Anda di halaman 1dari 16

Kunjungan kerja spesifik Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Selasa

(7/4) kemarin di Subak Liplip, Desa Canggu, Kecamatan Kuta utara, Kabupaten Badung
diterima oleh Sekda Badung Kompyang R. Swandika didampingi Kabid PLA Dinas Pertanian
Badung Anak Agung Rai Wirawan, Camat Kuta Utara Anak Agung Yuyun Hanura Eny diterima
dihamparan sawah di depan balai Subak Liplip Desa Canggu

Kunjungan Kerja 8 orang anggota Komisi IV DPR RI yang bertujuan untuk melakukan
peninjauan serta bertatap muka dengan petani terkait dengan alih fungsi lahan pertanian ini
dipimpin oleh Drs. H. Ibnu Multazam dari Fraksi PKB dengan didampingi oleh Sudin anggota
komisi IV dari Fraksi PDIP, anggota komisi IV Yadi Srimulyadi juga dari Fraksi PDIP, Drs I
Made Urip dari Farksi PDIP dan Efendi Sianipar juga dari Fraksi PDIP serta anggota Komisi IV
DPR RI dari Fraksi Gerindra.

Bupati Badung yang diwakili oleh Sekda Badung Kompyang R. Swandika


mengungkapkan bahwa Pemerintah Kabupaten Badung dengan didukung secara penuh oleh
DPRD telah melakukan berbagai upaya dalam rangka menekan terjadinya alih fungsi lahan
pertanian, diantaranya selain memberikan insentif berupa pembebasan pajak PBB, pemberian
insentif berupa bibit dan benih serta sarana produksi lainnya juga dengan menyiapkan SDM
dibidang pertanian. Menurut Sekda Badung, menyadari bahwa kehidupan sebagai petani saat ini
bukan menjadi pilihan karena dinilai tidak menjanjikan sehingga tidak akan ada generasi muda
yang bertani, maka pemerintah dengan dukungan dewan telah menyiapkan SDM dibidang
pertanian dengan membangun sekolah SMK pertanian plus pariwisata di Petang. Saat ini animo
masyarakat untuk menyekolahkan ankanya di SMK Petang ini terus meningkat, karena terbukti
tamatannya dapat langsung terserap di pasar kerja baik sebagai gardener di hotel maupun
melakukan usaha di perusahaan swasta.

Sekda Komyang juga mengatakan bahwa sebagai wujud komitmen menjaga alih fungsi
lahan pertanian pemkab juga telah membangun jaringan irigasi secara permanen termasuk
dengan membuat terowongan irigasi sepanjang 8 km di Subak Pangsut Sari Petang, dengan
terbangunnya terowongan ini akhirnya dapat membuka lahan sawah baru seluas 100 hektar lebih.

Sementara Kadis Pertanian yang diwakili oleh Kepala Bidang Pengelolaan Lahan dan Air
(PLA) A.A. Rai Wirawan melaporkan, luas sawah di badung dari lima kecamatan 10.144 ha
selama berlangsung tahun 2014 terjadi terjadi alih fungsi 160 ha (1,5%) sehingga lahan di
badung sekarang mencapai 9.984 ha. "Data ini kita bahas di perencaan untuk menjadi lahan
berkelanjutan sesuai UU 41 tahun 2009 tentang ketahanan pangan," jelasnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Camat Kuta Utara A.A. Yuyun Hanura Eny.
Menurutnya perkembangan wilayah Kuta Utara cukup pesat. Di Kuta Utara terdapat 19 subak
dengan luas lahan 1.430 ha. Untuk alih fungsi pada tahun 2014 ini sebanyak 123 ha. "Dari 19
subak tersebut hanya empat yang masih eksis dengan nol alih fungsi lahannya," tambahnya.

Bupati Badung yang diwakili oleh Sekda Badung Kompyang R. Swandika


mengungkapkan bahwa Pemerintah Kabupaten Badung dengan didukung secara penuh oleh
DPRD telah melakukan berbagai upaya dalam rangka menekan terjadinya alih fungsi lahan
pertanian, diantaranya selain memberikan insentif berupa pembebasan pajak PBB, pemberian
insentif berupa bibit dan benih serta sarana produksi lainnya juga dengan menyiapkan SDM
dibidang pertanian. Menurut Sekda Badung, menyadari bahwa kehidupan sebagai petani saat ini
bukan menjadi pilihan karena dinilai tidak menjanjikan sehingga tidak akan ada generasi muda
yang bertani, maka pemerintah dengan dukungan dewan telah menyiapkan SDM dibidang
pertanian dengan membangun sekolah SMK pertanian plus pariwisata di Petang. Saat ini animo
masyarakat untuk menyekolahkan ankanya di SMK Petang ini terus meningkat, karena terbukti
tamatannya dapat langsung terserap di pasar kerja baik sebagai gardener di hotel maupun
melakukan usaha di perusahaan swasta.
Sekda Komyang juga mengatakan bahwa sebagai wujud komitmen menjaga alih fungsi
lahan pertanian pemkab juga telah membangun jaringan irigasi secara permanen termasuk
dengan membuat terowongan irigasi sepanjang 8 km di Subak Pangsut Sari Petang, dengan
terbangunnya terowongan ini akhirnya dapat membuka lahan sawah baru seluas 100 hektar lebih.

Sementara Kadis Pertanian yang diwakili oleh Kepala Bidang Pengelolaan Lahan dan Air
(PLA) A.A. Rai Wirawan melaporkan, luas sawah di badung dari lima kecamatan 10.144 ha
selama berlangsung tahun 2014 terjadi terjadi alih fungsi 160 ha (1,5%) sehingga lahan di
badung sekarang mencapai 9.984 ha. "Data ini kita bahas di perencaan untuk menjadi lahan
berkelanjutan sesuai UU 41 tahun 2009 tentang ketahanan pangan," jelasnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Camat Kuta Utara A.A. Yuyun Hanura Eny.
Menurutnya perkembangan wilayah Kuta Utara cukup pesat. Di Kuta Utara terdapat 19 subak
dengan luas lahan 1.430 ha. Untuk alih fungsi pada tahun 2014 ini sebanyak 123 ha. "Dari 19
subak tersebut hanya empat yang masih eksis dengan nol alih fungsi lahannya," tambahnya.

