Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN DIABETES MELLITUS

Disusun sebagai tugas Mata Kuliah


Keperawatan Gerontik

Pembimbing :

Kelompok 4 :

1. Achmad Khoiri (161137)


2. Cinda Aprilia (161153)
3. Eko Puji Pangestu (161161)
4. Enggar Desi (161163)
5. Farid Fadholi (161201)
6. Regita (161190)
7. Putri Ima (161186)
8. Siti Maulidyah (161192)
9. Tera Yurike (161196)
10. Wulan Eksakta (161197)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


POLTEKKES RS. dr. SOEPRAOEN MALANG
2018/ 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Makalah kami dengan judul
“Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Diabetes Mellitus ” sesuai dengan waktu yang
ditentukan.
Dalam penyusunan Tugas Makalah ini, penulis mendapatkan banyak pengarahan dan
bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan
terima kasih kepada yang terhormat :
1. Indari,S.Kep.Ns
Penulis berusaha untuk dapat menyelesaikan Tugas Makalah ini, dengan sebaik-
baiknya. Namun demikian penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan. Oleh karena
itu demi kesempurnaan, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari semua pihak,
untuk menyempurnakannya.

Malang, 23 Oktober 2018

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...........................................................................


Daftar Isi ......................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang……………………………………………………………
1.2 Rumusan masalah………………………………………………………..
1.3Tujuan……………………………………………………………………
1.4 Manfaat…………………………………………………………………..

BAB II TINJUAN TEORI

BAB III KONSEP ASKEP

BAB IV KESIMPULAN
10.1Kesimpulan………………………………………………………………….
4.2 Saran………………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Diabetes mellitus adalah sindrom kelaianan metabolisme karbohidrat yang ditandai
dengan hiperglikemi kronik akibat defek pada sekresi insulin dan mutu inadekuatnya fungsi
insulin. Diabetes mellitus tipe 2 adalah kelompok DM akibat kurangnya sensitifitas jaringan
sasaran (otot, jaringan adiposa dan hepar) berespon terhadap insulin. Penurunan sensitifitas
respon jaringan otot, jaringan adipose dan hepar terhadap insulin ini, selanjutnya dikenal
dengan resistensi insulin dengan atau tanpa hiperinsulinemia. Faktor yang diduga
menyebabkan terjaidnya resistensi insulin dan hiperinsulinemia ini adalah adanya kombinasi
antara kelainan genetik, obesitas, inaktifitas, faktor lingkungan dan faktor makanan.
Menurut (WHO, 2012) menjelaskan bahwa penderita DM di dunia mencapai 347 juta
orang dan lebih dari 80% kematian akibat DM terjadi pada negara miskin dan berkembang
serta DM muncul pada umur diatas 30 tahun. Penyakit DM di Indonesia merupakan penyakit
yang tak menular atau 2,1 % dari seluruh kematian. Diperkirakan sekitar 90% kasus DM di
seluruh dunia tergolong tipe 2. Jumlah penderita DM tipe 2 semakin meningkat pada
kelompok umur >30 tahun dan pada seluruh status sosial ekonomi (Parkeni, 2010).
Orang lanjut usia mengalami kemunduran dalam sistem fisiologisnya seperti kulit yang
keriput, turunnya tinggi badan, berat badan, kekuatan otot, daya lihat, daya dengar,
kemampuan berbagai rasa (senses), dan penurunan fungsi berbagai organ termasuk apa yang
terjadi terhadap fungsi homeostatis glukosa, sehingga penyakit degeneratif seperti DM akan
lebih mudah terjadi (Rochmah, 2006). Umur secara kronologis hanya merupakan suatu
determinan dari perubahan yang berhubungan dengan penerapan terapi obat secara tepat
pada orang lanjut usia. Terjadi perubahan penting pada respon terhadap beberapa obat yang
terjadi seiring dengan bertambahnya umur pada sejumlah besar individu (Katzung, 2004).
Diabetes Mellitus (DM) pada geriatri terjadi karena timbulnya resistensi insulin pada usia
lanjut yang disebabkan oleh 4 faktor : pertama adanya perubahan komposisi tubuh, kedua
adalah turunnya aktivitas fisik yang akan mengakibatkan penurunan jumlah reseptor insulin
yang siap berikatan dengan insulin sehingga kecepatan transkolasi GLUT-4 (
glucosetransporter-4) juga menurun. Faktor ketiga adalah perubahan pola makan pada usia
lanjut yang disebabkan oleh berkurangnya gigi geligi sehingga prosentase bahan makanan
karbohidrat akan meningkat. Keempat adalah perubahan neurohormonal, khususnya Insulin
Like Growth Factor-1 (IGF-1) dan dehydroepandrosteron (DHtAS) plasma (Rochmah, 2006).
Prevalensi DM pada lanjut usia (geriatri) cenderung meningkat, hal ini dikarenakan DM pada
lanjut usia bersifatmuktifaktorial yang dipengaruhi faktor intrinsik dan ekstrinsik. Umur
ternyata merupakan salah satu faktor yang bersifat mandiri dalam pengaruhnya terhadap
perubahan toleransi tubuh terhadap glukosa. Dari jumlah tersebut dikatakan 50% adalah
pasien berumur > 60 tahun (Gustaviani, 2006).
Sebagai mahasiswa kesehatan maka kelompok kami akan membahas tentang diabetes
mellittus. Oleh karena itu peran perawat dalam menangani klien dengan diabetes mellitus
adalah dengan memonitor gula darah klien, monitor tanda-tanda vital, monitor asupan
makanan dan diet klien.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana konsep teori asuhan keperawatan pada lansia dengan diabetes mellitus?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep teori asuhan keperawatan pada lansia dengan diabetes
mellitus
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui konsep diabets mellitus dan mulai definisi sampai dengan
penatalaksanaan.
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan klien lansia dengan diabetes mellitus

