Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Corporate Social Responsibility (CSR) saat ini sudah tidak asing lagi di

kalangan masyarakat umum, sebagai respon perusahaan terhadap lingkungan

masyarakat. CSR berkaitan dengan tanggung jawab sosial, kesejahteraan sosial

dan pengelolaan kualitas hidup masyarakat. Industri dan korporasi dalam hal ini

berperan untuk mendorong perekonomian yang sehat dengan mempertimbangkan

faktor lingkungan hidup. Melalui CSR perusahaan tidak semata memprioritaskan

tujuannya pada memperoleh laba setinggi-tingginya, melainkan meliputi aspek

keuangan, sosial, dan aspek lingkungan lainnya (Suharto, 2006). Konsep

tanggung jawab perusahaan yang telah dikenal sejak 1970-an, merupakan

kumpulan kebijakan dan praktik yang berhubungan dengan stakeholders, nilai-

nilai, pemenuhan ketentuan hukum, penghargaan masyarakat, lingkungan, serta

komitmen perusahaan untuk berkontribusi dalam pembangunan secara

berkelanjutan.

CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab moral suatu perusahaan

terhadap para stakeholders-nya, terutama komunitas atau masyarakat disekitar

wilayah kerja dan pengoperasian perusahaan. Prinsip moral dan etis perusahaan

dapat terlihat dengan adanya hubungan yang harmonis antara perusahaan tersebut

dengan masyarakat sekitarnya, yakni menggapai hasil terbaik dengan

meminimalisir kerugian bagi kelompok masyarakat lainnya. Hal ini guna

menciptakan sebuah keseimbangan dan pemerataan kesejahteraan sosial ekonomi

Universitas Sumatera Utara


di masyarakat agar kecemburuan sosial tidak lagi berpotensi menjadi sumber

konflik. Sebagai sebuah konsep moral dan etis yang berciri umum, CSR pada

tatanan praktisnya harus dialirkan ke dalam program-program konkrit. Salah satu

bentuk aktualisasi CSR adalah Community Development. Corporate Social

Responsibility (CSR) dipandang sebagai suatu keharusan untuk membangun citra

yang baik dan terpercaya bagi perusahaan. Praktik CSR yang berkelanjutan

sebagai Investasi Sosial (Social Investment) yang berbuah pada lancarnya

operasional perusahaan.

Definisi Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu tindakan atau

konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut)

sebagai bentuk tanggungjawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar tempat

perusahaan itu berada. Contoh bentuk tanggung jawab itu bermacam-macam,

mulai dari melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan

masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak

mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk

desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat

banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada.

Secara umum Corporate Social Responsibility merupakan peningkatan kualitas

kehidupan mempunyai adanya kemampuan manusia sebagai individu anggota

masyarakat untuk menanggapi keadaan sosial yang ada dan dapat dinikmati,

memanfaatkan serta memelihara lingkungan hidup. Atau dengan kata lain

merupakan cara perusahaan mengatur proses usaha untuk memproduksi dampak

positif pada komunitas.

Universitas Sumatera Utara


Dalam konteks pembangunan saat ini, perusahaan tidak lagi dihadapkan

pada tanggung jawab yang berpijak pada aspek keuntungan secara ekonomis

semata, yaitu nilai perusahaan yang direfleksikan dalam kondisi keuangan, namun

juga harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungannya. Perusahaan bukan

lagi sekedar kegiatan ekonomi untuk menciptakan profit demi kelangsungan

usahanya, melainkan juga bertanggungjawab terhadap aspek sosial dan

lingkungannya. Dasar pemikirannya adalah menggantungkan semata-mata pada

kesehatan finansial tidak menjamin perusahaan bisa tumbuh secara berkelanjutan.

Keberlanjutan akan terjamin apabila perusahaan memperhatikan aspek terkait

lainnya, yaitu aspek sosial dan lingkungan (Rudito, Budimanta, Prasetijo: 2004).

