesa
sedikit.

Setelah asam salisilat tercampur sempurna maka larutan dipanaskan dengan menggunakan
penangas air, hal ini bertujuan untuk menghilangkan zat-zat pengotor yang ada pada bahan sehingga
aspirin yang diperoleh nanti memiliki kemurniaan tinggi. Selain itu fungsi dari pemanasan adalah untuk
memepercepat kelarutan dari asam salisilat sehingga dapat bercampur dengan sempurna, hal ini
dikarenakan proses pemanasan akan mempercepat gerak kinetik dari molekul-molekul yang ada dalam
larutan sehingga laju reaksi akan semakin cepat dan reaksi berjalan cepat.

Berat aspirin kasar basah yang kami dapatkan pada praktikum yaitu 6,77 gram. Aspirin kasar ini
kemudian dimurnikan dengan melarutkannya dalam 15 ml alkohol dan 40 ml air hangat, agar aspirin
larut sempurna dilakukan pemanasan pada suhu 500C-600C. Dengan demikian aspirin akan larut dan
dapat dipisahkan dari pengotornya dengan penyaringan menggunakanpompa vakum.

Setelahitu dilakukan proses rekristalisasi menggunakan dua pelarut (alkoholdan air) supaya
mendapatkan kristal yang bagus dan hasil yang maksimum. Dalam hal ini alkohol berperan untuk
melarutkan sedangkan air berperan untuk mengkristalkan. Syarat pelarut rekristalisasi adalah dalam
keadaan panas maupun dingin, aspirin tetap larut dalam alkohol sehingga perlu ditambahkan air untuk
membantu mengkristalkan aspirin. Akan tetapi penambahan air dilakukan setelah aspirin larut dalam
etanol. Karena aspirin akan berubah menjadi asam asetat jika terkena air langsung.

Filtrat hasil penyaringan mengandung aspirin murni didinginkan dan dibiarkan membentuk kristal
aspirin, setelah tidak lagi terbentuk kristal. Kristal disaring dan dikeringkan. Hasil kristal aspirin murni
yang didapat yaitu 3,706 gram.

Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum mereaksikan bahan-bahan, yaitu alat-alat yang
digunakan harus bebas air (kering),jika aspirin yang sudah terbentuk terkena air, maka aspirin akan
berubah kembali menjadi asam asetatdan tidak dapat dipakai kembali.Reaksi akan berlangsung dengan
baik pada suhu 500C-600C. Pada suhu tersebut merupakan suhu optimal pada pembentukan aspirin
(reaksi berlangsung cepat tetapi ikatan ester aspirin tidak lepas). Jika suhu yang digunakan di atas 600C
maka ester yang terbentuk dapat terurai sehingga aspirin tidak terbentuk. Dikarenakan titik leleh aspirin
di atas 700C. dan bila suhu yang digunakan dibawah 500C maka reaksi yang terjadi akan berlangsung
lambat. Juga pada percobaan ini baru terbentuk endapan putih (aspirin) setelah dipanaskan. Lalu
didiamkan sampai dingin dan di uji dengan larutan FeCl3, supaya kita dapat mengetahui apakah masih
ada asam salisilat yang tersisa (yang belum beraksi dengan asetat glasial) untuk membentuk aspirin. Jika
masih ada asam salisilat, maka larutan yang telah ditambahkan FeCl3, akan berwarna ungu. Jika semua
asam salisilat sudahberubah menjadi aspirin maka larutan tersebut akan berwarna bening bila
ditambahkan FeCl3. Apabila masih ada asam salisilat maka harus dilakukan rekristalisasi ulang sampai
tidak berwarna ungu lagi saat di uji dengan FeCl3