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Secara teoroitis makalah dapat menjadi referensi atau masukan bagi perkembangan

ilmu keperawatan jiwa selanjutnya dan untuk mengetahui atau mendalami konsep asuhan

keperawatan lansia dengan diabetes mellitus.


1.4.2 Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil dari makalah ini dapat menjadi panduan dalam melakukan praktik

proses keperawatan lansia dengan diabetes mellitus.


BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Diabetes mellitus adalah merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperrglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin dan
Diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai oleh tingginya kadaar glukosa dalam darah,
pada dasarnya hal ini karena tubuh kekurangan hormone insulin yang diproduksi oleh
kelenjar pankreas ( Sri Hartini, 2009).
Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai kelainan metabolik
akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal,
saraf dan pembuluh darah disertai lesi pada membrane basalis dalam pemeriksaan dengan
mikroskopelektron, (Arif Mansjoer, 2005).
Diabetes melitus adalah suatu gangguan metabolik yang ditandai dengan peningkatan
kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin dan kerja insulin
(Smeltzer.et al, 2013; Kowalak, 2011)

2.2 Klasifikasi
Klasifikasi diabetes melitus menurut Smeltzer et al , (2013) ada 3 yaitu:
1. Tipe 1 (Diabetes melitus tergantung insulin)
Sekitar 5% sampai 10% pasien mengalami diabetes tipe 1. Diabetes melitus tipe 1
ditandai dengan destruksi sel - sel beta pankreas akibat faktor genetik, imunologis,
dan juga lingkungan. DM tipe 1 memerlukan injeksi insulin untuk mengontrol
kadar glukosa darah.
2. Tipe 2 (Diabetes melitus tak –tergantung insulin)Sekitar 90% sampai 95% pasien
mengalami diabetes tipe 2. Diabetes tipe 2 disebabkan karena adanya penurunan
sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah
insulin yang diproduksi.
3. Diabetes mellitus gestasional Diabetes gestasional ditandai dengan intoleransi
glukosa yang muncul selama kehamilan, biasanya pada trimester kedua atau
ketiga. Risiko diabetes gestasional disebabkan obesitas, riwayat pernah
mengalami diabetes gestasional, glikosuria, atau riwayat keluarga yang pernah
mengalami diabetes
2.3 Etiologi
Diabetes melitus menurut Kowalak, (2011); Wilkins, (2011); dan Andra,
(2013)mempunyai beberapa penyebab, yaitu:
1. Hereditas
Peningkatan kerentanan sel-sel beta pancreas dan perkembangan antibodi autoimun
terhadap penghancuran sel-sel beta.
2. Lingkungan (makanan, infeksi, toksin, stress)
Kekurangan protein kronik dapat mengakibatkan hipofungsi pancreas. Infeksi virus
coxsakie pada seseorang yang peka secara genetic. Stress fisiologis dan emosional
meningkatkan kadar hormon stress (kortisol, epinefrin, glucagon, dan hormon
pertumbuhan), sehingga meningkatkan kadar glukosa darah.
3. Perubahan gaya hidup
Pada orang secara genetikrentanterkena DM karena perubahan gaya hidup,
menjadikan seseorang kurang aktif sehingga menimbulkan kegemukan dan beresiko
tinggi terkena diabetes melitus.
4. Kehamilan
Kenaikan kadar estrogen dan hormon plasental yang berkaitan dengan kehamilan,
yang mengantagoniskan insulin.
5. Usia
Usia diatas 65 tahun cenderung mengalami diabetes melitus
6. Obesitas.
Obesitas dapat menurunkan jumlah reseptor insulin di dalam tubuh. Insulin yang
tersedia tidak efektif dalam meningkatkan efek metabolik.
7. Antagonisasi efek insulin yang disebabkan oleh beberapa medikasi, antara lain
diuretic thiazide, kortikosteroid adrenal, dan kontraseptif hormonal.