Terdapat beberapa contoh kasus, terkait permasalahan yang muncul

dikarenakan perusahaan dalam melaksanakan operasinya kurang memperhatikan

kondisi lingkungan dan sosial di sekitarnya, khususnya perusahaan yang

aktivitasnya berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam. Sebagai contoh,

PT. Freeport Indonesia salah satu perusahaan tambang terbesar di Indonesia yang

berlokasi di Papua, yang memulai operasinya sejak tahun 1969, sampai dengan

saat ini tidak lepas dari konflik berkepanjangan dengan masyarakat lokal, baik

terkait dengan tanah ulayat, pelanggaran adat, maupun kesenjangan sosial dan

ekonomi yang terjadi (Wibisono: 2007). Kasus Pencemaran Teluk Buyat, yaitu

pembuangan limbah ke dasar laut laut yang mengakibatkan tercemarnya laut

sehingga berkurangnya tangkapan ikan dan menurunnya kualitas kesehatan

masyarakat lokal akibat operasional PT. Newmon Minahasia Raya (NMR) tidak

hanya menjadi masalah nasional melainkan internasional (Leimona, Fauzi :2008).

Begitupula konflik hingga tindak kekerasan terjadi akibat pencemaran lingkungan

Universitas Sumatera Utara


dan masalah sosial terkait operasional PT. Caltex Pacific Indonesia (CPI) di

wilayah Duri Provinsi Riau, dimana masyarakat menuntut kompensasi hingga

tingkat DPR pusat terkait dampak negatif operasional perusahaan tersebut

terhadap kondisi ekonomi, kesehatan dan lingkungan yang semakin memburuk

(Mulyadi: 2003).

Jika dilihat dari beberapa kasus diatas, masalah sosial dan lingkungan yang

tidak diatur dengan baik oleh perusahaan ternyata memberikan dampak yang

sangat besar, bahkan tujuan meraih keuntungan dalam aspek bisnis malah berbalik

menjadi kerugian yang berlipat. Oleh karena itu masalah pengelolaan sosial dan

lingkungan untuk saat ini tidak bisa menjadi hal marginal, ditempatkan pada tahap

kuratif atau aspek yang tidak dianggap penting dalam beroperasinya perusahaan.

Tanggungjawab sosial perusahaan atau dikenal dengan istilah Corporate Social

Responsibility (CSR), merupakan aspek penting yang harus dilakukan perusahaan

dalam operasionalnya. Hal tersebut bukan semata-mata memenuhi peraturan

perundang-undangan sebagaimana untuk perusahaan tambang diatur dalam

Undang-undang No 22 tahun 2001, maupun untuk Perseroan Terbatas (PT) diatur

dalam Undang undang No. 40 pasal 74 tahun 2007, melainkan secara logis

terdapat hukum sebab akibat, dimana ketika operasional perusahaan memberikan

dampak negatif, maka akan muncul respon negatif yang jauh lebih besar dari

masyarakat maupun lingkungan yang dirugikan.

Setidaknya terdapat 3 (tiga) alasan penting mengapa perusahaan harus

melaksanakan CSR, khususnya terkait dengan perusahaan ekstraktif (Wibisono:

2007). Pertama, perusahaan merupakan bagian dari masyarakat dan oleh

karenanya wajar bila perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


Perusahaan harus menyadari bahwa mereka beroperasi dalam satu tatanan

lingkungan masyarakat. Kegiatan sosial berfungsi sebagai kompensasi atau upaya

timbal balik atas penguasaan sumber daya alam atau sumber daya ekonomi oleh

perusahaan yang kadang bersifat ekspansif dan eksploratif, disamping sebagai

kompensasi sosial karena timbul ketidaknyamanan pada masyarakat. Kedua,

kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang bersifat

simbiosis mutualisme. Untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat, setidaknya

izin untuk melakukan operasi yang sifatnya kultural. Wajar bila perusahaan juga

dituntut untuk memberikan kontribusi positif kepada masyarakat, sehingga bisa

tercipta harmonisasi hubungan bahkan pendongkrakan citra dan performa

perusahaan. Ketiga, kegiatan CSR merupakan salah satu cara untuk meredam atau

bahkan menghindarkan konflik sosial. Potensi konflik itu bisa berasal akibat dari

dampak operasional perusahaan atau akibat kesenjangan struktural dan ekonomis

yang timbul antara masyarakat dengan komponen perusahaan.

Sebagai sebuah konsep, saat ini CSR menjadi perhatian banyak perusahaan,

CSR akan menjadi sebuah tren global dimana tidak hanya di dunia internasional

tetapi juga di indonesia program CSR akan menjadi sebuah standar perusahaan.

Penerapan CSR tidak lagi dianggap sebagai cost, melainkan investasi perusahaan.