PENDAHULUAN
Bali, bagi sebagian masyarakat internasional, bisa jadi lebih popular dibandingkan
“Indonesia.” Banyak yang tidak tahu bahwa Bali adalah bagian dari Indonesia. Dengan
keindahan alamnya, Bali menjadi tujuan wisata nomor satu di Indonesia dan sangat terkenal di
seluruh dunia. Banyak perhelatan tingkat regional dan global dilaksanakan di Bali. Tidak banyak
di tempat lain di dunia ini, dimana ada pulau kecil namun begitu lengkap, dalam pengertian
geografis, sosio ekonomi, maupun sosio kultural. Orang sulit menemukan tempat lain dimana
budaya agraris hidup dalam filosofi estetik seperti di Bali. Juga sulit menemukan orang-orang
yang akivitas hidup kesehariannya sekaligus berarti pelaksanaan ajaran agamanya, dengan
intensitas penyatuan yang sekental kehidupan masyararakat di Bali. Tidak berlebihan bila
sebagaian orang menyebut Bali sebagai surga dunia, atau yang sering disebut the last paradise.
Namun, justru kelengkapannya itulah yang mendatangkan masalah bagi Bali. Pembangunan
besar-besaran demi tujuan pariwisata, ternyata banyak mengabaikan kepentingan lingkungan dan
sosial. Bali pun di ambang kehancuran.\
PERMASALAHAN
Dalam kajian singkat ini, akan dikaji permasalahan sebagai berikut: A. Apa saja potensi
Sumber Kekayaan Alam (SKA) di Provinsi Bali? B. Bagaimana kependudukan di Provinsi Bali?
C. Apa saja keunggulan Provinsi Bali? D. Apa saja masalah yang ada di Provinsi Bali? III.
LEBIH DEKAT DENGAN BALI A. Potensi Sumber Kekayaan Alam (SKA) di Provinsi Bali
Sebagian besar wilayah Provinsi Bali merupakan daerah pegunungan dan perbukitan. Rantai
pegunungan memanjang dari barat ke timur. Di antara pegunungan itu terdapat gunung berapi
yang masih aktif, yaitu Gunung Agung (3.142 m), dan Gunung Batur (1.717 m). Beberapa
gunung yang tidak aktif lainnya mencapai ketinggian antara 1.000 - 2.000 m. Rantai pegunungan
yang membentang di bagian tengah Pulau Bali menyebabkan wilayah ini secara geografis terbagi
menjadi dua bagian yang berbeda, yaitu Bali Utara dengan dataran rendah yang sempit dari kaki
perbukitan dan pegunungan dan Bali Selatan dengan dataran rendah yang luas dan landai.
Ditinjau dari kemiringan lerengnya, Pulau Bali sebagian besar terdiri atas lahan dengan
kemiringan antara 0 - 2 % sampai dengan 15 - 40 %. Selebihnya adalah lahan dengan kemiringan
di atas 40 %. Secara administrasi, Provinsi Bali terbagi menjadi delapan kabupaten dan satu kota,
yaitu Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Karangasem, Klungkung, Bangli,
Buleleng, dan Kota Denpasar yang juga merupakan ibukota provinsi. Selain Pulau Bali, Provinsi
Bali juga terdiri dari pulau-pulau kecil lainnya, yaitu Pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan, dan
Nusa Ceningan di wilayah Kabupaten Klungkung, Pulau Serangan di wilayah Kota Denpasar,
dan Pulau Menjangan di Kabupaten Buleleng. Luas total wilayah Provinsi Bali adalah 5.634,40
ha dengan panjang pantai mencapai 529 km. Penggunaan lahan di Provinsi Bali terbagi atas
lahan sawah sebesar 82.053 ha, lahan kering 350.926,99 ha, dan hutan sebesar 130.686,01 ha.
Penggunaan lahan kering di Provinsi Bali terbagi atas ladang 36,62 persen, perkebunan 36,12
persen, pemukiman 13,75 persen, dan sisanya untuk penggunaan lain. Lahan persawanan terluas
terletak di Kabupaten Tabanan (pada 2006 mencapai 22.490 ha). Hal ini sesuai dengan julukan
Tabanan sebagai lumbung beras. Kawasan hutan di Provinsi Bali memiliki luas sekitar
130.686,01 ha dan 23,2% dari luas Pulau Bali, yang terdiri dari kawasan Hutan Lindung seluas
95.766,66 ha (73,28% dari luas hutan keseluruhan). Hutan Konservasi seluas 26.293,59 ha yang
terdiri dari: Cagar Alam seluas 1.762,80 ha dan Taman Nasional seluas 19.002,89 ha yang terdiri
dari daratan seluas 15.587,89 ha dan perairan seluas 3.415 ha, Hutan Wisata Alam seluas
19.002,89 ha, Taman Hutan Raya seluas 1.373,50 ha, Hutan Produksi Tetap seluas 1.907,10 ha
dan Hutan Produksi Terbatas seluas 6.719,26 ha dan Hutan Bakau seluas 3.013 ha yang terdiri
dari 2.177 ha di dalam kawasan hutan dan 834 ha terletak di luar kawasan hutan. B.
Kependudukan di Provinsi Bali Berdasarkan hasil registrasi penduduk tahun 2010 tercatat
jumlah penduduk di Bali sebanyak 3.522.375 jiwa, yang terdiri dari 1.760.556 jiwa (49,98%)
penduduk laki-laki, dan 1.761.819 jiwa (50,02%) penduduk perempuan. Jumlah penduduk tahun
2010 ini naik 1,45% dari tahun sebelumnya. Jumlah penduduk Bali ini sekitar 6% dari seluruh
Indonesia. Tabel 1. Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/ Kota di Bali Akhir Tahun 2010
Dalam periode 10 tahun terakhir (2000-2010), laju pertumbuhan penduduk Provinsi Bali
mencapai 2,15 persen per tahun. Adapun Kabupaten Badung (4,63%/tahun) dan Kota Denpasar
(4,00%/tahun) tercatat sebagai daerah dengan laju pertumbuhan penduduk tertinggi. Fenomena