2.4 Patofisiologi
Ada berbagai macam penyebab diabetes melitus menurut Price, (2012) dan Kowalak
(2011) yang menyebabkan defisiensi insulin, kemudian menyebabkan glikogen meningkat,
sehingga terjadi proses pemecahan gula baru (glukoneugenesis) dan menyebabkan
metabolismelemak meningkat. Kemudian akan terjadi proses pembentukan keton
(ketogenesis). Peningkatan keton didalam plasma akan mengakibatkan ketonuria (keton
dalam urin) dan kadar natrium akan menurun serta pH serum menurun dan terjadi asidosis.
Defisiensi insulin mengakibatkan penggunaan glukosa menurun, sehingga menyebabkan
kadar glukosa dalam plasma tinggi (hiperglikemia). Jika hiperglikemia parah dan lebih dari
ambang ginjal maka akan menyebabkan glukosuria. Glukosuria akan menyebabkan diuresis
osmotik yang meningkatkan peningkatan air kencing (polyuria) dan akan timbul rasa haus
(polidipsi) yang menyebabkan seseorang dehidrasi (Kowalak, 2011).Glukosuria juga
menyebabkan keseimbangan kalori negatif sehingga menimbulkan rasa lapar yang tinggi
(polifagia). penggunaan glukosa oleh sel menurun akan mengakibatkan produksi
metabolisme energi menurun sehingga tubuh akan menjadi lemah (Price et al, 2012).
Hiperglikemia dapat berpengaruh pada pembuluh darah kecil, sehingga menyebabkan
suplai nutrisi dan oksigen ke perifer berkurang. Kemudian bisa mengakibatkan luka tidak
kunjung sembuh karena terjadi infeksi dan gangguan pembuluh darah akibat kurangnya
suplai nutrisi dan oksigen(Price et al, 2012).
Gangguan pembuluh darah mengakibatkan aliran darah ke retina menurun, sehingga
terjadi penurunan suplai nutrisi dan oksigen yang menyebabkan pandangan menjadi kabur.
Akibat utama dari perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada struktur dan fungsi ginjal
yang menyebabkan terjadinya nefropati yang berpengaruh pada saraf perifer, sistem saraf
otonom serta sistem saraf pusat (Price et al, 2012).

2.5 Manifestasi klinis


Tanda dan gejala diabetes melitus menurut Smeltzeret al, (2013) dan Kowalak (2011),
yaitu :
1. Poliuria (air kencing keluar banyak) dan polydipsia (rasa haus yang berlebih) yang
disebabkan karena osmolalitas serum yang tinggi akibat kadar glukosa serum yang
meningkat.
2. Poliuria (air kencing keluar banyak) dan polydipsia (rasa haus yang berlebih) yang
disebabkan karena osmolalitas serum yang tinggi akibat kadar glukosa serum yang
meningkat.
3. Keletihan (rasa cepat lelah) dan kelemahan yang disebabkan penggunaan glukosa
oleh sel menurun.
4. Kulit kering, lesi kulit atau luka yang lambat sembuhnya, dan rasa gatal pada
kulit.
5. Sakit kepala, mengantuk, dan gangguan pada aktivitas disebabkan oleh kadar
glukosa intrasel yang rendah.
6. Kram pada otot, iritabilitas, serta emosi yang labil akibat ketidakseimbangan
elektrolit
7. Gangguan penglihatan seperti pemandangan kabur yang disebabkan karena
pembengkakan akibat glukosa
8. Sensasi kesemutan atau kebas di tangan dan kaki yang disebabkan kerusakan
jaringan saraf.
9. Gangguan rasa nyaman dan nyeri pada abdomen yang disebabkan karena
neuropati otonom yang menimbulkan konstipasi.
10. Mual, diare, dan konstipasi yang disebabkan karena dehidrasi dan
ketidakseimbangan elektrolit serta neuropati otonom.

2.6 Komplikasi
Komplikasi dari diabetes mellitus menurut Smeltzer et al, (2013)dan Tanto et al, (2014)
diklasifikasikan menjadi komplikasi akut dan komplikasi kronik. Komplikasi akut
terjadi karena intoleransi glukosa yang berlangsung dalam jangka waktu pendek yang
mencakup:
1. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dimana glukosa dalam darah mengalami penurunan
dibawah 50 sampai 60 mg/dL disertai dengan gejala pusing,gemetar,
lemas,pandangan kabur, keringat dingin, serta penurunan kesadaran.
2. Ketoasidosis Diabetes (KAD)
KAD adalah suatu keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolic akibat
pembentukan keton yang berlebih.
3. Sindrom nonketotik hiperosmolar hiperglikemik (SNHH) Suatu keadaan koma
dimana terjadi ganagguan metabolisme yang menyebabkan kadar glukosa dalam
darah sangat tinggi, menyebabkan dehidrasi hipertonik tanpa disertai ketosis serum.

Komplikasi kronik menurut Smeltzer et al, (2013) biasanya terjadi pada pasien yang
menderita diabetes mellitus lebih dari 10 –15 tahun. Komplikasinya mencakup:
1. Penyakit makrovaskular (Pembuluh darah besar): biasanya penyakit ini
memengaruhi sirkulasi koroner, pembuluh darah perifer, dan pembuluh darah otak.
2. Penyakit mikrovaskular (Pembuluh darah kecil): biasanya penyakit ini
memengaruhi mata (retinopati) dan ginjal (nefropati); kontrol kadar gula darah
untuk menunda atau mencegah komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
3. Penyakit neuropatik: memengaruhi saraf sensori motorik dan otonom yang
mengakibatkan beberapa masalah, seperti impotensi dan ulkus kaki.