Secara teoritis, The World Business Council for Sustainable Development

(WBCSD) dalam publikasinya Making Good Business Sense (Wibisono, 2007: 7)

mendefenisikan CSR sebagai komitmen dunia usaha untuk terus bertindak secara

etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi,

bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya

sekaligus peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas.

Universitas Sumatera Utara


Memang pada saat ini di Indonesia, praktek CSR belum menjadi suatu

keharusan yang umum, namun dalam abad informasi dan teknologi serta adanya

desakan globalisasi, maka tuntutan terhadap perusahaan untuk menjalankan CSR

akan semakin besar. Tidak menutup kemungkinan bahwa CSR menjadi kewajiban

baru standar bisnis yang harus dipenuhi seperti layaknya standar ISO. Pada akhir

tahun 2008 sudah diluncurkan ISO 26000 on Social Responsibility, sehingga

tuntutan dunia usaha menjadi semakin jelas akan pentingnya program CSR

dijalankan oleh perusahaan apabila menginginkan keberlanjutan dari perusahaan

tersebut.CSR akan menjadi strategi bisnis yang inheren dalam perusahaan untuk

menjaga atau meningkatkan daya saing melalui reputasi dan kesetiaan merek

produk (loyalitas) atau citra perusahaan. Kedua hal tersebut akan menjadi

keunggulan kompetitif perusahaan yang sulit untuk ditiru oleh para pesaing. Di

lain pihak, adanya pertumbuhan keinginan dari konsumen untuk membeli produk

berdasarkan kriteria-kriteria berbasis nilai-nilai dan etika akan merubah perilaku

konsumen di masa mendatang. Implementasi kebijakan CSR adalah suatu proses

yang terus menerus dan berkelanjutan. Dengan demikian akan tercipta satu

ekosistem yang menguntungkan semua pihak (true win win situation), misalnya

konsumen mendapatkan produk unggul yang ramah lingkungan, produsen pun

mendapatkan profit yang sesuai, yang pada akhirnya akan dikembalikan ke tangan

masyarakat secara tidak langsung. Untuk mencapai keberhasilan dalam

melakukan program CSR, diperlukannya komitmen yang kuat, partisipasi aktif,

serta ketulusan dari semua pihak yang peduli terhadap program-program CSR.

Program CSR menjadi begitu penting karena kewajiban manusia untuk

bertanggung jawab atas keutuhan kondisi-kondisi kehidupan umat manusia di

Universitas Sumatera Utara


masa datang. Perusahaaan perlu bertanggung jawab bahwa di masa mendatang

tetap ada manusia di muka bumi ini, sehingga dunia tetap harus menjadi

manusiawi, untuk menjamin keberlangsungan kehidupan kini dan di hari esok.

(Timotheus Lesmana, Eka Tjipta Foundation)

Salah satu program yang menjadi fokus utama adalah program Wirausaha

Muda Mandiri (WMM) yang mampu membuat kegiatan CSR Bank Mandiri

semakin terarah dan sejalan dengan tujuan jangka panjang perusahaan. Program

Wirausaha Muda Mandiri merupakan salah satu tahapan penting untuk

menjadikan Bank Mandiri sebagai Dominant Specialist & Regional Champion

Bank. Program Wirausaha Muda Mandiri ditujukan bagi generasi muda agar dapat

mempersiapkan diri untuk tidak sekedar menjadi pencari kerja namun mampu

menjadi wirausaha yang menciptakan lapangan kerja baru dan menjadi salah satu

pilar penggerak perekonomian bangsa, khususnya di sektor usaha kecil dan

menengah. Program Wirausaha Muda Mandiri telah menjadi tema utama

Corporate Social Responsibility Bank Mandiri.

Program Wirausaha Mandiri merupakan bentuk kepedulian Bank Mandiri

sekaligus dukungan untuk menumbuhkan semangat kewirausahaan di kalangan

mahasiswa dan alumni. Rangkaian program ini terbagi dalam beberapa kegiatan;

seperti sosialisasi modul kewirausahaan, workshop, expo, beasiswa, penghargaan,

beasiswa business plan dan program coaching bisnis Mandiri. Penyelenggaraan

Wirausaha Mandiri pada 2010 berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada

tahun ini, pelatihan kewirausahaan tidak hanya diberikan kepada mahasiswa, tapi

juga kepada para dosen. Tujuannya, memperdalam pemahaman dosen terhadap

materi pada modul kewirausahaan yang telah disusun untuk menjadi referensi

Universitas Sumatera Utara


pengajaran mata kuliah kewirausahaan di perguruan tinggi serta membentuk pola

pikir yang sama dalam memandang kewirausahaan. Pencarian bibit wirausaha

muda baru dilakukan melalui pelaksanaan modul kewirausahaan di PTN/PTS,

pemberian beasiswa wirausaha, pelaksanaan workshop dan penganugerahan.