Aspirin atau asam asetil salisilat merupakan senyawa derivatif dari asam salisilat. Aspirin berupa kristal
putih dan berbentuk seperti jarum. Dalam pembuatan aspirin tidak akan dihasilkan produk yang baik jika
suasananya berair, karena asam salisilat yang terbentuk akan terhidrolisa menjadi asam salisilat berair.
Aspirin diperoleh dengan proses asetilasi terhadap asam salisilat dengan katalisator H2SO4 pekat.
Asetilasi adalah terjadinya pergantian atom H pada gugus –OH dan asam salisilat dengan gugus asetil
dari asam asetil anhidrat. Karena asam salisilat adalah desalat phenol, maka reaksinya adalah asetilasi
destilat phenol. Asetilasi ini tidak melibatkan ikatan C-O yang kuat dari phenol, tetapi tergantung pada
pemakaian, pemisahan ikatan –OH. Jika dipakai asam karboksilat untuk asetilasi biasanya rendemen
rendah. Hasil yang diperoleh akan lebih baik. Jika digunakan suatu derivat yang lebih reaktif
menghasilkan ester asetat. Nama lain aspirin adalah metil ester asetanol (karena doperoleh dari
esterifikasi asam salisilat sehingga merupakan asam asetat dan fenilsalisilat.

Dalam percobaan ini, dicampurkan asam salisilat dan asam asetat an-hidrat. Digunakan asam asetat an-
hidrat, karena asam asetat anhidrat memiliki gugus asetil yang merupakan leaving group yang lebih baik
dibandingkan gugus hidroksi pada asam asetat, asam asetat anhidrid akan menyerang nukleofil yang ada
pada asam salisilat. Asam asetat anhidrat lebih reaktif jika dibandingkan dengan asam asetat,
kelebihreaktifan asam asetat anhidrat ini disebabkan oleh struktur asam asetat anhidrat yang telah
kehilangan 1 atom hidrogen sehingga atom karbon menjadi elektropositif.Setelah ditambahkan asam
asetat an-hidrat, selanjutnya digojog hal ini bertujuan agar asam salisilat yang berbentuk padatan dapat
larut sempurna dalam larutan asam asetat an-hidrat.Kemudian campuran ditetesi dengan asam sulfat
pekat. Penambahan asam sulfat pekat berfungsi sebagai katalisator yaitu untuk mempercepat terjadinya
sintesa dengan cara menurunkan energi aktivasi sehingga reaksi berjalan lebih cepat dan energi yang
diperlukan semakin sedikit. pada penambahan asam sulfat pekat timbul panas dan letupan hal ini
menunjukkan reaksinya eksoterm. setelah pencampuran dihasilkan campuran seperti bubur atau dalam
fasa padat.

Campuran selanjutnya dipanaskan dalam air mendidih, pemanasan dilakukan selama 15 menit .Setelah
dipanaskan campuran yang awalnya berada dalam fasa padat berubah menjadi fasa cair dan berwarna
bening.Pemanasan ini dilakukan dengan tujuan menghilangkan zat-zat pengotor yang ada pada larutan
sehingga menghasilkan aspirin dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Pemanasan ini juga bertujuan
mempercepat kelarutan asam salisilat, dimana hal ini akan mempengaruhi laju reaksi yang semakin
cepat karena mempercepat gerak kinetik dari molekul-molekul larutan tersebut. Diamkan ad terbentuk
endapan.

Setelah itu, dilakukan penyaringan dengan corong buchner dan kertas saring yang telah ditimbang
sebelumnya. Penyaringan ini dilakukan untuk mendapatkan kristal aspirin yang terdapat dalam larutan.
Karena telah berbentuk padatan, kristal sulit untuk diambil jadi sebelum kristal disaring, ditambahkan air.
Residu yang dihasilkan juga dibilas dengan air. Hal ini bertujuan untuk menghidrolisis kelebihan asam
pada kristal aspirin. Selanjutnya, kristal aspirin yang ada pada kertas saring dikeringkan hingga kering dan
setelah kering maka ditimbang di timbangan analitik.

Reaksi

Setelah ditimbang didapatkan padatan. Padatan yang didapatkan ini masih mengandung zat pengotor
atau belum 100% murni.Selanjutnya padatan dibilas dengan aquades untuk menghilangkan kelebihan
asam yang ada dalam aspirin.Padatan lalu dicampur dengan 30 mL alkohol, dan didapatkan larutan yang
berwarna bening. Kemudian ditambahkan 75 mL air panas dan diperoleh larutan yang tetap berwarna
bening. Selanjutnya seperti tahap pengkristalan awal, seharusnya larutan didinginkan dalam air es, dan
setelah terbentuk kristal dioven hingga kering. Dalam praktikum yang kami lakukan terdapat kesalahan
prosedur tidak didinginkan dalam air es,sehingga tidak terbentuk pengkristalan.

