EMFISEMA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah KMB 1
Disusun Oleh :
(Kelompok 5)
TINGKAT : 2C
DOSEN PENGAMPU
Subandiyo, S.Pd. S.Kep. Ns. M.Kes
2017
EMFISEMA
A. Pengertian Emfisema
Emfisema merupakan salah satu golongan penyakit paru menahun, di mana terjadi
gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai dengan adanya pelebaran permanen ruang
udara di distal bronkiolus terminal disertai adanya kerusakan jaringan parenkim paru
(alveoli). (Asih. N.L.G.Y., Effendy, C., 2004 )
Menurut Brunner & Suddarth (2002), Emfisema didefinisikan sebagai distensi abnormal
ruang udara di luar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. Sedangkan
merurut Doengoes (2000), Emfisema merupakan bentuk paling berat dari Penyakit Paru
Obstruktif Menahun (PPOM) yang dikarakteristikkan oleh inflamasi berulang yang melukai
dan akhirnya merusak dinding alveolar sehingga menyebabkan banyak bula (ruang udara)
kolaps bronkiolus pada ekspirasi (jebakan udara).
B. Etiologi Emfisema
1. Faktor Genetik
Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik diataranya
adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar
imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper responsive bronkus, riwayat penyakit
obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi protein alfa – 1 anti tripsin.
2. Hipotesis Elastase-Anti Elastase
Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase
supaya tidak terjadi kerusakan jaringan.Perubahan keseimbangan menimbulkan jaringan
elastik paru rusak. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema.
3. Rokok
Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Rokok secara patologis dapat
menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat fungsi makrofag
alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia
epitel skuamus saluran pernapasan.
4. Infeksi
Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejalanya
lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia, bronkiolitis akut dan asma
bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya dapat
menyebabkan terjadinya emfisema. Infeksi pernapasan bagian atas pasien bronkitis
kronik selalu menyebabkan infeksi paru bagian dalam, serta menyebabkan kerusakan
paru bertambah. Bakteri yang di isolasi paling banyak adalah haemophilus influenzae dan
streptococcus pneumoniae.
5. Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan angka
kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi,
polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat menyebabkan gangguan pada silia
menghambat fungsi makrofag alveolar. Sebagai faktor penyebab penyakit, polusi tidak
begitu besar pengaruhnya tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi.
6. Faktor Sosial Ekonomi
Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin kerena
perbedaan pola merokok, selain itu mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi
yang lebih jelek.
7. Pengaruh usia
D. Patofisiolofi Emfisema
Emfisema merupakan kelainan di mana terjadi kerusakan pada dinding alveolus yang
akan menyebebkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara akan tergangu
akibat dari perubahan ini. Kerja nafas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi
jaringan paru-paru untuk melakukan pertukaran O2 dan CO2. Kesulitan selama ekspirasi
pada emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum) di antara alveoli,
jalan nafas kolaps sebagian, dan kehilangan elastisitas untuk mengerut atau recoil. Pada saat
alveoli dan septum kolaps, udara akan tertahan di antara ruang alveolus yang
disebut blebs dan di antara parenkim paru-paru yang disebut bullae. Proses ini akan
menyebabkan peningkatan ventilatory pada ‘dead space’ atau area yang tidak mengalami
pertukaran gas atau darah. Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru-paru,
selanjutnya terjadi penurunan perfusi O2 dan penurunan ventilasi. Emfisema masih dianggap
normal jika sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada pasien yang berusia muda
biasanya berhubungan dengan bronkhitis dan merokok.
Penyempitan saluran nafas terjadi pada emfisema paru. Yaitu penyempitan saluran nafas
ini disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Penyebab dari elastisitas yang berkurang
yaitu defiensi Alfa 1-anti tripsin. Dimana AAT merupakan suatu protein yang menetralkan
enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan paru.
