Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Diabetes Melitus


2.1.1. Definisi
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis progresif yang

ditandai dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme

karbohidrat, lemak dan protein (Joys & Jane, 2014). Menurut Ali

Maghfuri (2016) Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia

kronik yang disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan pada

pankreas yang tidak dapat menghasilkan insulin sesuai dengan kebutuhan

tubuh atau ketidakmampuan dalam memecah insulin yang menimbulkan

berbagai komplikasi.
2.1.2. Klasifikasi Diabetes Melitus
Menurut Ali Maghfuri (2016) Diabetes Melitus di klasifikasikan ke

dalam 4 kategori klinis yaitu:


1) Diabetes Tipe 1, Insulin-Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
IDDMadalah penyakit hiperglikemia akibat ketidakabsolutan insulin,

pengidap penyakit itu harus mendapat insulin pengganti, IDDM

disebabkan oleh destruksi autoimun karena infeksi, biasanya virus

atau respons autoimun secara genetic pada orang yang terkena.

Faktor-faktor resiko DM Tipe I


a) Faktor genetik
b) Faktor imunologi
c) Faktor lingkungan : virus/toksin
d) Penurunan sel beta: proses radang, kegagalan pankreas,

pembedahan.
e) Infeksi lain yang tidak berhubungan langsung
2) Diabetes Tipe 2, Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus

(NIDDM)
NIDDM disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi

insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk

merangkum pengambilan glukosa oleh gangguan perifer dan untuk

menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak mampu

mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya.


Faktor-faktor resiko DM Tipe II
a) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia >

65 tahun)
b) Obesitas
c) Riwayat keluarga
d) Gaya hidup
3) Diabetes Tipe Lain
Beberapa diabetes tipe lain seperti defek genetic fungsi del beta,

defek kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati,

karena obat/zat kimia, infeksi, penyebab imunologi yang jarang, dan

sindrom genetic lain yang berkaitan dengan DM.


4) Diabetes Melitus Gestasional (DMG)
Diabetes yang terjadi pada saat kehamilan ini adalah intoleransi

glukosa yang mulai timbul atau menular diketahui selama keadaan

hamil. Oleh karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormone

disertai pengaruh metabolik terhadap glukosa, maka kehamilan

merupakan keadaan peningkatan metabolik tubuh dan hal ini

berdampak kurang baik bagi janin.


2.1.3. Penyebab Diabetes Melitus
1) Virus dan bakteri
Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta virus/bakteri

merusak sel, juga bisa merusak autoimun dalam sel beta.


2) Bahan toksik atau beracun
Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung

adalah aloksan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozocting (produk

dari sejenis jamur. Bahan lain adalah sianida berasal dari singkong.
3) Genetik/faktor keturunan
Para ahli kesehatan menyebutkan penyakit DM merupakan penyakit

yang terpaut kromosom seks atau kelamin. Biasanya laki-laki

menjadi penderitanya sedangkan kaum perempuan sebagai pihak

pembawa gen untuk diwariskan pada anak-anaknya.


(Ali Maghfuri, 2016)
2.1.4. Patofisiologi Diabetes Melitus
Sebagian besar patologi diabtes melits dapat dihubungkan dengan efek

utama kekurangan insulin, yaitu sebagai berikut.


1. Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh yang

mengakibatan peningkatan konsentrasi glukosa darah samap setinggi

300 sampai 1.200 mg per 100 ml. Insulin berfungsi membawa

glukosa ke sel dan menyimpanbya sebaai glikogen. Sekresi insulin

noermalnya terjadi dalam dua fase yaitu (a) fase 1, terjadi dalam

beberapa menitsetelag suplai glukosa dan kemudian melepaskan

cadangan isnulin yang disimpan dalam sel , dan (b) fase 2,

merupakan peleasan insulin yang baru disintess dalam beberapa jam

setelah makan. Pada DM tipe-2, pelepasan insulin fase 2 sangat

terganggu (Brashers,V.i..,2008).
2. Peningkatan mobilisasi lemak dan daerah penyimpanan lemak

sehingga menyebabkan kelainan metabolism lemak maupun

pengendapan lemak pada dinding vaskuler.


3. Pengurangan peortein dakam jaringan tubuh.

2.1.5. Tanda Dan Gejala Diabetes Melitus


1) Banyak kencing (poliuria)
Oleh karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan

menyebabkan banyak kencing.


2) Banyak minum (polidipsia)
Oleh karena sering kencing maka memungkinkan sering haus dan

banyak minum.
3) Banyak makan (polifagia)
Penderita diabetes mellitus mengalami keseimbangan kalori negatif,

sehingga timbul rasa lapar yang sangat besar.


4) Penurunan berat badan dan rasa lemah
Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam

sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan

tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil

dari cadangan lain, yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita

kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.

(Ali Maghfuri, 2016)

2.1.6. Komplikasi Diabetes Melitus


1) Mata: retinopati diabetic, katarak.
2) Ginjal: glomerulosklerosis intrakapiler, infeksi.
3) Saraf: neuropati perifer, neuropati kranial, neuropati otonom.
4) Kulit: dermopati diabetik, nekrobiosis lipoidika diabetikorum,

kandidiasis, tukak kaki dan tungkai.


5) Sisitem kardioaskular: penyakit jantung dan gangrene pada kaki.
6) Infeksi tidak lazim: fasilitis dan myositis nekrotikans, meningitis

mucor, kolesistitis emfisematosa, otitis eksterna maligna.