Untuk membuktikan apakah padatan yang dihasilkan benar-benar murni aspirin atau tidak maka
ditambahkan dengan FeCl3. Ketika Besi (III) Klorida bereaksi dengan gugus fenol akan membentuk
kompleks yang berwarna ungu. asam salisilat termasuk fenol, sehingga jika dalam padatan masih
mengandung asam salisilat maka akan menghasilkan larutan berwarna ungu jika dimasukkan FeCl3.
Namun, jika padatan adalah aspirin murni maka akan dihasilkan warna larutan yang keruh. Sebelum
ditambahkan FeCl3, sebelumnya padatan dilarutakn dengan etanol agar berada dalam fasa larutan, tidak
dilarutkan dalam air karena aspirin dan asam salisilat sukar larut dalam air.Pada percobaan ini
didapatkan hasil larutan berwarna ungu, hal ini menunjukan padatan yang dihasilkan masih
mengandung pengotor.Kemungkinan kesalahan adalah karena pemanasan larutan yang kurang lama
Pemanasan dilakukan untuk menaikan kelarutan asam salisilat yang terbentuk sehingga mampu bereaksi
sempurna.Selain itu, proses asetilasi asam salisilat juga dilakukan dalam kondisi bebas air. Proses
pengeringan yang tidak sempurna akan menyebabkan aspirin yang terbentuk akan terhidrolisis kembali
menjadi asam salisilat. Pada percobaan ini, asamsalisilat diharapkan menjadi pereaksi pembatas
sehingga habis bereaksi, namun ternyata asam salisilat masih terdapat dalam padatan.

Massa aspirin teoritis yang didapatkan adalah 2,61 gram tetapi pada percobaan ini tidak dihasilkan
massa sebanyak itu karena praktikum percoban ini tidak berhasil, dan prosentase rendemennya
hanya23,37%. Karakter proses kristalisasi ditentukan oleh termodinamika dan faktor kinetik. Faktor-
faktor seperti tingkat ketidakmurnian, metoda penyamburan, desain wadah, dan profil pendinginan bisa
berpengaruh besar terhadap ukuran, jumlah dan bentuk kristal yang dihasilkan. Keadaan inilah yang
menyebabkan kristalisasi sulit untuk di kontrol. Pada percobaan ini proses pendinginan dilakukan secara
manual dengan menggunakan air es dalam baskom sehingga proses pengkristalan juga kurang
sempurna. Perpindahan tempat yang awal penimbangan digunakan gelas arloji lalu dimasukkan ke
erlenmeyer, kemungkinan masih ada sedikit padatan yang tertinggal atau jatuh, lalu setelah pendinginan
kristal di pindah dari erlenmeyer ke kertas saring yang ada dalam corong buchner, kemungkinan ada
padatan yang masih tertinggal di erlenmeyer, penyaringan ini juga dilakukan dua kali. Kesalahan-
kesalahan tersebut menyebabkan hasil yang didapatkan jauh dari massa teoritis.
Pada percobaan ini tidak dilakukuan pengujian titik didih, hal ini dikarenakan kurangnya waktu
praktikum.

Asprin dapat dibuat dari asam salisilat dan asam asetat anhidrad dengan bantuan katalis H2SO4

2. Aspirin merupakan senyawa turunan dari asam salisilat, yang dibuat dengan proses asetilasi asam
salisilat dalam kondisi bebas ai

3. Identifikasi kemurnian dari aspirin yang dihasilkan dapat digunakan larutan FeCl3

4. Massa teoritis yang dihasilkan dalam percobaan ini adalah 2,61 , sedangkan rendemen yang
dihasilkan adalah 23,37%

5. Faktor-faktor seperti tingkat ketidakmurnian, metoda penyamburan, desain wadah, dan profil
pendinginan bisa berpengaruh besar terhadap ukuran, jumlah dan bentuk kristal yang dihasilkan

Anda mungkin juga menyukai