ini diduga karena kedua daerah tadi sebagai daerah potensi bagi kaum migran/pendatang,
disamping sebagai daerah destinasi pariwisata Bali. Kabupaten Klungkung dan Karangasem
merupakan dua kabupaten dengan laju pertumbuhan penduduk terendah, angkanya berada di
bawah satu persen. Bila dilihat berdasarkan tingkat pendidikan, jumlah angkatan kerja kelompok
yang terbesar adalah berasal dari jenjang pendidikan ≤ SD yaitu dengan total 511.493 jiwa
dengan jumlah laki-laki sebesar 255.258 jiwa dan perempuan 256.232 jiwa. Sedangkan untuk
angkatan kerja terkecil berasal dari kelompok pendidikan S2/S3 yaitu dengan total 8.008 jiwa
dengan jumlah laki-laki 5.975 jiwa dan jumlah perempuan 2.033 jiwa. Tabel 2 Penduduk 15
Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Tahun 2010
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Bali pada Februari 2013 mencapai 1,89
persen, mengalami penurunan dibanding TPT Agustus 2012 sebesar 2,04 persen dan TPT
Februari 2012 sebesar 2,11 persen. Adapun perkembangan Upah Minimum Provinsi Bali selama
5 Tahun Terakhir adalah sebagai berikut: Tabel 3 Upah Minimum Provinsi Bali Pada tahun
2012, sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan kontribusi terbesar terhadap total
perekonomian sebesar 30,23 persen diikuti sektor pertanian sebesar 16,84 persen dan sektor
pengangkutan dan komunikasi sebesar 14,53 persen. Besaran Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) Bali pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku mencapai Rp.83,94 triliun, sedangkan
atas dasar harga konstan (tahun 2000) mencapai Rp.32,80 triliun. Pertumbuhan ekonomi tahun
2012 sebesar 6,65 persen, terjadi pada Konsumsi Pemerintah sebesar 3,74 persen, Pembentukan
Modal Tetap Bruto (PMTB) 19,28 persen, Impor sebesar 9,87 persen, Ekspor sebesar 4,34
persen, Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba sebesar 7,57 persen, disusul Konsumsi Rumah
Tangga sebesar 7,22 persen, dan Konsumsi rumah tangga 3,50%. Kegiatan ekspor barang dan
jasa di Provinsi Bali pada bulan Mei 2013 mencapai nilai US$ 50.600.499. Angka ini menurun
0,91 persen dibandingkan dengan nilai ekspor keadaan bulan Mei 2012 yang mencapai US$
51.067.171, dan meningkat 8,92 persen jika dibandingkan dengan bulan April 2013 yang
mencapai US$ 46.457.441. C. Keunggulan Provinsi Bali Beberapa keunggulan provinsi Bali
adalah sebagai berikut. 1. Pariwisata Pariwisata menjadi andalan Provinsi Bali. Lebih dari 65
persen kehidupan perekonomian Bali dipengaruhi oleh industri pariwisata (perdagangan, hotel
dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan; dan jasa-jasa). Dunia pariwisata Bali
menunjukan kondisi yang makin baik. Salah satu indikatornya adalah dengan terus
meningkatnya jumlah wisatawan manca negara yang datang langsung ke Bali. Pada bulan Mei
2013, jumlah wisatawan yang datang ke Provinsi Bali mencapai 247.972 orang, dengan
wisatawan yang datang melalui bandara sebanyak 244.874 orang, dan yang melalui pelabuhan
laut sebesar 3.098 orang. Tingkat Penghunian Kamar (TPK) untuk keadaan bulan Mei 2013 pada
hotel berbintang di Bali mencapai rata-rata sebesar 60,31 persen dan rata-rata lama menginap
tamu asing dan Indonesia di hotel sejenis di Bali adalah selama 3,12 hari . 2. Perikanan a.
Perikanan Laut Berdasarkan potensi dan jenis sumberdaya ikan, perairan laut daerah Bali dengan
luas ± 9.634,35 km² (jarak dari garis pantai ± 12 mil) dibagi menjadi 3 (tiga) wilayah perairan
laut yaitu: 1) Perairan Bali Utara dengan potensi lestari sumberdaya ikan diperkirakan 24.606,0
ton/tahun. 2) Perairan Bali Timur dengan potensi lestari sumberdaya ikan diperkirakan sebesar
19.455,6 ton/tahun. 3) Perairan Bali Barat, dengan potensi lestari sumberdaya ikan diperkirakan
sebesar 97.326,0 ton/tahun. 4) Perairan Bali Selatan dengan potensi lestari sumberdaya ikan di
laut diperkirakan sebesar 147.278,75 ton per/tahun. b. Perikanan Darat Luas perairan umum yang
terdiri dari danau, sungai, waduk dan rawa yang dapat dimanfaatkan untuk usaha perikanan ±
1.771.800 Ha dengan perkiraan potensi sebesar ± 1.500 ton/tahun. 3. Peternakan Tabel 4.
Populasi Ternak Menurut Kabupaten/ Kota dan Jenis Ternak di Bali Tahun 2010 D. Masalah
yang ada di Provinsi Bali Masalah Provinsi Bali dapat dilihat dari aspek pancagatra sebagai
berikut. 1. Ideologi Berkembangnya pariwisata diikuti dengan masuknya para wisatawan dari
dalam dan luar negeri. Mereka datang dengan membawa nilai-nilai masing-masing. Terkadang
nilai-nilai tersebut bertentangan dengan Pancasila. Misalnya: sex bebas dan mabuk-mabukan.
Nilai-nilai ini sebagian telah meracuni masyarakat Bali. Sempat beredar isu bahwa banyak
pemandu wisata Bali juga berperan sebagai gigolo bagi wisatawan. Dulu sebelum marak
pariwisata, Bali terkenal sebagai daerah aman. Tidak ada pencurian, bahkan rumah dibiarkan
