Anda di halaman 1dari 8

PERAN PEMERINTAH, TENAGA KESEHATAN DAN KELUARGA

DALAM PENINGKATAN STATUS GIZI PENDERITA TB.PARU

BAB I
PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang biasanya menyerang


organ parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002). Tuberkulosis adalah suatu
penyakit infeksius yang menyerang paru-paru biasanya ditandai oleh
pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat
menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009).
Penyakit tuberkulosis paru (TB Paru) sampai saat ini masih menjadi
masalah utama kesehatan masyarakat Indonesia. Berdasarkan hasil Survai
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukan bahwa tuberkulosis merupakan
penyebab kematian ketiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran
pernapasan serta menempati nomor satu golongan penyakit infeksi.(Depkes.,
2007). Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), sepertiga populasi dunia
diperkirakan terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1992 WHO telah
menetapkan tuberkulosis sebagai kedaruratan global.5 Menurut laporan global
tuberkulosis WHO tahun 2015 diperkirakan ada 9,6 juta kasus baru TB di dunia
dan 1,5 juta orang meninggal karena TB pada tahun 2014. Asia Tenggara dan
Pasifik Barat menyumbang 58% dari kasus TB di dunia pada tahun 2014.
Prevalensi TB di Indonesia dan negara negara berkembang lainnya cukup tinggi.
Indonesia menempati posisi tiga besar negara dengan jumlah kasus tuberkulosis
terbanyak bersama India dan Cina. (Depkes, 2007).
Penderita TB kebanyakan berasal dari kelompok ekonomi yang rendah.
Ekonomi yang rendah berimbas pada status gizi dan sanitasi lingkungan yang buruk.
Status gizi yang kurang lebih berpeluang untuk menderita penyakit TB paru
dibandingkan dengan status gizi cukup, hal ini bisa dijelaskan bahwa status gizi
seseorang dapat berfungsi sebagai proteksi dan meningkatkan daya tahan tubuh.
Status gizi yang kurang memungkinkan seseorang akan rentan dengan berbagai
macam penyakit termasuk TB paru. (Arsin, 2004)
Sebaliknya, tuberkulosis paru berkontribusi menyebabkan status gizi buruk
karena proses perjalanan penyakit yang mempengaruhi daya tahan tubuh. Masalah
gizi menjadi penting karena perbaikan gizi merupakan salah satu upaya untuk
memutus lingkaran setan penularan dan pemberantasan tuberkulosis di Indonesia
Pasien TB paru seringkali mengalami penurunan status gizi, bahkan dapat menjadi
malnutrisi bila tidak diimbangi dengan diet yang tepat. Beberapa faktor yang
berhubungan dengan status gizi pada pasien TB paru adalah tingkat kecukupan energi
dan protein, perilaku pasien terhadap makanan dan kesehatan, lama menderita TB
paru, serta pendapatan perkapita pasien.(Patiung, 2014)
Hubungan antara infeksi TB dengan status gizi sangat erat, terbukti pada
suatu penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi TB menyebabkan peningkatan
penggunaan energi saat istirahat resting energy expenditure (REE). Peningkatan ini
mencapai 10-30% dari kebutuhan normal Infeksi TB mengakibatkan penurunan
asupan dan malabsorpsi nutrien serta perubahan metabolisme tubuh sehingga terjadi
proses penurunan massa otot dan lemak (wasting) sebagai manifestasi malnutrisi
energi protein.
Malnutrisi pada infeksi TB menurunkan status imun karena terjadi
penurunan produksi limfosit dan kemampuan proliferasi sel imun. Keadaan ini
disebabkan oleh penurunan kadar IFN-γ dan IL-2 serta peningkatan kadar TGF-β
dan penurunan produksi limfosit akibat atrofi timus. Penurunan status imun akibat
malnutrisi mengakibatkan peningkatan pertumbuhan mikroorganisme dan risiko
diseminasi.
Kurang optimalnya peran keluarga dalam memberikan perawatan,
peningkatan gizi bagi pasien dan pencegahan penularan penyakit TB sering
berdampak terhadap anggota keluarga lainnya. Penderita TB dapat menularkan
penyakit kepada anggota keluarga maupun orang yang ada di sekitarnya,
akibatnya jumlah penderita TB paru cenderung meningkat.
Dalam penanganan tb paru khususnya status gizi pasien membutuhkan peran
dari berbagai pihak yaitu sinergi antara pemerintah, petugas kesehatan dan keluarga
sehingga bisa menapat kesuksesan penanganan tb paru dari keberhasilan penanganan
status gizi pasien.
BAB II
ISI/PEMBAHASAN