Dengan demikian AAT dapat melindungi paru dari kerusakan jaringan pada enzim
proteolitik. Didalam paru terdapat keseimbangan paru antara enzim proteolitik elastase dan
anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan. Perubahan keseimbangan menimbulkan
kerusakan jaringan elastic paru. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema. Sumber
elastase yang penting adalah pankreas. Asap rokok, polusi, dan infeksi ini menyebabkan
elastase bertambah banyak. Sedang aktifitas system anti elastase menurun yaitu system alfa-
1 protease inhibator terutama enzim alfa -1 anti tripsin (alfa -1 globulin). Akibatnya tidak ada
lagi keseimbangan antara elastase dan anti elastase dan akan terjadi kerusakan jaringan
elastin paru dan menimbulkan emfisema. Sedangkan pada paru-paru normal terjadi
keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru keluar yaitu yang disebabkan
tekanan intra pleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik jaringan paru
ke dalam yaitu elastisitas paru.
Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik jaringan
paru akan berkurang sehingga saluran nafas bagian bawah paru akan tertutup. Pada pasien
emfisema saluran nafas tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Cepatnya
saluran nafas menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi dan
perfusi yang tidak seimbang. Tergantung pada kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan
ventilasi kurang/tidak ada akan tetapi perfusi baik sehingga penyebaran udara pernafasan
maupun aliran darah ke alveoli tidak sama dan merata. Sehingga timbul hipoksia dan sesak
nafas.
Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai perobekan alveolus-
alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai
sebagian atau seluruh paru. Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari
obstrusi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara
dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari pemasukannya. Dalam keadaan demikian terjadi
penimbunan udara yang bertambah di sebelah distal dari alveolus.
E. Pathway Emfisema
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar X dada
Hiperinflasi paru-paru, mendatarnya diafragma, peningkatan area udara retrosternal,
penurunan tanda vaskularisasi (emfisema), peningkatan tanda bronkovaskular (bronkitis).
2. Tes fungsi paru
Untuk menentukan penyebab dipsnea, menentukan apakah fungsi abnormal adalah
obstruksi atau restruksi, dan untuk mengevaluasi efek terapi.
3. Kapasitas inspirasi : menurun pada emfisema
4. Volume residu : meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma.
5. AGD ( Analisis Gas Darah )
PaO2 menurun, PaCO2 normal atau meningkat (bronkitis kronis dan emfisema), dan
menurun pada asma, pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder
terhadap hiperventilasi.
6. Bronkogram
Menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kolaps bronkial pada ekspirasi
kuat (emfisema), pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronkhitis.
7. Kimia darah : meyakinkan defisiensi dan diagnosa emfisema primer.
8. Sputum : menentukan adanya infeksi, patogen, gangguan alergi.
9. EKG : deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat), disritmia atrial
(bronkitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronkitis, emifisema), aksis
vertikal QRS (emfisema)
10. JDL (jumlah darah lengkap) dan diferensial
Hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil (asma)
G. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki kualitas hidup, untuk memperlambat
kemajuan proses penyakit, dan untuk mengatasi obstruksi jalan nafas untuk menghilangkan
hipoksia.
1. Bronkodilator
Digunakan untuk mendilatasi jalan nafas karena preparat ini melawan baik edema mukosa
maupun spasme muskular dan membantu baik dalam mengurangi obstruksi jalan nafas
maupun dalam memperbaiki pertukaran gas.
2. Terapi aerosol
Aerosolisasi (proses membagi partikel menjadi serbuk yang sangat halus) dari
bronkodilator salin dan mukolitik sering kali digunakan untuk membantu dalam
bronkodilatasi. Ukuran partikel dalam kabut aerosol harus cukup kecil untuk
memungkinkan medikasi dideposisikan dalam-dalam di dalam percabangan
trakeobronkial. Aerosol yang dinebuliser menhilangkan bronkospasme, menurunkan
edema mukosa, dan mengencerkan sekresi bronkial. Hal ini memudahkan proses
pembersihan bronkiolus, membantu mengendalikan proses inflamasi, dan memperbaiki
fungsi ventilasi.