(Ali Maghfuri, 2016)

2.1.7. Penetalaksanaan Diabetes Melitus


Menurut Smeltzer dan Bare (2015), tujuan utama penatalaksanaan terapi

pada Diabetes Melitus adalah menormalkan aktivitas insulin dan kadar


glukosa darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk

menghindari terjadinya komplikasi.


Tatalaksana diabetes terangkum dalam 4 pilar pengendalian diabetes

yaitu:
a) Edukasi
Penderita diabetes perlu mengetahui seluk beluk penyakit diabetes,

dengan mengetahui faktor resiko diabetes, proses terjadinya diabetes,

gejala diabetes, komplikasi penyakit diabetes, serta pengobatan

diabetes, penderita diharapkan dapat lebih menyadari pentingnya

pengendalian diabetes, meningkatkan kepatuhan gaya hidup sehat

dan pengobatan diabetes, penderita perlu menyadari bahwa mereka

mampu menanggulangi diabetes, dan diabetes bukanlah suatu

penyakit yang di luar kendalinya. Terdiagnosis sebagai penderita

diabetes bukan akhir dari segalanya. Edukasi (penyuluhan) secara

individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah

merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil.

b) Pengaturan makan (Diit)


Pengaturan makan pada penderita diabetes bertujuan untuk

mengendalikan gula darah, tekanan darah, kadar lemak darah, serta

berat badan ideal. Dengan demikian, komplikasi diabetes dapat

dihindari, sambil tetap mempertahankan kenikmatan proses makan

itu sendiri. Pada prinsipnya, makanan perlu dikonsumsi teratur dan

disebar merata dalam sehari. Seperti halnya prinsip sehat umum,

makanan untuk penderita diabetes sebaiknya rendah lemak terutama

lemak jenuh, kaya akan karbohidrat kompleks yang berserat


termasuk sayur dan buah dalam porsi yang secukupnya, serta

seimbang dengan kalori yang dibutuhkan untuk aktivitas sehari-hari

penderita.
c) Olahraga / latihan jasmani
Pengendalian kadar gula, lemak darah, serta berat badan juga

membutuhkan aktivitas fisik teratur. Selain itu, aktivitas fisik juga

memiliki efek sangat baik meningkatkan sensitivitas insulin pada

tubuh penderita sehingga pengendalian diabetes lebih mudah

dicapai. Porsi olahraga perlu diseimbangkan dengan porsi makanan

dan obat sehingga tidak mengakibatkan kadar gula darah yang terlalu

rendah. Panduan umum yang dianjurkan yaitu aktivitas fsik dengan

intensitas ringan selama 30 menit dalam sehari yang dimulai secara

bertahap. Jenis olahraga yang dianjurkan adalah olahraga aerobic

seperti berjalan, berenang, bersepeda, berdansa, berkebun, dll.

Penderita juga perlu meningkatkan aktivitas fisik dalam kegiatan

sehri-hari seperti lebih memilih naik tangga dari pada naik lift, dll.

Sebelum olahraga, sebaiknya penderita diperiksa dokter sehingga

penyulit seperti tekanan darah yang tinggi dapat diatasi sebelum

olahraga dimulai.
d) Obat / terapi farmakologi
Obat oral ataupun suntukan perlu diresepkan dokter apabila gula

darah tetap tidak terkendali setelah 3 bulan penderita mencoba

menerapkan gaya hidup sehat dia atas. Obat juga digunakan atas

pertimbangan dokter pada keadaan-keadaan tertentu seperti pada


komplikais akut diabetes atau pada keadaan kadar gula darah yang

terlampau tinggi.
2.1.8. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan radiologi
Foto polos, scan tulang, MRI, ultrasonografi, atau kombinasi

beberapa modalitas ini dapat digunakan untuk memeiksa kelenjar

paratiroid dan mengevaluasi perubahan tulang yang terjadi akibat

penyakit kelenjar paratiroid.


a. Glukosa darah: meningkat 200-100 mg/Dl, atau lebih.
b. Aseton plasma (keton): positif secara mencolok
c. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
d. Osmolalitas serum: meningkat tetapi biasanya kurang dari

330 mOsm/l
2) Hemoglobin glikosilat: kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari

normal yang mencerminkan kontril DM yang kurang selama 4 bulan

terakhir (lama hidup SDM) dan karenanya sangat bermanfaat dalam

membedakan DKA dengan kontrol tidak adekuat versus DKA yang

berhubungan dengan insiden.


3) Gas darah arteri: biasanya menunjukkan pH rendah da penurunan

HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis

respiratorik.
4) Trombosit darah: Ht mungkin meningkat (dehidrasi);

leukositosis, hemokonsentrasi, merupakan respons terhadap stres

atau infeksi.
5) Ureum/keratinin: mungkin meningkat atau normal

(dehidrasi/penurunan fungsi ginjal)


6) Amilase darah: mungkin meningkat yang mengindikasikan

adanya pankreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.


7) Insulin darah: mungkin menurun/bahka sampai tidak ada (pada

tipe 1) atau normal sampai tinggi (tipe 2) yang mengindikasikan


insufisiensi insulin/gangguan dalam penggunaannya

(endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder

terhadap pembentukan antibodi (autoantibodi).