dibangun tanpa pagar. Namun sejak banyaknya pendatang, nilai-nilai itu sudah hilang. Bali
menjadi daerah yang tidak aman dari pencurian. Akibat pariwisata juga menjadikan masyarakat
berpikir individualis dan kapitalis. Nilai-nilai ini tentu bertentangan dengan Pancasila. Demi
keuntungan pariwisata, masyarakat meninggalkan adat, merusak lingkungan, dan saling bersaing
secara tidak sehat. Masing-masing pemerintah daerah juga berjalan sendiri-sendiri dalam
melaksanakan pembangunan, tanpa ada kesamaan persepsi dan perasaan sebagai kesatuan ruang.
Untuk mengatasi masalah ideologi ini, harus diimplemantasikan kembali nilai-nilai luhur
Pancasila, yang antara lain dengan melaksanakan perintah agama dengan baik, yaitu menjauhi
hal-hal yang dilarang Tuhan dan melaksanakan perintah-Nya. NIilai-nillai buruk harus
ditinggalkan. Masyarakat yang sebagian besar beragama Hindu, tentu tahu bahwa ada karma.
Demikian pula di agama lain, dikenal konsep serupa. Perbuatan buruk atau baik akan diterima
akibatnya oleh pelaku dikemudian hari. 2. Politik Sebagian besar Pendapatan Asli Daerah Bali
bersumber dari pariwisata. Karena pariwisata Bali maju pesat, masyarakat internasional lebih
mengenal Bali dari pada Indonesia. Hubungan Provinsi Bali dengan masyarakat internasional
juga terjalin dengan erat. Hal ini berpotensi menjadikan Bali terlalu percaya diri sehingga
meremehkan daerah lain, atau bahkan pemerintah pusat. Otonomi daerah yang seluas-luasnya,
menjadi tambahan alasan bagi Provinsi Bali untuk mandiri. Jika sewaktu-waktu terjadi
ketidakpuasan atas hasil pembangunan dari pemerintah pusat, maka Bali adalah provinsi yang
paling siap untuk memisahkan diri. Untuk mengatasi permasalahan ini, maka perlu pemantapan
nilai-nilai kebangsaan kepada para penyelenggara pemerintahan, baik pusat maupun daerah, serta
kepada masyarakat Bali. Harus ditumbuhkan kesadaran bahwa Bali harus dijaga dengan baik,
sebagai bagian dari aset bangsa Indonesia. Pembangunan Bali harus dilaksanakan dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan memperhatikan pemerataan yang
berkeadilan. 3. Ekonomi Booming pariwisata di Bali menyebabkan masyarakat Bali
mengalihkan semua potensinya untuk mengembangkan pariwisata, sehingga lebih dari 60 persen
perekonomian bergantung pada pariwisata. Hamparan lahan pertanian kini berubah menjadi
gedung, villa, dan hotel yang dibangun dengan mengesampingkan fungsi lahan itu sendiri.
Banyak lahan-lahan produktif yang dialih fungsikan begitu saja untuk pembangunan pariwisata,
seperti kawasan Ubud, Gianyar serta kawasan Bali selatan dan tempat lainnya di Bali. Banyak
obyek wisata yang dibangun dengan memanfaatkan lahan produktif. Pembangunan yang
mengeksploitasi sumber daya juga menyebabkan kesuburan tanah berkurang dan pengairan
terhambat, sehingga semakin meminggirkan sektor pertanian. Lemahnya sektor petanian antara
lain terlihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Bali pada Triwulan I-2013, dimana
sektor pertanian mengalami pertumbuhan negatif sebesar -2,97 persen dibanding Triwulan IV-
2012. Pada tahun 2012, Sektor Pertanian pun mengalami pertumbuhan terendah dibandingkan
sektor lain. Struktur ekonomi yang mengandalkan satu sektor saja perlu diwaspadai, mengingat
sektor pariwisata sangat rentan terhadap gejolak sosial. Sedikit saja gejolak sosial terjadi di Bali,
maka akan berakibat buruk pada pariwisata, yang pada akhirnya akan berakibat buruk pada
perekonomian masyarakat Bali. Hal ini pernah terjadi ketika pengaruh pengeboman di Kuta
menjadikan pariwisata menjadi sepi, dan menyebabkan perekonomian Bali lumpuh. Lebih lanjut,
perlu diteliti lebih lanjut, apakah majunya sektor pariwisata akan berakibat secara langsung
terhadap kesejahteraan masyarakat Bali? Sayangnya, data menunjukkan sebaliknya. Angka
kemiskinan masyarakat Bali cenderung naik tiap tahun. Misalnya, pada bulan Maret 2013 jumlah
penduduk miskin di Bali mencapai 162,51 ribu orang atau 3,95 persen dari total penduduk Bali.
Angka ini mengalami peningkatan dibanding Bulan September 2012 dimana jumlah penduduk
miskin sebanyak 160,95 ribu orang atau sekitar 3,95 persen dari total penduduk Bali. Gegap
gempita pariwisata ternyata tidak membawa dampak kesejahteraan secara langsung bagi
sebagian masyarakat Bali. Hal ini karena penguasaan tempat wisata: resor, villa, hotel, pantai,
sebagian besar berada di tangan investor yang bukan masyarakat asli Bali. Untuk mengatasi
permasalahan ini, maka perlu dibangun kesadaran untuk membangun ketahanan ekonomi secara
lebih seimbang, setidak-tidaknya antara sektor pariwisata dan sektor pertanian, yang merupakan
akar kultur masyarakat Bali. Perlu diketahui bahwa Bali sebelum tergila-gila dengan pariwisata,
pernah makmur karena pertaniannya, terutama dari cengkeh, vanili, jeruk, kakao, buah-buahan,
