Penularan penyakit dapat terjadi secara kontak langsung ataupun tidak langsung,
penularan tersebut dapat melalui droplet transmission, dan airborne transmission.
Penularan agen infeksius melalui airborne adalah penularan penyakit yang disebabkan
oleh penyebaran droplet nuclei yang tetap infeksius saat melayang di udara dalam jarak
jauh dan waktu yang lama. Tindakan pencegahan universal merupakan salah satu
startegi yang telah direkomendasikan oleh Centers for Disease Control and Prevention
(CDC) dalam upaya pengendalian infeksi dan penularan penyakit di sarana kesehatan.
Sudah terbukti bahwa ruangan yang dirancang dengan ventilasi yang baik
dengan pembuangan efektif udara yang terkontaminasi, penurunan konsentrasi droplet
nuklei infeksius di dalam ruangan dapat mengurangi risiko infeksi. Kualitas ventilasi
merupakan salah satu faktor utama yang menentukan risiko pajanan di ruangan isolasi.
Karena itu, perlu dipertimbangkan berbagai metode yang tersedia untuk mencapai
ventilasi yang memadai pada ruangan yang digunakan untuk mengisolasi pasien yang
mungkin menderita ISPA yang tertular melalui airborne. Pada pedoman ini, istilah “ruang
Kewaspadaan Transmisi Airborne” digunakan untuk menyatakan suatu ruangan dengan
≥12 ACH dan arah aliran udara yang diharapkan, yang dapat dicapai dengan ventilasi
alami atau mekanis. Ruangan seperti ini dapat digunakan untuk mengisolasi pasien
yang terinfeksi patogen yang ditularkan melalui udara (misalnya, tuberkulosis paru,
campak, cacar air) dan ISPA yang disebabkan oleh agen baru yang dapat menimbulkan
kekhawatiran sebelum cara penularannya diketahui. Ruang Kewaspadaan Transmisi
Airborne dapat diberi ventilasi alami atau mekanis. Sebaliknya, bila suatu ruangan
berventilasi baik (≥12 ACH) tapi aliran udaranya tidak ditentukan, dalam pedoman ini
ruangan tersebut dinamakan “ruang untuk satu pasien yang berventilasi memadai”.
Walaupun standar ventilasi yang memadai di ruang isolasi telah ditetapkan sebesar 12
ACH (1-3), penurunan risiko infeksi yang sebenarnya perlu diteliti lebih lanjut. Yang
terpenting adalah tingkat ventilasi (yaitu, ACH) dalam ruang bila ada kemungkinan
penularan droplet nuklei. Karena kuantitas atau jumlah partikel yang dihasilkan tidak
seragam di fasilitas pelayanan kesehatan, ventilasi yang memadai dapat mengurangi
tetapi tidak menghilangkan risiko infeksi, dan dengan demikian diperlukan APD yang
sesuai.
Jenis ventilasi lingkungan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan metode
ventilasi.
Ada tiga jenis ventilasi utama:
1. Ventilasi mekanis menggunakan kipas untuk mendorong aliran udara melalui
suatu gedung. Ventilasi mekanis dapat dipadukan dengan sistem
pengkondisian dan penyaringan udara sebagaimana yang sering dilakukan
pada sebagian gedung.
2. Ventilasi alami menggunakan cara alami untuk mendorong aliran udara
melalui suatu gedung. Cara alami adalah tekanan angin dan tekanan yang
dihasilkan oleh perbedaan kepadatan antara udara di dalam dan di luar
gedung, yang dinamakan “efek cerobong.”
3. Sistem ventilasi gabungan memadukan penggunaan ventilasi mekanis dan
alami dan memberikan peluang untuk memilih sistem ventilasi yang paling
sesuai berdasarkan kondisi sekitar. Sistem ventilasi ini umumnya digunakan
pada gedung komersial modern dan memerlukan keahlian bidang rancangan
dan konstruksi
Pada ventilasi mekanis, lingkungan tekanan negatif di ruang isolasi diperlukan sebagai
cara menghasilkan aliran udara masuk. Bila tidak ada tekanan negatif, aliran udaranya
terjadi ke berbagai arah, ke dalam dan ke luar ruang isolasi melalui udara yang
berventilasi alami. Namun demikian, ruang Kewaspadaan Transmisi Airborne yang
berventilasi alami dapat dirancang untuk menghasilkan arah aliran udara yang
diharapkan, yaitu dari tempat perawatan pasien ke tempat yang tidak dilalui orang, atau
memungkinkan penguraian cepat udara yang terkontaminasi ke lingkungan sekitar dan
udara terbuka. Pilihan tempat isolasi dan penempatan pasien di dalam ruang isolasi
harus direncanakan dengan teliti dan dirancang untuk lebih mengurangi risiko infeksi
bagi orang-orang di sekitarnya. Saat merancang suatu fasilitas pelayanan kesehatan,
sebaiknya tempat isolasi ditempatkan jauh dari bagian-bagian rumah sakit yang lain dan
dibangun di tempat yang diperkirakan mempunyai karakteristik angin yang baik
sepanjang tahun. Udara harus diarahkan dari tempat perawatan pasien ke tempat
terbuka di luar gedung yang jarang digunakan untuk lalu-lalang orang. Di dalam ruang
Kewaspadaan Transmisi Airborne, pasien harus ditempatkan dekat dinding luar dekat
jendela terbuka, bukan dekat dinding dalam. Gambar 2 memperlihatkan ruang
Kewaspadaan Transmisi Airborne dengan ventilasi alami yang dihasilkan dengan
membuka jendela dan pintu menuju koridor. Pertimbangan lain yang berkaitan dengan
penggunaan ventilasi alami adalah pajanan pasien terhadap vektor artropoda (misalnya,
nyamuk) di daerah endemi. Penggunaan kelambu dan langkah pencegahan vektor
lainnya dapat membantu mengurangi risiko penularan penyakit melalui vektor.
Ruang Isolasi
Koridor
Gambar 1. Ilustrasi arah aliran udara yang diharapkan di ruang isolasi berventilasi
alami yang dirancang dengan benar (dihasilkan dengan membuka
jendela dan pintu di antara ruang isolasi dan koridor)