8) Pemeriksaan fungsi tiroid: peningkatan aktivitas hormon tiroid

dapat meningkatkan glukosadarah dan kebutuhan akan insulin.


9) Urine: gula dan aseton positif; berat jenis dan osmolalitas

mungkin meningkat.
10) Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya infeksi pada

saluran kemih, infeksi pernapasan dan infeksi pada luka (Doenges E.

Marilynm, 2000).

2.2. Konsep Dasar Gangren


2.2.1. Definisi
Gangren adalah jaringan nekrosis atau jaringan mati yang disebabkan

oleh adanya emboli pembuluh darah besar arteri pada bagian tubuh

sehingga suplay darah terhenti, Dapat terjadi sebagai akibat proses

inflamasi yang lama , perlukaan (digigit serangga, kecelakaan kerja atau

terbakar), proses degeneratif (arteriosklerosis) atau gangguan metabolik

diabetes mellitus (Rosari, 2014).


2.2.2. Etiologi
Penyebab kejadian gangren adalah multifaktor atau terdapat tiga faktor

utama yang menyebabkan terjadinya lesi kaki pada diabetes, yaitu

neuropati, angiopati, dan peningkatan faktor resiko infeksi pada

penderita.
1) Neuropati perifer
Neuropati perifer adalah suatu komplikasi kronik dari diabetes

dimana syaraf-syaraf telah mengalami kerusakan sehingga kaki

pasien menjadi baal (tidak merasakan sensasi) dan tidak merasakan

adanya tekanan, injuri/trauma, atau infeksi. Neuropati biasanya


bukan komplikasi mematikan tetapi berperan besar dalam morbiditas

(Genna, 2003 dalam Anik Maryunani, 2013).


2) Angiopati
Angiopati adalah penyempitan pembuluh darah pada penderita

diabetes. Pembuluh darah besar atau kecil pada penderita diabetes

mellitus mudah menyempit dan tersumbat oleh gumpalan darah.

Apabila sumbatan terjadi di pembuluh darah sedang/besar pada

tungkai, maka tungkai akan mudah mengalami gangren diabetik,

yaitu luka pada kaki yang merah kehitaman dan berbau busuk.

Meningkatnya kadar gula dalam darah dapat menyebabkan

pengerasan, bahkan kerusakan pembuluh darah arteri dan kapiler.

Hal ini menyebabkan berkurangnya asupan nutrisi dan oksigen ke

jaringan, sehingga timbul risiko terbentuknya nekrotik [CITATION

Mar13 \l 1033 ].
3) Peningkatan faktor resiko infeksi pada penderita
Hiperglikemia akan mengganggu kemampuan leukosit khusus yang

berfungsi untuk menghancurkan bakteri. Dengan demikian, pada

pasien diabetes mellitus yang tidak terkontrol akan terjadi penurunan

retensi terhadap infeksi tertentu. Proses timbulnya ulkus kaki

diabetik pada kaki dimulai dari cidera lunak pada jaringan lunak

kaki, pembentukan fisura antara jari-jari kaki atau di daerah kulit,

atau pembentukan sebuah kalus. Cidera tidak dirasakan oleh klien

yang kepekaan kakinya sudah hilang dan bisa berupa cidera termal

(misalnya, menggunakan bantal pemanas, tidak menggunakan alas

kaki, memeriksa air panas untuk mandi dengan menggunakan kaki),


cidera kimia (misalnya, membuat kaki terbakar pada saat

menggunakan preparat kaustik untuk menghilangkan kalus, veruka,

atau bunion), atau cidera traumatik (misalnya, melukai kulit ketika

menggunting kuku, menginjak benda asing dalam sepatu tanda

disadari atau mengenakan sepatu atau kaos kaki yang tidak pas.

Cidera atau fisura tersebut dapat berlangsung tanpa diketahui sampai

terjadi infeksi yang serius. Pengeluaran nanah, pembengkakan,

kemerahan (akibat selulitis) atau gangren pada tungkai, biasanya

merupakan tanda pertama masalah kaki pada klien diabetes mellitus

(Brunner & Suddarth, 2012).


2.2.3. Klasifikasi
Menurut Brunner & Suddarth, (2012) ada beberapa klasifikasi gangrene

diabetik diantaranya adalah:


1) Gangren Kering
Penyumbatan arteri terjadi secara bertahap, mula-mula terlihat

anemis lama-lama akan menjadi mummifikasi. Akhirnya pada

bagian ekstremitas akan menyusut, layu, dan berwarna hitam. Jika

permukaan kulit tidak rusak, biasanya tidak akan terkena infeksi.

Bantuknya khas dan merupakan akibat penutupan arteri yang

perlahan-lahan tetapi progresif.

2) Gangren Basah
Merupakan akibat penutupan arteri yang mendadak terutama pada

anggota bawah dimana aliran darah sebelumnya mencukupi. Daerah

yang terkena ditandai dengan bercak-bercak dan bengkak. Kulit

sering kali menjadi melepuh dan infeksi sering kali terjadi melalui

daerah yang baru saja mengalami epidermopiosis. Sifat khusus


gangren basah adalah disebabkan oleh infeksi sehingga terdapat

beberapa tingkatan infeksi kemerahan, pembengkakan, dan edema

yang progresif pada daerah yang terkena pada jaringan yang nekrotik

karena pembentukan gas oleh mikroorganisme.