2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksaan pada pasien diabetes menurut Perkeni (2015)dan Kowalak (2011)
dibedakan menjadi dua yaitu terapi farmakologis dan non farmakologi:
1. Terapi farmakologi
Pemberian terapi farmakologi harus diikuti dengan pengaturan pola makan dan
gaya hidup yang sehat. Terapi farmakologi terdiri dari obat oral dan obat suntikan,
yaitu:
a. Obat antihiperglikemia oral
Menurut Perkeni, (2015) berdasarkan cara kerjanya obat ini dibedakan
menjadi beberapa golongan, antara lain:
1) Pemacu sekresi insulin: Sulfonilurea dan Glinid
Efek utama obat sulfonilurea yaitu memacu sekresi insulin oleh sel
beta pancreas. cara kerja obat glinid sama dengan cara kerja obat sulfo
nilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase
pertama yang dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.
2) Penurunan sensitivitas terhadap insulin: Metformin danTiazolidindion
(TZD)
Efek utama metformin yaitu mengurangi produksi glukosa hati
(gluconeogenesis) dan memperbaiki glukosa perifer. Sedangkan efek
dari Tiazolidindion (TZD) adalah menurunkan resistensi insulin
dengan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan
glukosa di perifer.
3) Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa
Fungsi obat ini bekerja dengan memperlambat absopsi glukosa dalam
usus halus, sehingga memiliki efek menurunkan kadar gula darah
dalam tubunh sesudah makan.
4) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)
Obat golongan penghambat DPP-IV berfungsi untuk menghambat
kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap
dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1
untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon
sesuai kadar glukosa darah (glucose dependent).
Kombinasi obat oral dan suntikan insulin Kombinasi obat antihiperglikemia oral dan
insulin yang banyak dipergunakan adalah kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin
basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang), yang diberikan pada malam hari
menjelang tidur. Terapi tersebut biasanya dapat mengendalikan kadar glukosa darah dengan
baik jika dosis insulin kecil atau cukup. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit
yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan melihat
nilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Ketika kadar glukosa darah sepanjang hari
masih tidak terkendali meskipun sudah mendapat insulin basal, maka perlu diberikan terapi
kombinasi insulin basal dan prandial, serta pemberian obat antihiperglikemia oral
dihentikan(Perkeni, 2015).