serta hortikultura. Pentingnya sector pertanian juga dapat dilihat dari penetapan Koridor
Ekonomi Bali – Nusa Tenggara dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia 2011-2025 sebagai ‘’Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan
Nasional. Penguasaan sector perekonomian juga perlu didesain agar tidak mengarah pada
kesenjangan sosial antara masyarakat pendatang dengan masyarakat asli. 4. Sosial Budaya.
Perkembangan pesat pariwisata menyebabkan permasalahan lingkungan di Bali. Demi
keuntungan, pembangunan berskala besar dilakukan tanpa memperhatikan pelestarian
lingkungan. Pencemaran atas air, tanah, dan udara semakin menjadi-jadi. Tumpukan sampah
dimana-mana akibat pola perilaku masyarakat membuat pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Selain itu, pembangunan pariwisata Bali memiliki dampak negatif terhadap lingkungan fisik
yang mudah terlihat baik air, tanah, maupun udara. Kawasan hutan dibabat untuk sarana
pariwisata sehingga berpengaruh terhadap kelestarian lingkungan. Jika seluruh kawasan hutan
ditebang dan digunakan untuk kepentingan pariwisata serta mengesampingkan fungsi hutan itu
sendiri, akan membawa dampak yang negatif seperti banjir dan tanah longsor. Tidak hanya itu,
pembangunan obyek wisata kerap kali menggusur atau mengganggu keberadaan tempat-tempat
suci, serta mengesampingkan adat dan budaya masyarakat Bali. Pembangunan pariwisata sering
kali mengesampingkan konsep tri hita karana yakni hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan
manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan lingkungan. Sering kali obyek wisata
dibangun berdasarkan tempatnya yang strategis tanpa melihat kepercayaan yang dimiliki
masyarakat Bali sehingga timbul masalah dan gesekan dengan masyarakat sekitar terkait dengan
pembangunan obyek wisata di Bali. Tak jarang jika pembangunan pariwisata mencakup daerah-
daerah yang dianggap sakral oleh masyarakat sekitar sehingga mengganggu kelancaran dalam
prosesi upacara adat dan keagamaan. Misalnya saja obyek wisata yang menutup kawasan pantai
di Bali dan menutup fungsi pantai sebagai tempat suci bagi masyarakat bali dalam melakukan
prosesi upacara melasti yakni penyucian alam semesta menjelang Hari Raya Nyepi. Perubahan
alih fungsi lahan produktif yang kini sebagian besar digunakan untuk pembangunan, tidak hanya
berdampak pada kelestarian lingkungan, tetapi juga berdampak pada keberadaan flora dan fauna.
Semakin berkurangnya lahan dan tempat dimana mereka biasa hidup membuat banyak flora dan
fauna menjadi langka bahkan terancam punah. Jika pembangunan fisik pariwisata hanya
mengedepankan keindahan dan mengesampingkan kelestarian lingkungan maka dampaknya
tidak hanya pada pencemaran lingkungan saja namun dapat mengganggu keseimbangan
ekosistem. Dengan demikian, pembangunan dalam rangka pariwisata yang tidak memperrhatikan
aspek lingkungan, maka akan berdampak negatif dan menjadi bumerang mematikan pariwisata
Bali. Pemanfaatan ruang di Bali merupakan rangkaian proses penataan ruang yang bereputasi
buruk. Nyaris tidak ada keterpaduan antara perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Meski telah banyak disusun rencana tata ruang yang lebih rinci
guna menunjang pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Bali, tapi
ternyata tak sepenuhnya mampu mengantisipasi dan memecahkan permasalahan tata ruang Bali.
Pelaku pemanfaatan ruang di Bali yang dominan adalah dunia usaha, disusul masyarakat dan
pemerintah. Dunia usaha member kontribusi dalam investasi prasarana sektor unggulan seperti
pariwisata, industri, perdagangan dan jasa. Masyarakat member andil melalui pembangunan
perumahan. Adapun pemerintah menyediakan prasarana wilayah. Namun, pemerintah daerah
juga berperan mengeluarkan kebijakan pemanfaatan ruang. Dalam hal ini, akan disoroti
pelanggaran pemanfaatan ruang yang digunakan oleh dunia usaha, yang memberikan dampak
besar bagi Bali. Bentuk pelanggaran yang terjadi dilihat dari sudut RTRWP, RTRWK maupun
rencana rinci, antara lain: • Reklamasi pantai di kawasan Teluk Benoa (Kabupaten Badung dan
Kota Denpasar) yang dikapling-kapling investor untuk pengembangan fasilitas pariwisata.
Fungsinya ditetapkan sebagai Kawasan TAHURA, padahal seharusnya dikonversi; •
Pemanfaatan kawasan jurang untuk pengembangan fasilitas akomodasi pariwisata di bukit Kuta,
di selatan Kabupaten Badung, di sepanjang tepian sungai Ayung-Ubud Kabupaten Gianyar serta
di kawasan pariwisata Kintamani Kabupaten Bangli; • Pemanfaatan kawasan sempadan pantai
untuk fasilitas pariwisata di Kuta Kabupaten Badung, di padang Galak Kota Denpasar, di pantai
Lebih Kabupaten Gianyar, di Candidasa Kabupaten Karangasem dan di pantai Lovina Kabupaten
Buleleng; • Alih fungsi lahan sawah irigasi teknis di Kabupaten Badung, Kabupaten Tabanan,
Kabupaten Gianyar dan Kota Denpasar. Penyusutannya mencapai sekitar 1.000 hektar per tahun