2.2.4. Derajat kaki gangrene
Berdasarkan berat ringannya lesi, kelainan kaki diabetes dibagi menjadi

enam derajat menurut Maryunani (2014) yaitu:


1) Grade 0 : tidak ada lesi yang terbuka, (dengan kata lain

kulit utuh, tetapi ada kelainan bentuk kaki akibat neuropati).


2) Grade 1 : ulkus/luka superfisial terbatas pada kulit
3) Grade 2 : ulkus/luka dalam sampai menembus tendon atau

tulang
4) Grade 3 : ulkus/luka dalam dengan abses, osteomyelitis

atau sepsis persendian


5) Grade 4 : gangrene setempat, ditelapak kaki atau tumit

(dengan kata lain gangrene jari kaki bagian distal kaki, dengan/tanpa

selulitis)
6) Grade 5 : gangrene pada seluruh kaki atau sebagian tungkai

bawah

2.2.5. Manifestasi Klinis


Menurut Fontain, kaki diabetes adalah suatu penyakit pada penderita

diabetes dibagian kaki dengan gejala dan tanda sebagai berikut :


a. Sering kesemutan (asimtomatus)
b. Klaudikasio intermitten (jarak tempuh menjadi lebih pendek)
c. Nyeri saat istirahat
d. Kerusakan jaringan (nekrosis,ulkus)

Gejala kaki diabetes dimulai dengan adanya perubahan kalus

(pengerasan). Perubahan ini penting untuk mengetahui apakah

penebalan kalus disertai infeksi pada jaringan di bawahnya karena,


kalau neuropati penderita diabetes tidak akan merasakan nyeri

[ CITATION Mis06 \l 1033 ].

2.2.6. Patofisiologi Gangren

Diabetes Melitus
Trauma Kelainan Vaskuler
Neuropati

Motorik Sensorik Otonomik Mikrovaskuler Makrovaskuler


- Kelemahan Kehilang -Keringat -penurunan/ Arterosklerosis
otot/atropi an berkurang penipisan /penyumbatan
- Deformitas sensasi - kulit kering struktur dinding pembuluh
- Stress pada rusak dan membran kapiler darah
abnormal ekstremit timbul fisura darah besar/iskemia
- Tekanan as/traum - penurunan - peningkatan
Osteoarthropati Penurunan respon Berkurangnya
berlebih pada a tidak syaraf simpatik aliran darah
imun terhadap
plantar terasa (perubahan menyebabkan nutrisi pada aliran
infeksi
- Terjadi regulasi aliranUlserasi kaki
neuropati edema darah kapiler
kalus darah) diabetikum
Gangren

Amputasi

2.2.7. Penatalaksanaan Gangren


Melalui penanganan yang profesional terhadap gangren diabetik,

baik pencegahan maupun perawatannya, diharapkan luka gangren yang


meluas dapat dilakukan pengobatan secara benar dan tepat serta

penderita luka gangren dapat diturunkan. Berikut penatalaksanaan

gangren diabetes menurut The National Service Frame Work for

Diabetes yaitu :
a) Pengendalian kadar gula darah
Pengendalian gula darah dan berbagai upaya sangat penting

dilakukan untuk memperbaiki keadaan umum penderita dengan

nutrisi yang memadai.


b) Penanganan ulkus/gangrene
Tindakan yang dilakukan untuk penanganan ulkus/gangren ini,

antara lain : bedah minor seperti insisi, pengaliran abses,

debridemen, dan nekrotomi dengan tujuan untuk mengeluarkan

semua jaringan nekrosis untuk mengeliminasi infeksi, sehingga

diharapkan dapat mempercepat penyembuhan luka.


c) Memperbaiki sirkulasi darah
Terdiri dari 2 macam, yaitu memperbaiki status rheologi dan struktur

vaskuler:
1) Memperbaiki status rheologi, yaitu dengan pemberian

obat-obatan antiagregasi trombosit hipolipidemik (yang bertujuan

untuk memperbaiki vaskularisasi jaringan atau organ yang

terserang).
2) Memperbaiki struktur vaskuler, yaitu dengan tindakan

yang dilakukan dapat berupa embolektomi, endarteriektomi, atau

rekonstruksi pembuluh darah dan sangat bergantung pada

kelainan yang terjadi.


d) Penanganan infeksi
Pemberian antibiotik diberikan bila diketahui terdapat infeksi.
e) Perawatan luka
Perawatan luka dengan menggunakan konsep TIME, yaitu Tissue

managemen (manajemen jaringan), Inflammation and infections

control (kontrol inflamasi dan infeksi), Moisture control (kontrol

kelembapan), dan Ephiteal edge advancement (perlepasan tepi luka).