b. Terapi non farmakologi


Terapi non farmakologi menurut Perkeni, (2015) dan Kowalak,(2011) yaitu:
1. Edukasi
Edukasi bertujuan untuk promosi kesehatan supaya hidupmenjadi sehat. Hal ini
perlu dilakukan sebagai upaya pencegahan dan bisa digunakan sebagai
pengelolaan DM secara holistic.
2. Terapi nutrisi medis (TNM)
Pasien DM perlu diberikan pengetahuan tentang jadwal makan
yang teratur, jenis makanan yang baik beserta jumlah kalorinya, terutama pada
pasien yang menggunakan obat penurun glukosa darah maupun insulin.
3. Latihan jasmani atau olahraga
Pasien DM harus berolahraga secara teratur yaitu 3 sampai 5 hari dalam seminggu
selama 30 sampai 45 menit, dengan total 150 menit perminggu, dan dengan jeda
antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Jenis olahraga yang dianjurkan
bersifat aerobic dengan intensitas sedang yaitu 50 sampai 70% denyut jantung
maksimal seperti: jalan cepat, sepeda santai, berenang,dan jogging. Denyut
jantung maksimal dihitung dengan cara: 220 –usia pasien.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas
Klien bernama Ny. T umur 55 tahun, perempuan, alamat sukun, status kawin,
bekerja sebagai ibu rumah tangga, pendidikan SLTP dirawat diruang Melati dan
diagnosa medis Diabetes Millitus Tipe II.
2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama
Klien mengatakan kepalanya Pusing dan sering kesemutan pada bagian kaki.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengatakan datang ke IGD Rumah sakit dr. Soepraoen pada selasa 24
Oktober 2018 di antar oleh keluarganya pada saat dikaji klien mengatakan
pusing serta merasa kesemutan pada pada kedua kakinya,Klien tampak lemah.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga klien mengatakan 3 minggu yang lalu Ny.T pernah dirawat
dirumah sakit RST dengan penyakit yang sama diabetes miitus selama 3 hari.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan di dalam keluarga tidak ada yang mempunyai penyakit
menular seperti TBC, hepatitis maupun penyakit keturunan hipertensi ataupun
DM.
3. Pola Kesehatan Fungional
a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan Sebelum sakit Klien mengatakan
tidak bisa menjaga pola makan dan sering sekali minum minuman yang manis
secara berlebihan. Klien belum tahu mengenai penyakit diabetes millitus. jika
sakit klien selalu memeriksakan kesehatanya ke rumah sakit atau klinik
terdekat. Selama sakit, klien mengatakan cemas akan penyakitnya, klien
mengatakan ingin cepat pulang dan berkumpul dengan keluarga seperti
biasanya, klien menuruti pola makan atau diit yang diberikan dirumah sakit.
b. Pola Pemenuhan Nutrisi dan metabolisme
Klien mengatakan sebelum sakit klien biasa makan 3x sehari dengan menu
nasi, lauk pauk, sayur-sayuran dan buah-buahan, klien menyukai semua jenis
makanan, klien tidak mempunyai alergi terhadap makanan tertentu.
Klien minum ± 8-9 gelas per hari dengan minuman yang bervariasi seperti air
putih, teh manis dan susu dan paling suka minum minuman manis, berat
badannya 54 kg. Klien mengatakan selama sakit klien makan 3x sehari dari
rumah sakit dengan makanan Diit Diabetes Tipe II dan tidak dihabisakan ½
porsi. Minum 11-12 gelas/hari dengan minuman yang disediakan keluarga dan
Rumah Sakit dengan jenis minuman teh tawar dan air putih, berat badannya 51
kg.
c. Pola Eliminasi
Klien mengatakan sebelum dirawat di rumah sakit klien biasa BAB 1 kali
perhari setiap pagi hari dengan karakteristik feces lunak berbentuk, warna
kuning, bau khas, klien biasa BAK 6 7 x/hari dengan karakteristik urine jernih
agak kekuningan, jumlah 1100 cc . Klien mengatakan saat dirawat di rumah
sakit klien BAB 1 kali perhari dengan karakteristik feces lunak berbentuk, bau
khas BAK 8-9 kali perhari dengan karakteristik urine kuning jernih, bau khas,
jumlah 1400cc.
d. Pola Aktivitas
Klien mengatakan sebelum sakit klien beraktivitas secara mandiri dan tidak
dibantu orang lain, dan selama sakit klien mengatakan merasa lelah saat
setelah melakukan aktifitas dan melakukan aktifitas dibantu keluarga dan
perawat seperti makan, minum, pergi kekamar mandi dan beraktifitas di
tempat tidur.
e. Pola Tidur dan Istirahat
Klien mengatakan sebelum dirawat di rumah sakit klien biasa tidur ± 8 jam/
hari, klien tidak mempunyai kebiasaan pengantar tidur klien tidak pernah
mengkonsumsi obat sedatif (obat tidur). Klien mengatakan saat dirawat di
rumah sakit klien tidur ±4-5 jam atau lebih /hari karena klien merasa cemas
dengan kondisinya saat ini dan merasakan pegal-pegal pada daerah paha dan
pingang. Klien masih bisa tidur karena lebih hanya menghabiskan waktu siang
dan malam di tempat tidur.
f. Pola Perseptual dan Kognitif.
Penglihatan klien kurang berfungsi dengan baik karena mengalami gangguan.
Pendengaran , pengecapan dan penciuman, klien berfungsi dengan baik.
Sensori, klien masih mampu membedakan sensori tajamdan tumpul sekalipun
harus dengan tekanan yang kuat.
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
1) Gambaran diri
Klien mengatakan klien bisa menerima dengan keadaan fisik tubuhnya
saat ini.
2) Harga Diri
Klien mengatakan harga dirinya semakin bertambah karena keluarganya
mendukung dirinya dalam kehamilan sekarang ini.
3) Peran
Klien mengatakan perannya saat ini adalah sebagai seorang ibu dan
seorang istri.
4) Ideal Diri
Klien mengatakan ingin cepat pulang dan berkumpul dengan
keluarganya.
5) Identitas
Klien mengatakan menyadari identitasnya sebagai seorang ibu dan
seorang istri bagi suaminya.
h. Pola Peran dan Hubungan
Klien mengatakan perannya saat ini adalah seorang ibu dan istri dari
suaminya. Hubungan klien dengan orang terdekat tidak mengalami masalah.
Setelah dirawat di rumah sakit klien akan menjaga kondisinya saat ini dan
akan selalu periksa ke dokter. Saat di rumah sakit klien juga berinteraksi baik
dengan keluarga pasien lain, perawat dan juga tenaga medis lainnya.
i. Pola reproduksi dan seksualitas.
Klien sudah menikah satu kali, memiliki 2 orang anak. Klien mengatakan
tidak pernah memiliki riwayat gangguan reproduksi.
j. Pola koping dan stress
Klien mengatakan apabilah ada masalah pasti didiskusikan dengan
keluarganya dan maupun saudara saudara terdekatnya. Klien menyelesaikan
masalahnya dengan musyawarah.klien terlihat cemas dan stress akan penyakit
yang di deritanya.
k. Pola Nilai dan Kepercayaan
Klien mengatakan klien beragama Islam dan selalu taat dalam menjalankan
kewajiban sholatnya walaupun ditempat tidur.
4. Pemeriksaan fisik
Dari pemeriksaan fisik didapatkan data yaitu :
a. keadaan umum Composmentis
b. Tanda-tanda vital TD : 130/90 mmHg, R: 20 x/mnt S: 360C, N: 80x/menit
Berat badan sebelum sakit : 54 kg , Berat badan selama dirumah sakit:51 kg.
1) Pemeriksaan Heat toe toe
a) Kepala :Bentuk mesosepal
b) Rambut : warna hitam, bersih, lembab
c) Kulit kepala: bersih, tidak berketombe, tidak ada lesi
d) Mata : mengunakan kaca mata, penglihatan kurang baik,
kontungtiva tidak anemis, sklera tidak ikhterik.
e) Hidung : bersih, tidak ada secret, tidak ada pembesara polip,
fungsi penciuman normal
f) Mulut : lidah bersih, mukosa lembab, tidak ada karang gigi,
gusi baik tidak ada perdarahan
g) Telinga : bersih, simetris, tidak ada gangguan pendengaran
h) Dada
 Paru – Paru : I : Simetris, Perkembangan dada Kanan – kiri
sama
P : Vocal Fremitus kanan dan kiri sama
P : Suara Sonor
A : Bunyi Vesikuler tidak ada hambatan
 Jantung : I : Ictus kordis Tampak
P : Ictus kordis teraba
P : Suara redup
A : Bunyi jantung s1 dan s2 reguler
 Abdomen : I : bentuk simetris, tidak ada asites
A : Peristaltic Usus 10 x / menit
P : Tympani kuadran 1,2,3,4
P : Tidak ada nyeri tekan
i) Ekstermitas : Atas : tangan kiri terpasang infuse RL 20 tpm, tidak
ada edema
j) Bawah : tidak ada odema, sering kesemutan pada telapak kaki
k) Genetalia : tidak ada kelainan, tidak terpasang DC tidak ada luka.
l) Anus : tidak terdapat iritasi disekitar anus.
m) Endokrin : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, Haus dan lapar
berlebihan, keringat berlebihan.
n) Psikiatri : kontak mata buruk, gelisah, cemas akan keadaanya.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Defisit volume cairan berhubungan dengan hiperglikemia, diare, muntah, poliuria,
evaporasi.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
defisiensi insulin/penurunan intake oral : anoreksia, abnominal pain, gangguan
kesadaran/hipermetabolik akibat pelepasan hormone stress, epinefrin, cortisol, GH
atau karena proses luka.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka
4. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi leukosit/ gangguan
sirkulasi.
5. Resiko gangguan persepsi sensoris : penglihatan berhubungan dengan perubahan
fungsi fisiologis akibat ketidakseimbangan glukosa/insulin atau karena
ketidakseimbangan elektrolit.
6. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi, perubahan
kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, infeksi,
hipermetabolik.
7. Nyeri berhubungan dengan adanya ulcus (luka diabetes mellitus).
8. Penurunan rawat diri berhubungan dengan kelemahan.
9. Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kesalahan interprestasi (Doengoes, 2001).