Sedangkan pembinaan berwirausaha dilakukan melalui pendidikan berwirausaha,

pendampingan berwirausaha dan promosi. Program Wirausaha Muda Mandiri

merupakan salah satu kontribusi Bank Mandiri bagi pertumbuhan ekonomi bangsa

Indonesia, yang diwujudkan secara berkesinambungan dan fokus pada generasi

muda yang merupakan generasi penerus bangsa. Pelaksanaan program ini

dilatarbelakangi dari keprihatinan Bank Mandiri terhadap besarnya jumlah

pengangguran di Indonesia, terutama dari kalangan generasi muda. Jumlah

pengangguran terbuka di Indonesia pada 2007 mencapai 10,5 juta jiwa, lalu

menurun menjadi 9,4 juta jiwa (2008) dan 9,2 juta jiwa (2009).

Banyaknya jumlah pengangguran ini tak lepas dari paradigma berpikir

(mindset) generasi muda yang rata-rata ingin menjadi pegawai, sementara

ketersediaan lapangan kerja di sektor formal sangat terbatas. Hal ini sangat

disayangkan, mengingat kemampuan dan kreativitas generasi muda saat ini sangat

tinggi dan memiliki potensi untuk dikembangkan. Menurut David McClelland,

untuk menjadi negara maju dan makmur, minimal jumlah wirausaha yang

dibutuhkan adalah 2% dari total jumlah penduduk. Amerika Serikat, tahun 2007

memiliki 11,5% entrepreneur, Singapura pada tahun 2005 memiliki 7,2 %

entrepreneur (pengusaha), sedangkan Indonesia hanya memiliki 0,18%

entrepreneur.

Universitas Sumatera Utara


Melalui pelaksanaan program Wirausaha Muda Mandiri yang dimulai sejak

tahun 2007, kami ingin mengajak generasi muda menjadi generasi yang mandiri,

sehingga bukan hanya menjadi generasi pencari kerja namun mampu menjadi

generasi pencipta lapangan pekerjaan. Selain itu juga mewujudkan peranan Bank

Mandiri dalam menggerakkan sektor UMKM sebagai pilar dan penggerak

perekonomian bangsa. Dengan banyaknya penambahan jumlah wirausaha muda,

diharapkan pencapaian 2% jumlah penduduk Indonesia sebagai pengusaha bisa

segera tercapai. Saat ini tercatat baru 0,18% penduduk Indonesia yang menjadi

pengusaha. Terciptanya banyak Wirausaha Muda Mandiri yang tangguh, percaya

diri, dan berintegritas tinggi akan menciptakan lapangan kerja yang sangat

dibutuhkan untuk kemajuan perekonomi Indonesia.

Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana peran Corporate Social

Responsibility (CSR) PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk khususnya program

Wirausaha Muda Mandiri. Sejak tahun 2007 Bank Mandiri telah menunjukkan

banyak kepedulian sosial (Corporate Social Responsibility) kepada masyarakat

dan lingkungan.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk membahas tentang

penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) Program Wirausaha Muda

Mandiri (WMM) yang selama ini telah dilaksanakan oleh PT Bank Mandiri

(persero) Tbk dan minat wirausaha dikalangan Student Entrepreneurship Center

(SEC) Mahasiswa Universitas Sumatera Utara dalam proposal penelitian yang

berjudul “Program Seminar Wirausaha Mandiri dari PT. Bank Mandiri, Tbk

Dalam Menumbuhkan Minat Berwirausaha di Kalangan Mahasiswa

Universitas Sumatera Utara”.

Universitas Sumatera Utara


I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka

dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut : “bagaimana Program Seminar

Wirausaha Mandiri Sebagai Bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) PT.

Bank Mandiri, Tbk Menumbuhkan Minat Berwirausaha Di Kalangan Mahasiswa

Universitas Sumatera Utara”

I.3. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup yang terlalu luas sehingga menghasilkan

uraian yang sistematis, maka peneliti membatasi masalah yang diteliti.