Dibawah ini adalah komponen-komponen dari persiapan dasar luka

(Falanga, 2000).
1) Tissue managemen (Managemen jaringan)
Didalam konteks persiapan dasar luka, manajemen jaringan

dilakukan melalui debridemen, yaitu menghilangkan jaringan

mati pada luka. Jaringan yang perlu dihilangkan adalah jaringan

nekrotik dan slaf. Manfaat debridemen adalah menghilangkan

jaringan yang sudah tidak tervaskularisasi, bakteri, dan eksudat

sehingga akan menciptakan kondisi luka yang dapat

menstimulasi munculnya jaringan yang sehat. Ada beberapa cara

debridemen yang dapat dilakukan, yaitu :


a.Debridemen mekanis
Debridemen mekanis adalah cara debridemen dengan cara

menggunakan kekuatan fisik untuk mengambil jaringan

nekrotik. Debridemen mekanis dilakukan dengan cara

mengaplikasikan balutan basah-kering, dan juga dengan

menggunakan irigasi yang kuat. Debridemen mekanis

dilakukan dengan cara mengaplikasikan kasa yang lembab,

kemudian ditutup dengan kasa yang kering. Kasa yang

lembab dibiarkan sampai kering, ketika sudah kering, kasa

akan diambil. Jaringan mati pada luka akan menempel pada


kasa yang kering. Cara debridemen ini tidak cocok untuk

luka dengan eksudat yang banyak karena kasa menjadi sulit

untuk kering. Debridemen dengan menggunakan irigasi

tekanan kuat dilaksanakan dengan cara mengaplikasikan

cairan dengan tekanan tinggi ke luka. Besarnya tekanan

sekitar 400-800 mmHg. Tekanan sebesar ini akan mampu

membuang debris dan bakteri. Tapi yang harus diingat

adalah tekanan sebesar ini akan membuat debris dan bakteri

masuk ke jaringan yang lebih dalam. Ukuran syringe yang

biasa digunakan adalah syringe 35 ml (Swanson, 2005).

b.Debridemen bedah
Debridemen bedah seringkali disebut sebagai debridemen

alat karena menggunakan alat-alat untuk menghilangkan

jaringan mati, seperti pisau bedah atau gunting. Jenis

debridemen ini adalah tipe debridemen yang paling cepat

dan efektif, namun memerlukan keterampilan yang

memadai.
c.Debridemen autolitik
Debridemen ini adalah merupakan tipe debridemen yang

lebih lambat, namun mudah untuk dilakukan, dan

menimbulkan rasa nyeri yang lebih sedikit bila

dibandingkan dengan tipe debridemen yang lain. Luka yang

lembab menghasilkan suatu enzim yang dapat memecah

jaringan mati. Oleh karena itu perlu diberikan balutan yang

dapat memberikan suasana luka menjadi lembab. Urutan


caranya yaitu dengan mencuci luka, kemudian luka dibalut

dengan balutan yang dapat mempertahankan prinsip

lembab. Luka yang lembab akan menjadikan enzim-enzim

dalam luka dapat mencerna jaringan mati. Contoh balutan

yang dapat digunakan adalah hydrogel, hidrokoloid,

alginate, dan madu.

d.Debridemen Enzim
Debridemen enzim merupakan cara debridemen dengan

menggunakan enzim yang dibuat secara kimiawi untuk

dapat mencerna jaringan mati atau melonggarkan ikatan

antara ikatan antara jaringan mati dan jaringan hidup.

Enzim ini bersifat selektif, yaitu hanya akan memakan

jaringan mati. Hal yang harus diperhatikan dalam

menggunakan jenis debridemen ini adalah menghindari

penggunaan balutan luka yang mengandung logam berat

seperti silver, mineral, seng, cairan basa atau asam, karena

dapat menginaktivasi enzim. Pada luka dengan skar (luka

jaringan nekrotik yang kering), maka kita perlu melakukan

sayatan pada skar dengan menggunakan pisau agar enzim

dapat meresap pada skar dan permukaan luka tetap lembab.


e.Debridemen biologi
Debridemen biologi dapat dilakukan dengan menggunakan

belatung yang sudah disteril. Jenis belatung yang digunakan

adalah spesies Lucia Cerrata atau Phaenica Sericata.


Belatung ini diletakkan didasar luka selama 1-4 hari.

Belatung ini mensekresikan enzim preteolitik yang dapat

memecah jaringan nekrotik dan mencerna jaringan yang

sudah dipecah. Sekresi dari belatung ini memiliki efek anti

mikrobial yang membantu dalam mencegah pertumbuhan

dan proliferasi bakteri, termasuk Metchilin-resistant

Staphylococcus aureus. Selain itu belatung ini juga

mensekresikan berbagai jenis sitokin dan faktor

pertumbuhan yang dapat meningkatakan oksigenasi lokal

jaringan.
2) Inflammation And Infection Control (Inflamasi dan

Kontrol Infeksi)
Infeksi ditandai dengan adanya multiplikasi mikroorganisme

pada jaringan yang sehat (pada jaringan di bawah permukaan

luka). Infeksi ditandai dengan adanya kerusakan jaringan yang

dapat dilihat secara visual. Infeksi dapat bersifat lokal (termasuk

didalamnya selulitis), atau sistemik (sepsis). Tanda-tanda dari

infeksi yaitu adanya peningkatan eksudat, nyeri, adanya

kemerahan (eritema) yang baru atau peningkatan kemerahan

pada luka, peningkatan temperatur pada daerah luka, dan bau

luka atau eksudat. Cara yang dapat dilakukan adalah

meningkatkan daya tahan tubuh dari penderita luka, debridemen,

membersihkan luka dan mencuci luka untuk menghilangkan


bakteri, eksudat, dan jaringan mati, serta memberikan balutan

luka anti mikroba.


3) Moisture (kelembapan)
Mempertahankan kelembapan yang seimbang adalah hal yang

sangat penting dilakukan karena bila luka menjadi kering maka

akan menghambat migrasi dan aktivitas dari sel-sel epidermal.