untuk Bali secara keseluruhan; • Penyerobotan kawasan Hutan Lindung oleh masyarakat
(penebangan liar) di Taman Nasional Bali Barat (TNBB) Kabupaten Jembrana dan Kabupaten
Buleleng; • Hutan Produksi Terbatas dimanfaatkan untuk Pertanian Lahan Kering; • Pelanggaran
terhadap Perda Jalur Hijau terutama di wilayah perkotaan, seperti di kota Denpasar, Kuta,
Mengwi, Sukawati, Gianyar, dan Ubud; • Pelanggaran terhadap sempadan jalan, sempadan
sungai maupun sempadan kawasan suci yang umumnya terjadi di perkotaan. • Pendirian hotel
berbintang di Buleleng Timur yang tidak ditetapkan sebagai kawasan pariwisata; • Di Kabupaten
Badung telah terjadi penyimpangan lokasi pusat pemerintahan yang sebelumnya ditetapkan di
bagian utara (di Anggungan) kini bergeser ke selatan (ke Sempidi) mendekati Kota Denpasar.
Selain itu, pembangunan jalan by pass dan Stadion Buruan di Gianyar tidak sesuai struktur
rencana; • Berubahnya fungsi kawasan lindung Hutan Wisata Pancasari (di Kabupaten Buleleng)
dan Bedugul (di Kabupaten Tabanan) menjadi vila/akomodasi wisata untuk kasus Villa Bukit
Berbunga; • Pengembangan fasilitas akomodasi pariwisata di luar kawasan pariwisata yang telah
ditetapkan dalam Perda RTRWP Bali, seperti terjadi di Buleleng Timur dan beberapa tempat di
kabupaten lainnya pada tahun 1999; • Peralihan fungsi kawasan Hutan Lindung dan wilayah
Resapan Air menjadi areal perkebunan/pertanian lahan kering di kawasan Hutan Lindung Bali
Barat (Kabupaten Jembrana), serta menjadi areal permukiman dan villa untuk kasus Villa Petali
di Desa Jatiluwih (Kabuapten Tabanan); • Pelabuhan Laut Benoa di Kota Denpasar, masih
difungsikan sebagai tempat bongkar-muat barang, padahal tidak sesuai fungsi yang ditetapkan
sebagai Pelabuhan Pariwisata dan Pelabuhan Penumpang; • Kegiatan penambangan galian C di
kawasan konservasi Gunung Batur (Yeh Mampeh); • Pelanggaran jalur hijau untuk permukiman
(Perumahan Murni) dimanfaatkan sebagai fasilitas perdagangan dan permukiman campuran,
umumnya terjadi di kota-kota yang berkembang; • RTRWP Bali belum sepenuhnya dijadikan
acuan dalam rencana tahapan dan pembiayaan program pembangunan. Permasalahan sosial
budaya lainnya adalah hilangnya penguasaan tanah oleh masyarakat Bali akibat pembangunan
guna keperluan pariwisata. Bagi orang Bali, berbicara tentang-tanah berarti berbicara tentang
dirinya. Ada gagasan yang bersifat simbolik kultural, atau barangkali lebih tepat disebut sosio-
religius, yang tersangkut paut di dalamnya. Karena tanah, bagi orang Bali, adalah simbol “ibu”
yang dipandang bukan semata-mata sebagai pemberi berkah kemakmuran melainkan juga
sebagai tempat meminta perlindungan dan kekuatan. Dengan berkembangnya pariwisata, banyak
masyarakat Bali yang menjual tanahnya kepada para pengusaha untuk keperluan pembuatan
tempat wisata, atau bahkan lebih parah adalah masyarakat Bali yang tanahnya dicabut begitu saja
oleh pemerintah atau pemerintah daerah, dengan alasan tanah tersebut tanah negara.. Bila
keadaan ini berlangsung terus, maka akan muncul ribuan orang miskin, karena sebagai petani, ia
tidak lagi memiliki lahan garapan. Untuk mengatasi permasalahan ini, maka perlu ada ketegasan
dalam penerapan aturan tata ruang, terutama untuk keperluan pariwisata Bali. Program Bali
Clean and Green yang dicanangkan pemerintah Provinsi Bali perlu diapresiasi dalam mengatasi
permasalahan pencemaran lingkungan. Dukungan dari masyarakat sangat penting untuk
merealisasikan program dari pemerintah ini demi kelangsungan hidup bersama. Masyarakat
jangan secara mudah terpengaruh atas iming-iming uang terhadap pembangunan pariwisata yang
tidak sistematis, sehingga menyebabkan kerusakan dan keseimbangan terhadap kearifan lokal
berkurang. Kebijakan pembangunan daerah juga harus dilakukan dengan prinsip-prinsip
pembangunan yang berwawasan lingkungan dan bersifat holistik seperti yang tertuang dalam
Agenda 21 Nasional dan Agenda 21 Daerah yang bertujuan untuk mengintegrasikan
pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan ke dalam kebijakan. Dalaman tataran konkrit,
kebijakan pembangunan berkelanjutan dilakukan dengan penerapan prosedur perizinan yang
lebih ketat, yang terkoordinasi antara provinsi dan kabupaten/kota. 5. Pertahanan dan keamanan
Mudahnya akses masuk ke pulau Bali dari berbagai negara, menjadikan Bali pada khususnya,
dan Indonesia pada umumnya menjadi rentan disusupi kekuatan asing yang mematai-matai atau
bahkan menyusun kekuatan guna melemahkan Indonesia. Penguasaan lahan secara besar-besaran
di tengah minimnya lahan, suatu saat akan menyebabkan kelangkaan lahan di Bali, sehingga
berpotensi menyebabkan terjadinya konflik perebutan lahan. Untuk mengatasi permasalahan ini,
maka perlu ada pemahaman yang baik kepada masyarakat mengenai ancaman dari pihak asing