3.3 Intervensi Keperawatan


1. Defisit volume cairan berhubungan dengan hiperglikemia, diare, muntah, poliuria,
evaporasi
Tujuan : Klien akan mendemonstrasikan hidrasi adekuat.
Kriteria hasil :
a. Nadi perifer dapat teraba, turgor kulit baik.
b. Vital sign dalam batas normal, haluaran urine lancar.
c. Kadar elektrolit dalam batas normal
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Kaji pengeluaran urine 1. Membantu dalam memperkirakan
kekurangan volume total, tanda dan
gejala mungkin sudah ada pada
beberapa waktu sebelumnya, adanya
proses infeksi mengakibatkan demam
dan keadaan hipermetabolik
yang,menigkatkan kehilangan cairan
2. Pantau tanda-tanda vital 2. Perubahan tanda-tanda vital dapat
diakibatkan oleh rasa nyeri dan
merupakan indikator untuk menilai
keadaan,perkembangan penyakit.
3. Monitor pola napas 3. Paru-paru mengeluarkan asam
karbonat melalui pernapasan
menghasilkan alkalosis respiratorik,
ketoasidosis pernapasan yang berbau
aseton berhubungan dengan
pemecahan asam aseton dan asetat
4. Observasi frekuensi dan kualitas 4. Koreksi hiperglikemia dan asidosis
pernapasan akan mempengaruhi pola dan
frekuensi pernapasan. Pernapasan
dangkal, cepat, dan sianosis
merupakan indikasi dari kelelahan
pernapasan, hilangnya kemampuan
untuk melakukan kompensasi pada
asidosis.
5. Timbang berat badan 5. Memberikan perkiraan kebutuhan
akan cairan pengganti fungsi ginjal
dan keefektifan dari terapi yang
diberikan.
6. Pemberian cairan sesuai dengan 6. Tipe dan jenis cairan
indikasi tergantung pada derajat
kekurangan cairan dan respon

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


defisiensi insulin/penurunan intake oral : anoreksia, abnominal pain, gangguan
kesadaran/hipermetabolik akibat pelepasan hormone stress, epinefrin, cortisol, GH
atau karena proses luka.
Tujuan : Klien akan mengkonsumsi secara tepat jumlah kebutuhan
kalori atau nutrisi yang di programkan
Kriteria hasil :
a. Peningkatan barat badan.
b. Pemeriksaan albumin dan globulin dalam batas normal.
c. Turgor kulit baik, mengkonsumsi makanan sesuai program.