Sebaiknya luka yang terlalu lembab akan mengakibatkan

terjadinya maserasi, sehingga akan mengakibatkan erosi pada

tepi luka. Mempertahankan kelembapan luka dapat dilakukan

dengan cara menggunakan balutan yang tepat sesuai dengan

kondisi dan jumlah eksudat dari luka.


4) Epithelial Wound Advancement (Perluasan tepi luka)
Salah satu indikator dari penyembuhan luka adalah meluasnya

sel-sel epitel menuju ke tengah luka melalui proses migrasi

keratinosit dan kontraksi luka. Pada luka diabetes, adanya

kapalan/kalus yang tebal, slaf dan jaringan nekrosis dapat

menjadi hambatan terjadinya migrasi keratinosit. Oleh karena

itu perlu dilakukan penipisan kalus, debridemen dari slaf dan

jaringan nekrosis. Selain faktor migrasi, yang dapat

mempengaruhi terjadinya tepi luka yang tidak menutup adalah

adanya hiperploriferasi sel di tepi luka, dan adanya kantong luka

di pinggir luka (Yunita, 2015).

2.3. Konsep Dasar Defisit Perawatan Diri


2.3.1. Definisi
Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang

yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau

melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi

(hygiene), berpakaian/berhias, makan dan BAK/BAB (toileting) (Fitria,

2009 dalam Sudjarat 2016).


Menurut Wahid et al (2015), defisit perawatan diri atau personal

hygiene adalah upaya individu dalam memelihara kebersihan diri yang

meliputi kebersihan rambut, telinga, gigi, dan mulut, kuku, kulit dan

kebersihan dalam berpkaian dalam meningkatkan kesehatan yang

optimal.
2.3.2. Etiologi
1) Faktor predisposisi
a) Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan pasien sehingga

perkembangan inisiatif terganggu.


b) Biologis
P enyakit kronos yang menyebabkan pasien tidak mampu

melakukan perawatan diri.


c) Kemampuan realitas turun
Dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan

ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.


d) Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri

lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan

kemampuan perawatan diri.

(Damayanti & Iskandar, 2014)

2) Faktor Presipitasi
Merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang

penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau persepsi, cemas,


lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu

kurang mampu melakukan perawatan diri.


Menurut Depkes (2000) dalam Damayanti & Iskandar 2012, faktor-

faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah :


a) Body image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi

kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga

individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.


b) Status sosial ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta

gigi, sikat gigi, shampoo, alat mandi yang semuanya memerlukan

uang untuk menyediakannya.


c) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan

yang baik dapat meningkatkan kesehatan.


d) Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh di

mandikan.
e) Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam

perawatan diri seperti menggunakan sabun, shampoo dan lain-

lain.
f) Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu/sakit kemampuan untuk merawat diri

berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.


2.3.3. Jenis-jenis Defisit Perawatan Diri
Menurut Nanda-I (2012) dalam Damayanti & Iskandar 2012, jenis

perawatan diri terdiri dari :


1) Defisit perawatan diri : mandi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan

mandi/beraktifitas perawatan diri untuk diri sendiri.


2) Defisit perawatan diri : berpakaian
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan

aktivitas perbakaian dan berhias untuk diri sendiri.


3) Defisit perawatan diri : makan
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan

aktivitas sendiri.

4) Defisit perawatan diri : eliminasi


Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan

aktivitas eliminasi.
2.3.4. Manifestasi Kinis
1) Mandi/hygiene
Pasien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,

memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau

aliran air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan

tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi.


2) Eliminasi
Pasien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam

mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari

jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting, membersihkan diri

setelah BAB/BAK dengan tepat, menyiram toilet atau kamar kecil.

(Fitria, 2009)
Menurut Depkes (2000) dalam Damayanti & Iskandar, 2014, tanda

dan gejala pasien dengan defisit perawatan diri adalah :


1) Fisik
a) Badan bau, pakaian kotor.
b) Rambut dan kulit kotor.
c) Kuku panjang dan kotor.
d) Gigi kotor disertai mulut bau.
e) Penampilan tidak rapi.
2) Psikologis
a) Malas, tidak ada inisiatif.
b) Menarik diri, isolasi diri.
c) Merasa tidak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
3) Sosial
a) Interaksi kurang.
b) Kegiatan kurang.
c) Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
d) Cara makan : tidak teratur, BAB/BAK tidak di kamar

kecil, gosok gigi dan mandi tidak mandiri.


2.3.5. Dampak Masalah Defisit Perawatan Diri
1) Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak

terpelihranya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik

yang sering terjadi adalah: gangguan integritas kulit, gangguan

membrane mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga serta

gangguan fisik pada kuku.


2) Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah

gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai,

kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.