Pembatasan masalah ditujukan agar ruang lingkup penelitian dapat lebih jelas,

terarah sehingga tidak mengaburkan penelitian. Adapun pembatasan masalah

yang akan diteliti adalah:

a. Penelitian terbatas pada Seminar Wirausaha Mandiri, Program Corporate

Social Responsibility (CSR) PT. Bank Mandiri, Tbk

b. Minat berwirausaha di kalangan Mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang

telah mengikuti Seminar Wirausaha Mandiri.

I.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

I.4.1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui efektifitas Seminar Wirausaha Mandiri, Program

Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Bank Mandiri, Tbk.

b. Ingin mengetahui bagaimana tanggapan, dan minat berwirausaha dikalangan

Universitas Sumatera Utara


Mahasiswa Universitas Sumatera Utara setelah mengikuti program Seminar

Wirausaha Mandiri dari PT. Bank Mandiri, Tbk.

I.4.2. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian adalah :

a. Secara teoritis, penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan dan

memperluas wawasan peneliti mengenai Ilmu Komunikasi khususnya tentang

Corporate Social Resposiblity (CSR) sebagai bagian dari Ilmu Komunikasi.

b. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah

penelitian di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU khususnya mengenai

Corporate Social Responsibility (CSR) dan juga diharapkan dapat

memeberikan sumbangan pemikiran bagi pembacanya.

c. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi/masukan yang positif bagi perusahaan yang menjalankan program

Corporate Social Responsibility (CSR).

I.5. Kerangka Teori

Sebelum melakukan penelitian, seorang peneliti perlu menyusun suatu

kerangka teori sebagai pedoman dasar berpikir dan berfungsi untuk mendukung

kegiatan analisa variable-variabel yang diteliti. Hal itu sangat berkaitan dengan

pengertian teori yaitu serangkaian asumsi, konsep, kontrak, definisi, dan proposi

untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara

merumuskan hubungan antar konsep (Singarimbun, 1995:57).

Universitas Sumatera Utara


Menurut Kerlinger menyatakan teori merupakan himpunan konstuk

(konsep), definisi dan preposisi yang mengemukakan pandangan sistematis

tentang gejala dengan menjabarkan relasi diantara variabel, untuk menjelaskan

dan meramalkan gejala tersebut (Rakhmat, 2004 : 6). Dengan adanya kerangka

teori peneliti akan memiliki landasan dalam menemukan tujuan arah

penelitiannya. Adapun teori-teori yang dianggap relevan dalam penelitian ini

adalah Teori Laswell, Public Relations, dan Corporate Social Responsibility

(CSR).

I.5.1. Teori Laswell

Salah satu tokoh penting dalam sejarah awal ilmu komunikasi di

Amerika adalah Harold Lasswell. Diktum Lasswell akan selalu diingat oleh

mereka yang pernah sedikit belajar ilmu politik atau ilmu komunikasi – karena

sesungguhnya Harold Lasswell adalah ilmuwan politik-; “Who says what, to

whom, to which channel and with what effect”. Inilah diktum yang akan selalu

diingat sebagai suatu model teori komunikasi yang linier, yang ia temukan dari

hasil pengamatan dan praktek yang ia lakukan sepanjang masa perang dunia

pertama dan kedua.

Pada tahun 1926, Harold Lasswell menulis disertasinya yang berjudul

“Propaganda Technique in the World War” yang menyebutkan sejumlah program

propaganda yang bervariasi mulai dari konsep sebagai strategi komunikasi politik,

psikologi audiens, dan manipulasi symbol yang diambil dari teknis propaganda

yang dilakukan oleh Jerman, Inggris, Perancis dan Amerika.

Universitas Sumatera Utara


Sebenarnya kata propaganda sendiri merupakan istilah yang netral. Kata

yang berasal dari bahasa Latin “to sow” yang secara etimologi berarti:

“menyebarluaskan atau mengusulkan suatu ide” (to disseminate or propagate an

idea). Namun dalam perkembangannya kata ini berubah dan mengandung

konotasi negatif yaitu pesan propaganda dianggap tidak jujur, manipulatif, dan

juga mencuci otak . Pada perkembangan awal ilmu komunikasi, propaganda

menjadi topik yang paling penting dibahas pada masa itu, namun anehnya setelah

tahun 1940-an, analisis propaganda ini menghilang dari khasanah ilmu-ilmu

social di Amerika. Sebagai penggantinya muncullah istilah seperti komunikasi

massa (mass communication) atau penelitian komunikasi (communication

research), menggantikan istilah propaganda atau opini publik untuk menjelaskan

pekerjaan peneliti komunikasi.