terhadap kekuasaan Indonesia. Hal ini megingat sistem pertahanan Indonesia menganut system
pertahanan smesta, dimana rakyat menjadi komponen pendukung dalam pertahanan negara.
Dengan pemahaman yang baik dari masyarakat, maka masyarakat dapat menangkal secara dini
segenap potensi ancaman terhadap keutuhan NKRI. Selanjutnya untuk mengatasi konflik
pertanahan, maka perlu ada ketegasan pemerintah dalam pendistribusian hasil-hasil
pembangunan. Konflik biasanya terjadi karena faktor ekonomi. Selama masyarakat sejahtera,
maka konfilik cenderung dapat dibendung. IV. PENUTUP Bali adalah aset nasional yang harus
dijaga bersama. Pembangunan Bali harus dilakukan dalam kerangka NKRI serta dilakukan
secara sistematis dan terpadu agar terwujud kelestarian fungsi lingkungan hidup. Pembangunan
Bali juga harus dilakukan dengan memperhatikan kepercayaan dan kearifan lokal dalam rangka
menjaga keharmonisan dengan Tuhan, dengan alam, dan dengan sesama. Dengan demikian, Bali
tetap menjadi the last paradise, bukan the lost paradise yang menuju kehancurannya. DAFTAR
PUSTAKA Buku/Artikel Lestari, Desak Putu Rahayu. Pembangunan Pariwisata Bali Memiliki
Dampak Negatif Terhadap Lingkungan Fisik dan Tergerusnya Kearifan Lokal. Palguna, I Dewa
Gede. Saya Sungguh Mencemaskan Bali. Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi: Jakarta.
2008. Suarca, I Nengah. Tata Ruang di Propiinsi Bali. Internet bkpm.go.id bps.go.id
indonesia.go.id Roziqin Matlap /roziqinmatlap suka dengan hal-hal yang berbau hukum, politik,
agama, sosial Selengkapnya... IKUTI Share 0 0 0 KOMPASIANA ADALAH MEDIA WARGA,
SETIAP KONTEN DIBUAT OLEH DAN MENJADI TANGGUNGJAWAB PENULIS.
LABEL sosbud humaniora TANGGAPI DENGAN ARTIKEL RESPONS : 0 NILAI : 0 Beri
Nilai KOMENTAR : 3 Roziqin Matlap01 Oktober 2013 23:10:24 ya, perlu hati-hati pak Balas
Nyoman Lisnawa02 Oktober 2013 00:16:16 katanya orang bali jual tanah untuk beli bakso,
sedangkan orang jawa jual bakso untuk beli tanah, maka saya tahun 1973 sudah merantau ke
Lombok dengan catatan aset tetap ada di bali untuk menambah penghasilan, dan bali tetap tanah
leluhur bagi orang bali, sehingga harus tetap dipertahankan kelestarian budaya dan kokohkan
adat, jangan menjual tanah untuk investor....... bila dijual, maka sama halnya mentelantarkan
anak cucu orang bali,...... Balas amir syarif01 Oktober 2013 22:52:29 apalagi kalau kaum fanatik
masuk dan berkuasa di BALI, hilang tak berbekas dah Surga BALI. Balas Featured Article Tiga
Puluh Tahun Merawat Anak Down Syndrome Amirsyah Oke 09 Juni Headline 1 Cerpen | Pria
yang Kehilangan Ombaknya karena Dicuri* Handy Fernandy 21 Maret 2016 2 Helikopter TNI
AD Crash Karena Cuaca?! john brata 21 Maret 2016 3 Inilah Pemenang Review Gerebek KPK
di Thai Alley! Kompasiana 21 Maret 2016 4 Manor Tampak Setengah Hati dan Strategi Jitu
Mercedes Yosep Efendi 21 Maret 2016 5 [KJogGoes] Kompasianer Jogja “Obrak-Abrik”
Gedung Agung (Istana Yogyakarta) Riana Dewie 21 Maret 2016 Nilai Tertinggi TTM, Bercinta,
ML, Hamil Duluan, MBA Married by Accident Cuker 21 Maret Bercinta Tanpa ML Selsa 21
Maret [Standar Ganda] Kamu Tionghoa ya? (Rasis), Kamu Jawa ya? (Tidak Rasis) Revaputra
Sugito 21 Maret Bisakah Ahok Menjaga Momentum? Lora 21 Maret [KJogGoes] Kompasianer
Jogja “Obrak-Abrik” Gedung Agung (Istana Yogyakarta) Riana Dewie 21 Maret Terpopuler
Ahmad Dhani: RRC Cabang Indonesia Sayeed Kalba Kaif 21 Maret Jamaah Maiyah adalah
Kader dari Indonesia yang Sejati? Robbi Gandamana 21 Maret Gara-gara Ahok, Menjadi
Petugas Partai Berubah Menjadi Kebanggaan Hanny Setiawan 21 Maret 10 Masukan Demokrat
untuk Pemerintahan, Matahari Kembar, dan Peran Bulan dan Matahari Susy Haryawan 21 Maret
Manor Tampak Setengah Hati dan Strategi Jitu Mercedes Yosep Efendi 21 Maret Tren di Google
Pelajaran dari Pemotongan 20% Tunjangan Kinerja (penghasilan) Pegawai Pajak Metik Marsiya
21 Maret 2016 Jokowi Beking Penuh Ahok, Rencana DPR Gagal Total, dan "Kodok" pun
Tertawa Ricky Vinando 17 Maret 2016 Jamaah Maiyah adalah Kader dari Indonesia yang Sejati?
Robbi Gandamana 21 Maret 2016 Gara-gara Ahok, Menjadi Petugas Partai Berubah Menjadi
Kebanggaan Hanny Setiawan 21 Maret 2016 Ridwan Kamil yang Aniaya Sopir Angkot, lha
Mulut Ahok yang Dibawa-bawa Laura Irawati 22 Maret 2016 Gres Mengupas Pernyataan
Prasetyo Edi Marsudi, “Negara ini Dibangun oleh Parpol” Teguh S Sungkono 22 Maret
Perbandingan antara Kartun dengan Sinetron dari Sudut Pandang Pendidikan Noor Wahidah
Atmo Wiyono, S.Pd.I 21 Maret Pemberantasan Buta Aksara, Memerdekakan Bangsa dari
Kebodohan Ahmad Tarmizi 21 Maret Tiga Perempuan, Tiga Keberanian Zely Ariane 21 Maret
Denting Di Lantai Surga Langgengnuralam 21 Maret Tentang Kompasiana Syarat & Ketentuan
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/roziqinmatlap/bali-surga-diambang-
kehancuran_55290965f17e61db2d8b4575