(Damayanti & Iskandar, 2014)

2.3.6. Batasan Karakteristik


Menurut Nanda-I, 2012 dalam Damayanti & Iskandar, 2014, batasan

karakteristik pasien dengan defisit perawatan diri adalah :


1) Defisit perawatan diri: mandi
a) Ketidakmampuan untuk mengakses kamar mandi
b) Ketidakmampuan mengeringkan tubuh
c) Ketidakmampuan mengambil perlengkapan mandi
d) Ketidakmampuan menjangkau sumber air
e) Ketidakmampuan mengatur air mandi
f) Ketidakmampuan membasuh tubuh
2) Defisit perawatan diri: eliminasi
a) Ketidakmampuan melakukan hygiene eliminasi yang tepat
b) Ketidakmampuan menyiram toilet atau kursi buang air

(commode)
c) Ketidakmampuan naik ke toilet atau commode
d) Ketidakmampuan memanipulasi pakaian untuk eliminasi
e) Ketidakmampuan berdiri dari toilet atau commode
f) Ketidakmampuan untuk duduk di toilet atau commode
2.3.7. Konsep Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses keperawatan

dan merupakan suatu proses sistematis dalam pengumpulan data dari

berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi

status kesehatan klien. Pengakajian keperawatan merupakan dasar

pemikiran dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan

kebutuhan klien. Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar

utama dari proses keperawatan, pengkajian pada asuhan keperawatan

pasien dengan diabetes melitus adalah sebagai berikut: (Riyadi dan

Sukarmin, 2008; Budiono&Sumirah Budi Pertami, 2015)


1) Usia
Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis secara

drastis menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes

sering muncul setelah memasuki usia 45 tahun, terlebih pada

orang dengan overweigth.


2) Pendidikan dan Pekerjaan
Pada orang dengan pendapatan tinggi cenderung untuk

mempunyai pola hidup dan pola makan yang salah. Cenderung

untuk mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung gula

dan lemak yang berlebih, serta tingginya konsumsi makananyang

berat dan aktivitas fisik yang sedikit.


3) Keluhan Utama
Penderita diabetes melitus biasanya datang dengan keluhan

menonjol badan terasa sangat lemas sekali disertai penglihatan

yang kabur. Meskipun muncul keluhan banyak kencing (poliuri)

kadang penderita belum mengetahui jika itu salah satu tanda

penyakit diabetes melitus. Adanya rasa kesemutan pada kaki atau


tungkai bawah, adanya luka yang tidak sembuh-sembuh dan

berbau.
4) Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit ini biasanya yang dominan adalah munculnya

sering buang air kecil (poliuria), sering lapar dan haus (polifagia

dan polidipsia). Sebelumnya penderita mempunyai berat badan

yang berlebih dan belum menyadari jika itu merupakan

perjalanan dari penyakit diabetes melitus.jika pasien datang

dengan luka gangren maka kaji kapan terjadinya luka, penyebab

terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan pasien untuk

mengatasinya.
5) Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat penyakit diabetes melitus atau penyakit-penyakit

lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya

penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas,

maupun arterosklerosis. Tindakan medis yang pernah dilakukan

serta obat-obatan yang biasa digunakan oleh pasien.


6) Riwayat Kesehatan Keluarga
Diabetes dapat menurun sesuia silsilah keluarga yang mengidap

diabetes melitus, karena kelainan gen yang mengakibatkan

tubuhnya tidak dapat menghasilkan insulin akan disampaikan

informasinya padda keturunan berikutnya.


7) Riwayat Psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang

dialami penderita sehubungan dengan penyakit serta tanggapan

keluarga tentang penyakit pasien.


2) Pemeriksaan fisik
1) Satus Kesehatan Umum
Status penampiilan kesehatan yang sering muncul adalah

kelemahan fisik. Tingkat kesadaran: normal, letargi, stupor,koma.

Tergantung kadar gula yang dimiliki dan kondisi fisiologis untuk

melakukan kompensasi kelebihan gula darah.


2) Tanda-Tanda Vital
Takikardi, hipertensi, takipnea pada kondisi ketoasidosis. Demam

pada penderita dengan komplikasi infeksi pada luka atau jaringan

lain. Hipotermia pada penderita yang mengalami penurunan

metabolic akibat penurunan masukan nutrisi secara drastis.


3) Kepala dan Leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada

leher, telinga kadang-kadang berdenging ,kaji adanya gangguan

pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih

kental, gusi mudah bengkak dan berdarah, gigi mudah goyah, kaji

adanya perubahan penglihatan kaur atau ganda diplopia, lensa

mata keruh.
4) Pemeriksaan Sistem:
a. Sistem Pernapasan
Pada hidung jarang terjadi pembesaran polip dan sumbatan

hidung kecuali ada infeksi sekunder seperti influenza. Pada

pasien diabetes melitus mudah terkena infeksi.


b. Sistem Kardivaskuler
Ada riwayat hipertensi, infark miokard akut, takikardis,

terkena darah yang cenderung meningkat, disritmia, nadi

yang menurun, rasa kesemutan dan kebas pada ekstermitas

merupakan tanda dam gejala dari penderita diabetes melitus.


c. Sistem Neurologis
Penderita diabetes melitus biasanya merasakan gejala seperti

pusing, sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada oto,


parestesia, gangguan penglihatan, mengantuk dan

disorientasi.
d. Sistem Urinary
Pada eliminasi urin (BAK) pada pasien diabetes melitus akan

dijumpai jumlah urin yang banyak secara frekwensi maupun

volumenya, pada frekwensi biasanya > 10x/hari, sedangkan

volume mungkin mencapai 2500-3000cc/hari.


e. Sistem Gastrointestinal
Pada inspeksi mulut dan faring ditemukan bibir sianosis,

mukosa oral kering, faring mungkin terlihat kemerahan

akibat proses peradangan. Pada abdomen inspeksi apakah ada

ketidaksimetrisan pada permukaan abdomen karena adanya

pembesaran organ, auskultasi bising usus apakah terjadi

penurunan atau penningkatan motilitas,perkusi abdomen

terhadap proporsi dan pola tympani serta kepekaan, dan

palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan atau massa

pada abdomen, terdapat polifagi, mual, muntah, perubahan

berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas. Data

eliminasi untuk uang air besar (BAB) pada pasien diabetes

melitus tidak ada perubahan yang mencolok, frekwensi

seperti biasa 1-2x/hari dengan warna kekuningan khas feses.


f. Sistem Integumen
1. Warna: perubahan-peruanham pada melanin,

kerotenemai pada penderita yang mengalami peningkatan

trauma mekanik yang berakibat luka sehingga

menimbulkan gangren.tampak warna kehitam-hitaman


disekitar luka. Daerah yang sering terkena dan terjadi

gangren adalah ektermitas bawah.