Intevensi :
Intervensi Rasional
1. Timbang berat badan. 1. Penurunan berat badan
menunjukkan tidak ada kuatnya
nutrisi klien.
2. Auskultasi bowel sound. 2. Hiperglikemia dan
ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit menyebabkan
penurunan motilifas usus.
Apabila penurunan motilitas usus
berlangsung lama sebagai akibat
neuropati syaraf otonom yang
berhubungan dengan sistem
pencernaan.
3. Berikan makanan lunak / cair 3. Pemberian makanan oral dan
lunak berfungsi untuk
meresforasi fungsi usus dan
diberikan pada klien dengan
tingkat kesadaran baik.
4. Observasi tanda hipoglikemia misalnya : 4. Metabolisme KH akan
penurunan tingkat kesadaran, permukaan menurunkan kadarglukosa dan
teraba dingin, denyut nadi cepat, lapar, bila saat itu diberikan insulin
kecemasan dan nyeri kepala. akan menyebabkan hipoglikemia.
5. Akan mempercepat
5. Berikan Insulin pengangkutan glukosa kedalam
sel.

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka.


Tujuan : Klien akan mempertahankan integritas kulit tetap utuh dan
terhindar dari inteksi dengan
Kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda – tanda infeksi.
b. Tidak ada luka.
c. Tidak ditemukan adanya perubahan warna kulit.
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Observasi tanda – tanda Infeksi 1. Kemerahan, edema, luka drainase,
cairan dari luka menunjukkan
adanya infeksi.
2. Ajarkan klien untuk mencuci tangan 2. Mencegah cross Contamination.
dengan baik, untuk mempertahankan
kebersihan tangan pada saat melakukan
prosedur.
3. Pertahankan kebersihan kulit. 3. Gangguan sirkulasi perifer dapat
terjadi bila menempatkan pasien
pada kondisi resiko iritasi kulit.
4. Dorong klien mengkonsumsi diet secara 4. Peningkatan pengeluaran urine
adekuat dan intake cairan 3000 ml/hari akan mencegah statis dan
mempertahankan PH urine yang
dapat mencegah terjadinya
perkembangan bakteri.
5. Antibiotik bila ada indikasi 5. Mencegah terjadinya
perkembangan bakteri.

4. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi leucosit/ gangguan sirkulasi


Tujuan : Klien akan menunjukkan tidak adanya tanda “inteksi,
Kriteria hasil :
a. Luka sembuh.
b. Tidak ada edema sekitar luka.
c. Tidak terdapat pus, luka cepat mengering
Intervensi :

Intervensi Rasional
1. Kaji keadaan kulit yang rusak. 1. Mengetahui keadaan peradangan
untuk membantu dalam
menanggulangi atau dapat
dilakukan pencegahan.
2. Bersihkan luka dengan teknik septic dan 2. Mencegah terjadinya inteksi
antiseptik. sekunder pada anggota tubuh yang
lain.
3. Kompres luka dengan larutan Nacl 3. Selain untuk membersihkan luka
dan juga untuk mempercepat
pertumbuhan jaringan
4. Anjurkan pada klien agar menjaga
4. Kelembaban dan kulit kotor sebagai
predisposisi terjadinya lesi.
predisposisi terjadinya lesi.
5. Pemberian obat antibiotic
5. Antibiotik untuk membunuh kuman.

5. Resiko gangguan persepsi sensoris : penglihatan berhubungan dengan perubahan


fungsi fisiologis akibat ketidakseimbangan glukosa/insulin atau karena
ketidakseimbangan elektrolit.
Tujuan : Klien akan mempertahankan fungsi penglihatan.
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Kaji derajat dan tipe kerusakan 1. Mengidentifikasi derajat kerusakan
penglihatan.
2. Latih klien untuk membaca. 2. Mempertahankan aktivitas visual klien.
3. Orientasi klien dengan lingkungan. 3. Mengurangi cedera akibat disorientasi
4. Gunakan alat bantu penglihatan. 4. Melatih aktifitas visual secara bertahap.
5. Panggil klien dengan nama, 5. Menurunkan kebingungan dan
orientasikan kembali sesuai dengan membantu untuk mempertahankan
kebutuhannya tempat, orang dan kontak dengan realita.
waktu.
6. Pelihara aktifitas rutin. 6. Membantu memelihara panen tetap
berhubungan dengan realitas dan
mempertahankan orientalasi pada
lingkungannya.
7. Lindungi klien dari cedera. 7. Pasien mengalami disorientasi
merupakan awal kemungkinan
timbulnya cedera, terutama macam hari
dan perlu pencegahan sesuai indikasi.

6. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi, perubahan kimia


darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, infeksi, hipermetabolik
Tujuan : Klien akan menunjukkan perbaikan kemampuan aktivitas
Kriteria hasil :
a. mengungkapkan peningkatan energi
b. mampu melakukan aktivitas rutin biasanya
c. menunjukkan aktivitas yang adekuat
d. melaporkan aktivitas yang dapat dilakukan
Intervensi :

Intervensi Rasional
1. Diskusikan dengan klien kebutuhan 1. Pendidikan dapat memberikan motivasi
akan aktivitas. untuk meningkatkan tingkat aktivitas
meskipun pasien mungkin sangat lemah
2. Berikan aktivitas alternative 2. Mencegah kelelahan yang berlebihan
3. Pantau tanda tanda vital 3. Mengindikasikan tingkat aktivitas yang
dapat ditoleransi secara fisiologis
4. Diskusikan cara menghemat kalori
4. Pasien akan dapat melakukan lebih
selama mandi, berpindah tempat dan
banyak kegiatan dengan penurunan
sebagainya.
kebutuhan akan energi pada setiap
kegiatan.
5. Tingkatkan partisipasi pasien dalam
5. Meningkatkan kepercayaan diri yang
melakukan aktivitas sehari-hari yang
positif sesuai tingkat aktivitas yang
dapat ditoleransi.
dapat ditoleransi pasien.

6. Nyeri berhubungan dengan adanya ulcus (luka diabetes mellitus).


Tujuan : Klien akan menunjukkan nyeri berkurang / teratasi.
Kriteria hasil :
a. Klien tidak mengeluh nyeri.
b. Ekspresi wajah ceria
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat nyeri. 1. Nyeri disebabkan oleh penurunan
perfusi jaringan atau karena
peningkatan asam laktat sebagai akibat
defisit insulin.
2. Observasi tanda-tanda vital. 2. Pasien dengan nyeri biasanya akan
dimanifestasikan dengan peningkatan
vital sign terutama perubahan denyut
nadi dan pernafasan.
3. Ajarkan klien tekhnik relaksasi. 3. Nafas dalam dapat meningkatkan
oksigenasi jaringan.
4. Ajarkan klien tekhnik Gate Control 4. Memblokir rangsangan nyeri pada
serabut saraf
5. Pemberian analgetik 5. Analgetik bekerja langsung pada
reseptor nyeri dan memblokir
rangsangan nyeri sehingga respon nyeri
dapat diminimalkan.

8. Penurunan rawat diri berhubungan dengan kelemahan


Tujuan : Klien akan mendemonstrasikan penurunan rawat diri.
Kriteria hasil :
a. Kuku pendek dan bersih.
b. Kebutuhan dapat dipenuhi secara bertahap.
c. Mandi sendiri tanpa bantuan.
Intervensi :

Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan klien dalam 1. Mengidentifikasi tingkat toleransi
pemenuhan rawat diri. aktivitas klien.
2. Berikan aktivitas secara bertahap. 2. Melatih tingkat kemampuan rawat
diri secara bertahap.
3. Bantu klien dalam pemenuhan 3. Meningkatkan rasa nyaman klien dan
kebutuhan sehari-hari. memperbaiki sirkulasi ke perifer
4. Bantu klien (memotong kuku) 4. Kuku panjang dapat digunakan untuk
menggaruk

9. Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan kebutuhan


pengobatan berhubungan dengan kesalahan interprestasi.
Tujuan : Klien akan melaporkan pemahaman tentang penyakitnya.
Kriteria hasil : Mengungkapkan pemahaman tentang penyakitnya.
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Pilih berbagai strategi belajar. 1. Penggunaan cara yang berbeda
tentang mengakses informasi,
meningkatkan penerapan pada
individu yang belajar.
2. Diskusikan tentang rencana diet. 2. Kesadaran tentang pentingnya
kontrol diet akan membantu
pasien dalam merencanakan
makan/mentaati program, serat
dapat memperlambat absorbsi
glukosa yang akan menurunkan
fluktuasi kadar gula dalam darah
3. Diskusikan tentang faktor faktor yang 3. Diskusikan faktor-faktor yang
memegang peranan dalam kontrol DM memegang peranan dalam kontrol
DM yang dapat menurunkan
berulangnya kejadian
ketoasidosis.

3.4 Implementasi
Merupakan tahap dimana rencana keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi.
Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai peningkatan
kesehatan baik yang dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi dan rujukan.

3.5 Evaluasi
Merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk mencapai kemampuan klien dan tujuan
dengan melihat perkembangan klien. Evaluasi klien diabetes mellitus dilakukan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya pada tujuan
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Diabetes mellitus adalah merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperrglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin dan Diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai oleh tingginya
kadaar glukosa dalam darah, pada dasarnya hal ini karena tubuh kekurangan
hormone insulin yang diproduksi oleh kelenjar pankreas ( Sri Hartini, 2009).
Diabetes mellitus dapat disebabkan karena faktor : Hereditas, Lingkungan
(makanan, infeksi, toksin, stress), Perubahan gaya hidup, Kehamilan, Usia,
Obesitas, Antagonisasi efek insulin yang disebabkan oleh beberapa medikasi, antara
lain diuretic thiazide, kortikosteroid adrenal, dan kontraseptif hormonal.

4.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan detail dalammenjelaskan tentang makalah diatas dengan
sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggung jawabkan.
Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk
menanggapi terhadap keseimpulan dari bahasan makalah yang telah dijelaskan.
Untuk bagian terakhir dari makalah adalah daftar pustaka. Pada kesempatan lain
kami akan berusaha lebih baik lagi.

Anda mungkin juga menyukai