3. Pengobatan Infeksi
Pasien dengan emfisema sangat rentan terhadap infeksi paru dan harus diobati pada saat
awal timbulnya tanda-tanda infeksi. S. Pneumonia, H. Influenzae, dan Branhamella
catarrhalis adalah organisme yang paling umum pada infeksi tersebut. Terapi antimikroba
dengan tetrasiklin, ampisilin, amoksisilin, atautrimetroprim-sulfametoxazol (bactrim)
biasanya diresepkan. Regimen antimikroba digunakan pada tanda pertama infeksi
pernafasan, seperti dibuktikan dengan sputum purulen, batuk meningkat, dan demam.
4. Kortikosteroid
Kortikosteroid menjadi kontroversial dalam pengobatan emfisema. Kortikosteroid
digunakan setelah tindakan lain untuk melebarkan bronkiolus dan membuang sekresi.
Prednison biasa diresepkan. Dosis disesuaikan untuk menjaga pasien pada dosis yang
terendah mungkin. Efek samping termasuk gangguan gastrointestinal dan peningkatan
nafsu makan. Jangka panjang, mungkin mengalami ulkus peptikum, osteoporosis, supresi
adrenal, miopati steroid, dan pembentukan katarak.
5. Oksigenasi
Terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien dengan emfisema
berat. Hipoksemia berat diatasi dengan konsentrasi oksigen rendah untuk meningkatkan
PaO2 hingga antara 65 – 85 mmHg. Pada emfisema berat oksigen diberikan sedikitnya 16
jam per hari, dengan 24 jam per hari lebih baik.
H. Komplikasi Emfisema
1. Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan
2. Daya tahan tubuh kurang sempurna
3. Tingkat kerusakan paru semakin parah
4. Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas
5. Pneumonia
6. Pneumothoraks
7. Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien.
Nama :
Umur :
Suku bangsa :
Pekerjaan :
Agama :
Status perkawinan :
Alamat :
Tanggal masuk :
Diagnosa Medis :
2. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan dahulu
Keluhan utama : sesak nafas , batuk , dan nyeri , di daerah dada sebelah
kanan pada saat bernafas . banyak secret keluar ketika batuk , berwarna
kuning kental , merasa cepat lelah ketika melakukan aktivitas .
4. Pemeriksaan Fisik
1. Rambut dan hygene kepala : Warna rambut hitam ,tidak berbau , rambut
tumbuh subur , dan kulit kepala bersih .
2. Mata : Posisi mata simetris , konjungtiva merah muda , skelera putih , dan
pupil isokor dan respon cahay baik .
3. Hidung : Simetris kiri dan kanan , dan tidak ada pembengkakan dan berfungsi
dengan baik .
4. Mulut dan tenggorokan : Rongga normal , mucosa terlihat pecah – pecah ,
tonsil tidak ada pembesaran .
5. Telinga : Simetris kiri dan kanan , tidak ada serumen , dan pendengaran tidak
terganggu .
6. Leher : Kelenjer getah bening , sub mandibula dan sekitar telinga tidak ada
pembesaran
7. Dada/ thorak :
- Inspeksi : mempunyai bentuk dada barrel chest, dispnea, pengkajian batuk
produktif dengan sputum purulen disertai demam mengindikasi adanya
tanda pertama infeksi pernapasan
- Palpasi : ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun.
- Perkusi : Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma menurun.
- Auskultasi : Sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan wheezing
sesuai tingkat beratnya obstruktif pada bronkhiolus.
8. Kardiovaskular : Irama jantung regular S1,S2 tunggal, Nyeri dada ada skalanya
6, Akral lembab.
9. Persyarafan : Pusing dan gangguan tidur
10. Perkemihan B4 (bladder) : Normal
11. Pencernaan : Anoreksi disertai mual sehingga BB menurun.
12. Muskuloskeletal/integument : turgor kulit berkeringat
IV. EVALUASI
1. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam
rentang normal dan bebas gejala distres pernapasan.
2. Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/ jelas.
3. Menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan/atau
mempertahankan berat yang tepat.
4. Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri.
5. Mendapatkan mekanisme koping yang efektif dan ikut serta dalam program rehabilisasi
paru.
6. Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
J. Daftar Pustaka