Lasswell sendiri memberikan definisi atas propaganda sebagai

“manajemen dari tingkah laku kolektif dengan cara memanipulasi sejumlah

simbol signifikan”. Untuknya definisi ini tidak mengandung nilai baik atau buruk,

dan penilaiannya sangat bergantung pada sudut pandang orang yang

menggunakannya. Sementara itu ahli lain (Petty & Cacioppo 1981) menyebut

propaganda sebagai usaha “untuk mengubah pandangan orang lain sesuai yang

diinginkan seseorang atau juga dengan merusak pandangan yang bertentangan

dengannya”. Dalam pengertian ilmu komunikasi, baik propaganda maupun

persuasi adalah kegiatan komunikasi yang memiliki tujuan tertentu (intentional

communication), dimana si sumber menghendaki ada perilaku yang berubah dari

orang lain untuk kepentingan si sumber, tapi belum tentu menguntungkan kepada

orang yang dipengaruhi tersebut. Jadi propaganda lebih menunjuk pada kegiatan

Universitas Sumatera Utara


komunikasi yang satu arah, sementara persuasi lebih merupakan kegiatan

komunikasi interpersonal (antar individu), dan untuk itu mengandalkan adanya

tatap muka berhadap-hadapan secara langsung. Dengan demikian sebenarnya

propaganda adalah persuasi yang dilakukan secara massal.

Lasswell juga terlibat dalam proyek perang dunia II dengan melakukan

analisa isi terhadap pesan-pesan propaganda yang dilakukan oleh pihak sekutu.

Dengan analisa tersebut Lasswell bermaksud hendak meningkatkan kemampuan

dan metodologi propaganda yang dilakukan pada masa itu. Dengan kata lain,

Lasswell tak cuma menganalisa propaganda tapi ia juga menciptakan propaganda

lain, menghasilkan para murid yang ahli propaganda untuk membantu pemerintah

Amerika dalam mengembangkan propaganda dan program intelijen dari

pemerintah.

Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat dilaksanakan

secara efektif, maka kita dapat mengutip model komunikasi dari Harold Lasswell

dalam karyanya The Structure And Function Of Communication In Society

menyatakan bahwa cara yang terbaik untuk menerangkan proses komunikasi

adalah menjawab pertanyaan: Who Says What In Which Channel To Whom With

What Effect (Siapa Mengatakan Apa Melalui Saluran Apa Kepada Siapa Dengan

Efek Apa). Berdasarkan paradigma Laswell di atas, maka komunikasi berarti

proses penyampaian pesan dari seorang komunikator kepada seorang komunikan

melaui media komunikasi tertentu untuk menghasilkan efek tertentu. Dewasa ini

sangat beragam jenis media komunikasi yang beredar di masyarakat, yang dapat

dipergunakan dalam kegiatan berkomunikasi.

Universitas Sumatera Utara


I.5.2. Public Relations

Istilah Public Relations pertama kali dikenalkan oleh Ivy Ledbetter Lee

pada tahun 1906, dan Lee disebut sebagai bapak PR sedunia. Public Relations

atau yang biasa disebut dengan Hubungan Masyarakat (HUMAS) merupakan

sebagai alat perantara anatara pimpinan organisasi dengan publiknya, baik dalam

upaya membina hubungan masyarakat internal maupun eksternal. Sebagai publik,

mereka berhak mengetahui rencana kebijaksanaan, aktivitas, program kerja dan

rencana-rencana usaha suatu organisasi/perusahaan berdasarkan keadaan,

harapan-harapan, keinginan-keinginan publik sebagai sasarannya (Ruslan,

2002:16).

Edward L. Bernays mendefinisikan public relations merupakan sebuah

profesi yang berkenaan dengan relasi-relasi sebuah unit dengan publik atau

publik-publiknya yang merupakan relasi yang menjadi dasar berlangsungnya

kehidupan (Iriantara 2004 : 43). Tujuan aktivitas Public Relation yang dijalankan

organisasi adalah membangun pemahaman public terhadap organisasi sehingga

dapat terbangun hubungan yang baik antara organisasi dengan publiknya dan

terpelihara pulalah citra organisasi tersebut.