A. Peran Pemerintah dalam peningkatan status gizi pasien tb. Paru


Pemerintah berada di ranah payung hukum dan tertuang dalam
permenkes no. 67 yaitu Penanggulangan Tuberkulosis yang selanjutnya
disebut Penanggulangan TB adalah segala upaya kesehatan yang
mengutamakan aspek promotif dan preventif, tanpa mengabaikan aspek
kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan untuk melindungi kesehatan
masyarakat, menurunkan angka kesakitan, kecacatan atau kematian,
memutuskan penularan, mencegah resistensi obat dan mengurangi dampak
negatif yang ditimbulkan akibat Tuberkulosis. Fasilitas Pelayanan Kesehatan
adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang
dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta dan/atau masyarakat
Pemerintah membuat program yang telah dicanangkan demi
menuntaskan masalah yang timbul akibat TB Paru dan salah satunya adalah
strategi DOTS (Direct Observed Treatment Short-course). Program ini telah
terbukti dengan menunjukkan angka kesembuhan pasien menjadi >85%6.
Walaupun demikian, muncul kasus TB yang lebih rumit dan lebih kompleks
dalam pengobatan TB Paru di dunia dan termasuk Indonesia, antara lain
riwayat pengobatan pasien TB yang berpindah tempat berobat, kegagalan
pengobatan, putus pengobatan, pengobatan yang tidak benar sehingga
mengakibatkan terjadinya kemungkinan resistensi primer kuman TB terhadap
obat anti Tuberkulosis atau Multi Drug Resistance (MDR).
Termasuk di dalamnya yaitu penanganan gizi bagi pasien tb.paru,
penyediaan fasilitas kesehatan yang memadahi memungkinkan pasien tb paru
akan mendapatkan layanan yang optimal.
B. Peran Tenaga Kesehatan dalam peningkatan status gizi pasien tb. Paru
Peranan tenaga kesehatan dalam melayani pasien TB Paru khususnya
status gizi nya diawali dengan membangun hubungan yang baik dengan
pasien. Karena peran tenaga kesehatan di masa pengobatannya dengan
memper-hatikan kondisi nutrisi pasien dan penduduk sekitar dengan
mendorong ipasien untuk berobat atau periksa kesehatan ke puskesmas dan
menjadi pengawas menelan obat sehingga gizi pasien bisa terkontrol.
Penelitian lain, dari sisi pendidikan Pengawas menelan obat (PMO)
dalam kaitannya dengan kepatuhan pasien menyebutkan bahwa ting-kat
pendidikan PMO dengan kepatuhan pasien TB paru berobat mempunyai
hubungan positif yang secara statistik signifikan dengan kepatuhan berobat
(Suhartono, 2010).
Peran tenaga kesehatan dalam rangka peningkatan pengetahuan,
pemahaman dan kesadaran masyarakat mengenai penyakit TB Paru dan nutrisi
bagi penderita tb paru perlu ditingkatkan penyuluhan secara lebih intensif oleh
tenaga kesehatan, yang juga melibatkan tokoh masyarakat. Selanjutnya per-lu
dilakukan intervensi model penanggulangan penyakit TB Paru melalui
pendekatan sosial budaya. Dan Puskesmas sebaiknya memberitahukan
informasi yang sebenarnya kepada pasien tentang penyakit TB paru yang
diderita, agar pandangan tentang penyakit TB paru dan nutrisi bagi penderita
tb paru dapat berubah.