2. Kelembapan: lembab pada penderita yang tidak

mengalami diuresi osmosis dan tidak mengalami

dehidrasi. Kering pada pasien yang mengalami diuresis

osmosis dan dehidrasi.


3. Suhu: dingin pada penderita yang tidak mengalami

infeksi dan menurunnya masukan nutrisi. Hangat pada

pasien yang mengalami infeksi atau intake nutrisi normal

sesuai aturan diet.


4. Tekstur: halus karena cadangan lemak dan

glikogen belum banyak dibongkar. Kasar karena terjadi

pembongkaran lemak, potein, glikogen oto untuk

produksi energi.
5. Turgor kulit dapat menurun pada keadaan

dehidrasi.
g. Sistem Muskuloskeletal
Penderita dengan diabetes melitus akan mengalami

penurunan gerak karena kelemahan fisik, kram otot dan

penurunan tonus otot. Inspeksi persendiaan dan jaringan

sekitarsaat pengkajian. Sering mengalami penurunan

kekuatan otot yang ditunjukkan dari skor kekuatan otot pada

semua ekstermitas. Epat lelah, lemah dan nyeri. Adanya

gangren di ektermitas bawah.


3) Diagnosa
Diagnosis keperawatan merupakan suatu pertanyaan yang

menggambarkan respons manusia (keadaan sehat atau perubahan


pola interaksi actual/potensial) dari individu atau kelompok di

tempat secara legal untuk mengidentifikasi dan dapat memberikan

intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan atau untuk

mengurangi, menyingkirkan, atau mencegah perubahan

(Budiono&Sumirah Budi Pertami, 2015).


Diagnosa yang digunakan menurut NANDA-I (2015), yaitu :
1) Defisit perawatan diri mandi
2) Defisit perawatan diri eliminasi

3) Intervensi

No Diagnosa NOC NIC


1. Defisit perawatan diri perawatan diri mandi: bantuan perawatan diri:
1. Masuk dan keluar 1. Pertimbangkan usia
mandi dari kamar mandi pasien ketika
2. Mandi dengan meningkatkan aktivitas
besiram perawatan diri.
3. Mencuci bagian 2. Monitor
atas kemampuan melakukan
4. Mencuci bagian perawatan diri secara
bawah mandiri
5. Mengeringkan 3. Dorong pasien
Defisit perawatan diri badan untuk melakukan
eliminasi BAB/BAK aktivitas normal sehari-
hari sesuai kemampuan
pasien
4. Ajarkan keluarga
untuk mendukung
kemandirian dengan
membatu pasien ketika
2. pasien tidak mampu
melakukan perawatan
diri
Perawatan diri eliminasi:
1. Masuk dan keluar
dari kamar mandi
2. Membuka pakaian Bantuan perawatan diri
3. Memposisikan diri eliminasi:
di toilet atau alat bantu 1. Bantu pasien ke
untuk eliminasi toilet atau tempat lain
untuk eliminasi
2. Lepaskan pakaian
yang diperlukan saat
eliminasi
3. Instruksikan pasien
atau yang lain dalam
rutinitas toilet

4) Implementasi
Implementasi adalah tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan

keperawatan yang telah dibuat untuk perawat bersama pasien.

Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan

validasi. Setelah dilakukan implementasi, dilakukan dokumentasi

yang melipti intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon

pasien (Bararah & Jauhar,2013).


Tindakan keperawatan/pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan

untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam

pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan,

mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksaan tindakan

keperawatan serta menilai data yang baru (Budiono&Sumirah Budi

Pertami, 2015).
5) Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah penilaian dengan cara membandingkan

perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan

kriteria hasil yang di buat pada tahap perencanaan

(Budiono&Sumirah Budi Pertami, 2015). Evaluasi keperawatan

adalah tahap terakhir dari proses keperawatan dan kemajuan klien ke


arah pencapaian tujuan. Evaluasi keperawatan terhadap Diabetes

Mellitus dengan Defisit Perawatan Diri.

2.4. Kerangka Konsep

Faktor resiko yang mempengaruhi: Diabetes Mellitus


(DM)
1) DM Tipe 1
a. Faktor genetik
b. Faktor imunologi
c. Faktor lingkungan Adanya luka
2) DM Tipe 2 gangrene
a. Usia
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga Nyeri
d. Gaya hidup

Keterbatasan gerak

Kriteria hasil
Defisit perawatan
diri

Defisit perawatan diri


mandi dan eliminasi

Intervensi

: Variabel yang diteliti


: Variabel yang tidak diteliti

: Yang mempengaruhi

Anda mungkin juga menyukai