Onong Uchjana Effendy (2003 : 132) mengemukakan ciri-ciri Public

Relations sebagai berikut :

- Komunikasi yang dilancarkan berlangsung dua arah secara timbal balik.

- Kegiatan yang dilakukan terdiri atas penyebaran informasi, penggiatan

persuasi, dan pengkajian pendapat umum.

- Tujuan yang hendak dicapai adalah tujuan perusahaan.

- Sasaran yang hendak dituju adalah khalayak didalam dan diluar perusahaan.

Universitas Sumatera Utara


- Efek yang diharapkan adalah terbinanya hubungan yang harmonis antara

perusahaan dan khalayak

Berdasarkan ciri-ciri public relations tersebut jelas bahwa public relations

mendukung tercapainya tujuan perusahaan yang melibatkan seluruh komponen

perusahaan yang bersangkutan baik ke dalam maupun keluar.

I.5.3 . Corporate Social Responsibility (CSR)

Istilah CSR mulai digunakan sejak tahun 1970an dan populer terutama

setelah kehadiran buku Cannibals With FORKS : The Tripple Bottom Line in 21th

Century Business (1988) karya John Elkington menegembangkan 3 komponen

penting suistainable development, yakni economic growth, environmental

protection dan social equity, yang digagas “The World Commision On

Environmental and Development (WCED)” dalam “Brundtland Report” (1987),

Elkingston mengemas CSR dalam 3 (tiga) fokus yakni 3P, singkatan dari profit,

planet dan people. Perusahaan yang baik tidak hanya mengejar keuntungan

ekonomi belaka (profit) melainkan pula memiliki kepedulian terhadap

ketertarikan lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people).

Secara umum Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan

peningkatan kualitas kehidupan kemampuan manusia sebagai individu anggota

masyarakat untuk menanggapi keadaan sosial yang ada dan dapat dinikmati,

memanfaatkan serta memelihara lingkungan hidup atau dengan kata lain

merupakan cara perusahaan mengatur proses usaha untuk memproduksi dampak

positif pada komunitas atau citra yang baik.

Universitas Sumatera Utara


Salah satu definisi CSR Asia berbunyi “Corporate Social Responsibility

adalah komitmen perusahaan untuk beroperasi secara berkelanjutan berdasarkan

prinsip ekonomi, sosial dan lingkungan serasa menyeimbangkan beragam

kepentingan para stakeholders” (Ruslan : 1999). Chambei et.al mendefinisikan

CSR sebagai “melakukan tindakan sosial (termasuk lingkungan hidup) lebih dari

batas-batas yang dituntut peraturan perundang-undangan”. Yang sering dipakai

adalah definisi World Business Council For Sustanable Development, yang

menyatakan bahwa CSR adalah komitmen berkelanjutan dari bisnis untuk

berperilaku etis dan berkontribusi bagi pembangunan ekonomi, sekaligus

meningkatkan kualitas hidup karyawannya beserta keluarga, serta masyarakat

lokal ataupun masyarakat luas (Teguh : Majalah SWA edisi 19 : 12). Kegiatan

CSR yang dikelola Bank Mandiri semuanya dilakukan demi kesejahteraan

masyarakat disekitar perusahaan dan demi dampak jangka panjang yaitu

terbentuknya citra positif perusahaan di mata masyarakat.

I.6. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis

dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai. Dengan

kerangka konsep akan menuntun peneliti dalam merumuskan hipotesis (Nawawi,

1995 : 40).

Kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam menguraikan

perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari masalah yang akan

diuji kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat ditliti secara empiris, maka harus

Universitas Sumatera Utara


dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel. Variabel-variabel yang

akan digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Varaiabel Bebas

Variabel bebas (independent variabel) adalah sejumlah gejala atau faktor

atau unsur yang menentukan atau mempengaruhi ada atau munculnya gejala

atau faktor atau unsur lain (Nawawi, 1995 : 56).

2. Variabel Terikat

Variabel terikat (dependent variabel) adalah sejumlah gejala atau faktor

maupun unsur yang ada atau muncul dipengaruhi atau ditentukan adanya

variabel bebas dan bukan karena adanya variabel lain (Nawawi, 1995 : 37).

I.7. Model Teoritis

Variabel-variabel yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep akan

dibentuk menjadi suatu model teoritis sebagai berikut :

Varaibel Bebas (X) Varaibel Bebas (Y)

Seminar Wirausaha Mandiri Minat berwirausaha


dikalangan Mahasiswa
USU

Gambar 1 Model Teoritis

Varaibel Bebas (X)

Seminar Wirausaha Mandiri, Program Corporate Social Responsibility (CSR)

Bank Mandiri.