C. Peran Keluarga dalam peningkatan status gizi pasien tb. Paru


Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari
kepala keluarga dan anggota keluarga lainnya yang berkumpul dan tinggal
dalam suatu rumah tangga. Jika salah satu atau beberapa anggota keluarga
mempunyai masalah kesehatan akan mempengaruhi anggota keluarga lain dan
keluarga yang ada di sekitarnya. Tuberkulosis (TB) paru Salah satu penyakit
yang sering dijumpai pada keluarga dan penyembuhannya memerlukan
perawatan serta perhatian dari anggota keluarga lainnya khususnya
menyangkit peningkatan gizi. Peningkatan status gizi dan penyembuhan TB
paru membutuhkan waktu yang cukup lama, oleh karena itu peran keluarga
dalam perawatan penderita sangat penting.
Perubahan perilaku dari keluarga dalam meningkatkan status gizi
pasien tb paru secara bertahap dimulai dengan tahap komtemplasi keluarga
sudah siap merubah perilakunya setelah diberikan pemberdayaan melalui
penyuluhan, demonstrasi dan pelatihan tentang cara perawatan dan
pencegahan penularan TB paru di rumah dari tenaga kesehatan (dokter atau
perawat komunitas). selanjutnya tahap aksi keluarga sudah dapat
melaksanakan tugas kesehatan keluarga meliputi kemampuan keluarga dalam
mengenal masalah kesehatan TB Paru, kemampuan keluarga dalam
mengambil keputusan untuk tindakan yang tepat terhadap penderita TB Paru,
kemampuan keluarga dalam memberi perawatan kepada keluarga yang sakit
TB Paru, kemampuan keluarga dalam mempertahankan lingkungan fisik
rumah yang menunjang kesehatan, kemampuan keluarga dalam menggunakan
fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat. Salah satu bentuk konkritnya
adalah pengaturan pola makan bagi penderita Tb. Paru, menjauhkan pasien tb.
Paru dari lingkungan yang kotor sehingga menurunkan keinginan pasien untuk
mendapatkan asupan gizi yang seimbang melalui makanan, peran keluarga
sebagai tenaga PMO (Pengawas Menelan obat) sangat vital dengan masuknya
obat sekaligus bisa meningkatkan mobilitas pasien termasuk menigkatkan
asupan gizi pasien. Sedangkan pada tahap pemeliharaan, keluarga
mempertahankan perilaku baru yang mempengaruhi proses peningkatan status
gizi dan penyembuhan penderita TB paru.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Pemerintah membuat program yang telah dicanangkan demi menuntaskan
masalah yang timbul akibat TB Paru dan salah satunya adalah strategi DOTS
(Direct Observed Treatment Short-course) termasuk di dalamnya penanganan
nutrisi bagi penderita.
2. Peranan tenaga kesehatan dalam melayani pasien TB Paru khususnya status
gizi nya diawali dengan membangun hubungan yang baik dengan pasien.
Karena peran tenaga kesehatan di masa pengobatannya dengan memper-
hatikan kondisi nutrisi pasien dan penduduk sekitar dengan mendorong
ipasien untuk berobat atau periksa kesehatan ke puskesmas dan menjadi
pengawas menelan obat sehingga gizi pasien bisa terkontrol
3. Peningkatan status gizi dan penyembuhan TB paru membutuhkan waktu yang
cukup lama, oleh karena itu peran keluarga dalam perawatan penderita sangat
penting. Perubahan perilaku dari keluarga dalam meningkatkan status gizi
pasien tb paru secara bertahap dimulai dengan tahap komtemplasi keluarga
sudah siap merubah perilakunya setelah diberikan pemberdayaan melalui
penyuluhan, demonstrasi dan pelatihan tentang cara perawatan dan
pencegahan penularan TB paru di rumah dari tenaga kesehatan (dokter atau
perawat komunitas).

Saran
Petugas kesehatan, khususnya perawat di komunitas diharapkan dapat
meningkatkan kemampuannya dalam kegiatan pembinaan terhadap keluarga
penyuluhan kesehatan tentang konsep penyakit, pengobatan, perawatan dan
pencegahan penularan TB paru terutama untuk peningkatan status gizi penderita
tb paru dan memberikan media pembelajaran di rumah seperti leaflet atau booklet
kepada penderita atau keluarganya tentang nutrisi bagi penderita.
Perlu dikembangkan inovasi-inovasi lainnya tentang metode termasuk
media yang digunakan dalam proses pemberdayaan keluarga penderita TB paru
yang diharapkan dapat memudahkan keluarg untuk turut serta melaksanakan tugas
kesehatan dalam keluarganya, inovasi ini dapat disesuaikan dengan kemampuan
dan kekhasan yang dimiliki tiap-tiap wilayah. Termasuk sampai dengan upaya
pengembangan media bantu dalam pemantauan minum obat bagi penderita TB
paru, seperti dalam bentuk buku kesehatan penderita TB paru ataupun KMS (kartu
menuju sehat) yang mencakup di dalamnya nutri untuk meningkatkan status gizi
bagi penderita TB paru, yang secara berkala pula dilakukan supervisi oleh petugas
kesehatan terhadap keefektifan pemantauan dengan cara tersebut oleh keluarga
penderita.

DAFTAR PUSTAKA

Arsin A, Azriful dan Aisyah. Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan


Kejadian TB Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Kassi-Kassi, Jurnal Medika
Nusantara Volume 25 no.3; 2004.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanggulangan


Tuberkulosis. Edisi Kedua. Cetakan Pertama. Jakarta; 2007.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanggulangan


Tuberkulosis. Cetakan kedelapan. Jakarta; 2002.

Suharyo. Jurnal kesehatan masyarakat determinasi penyakit tuberkulosis di daerah


pedesaan. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2013; vol. 9 (1): 85-91.

Gupta, Krishna Bihari. Journal tuberculosis and nutrition. 2009; vol.26(1).

Zachariah R, Spielmann M, Harries A, Salaniponi F. Malnutrition in tuberculosis


patients on admission and weight-gain in relation to HIV status in Thyolo distric.
Malawi Medical Journal. African Journals Online (AJOL);2001 apr ;13(4).

Patiung, Feby, dkk. Hubungan status gizi dengan CD4 pada pasien tuberkulosis
paru. 2014. Tersedia

Permenkes no.67 Tahun 2016 Tentang Penanggulangan tubercolosis

Anda mungkin juga menyukai