Bali : Surga Investasi dan Alih Fungsi Lahan

February 20, 2012 by heryindrawan Leave a comment

Oleh : Hery Indrawan

Alih Fungsi Lahan Di Bali

https://heryindrawan.wordpress.com/2012/02/20/bali-surga-investasi-dan-alih-fungsi-lahan/

Bali merupakan pulau kecil yang luasnya ± 5.632,86 km2 dengan daya dukung terbatas. Keadaan
riil itu sekarang telah mulai menampakkan permasalahan di berbagai sektor, terutama tata ruang
dan wilayah.

Beberapa permasalahan tata ruang dapat misalnya diambil contoh mengenai, pertama,
pembangunan fisik fasilitas pariwisata yang kontraproduktif dengan pola pertanian dan
keseimbangan ekologi. Kedua, permasalahan stabilitas ekonomi yang terkadang berbenturan
dengan spriritual dan budaya Bali.

Semakin rumitnya permasalahan penerapan pola perencanaan tata ruang di Bali, dikawatirkan
akan merubah tatanan budaya dan adat masyarakat Bali itu sendiri. Disamping itu, terpusatnya
kegiatan perekonomian di Bali selatan, mencerminkan ketidakmerataan pembangunan antara
Bali selatan dan Bali utara.

Faktor Pendorong Alih Fungsi Lahan


Jika diperhatikan di sektor pariwisata, Badung, Denpasar dan Gianyar begitu mendominasi.
Dominasi ini nampak dari digenjot habis-habisannya potensi wisata di wilayah tersebut, sampai-
sampai sektor pertanian menjadi anak tiri. Dampak susulan dari semangat pariwisata-isme
tersebut adalah lahirnya gerakan alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi fasilitas bisnis
(Pariwisata dan pertokoan). Dalam sepuluh tahun terakhir tercatat telah terjadi alih fungsi lahan
mencapai 1000 ha/tahun, dari tanah pertanian beralih sebagai penunjang fasilitas publik seperti,
perumahan, pertokoan dan penunjang pariwisata lainnya.

Banyak faktor yang mendorong terjadinya alih fungsi lahan di Bali. Pertama, murahnya harga
produk pertanian yang tidak sesuai dengan biaya produksi yang sering kali mengakibatkan petani
merugi. Akibatnya banyak petani beralih profesi, menjadi buruh bangunan misalnya. Kedua,
Pertanian dianggap sebagai mata pencaharian tambahan bukan sebagai mata pencaharian utama,
karena tidak mencukupi kebutuhan petani.

Di pasaran banyak produk-produk pertanian impor baik dari luar daerah Bali maupun dari luar
negeri. Ini menambah catatan suram, bagaimana Bali sekarang sangat tergantung pada produk
pertanian luar. Seperti sayuran dan buah-buahan yang masih didatangkan dari luar daerah.
Industri Pariwisata di Bali sangat sedikit menyerap hasil pertanian masyarakat Bali, yang
cerminan gagalnya sinergitas antara sektor pertanian dan pariwisata. Terlebih, produk pertanian
lokal kurang diminati oleh masyarakatnya sendiri, ini terlihat dari bagaimana upacara keagamaan
di Bali sekarang ini cenderung dimeriahkan oleh buah-buah impor.

Rusaknya saluran irigasi juga turut mendorong tingginya alih fungsi lahan. Kerusakan saluran
irigasi di daerah hulu akibat pembangunan perumahan atau vila menimbulkan banyak lahan kritis
di daerah hilir. Masalah tersebut juga menjadi variable yang mendorong petani untuk menjual
tanahnya karena dianggap tidak produktif lagi. Dorongan kuat juga terjadi di kalangan generasi
muda bali itu sendiri. Keengganan pemuda untuk menggeluti sektor pertanian, sehingga tidak
adanya regenerasi yang berkelanjutan dalam pengelolaan pertanian.

Tidak hanya berakibat pada alih fungsi lahan pertanian. Pengeloaan ruang selama ini yang lebih
condong ke pembangunan menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan yang sangat
memprihatinkan. Misalnya saja daerah sempadan sungai ayung yang dulunya ditumbuhi
pepohonan, kini banyak dibangun fasilitas pariwisata. Pembangunan itu menyebabkan daerah
sempadan sungai ayung menjadi rawan longsor dan banjir. Itu adalah akibat dari menurunnya
daya resap tanah terhadap air hujan yang juga berpengaruh terhadap menurunnya debit air
sungai. Daerah sempadan pantai menjadi area privat sehingga masyarakat pribumi kehilanga hak
untuk menikmati keindahan alamnya sendiri.

Masyarakat Bali tidak berdaulat di tanahnya sendiri, itulah realitas yang hampir sempurna,
karena sebagian sumber daya alam (tanah) pindah kepemilikan dari masyarakat pribumi ke
golongan kapitalis. Begitu besarnya alih fungsi lahan dan berpindahnya kepemilikan lahan di
Bali, bukan hal yang mustahil jikalau lambat laun tanah Bali beserta Budayanya dijual kepada
asing.

Anda mungkin juga menyukai