Variabel Terikat (Y)

Minat berwirausaha di kalangan Mahasiswa USU

Universitas Sumatera Utara


I.8. Variabel Operasional

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep diatas, maka dibuat

operasional variabel yang berfungsi untuk kesamaan dan kesesuaian dalam

penelitian sebagai berikut :

Variabel Teoritis Variabel Operasional

Variabel Bebas (X) 1. Komunikator

Seminar Wirausaha Mandiri, Program - Kredibilitas

Corporate Social Responsibility (CSR) Bank - Daya tarik

Mandiri 2. Pesan

- Credibility

- Context

- Content

- Clearity

- Continuity dan Consistency

- Channel of Distribution

- Capability of Audience

Variabel Terikat (Y) 1. Perhatian

Minat berwirausaha dikalangan Mahasiswa - Daya tanggap

USU - Kepercayaan

- Pemahaman

- Dimengerti

2. Minat

- Rasa suka/senang

- Rasa tertarik

- Sumber motivasi

- Harapan

Universitas Sumatera Utara


I.9. Defenisi Variabel Operasional

Defenisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang konsep

yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep. Defenisi operasional adalah

suatu petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara untuk mengukur variabel-

variabel. Defenisi operasional juga merupakan suatu informasi alamiah yang amat

membantu peneliti lain yang akan menggunakan variabel yang sama

(Singarimbun, 1995 : 46). Defenisi operasional variabel-variabel dalam penelitian

ini adalah :

A. Variabel Bebas (Seminar Wirausaha Mandiri, Program Corporate Social

Responsibility (CSR) Bank Mandiri)

1. Komunikator:

- Kredibilitas yaitu penilaian yang baik dimata khalayak dimana

seorang harus mampu menunjukkan kemampuan terbaiknya sebagai

seorang nara sumber/pembicara .

- Keahlian, yaitu keahlian yang dimiliki oleh nara

sumber/pembicara

- Penampilan dan Kerapian, yaitu penampilan dan kerapian fisik

seorang nara sumber/pembicara .

- Daya tarik yaitu dilihat dari segi fisik dan penampilan serta memiliki

kewibaan dan karisma yang melekat pada diri seorang nara

sumber/pembicara .

Universitas Sumatera Utara


2. Pesan:

- Credibility, yaitu memulai komunikasi dengan membangun

kepercayaan.

- Context, yaitu komunikasi harus sesuai dengan tema kewirausahaan.

- Content, yaitu pesan harus mempunyai arti/manfaat.

- Clearity, yaitu pesan disusun dalam bahasa sederhana.

- Continuity dan Consistency, yaitu proses komunikasi adalah proses

yang tidak pernah berakhir dan harus ada pengulangan.

- Channel, yaitu media yang digunakan sebagai saluran untuk

menyampaikan isi pesan.

- Capability, yaitu kemampuan khalayak dalam mencerna isi pesan.

B. Variabel Terikat (Minat berwirausaha dikalangan Mahasiswa USU).

1. Perhatian, yaitu atensi yang diberikan oleh responden pada saat

mengikuti seminar wirausaha mandiri.

- Daya tanggap, merupakan respon yang diberi oleh peserta seminar

terhadap pemaparan pembicara

- Kepercayaan, yaitu keyakinan atas pesan dan materi yang

disampaikan oleh pembicara.

- Pemahaman, yaitu peserta paham akan pesan-pesan yang disampaikan

oleh pembicara

Universitas Sumatera Utara


2. Minat, yaitu suatu keinginan yang kuat atau ketertarikan terhadap Seminar

Wirausaha Mandiri yang timbul setelah mengikuti seminar wirausaha

mandiri.

- Rasa suka/senang, yaitu kesukaan atau kesenangan seseorang terhadap

suatu objek yang dipilih.

- Rasa tertarik, yaitu kecenderungan untuk mencari objek atau aktifitas

yang disenangi tanpa ada orang yang menyuruh.

- Sumber motivasi, yaitu suatu dorongan dalam diri seseorang untuk

melakukan apa yang mereka inginkan.

- Harapan, merupan keinginan yang timbul terhadap suatu pilihan dari

suatu objek.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai