Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bayi lahir dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu
faktor resiko yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya
pada masa perinatal. Selain itu bayi berat lahir rendah dapat mengalami
gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang selanjutnya, sehingga
membutuhkan biaya perawatan yang tinggi.
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah salah satu hasil dari ibu hamil
yang menderita kekurangan energi kronis dan akan mempunyai status gizi
buruk. BBLR berkaitan dengan tingginya angka kematian bayi dan balita, juga
dapat berdampak serius pada kualitas generasi mendatang, yaitu akan
memperlambat pertumbuhan dan perkambangan anak, serta berpengaruh pada
penurunan kecerdasan.
Salah satu indikator untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat
adalah angka kematian bayi (AKB). Angka kematian bayi di Indonesia saat ini
masih tergolong tinggi, maka kematian bayi di Indonesia tercatat 510 per 1000
kelahiran hidup pada tahun 2003. Ini memang bukan gambaran yang indah
karena masih tergolong tinggi bila di bandingkan dengan Negara-negara di
ASEAN. Penyebab kematian bayi terbanyak karena kelahiran bayi berat lahir
rendah (BBLR), sementara itu prevalensi BBLR pada saat ini diperkirakan 7-
14% yaitu sekitar 459.200-900.000 bayi (Depkes RI 2005).
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Asfiksia
neonatorum dapat menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia, dan asidosis
(Rusepno, H.1995).Ada beberapa faktor pencetus terjadinya asfiksia
neonatorum yaitu faktor ibu (hipoksia, eklampsi, toksemia, hipotensi karena
perdarahan, diabetes melitus, kelainan jantung, atau penyakit ginjal), faktor
plasenta (gangguan pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh
luas dan kondisi plasenta, misalnya solusio plasenta atau plasenta previa),
faktor fetus (janin terlilit tali pusat, tali pusat menumbung, dll), dan

POLTEKKES KALTIM 1
faktor persalinan (partus lama, kelahiran sungsang, kembar, seksio sesarea,
dan proses persalinan abnormal lainnya)(Markum, A.H. 2002).
Asfiksia merupakan salah satu penyebab mortalitas dan morbiditas
bayi baru lahir dan akan membawa berbagai dampak pada periode
neonatal baik di negara berkembang maupun di negara maju. Di negara maju
angka kejadian asfiksia berkisar antara 1-1,5% dan berhubungan dengan
masa gestasi dan berat lahir. Di negara berkembang angka kejadian bayi
asfiksia lebih tinggi dibandingkan di negara maju karena pelayanan
antenatal yang masih kurang memadai. Sebagian besar bayi asfiksia tersebut
tidak memperoleh penanganan yang adekuat sehingga banyak diantaranya
meninggal(Vera,M.M. 2003).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Asuhan Keperawatan BBLR ?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan Aspixia Neonatus?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan BBLR
2. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Aspixia Neonatus

POLTEKKES KALTIM 2
BAB II
PEMBAHASAN

A. ASKEP BBLR
1. Pengertian
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bila berat badannya kurang
dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram). Bayi yang dilahirkan dengan
BBLR umumnya kurang mampu meredam tekanan lingkungan yang baru
sehingga dapat mengakibatkan pada terhambatnya pertumbuhan dan
perkembangan, bahkan dapat menggangu kelangsungan hidupnya
(Prawirohhardjo,2006).
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang
dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada
bayi kurang bulan (< 37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine
growth restriction)(Pudjiadi, dkk., 2010).

2. Etiologi
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah
(Proverawati dan Ismawati, 2010).
a. Faktor ibu
1) Penyakit
a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan
antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung
kemih.
b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,
hipertensi, HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung.
c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu
a) Angka kejadian prematitas tertinggi adalah kehamilan pada usia <
20 tahun atau lebih dari 35 tahun.

POLTEKKES KALTIM 3
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1
tahun).
c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
3) Keadaan sosial ekonomi
a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini
dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.
b) Aktivitas fisik yang berlebihan
c) Perkawinan yang tidak sah
b. Faktor janin
Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin kronik
(inklusi sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan
kembar.
c. Faktor plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta previa, solutio
plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban
pecah dini.
d. Faktor lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal di dataran
tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun
3. Patofisiologi
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan
yang belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan
dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu),
tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil ketimbang masa kehamilannya,
yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Biasanya hal ini terjadi karena adanya
gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan
oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan
keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi
berkurang.
Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin
tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan
berat normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, system reproduksi

POLTEKKES KALTIM 4
normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra
hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih
sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan
kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR,
vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu
menderita anemia.
Anemia dapat didefinisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb berada
di bawah normal. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan
yang paling sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil umumnya
mengalami deplesi besi sehingga hanya memberi sedikit besi kepada janin
yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal. Selanjutnya mereka
akan menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai di
bawah 11 gr/dl selama trimester III. Kekurangan zat besi dapat
menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel
tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin
didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang
dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan
kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi. Pada ibu hamil yang
menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko morbiditas maupun
mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan prematur
juga lebih besar.

POLTEKKES KALTIM 5
Faktor ibu: Faktor janin: Faktor lingkungan:
Gizi, usia, penyakit, taksemia Hidramnion Tempat tinggal di
gravidarum, perdarahan Kehamilan ganda daratan tinggi, radiasi,
anteroartum, DM, PE, Kelainan kromosom zat-zat racun
keadaan lain (perokok,
alkhol, narkotik), golongan
social ekonomi

BBLR

Sindrom aspirasi Imaturitas hepar Bayi tampak kurus


Asfiksia intra uterin Relatif lebih panjang
janin Kulit longgar, jaringan
Cairan amnion lemak sedikit
bercampur dg
mekonium dan lengket
Ganguan koagulasi Deficit
diparu janin
hepar albumin

Resiko perubahan
suhu.
Hiperbilirubinemia
Resiko kerusakan
integritas kulit.
Masalah kolaborasi
hipoglikemia:
Prematur KDG < 20
Bilirubin indirek > 20
mg/dl.
mg/dl
Matur KGD < 30
mg/dl.

Kern ikterus:
Letargi, kejang, tonus Tanda:
otot meningkat, leher Pucat, tdk mau
kaku, kemampuan minum, lemah, apatis,
hisap menurun. kejang.

POLTEKKES KALTIM 6
4. Manifestasi Klinis
Menurut Huda dan Hardhi. (2013), tanda dan gejala dari bayi berat badan
lahir rendah adalah:
a. Sebelum bayi lahir
1. Pada anamnesa sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus
prematurus, dan lahir mati.
2. Pembesaran uterus tidak sesuai tuanya kehamilan.
3. Pergerakan janin pertama terjadi lebih lambat, gerakan janin lebih
lambat walaupun kehamilannya sudah agak lanjut
4. Pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai menurut
seharusnya. Sering dijumpai kehamilan dengan oligradramnion
gravidarum atau perdarahan anterpartum.
b. Setelah bayi lahir
1. Bayi dengan retadasi pertumbuhan intra uterin
2. Bayi premature yang lahir sebelum kehamilan 37 minggu
3. Bayi small for date sama dengan bayi retardasi pertumbuhan
intrauterine.
4. Bayi premature kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam
tubuhnya.
Selain itu ada gambaran klinis BBLR secara umum adalah :
a. Berat kurang dari 2500 gram.
b. Panjang kurang dari 45 cm.
c. Lingkar dada kurang dari 30 cm.
d. Lingkar kepala kurang dari 33 cm.
e. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu.
f. Kepala lebih besar.
g. Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang.
h. Otot hipotonik lemah.
i. Pernapasan tak teratur dapat terjadi apnea.
j. Eksremitas : paha abduksi, sendi lutut / kaki fleksi-lurus.
k. Kepala tidak mampu tegak.

POLTEKKES KALTIM 7
l. Pernapasan 40 – 50 kali / menit.
m. Nadi 100 – 140 kali / menit.
5. Komplikasi
Menurut Pantiawati (2010), adapun komplikasi yang terjadi adalah
sebagai berikut :
a. Hipotermia
Dalam kandungan, bayi berada dalam suhu lingkungan yang normal dan
stabil yaitu 36°C sampai dengan 37°C. Segera setelah lahir bayi di
harapkan pada suhu lingkungan yang umumnya lebih rendah. Perbedaan
suhu ini memberikan pengaruh pada kehilangan panas tubuh bayi,
hipotermi dapat terjadi karena kemampuan untuk mempertahankan anas
dan kesanggupan menambah produksi panas sangat terbatas karena
pertumbuhan otot-otot yang belum cukup memadai, lemak subkutan yang
sedikit, belum matangnya sistem saraf pengatur suhu tubuh, permukaan
tubuh relatif lebih besar dibandingkan dengan berat badan sehingga
mudah kehilangan panas. Tanda klinis hipotermi : suhu tubuh dibawah
normal, kulit dingin, akral dingin dan sianosis.
Penatalaksanaan hipotermia antara lain yaitu dengan merawat bayi di
dalam ikubator dengan suhu 32°C - 35°C dan dengan metode kanguru.
Metode kanguru merupakan salah satu metode perawatan berat badan
lahir rendah untuk mencegah hipotermi pada bayi baru lahir, yang
diperkenalkan pertama kali oleh Rey dan Martinez yang melaporkan skin
to skin contact dapat meningkatkan kelangsungan hidup bayi terutama
yang mengalami BBLR atau Premature.
1) Tujuan metode kanguru
Tujuan penerapan metode kanguru untuk bayi berat badan lahir
rendah adalah menurunkan angka morbiditas dan mortalitias BBLR
serta menurunkan rujukan BBLR ke rumah sakit.

2) Manfaat metode kanguru


Metode kanguru dapat memberikan manfaat, yaitu :

POLTEKKES KALTIM 8
a) Bagi bayi, metode kanguru bermanfaat mengurangi pemakaian
kalori bayi memperlama waktu bayi tidur, meningkat kan
hubungan pendekatan bayi dan ibu, menstabilkan suhu bayi,
menstabilkan denyut jantung dan pernafasan bayi, menurun kan
stres pada bayi, meningkatkan perilaku bayi lebih baik, dimana
akan tampak bayi waspada, menanggis berkurang, lebih sering
menyusu ASI, dan menaikan berat badan bayi.
b) Bagi ibu, untuk mempermudah pemberian ASI dan pelaksanaan
IMD (inisiasi menyusui dini), meningkatkan produksi ASI,
meningkatkan rasa percaya diri ibu, meningkatkan hubungan
kedekatan dan kasih sayang ibu dengan bayi dan memberikan
pengaruh psikologis berupa ketenangan pada ibu dan keluarga.
c) Bagi rumah sakit/klinik memberikan efisiensi tenaga karena ibu
dapat merawat bayi nya sendiri, mempersingkat lama perawatan
bayi di rumah sakit, dan efisiensi anggaran karena pengunaan
fasilitas, misal nya inkubator berkurang.
3) Kriteria bayi yang diberikan metode kanguru
Antara lain bayi dengan berat badan lahir kurang lebih 1800 gram atau
antara 1500 – 2500 gram.
4) Hal – hal yang harus diperhatikan dalam metode kanguru
a) Posisi kanguru : posisi bayi diantara payudara, tegak, dada bayi
menempel ke dada ibu. Posisi bayi kemudian diamankan dengan
kain panjang atau baju kanguru (dalam hal ini bayi diletakkan
dalam dekapan ibu dengan kulit menyentuh kulit, posisi bayi tegak,
kepala miring ke kiri atau kanan). Apabila menggunakan baju
kanguru/kantung kanguru, posisi bayi adalah tegak pada siang hari
pada waktu ibu berdiri atau duduk dan posisi bayi tengkurap atau
miring pada malam hari pada waktu ibu berbaring atau tidur. dan
keuntungan metode ini bayi mendapat kan sumber panas alami
(36°C – 37°C) langsung dari ibu, mendapatkan kehangatan udara

POLTEKKES KALTIM 9
dalam kantung/baju ibu , serta ASI menjadi lancar , dekapan ibu
adalah energi bagi bayi.
b) Nutrisi : waktu yang optimal untuk memulai menyusu ASI
tergantung pada masa kehamilannya.
c) Dukungan : dukungan terutama diberikan pada ibu berupa fisik,
emosional dan edukasi, yang sewaktu hamil sebaik nya telah
diberikan informasi terutama penting nya metode kanguru pada
bayi.
d) Pemulangan : syarat pemulangan tergantung pada kesehatan bayi
secara menyeluruh dalam kondisi baik dan ibu mampu merawat
bayinya.
b. Hipoglikemia
Penyelidikan kadar gula darah pada 12 jam pertama menunjukan bahwa
hipoglikemia dapat terjadi sebanyak 50 % pada bayi matur : Glukosa
merupakan sumber utama energi selama masa janin, glukosa yang
diambil janin tergantung dari kadar gula darah ibu karena terputusnya
hubungan plasenta dan janin menyebabkan terhentinya pemberian
glukosa, bayi aterm dapat mempertahankan kadar gula darah 50 – 60
mg/dL selama 72 jam pertama, bayi berat lahir rendah dalam kadar 40
mg/dL. Ini disebabkan cadangan glikogen yang belum mencukupi,
Hipoglikemia bila kadar gula darah sama dengan kurang dari 20 mg/Dl.
Tanda klinis hipoglikemia : Gemetar atau tremor, sianosis, apatis, kejang,
apnea intermiten, tangisan lemah atau melengking, kelumpuhan atau
letergi, kesulitan minum, terdapat gerakan putar mata, keringat dingin,
hipotermia, gagal jantung dan henti jantung (sering berbagai gajala
muncul bersama-sama).
c. Perdarahan intracranial
Perdarahan intracranial dapat terjadi karena trauma lahir, disseminated
intravascular coagulopathy atau trombositopenia idiopatik, Matriks
germinal epidimal yang kaya pembuluh darah merupakan wilayah yang
sangat rentan terhadap perdarahan selama minggu pertama kehidupan.

POLTEKKES KALTIM 10
Tanda klinis perdarahan intracranial : kegagalan umum untuk bergerak
normal, refleks moro menurun atau tidak ada, tonus otot menurun, pucat
dan sianosis, apnea, kegagalan menetek dengan baik, muntah yang kuat,
tangisan bernada yang tinggi dan tajam, kejang dan kelumpuhan.
d. Hiperbilirubinnemia
Hal ini dapat terjadi karena belum maturnya fungsi hepar. Kurangnya
enzim glukorinil transerase sehingga konjugasi bilirubin indirek menjadi
bilirubin direk belum sempurna, dan kadar albumin darah yang berperan
dalam transportasi bilirubin dari jaringan ke hepar kurang. Kadar
bilirubin normal pada bayi 10 mg/Dl. Hiperbilirubin pada prematur bila
tidak segera diatasi dapat menjadi kern ikterus yang akan menimbulkan
gejala sisa yang permanen.
Tanda klinis hiperbilirubinemia : sklera, puncak hidung, sekitar mulut,
dada, perut dam ekstremitas berwarna kuning , kemampuan menghisap
menurun dan kejang .
6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Pantiawati (2010) Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan antara lain :
a. Pemeriksaan skor ballard merupakan penilaian yang menggambarkan
reflek dan maturitas fisik untuk menilai reflek pada bayi tersebut untuk
mengetahui apakah bayi itu prematuritas atau maturitas
b. Tes kocok (shake test), dianjurkan untuk bayi kurang bulan merupakan
tes pada ibu yang melahirkan bayi dengan berat kurang yang lupa mens
terakhirnya.
c. Darah rutin, glokoa darah, kalau perlu dan tersedia faslitas diperiksa
kadar elektrolit dan analisa gas darah.
d. Foto dada ataupun babygram merupakan foto rontgen untuk melihat bayi
lahir tersebut diperlukan pada bayi lahir dengan umur kehamilan kurang
bulan dimulai pada umur 8 jam atau dapat / diperkirakan akan terjadi
sindrom gawat nafas.

POLTEKKES KALTIM 11
7. Penatalaksanaan
Menurut Pantiawati (2010), pelaksanaan pada bayi berat lahir rendah
adalah:
a. Medikamentosa
Pemberian vitamin K1 :
1) Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau
2) Per oral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian (saat lahir,
umur 3-10, dan umur 4-6).
b. Diatetik
Pemberian nutrisi yang adekuat :
1) Apabila daya isap belum baik, bayi dicoba untuk menetek sedikit demi
sedikit.
2) Apabila bayi belum bisa meneteki pemberian ASI diberikan melalui
sendok atau pipet.
3) Apabila bayi belum ada reflek mengisap dan menelan harus dipasang
siang penduga/sonde fooding.
Bayi prematur atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena
refleks menghisapnya masih lemah. Untuk bayi demikian sebaiknya ASI
dikeluarkan dengan pompa atau diperas dan diberikan pada bayi dengan
pipa lambung atau pipet. Dengan memegang kepala dan menahan bawah
dagu, bayi dapat dilatih untuk menghisap sementara ASI yang telah
dikeluarkan yang diberikan dengan pipet atau selang kecil yang
menempel pada puting. ASI merupakan pilihan utama :
1) Apabila bayi mendapatkan ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang
cukup dengan cukup dengan cara apapun, perhatikan cara pemberian
ASI dan nilai kemampuan bayi menghisap paling kurang sehari sekali.
2) Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20
g/hari selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.
Pemberian minum bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut berat
badan lahir dan keadaan bayi adalah sebagai berikut:
1) Berat Lahir 1750 – 2500 gram

POLTEKKES KALTIM 12
a) Bayi Sehat
(1) Biarkan bayi menyusu pada ibu semau bayi. Ingat bahwa bayi
kecil lebih mudah merasa letih dan malas minum, anjurkan bayi
menyusu lebih sering (contoh; setiap 2 jam).
(2) Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan untuk
menilai untuk menilai efektifitas menyusui. Apabila bayi kurang
dapat menghisap, tambahkan ASI peras dengan menggunakan
salah satu alternatif cara pemberian minum.
b) Bayi Sakit
(1)Apabila bayi dapat minum per oral dan tidak memerlukan cairan
IV, berikan minum seperti pada bayi sehat.
(2)Apabila bayi memerlukan cairan intravena :
(a) Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama.
(b) Mulai berikan minum per oral pada hari ke-2 atau segera
setelah bayi stabil. Anjurkan pemberian ASI apabila ibu ada
dan bayi menunjukan tanda-tanda siap untuk menyusu.
(3)Apabila masalah sakitnya menghalangi proses menyusu (contoh;
gangguan nafas, kejang), berikan ASI peras melalui pipi
lambung:
(a) Berikan cairan IV dan ASI menurut umur.
(b) Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; 3 jam sekali).
Apabila bayi telah mendapat minum 160 ml/kg/BB perhari
tetapi masih tampak lapar berikan tambahan ASI setip kali
minum. Biarkan bayi menyusu apabila keadaan bayi sudah
stabil dan bayi menunjukkan keinginan untuk menyusu dan
dapat menyusu tanpa terbatuk atau tersedak.
2) Berat lahir 1500 – 1749 gram
a) Bayi sehat
(1)Berikan ASI peras dengan cangkir/sendok. Bila jumlah yang
dibutuhkan tidak dapat diberikan menggunakan cangkir/sendok
atau ada resiko terjadi aspirasi ke dalam paru (batuk atau

POLTEKKES KALTIM 13
tersedak), berikan minum dengan pipa lambung. Lanjutkan
pemberian dengan pemberian menggunakan cangkir/sendok
apabila bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak (ini dapat
berlangsung setelah 1-2 hari namun ada kalanya memakan
waktu lebih dari 1 minggu).
(2)Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (misal setiap 3 jam).
Apabila bayi telah mendapatkan minum 160/kg/BB per hari
tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali
minum.
(3)Apabila telah mendapatkan minum baik menggunakan
cangkir/sendok, coba untuk menyusu langsung.
b) Bayi sakit
(1) Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama.
(2)Beri ASI peras dengan pipa lambung mulai hari ke-2 dan
kurangi jumlah cairan IV secara perlahan.
(3)Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; tiap 3 jam).
Apabila bayi telah mendapatkan minum 160/kg/BB per hari
tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali
minum.
(4)Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/sendok
apabila kondisi bayi sudah stabil dan bayi dapat menelan tanpa
batuk atau tersedak.
(5)Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan
cangkir/sendok, coba untuk menyusui langsung.
3) Berat lahir 1250 – 1499 gram
a) Bayi sehat
(1) Beri ASI melalui pipa lambung.
(2) Beri minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; setiap 3 jam). Apabila
bayi telah mendapatkan minum 160/kg/BB per hari tetapi masih
tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum.
(3) Lanjutkan pemberian minum menggunaka cangkir/sendok.

POLTEKKES KALTIM 14
(4) Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan
cangkir/sendok, coba untuk menyusui langsung.
b) Bayi sakit
(1) Beri cairan intravena hanya selama 24 jam pertama.
(2) Beri ASI peras melalui pipa lambung mulai hari ke-2 dan
kurangi jumlah cairan intravena secara perlahan.
(3) Beri minum 8 kali dalam 24 jam (setiap 3 jam). Apabila bayi
telah mendapatkan minum 160/kg/BB per hari tetapi masih
tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum.
(4) Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/sendok.
(5) Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan
cangkir/sendok, coba untuk menyusui langsung.
4) Berat lahir (tidak tergantung kondisi)
a) Berikan cairan intravena hanya selama 48 jam pertama.
b) Berikan ASI melalui pipa lambung mulai pada hari ke-3 dan
kurangi pemberian cairan intravena secara perlahan.
c) Berikan minum 12 kali dalam 24 jam (setiap 2 jam). Apabila bayi
telah mendapatkan minum 160/kg/BB per hari tetapi masih tampak
lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum.
d) Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/sendok.
e) Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan
cangkir/sendok, coba untuk menyusu langsung.
c. Suportif
Hal utama yang perlu dilakukan dalam penanganan BBLR adalah :
1) Membersihkan jalan napas.
2) Memotong tali pusat dan perawatan tali pusat.
3) Membersihkan badan bayi dengan kapas baby oil.
4) Memberikan obat mata.
5) Membungkus bayi dengan kain hangat.
6) Pengkajian keadaan kesehatan pada bayi dengan berat badan lahir
rendah.

POLTEKKES KALTIM 15
7) Mempertahankan suhu tubuh bayi dengan cara :
a) Membungkus bayi dengan menggunakan selimut bayi yang
dihangatkan terlebih dahulu.
b) Menidurkan bayi didalam incubator buatan yaitu dapat dibuat dari
keranjang yang pingirnya diberi penghangat dari buli-buli panas
atau botol yang diisi air panas. Buli-buli panas atau botol-botol ini
disimpan dalam keadaan berdiri tutupnya ada di sebelah atas agar
tidak tumpah dan tidak mengakibatkan luka bakar pada bayi. Buli-
buli panas aatau botol ini pun harus dalam keadaan terbungkus,
dapat menggunakan handuk atau kain yang tebal. Bila air panasnya
sudah dingin ganti airnya dengan air panas kembali.
8) Suhu lingkungan bayi harus dijaga :
a) Kamar dapat masuk sinar matahari.
b) Jendela dan pintu dalam keadaan tertutup untuk mengurangi
hilangnya panas dari tubuh bayi melalui proses radiasi dan
konveksi.
9) Badan bayi harus dalam keadaan kering.
10)Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu
tubuh bayi, seperti kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care,
pemancar panas, inkubator atau ruangan hangat yang tersedia di
tempat fasilitas kesehatan setempat sesuai petunjuk.
11) Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin.
12) Ukur suhu tubuh dengan berkala.
13)Yang juga harus diperhatikan untuk penatalaksanaan suportif ini
adalah;
a) Jaga dan pantau patensi jalan nafas.
b) Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit.
14)Bila terjadi penyulit, harus dikoreksi dengan segera (contoh;
hipotermi, kejang, gangguan nafas, hiperbilirubinemia).
15)Berikan dukungan emosional pada ibu dan anggota keluarga lainnya.

POLTEKKES KALTIM 16
16)Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila tidak memungkinkan,
biarkan ibu berkunjungan setiap saat dan siapkan kamar untuk
menyusui.
d. Pemantauan (Monitoring)
1) Pemantauan saat dirawat
a) Terapi
(1)Bila diperlukan terapi untuk penyulit tetap diberikan.
(2)Preparat besi sebagai suplemen mulai diberikan pada usia 2
minggu.
b) Tumbuh Kembang
(1)Pantau berat badan bayi secara periodic.
(2)Bayi akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama
(sampai 10% untuk bayi dengan berat lahir <1500).
(3)Bila bayi sudah mendapatkan ASI secara penuh (pada semua
kategori berat lahir) dan telah berusia lebih dari 7 hari:
(a)Tingkatkan jumlah ASI 20 ml/kg/hari sampai tercapai jumlah
180 ml/kg/hari.
(b)Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan peningkatan berat
badan bayi agar jumlah pemberian ASI tetap 180 ml/kg/hari.
(c)Apabila kenaikan berat badan tidak adekuat, tingkatkan
jumlah pemberian ASI hingga 200 ml/kg/hari.
(d)Ukur berat badan setiap hari, panjang badan dan lingkar
kepala setiap minggu.
2) Pemantauan setelah pulang
Diperlukan pemantauan setelah pulang untuk mengetahui
perkembangan bayi dan mencegah/mengurangi kemungkinan untuk
terjadinya komplikasi setelah pulang sebagai berikut:
a) Sesudah pulang hari ke-2, ke-10, ke-20, ke-30, dilanjutkan setiap
bulan.
b) Hitung umur koreksi.
c) Pertumbuhan; berat badan, panjang badan dan lingkar kepala.

POLTEKKES KALTIM 17
d) Tes perkembangan, Denver development screening test (DDST).
e) Awasi adanya kelainan bawaan.
f) Mengajarkan ibu/orang tua cara:
(1) Membersihkan jalan napas
(2) Mempertahankan suhu tubuh
(3) Mencegah terjadinya infeksi
(4) Perawatan bayi sehari-hari, seperti : memandikan, perawatan
tali pusat, pemberian ASI dan lain – lain.
g) Menjelaskan pada ibu (orang tua)
(1) Pemberian ASI
(2) Makanan bergizi bagi ibu
(3) Mengikuti program KB segera mungkin
h) Observasi keadaan umum bayi selama 3 hari, apabila tidak ada
perubahan atau keadaan umum semakin menurun bayi harus
dirujuk ke rumah sakit. Berikan penjelasan kepada keluarga bahwa
anaknya harus dirujuk ke rumah sakit.

8. Pengkajian
a. Biodata
Terjadi pada bayi prematur yang dalam pertumbuhan di dalam
kandungan terganggu
b. Keluhan Utama
Menangis lemah, reflek menghisap lemah, bayi kedinginan atau suhu
tubuh rendah
c. Riwayat penyakit sekarang
Lahir spontan, SC untuk kehamilan antara 24 sampai 37 minggu, berat
badan kurang atau sama dengan 2.500 gram, APGAR pada 1 sampai 5
menit, 0 sampai 3 menunjukkan kegawatan yang parah , 4 sampai 6
kegawatan sedang, dan 7 sampai 10 normal.
d. Riwayat penyakit dahulu
Ibu memiliki riwayat kelahiran prematur, kehamilan ganda, hidramnion.

POLTEKKES KALTIM 18
e. Riwayat penyakit keluarga
Adanya penyakit tertentu yang menyertai kehamilan seperti DM, TB
Paru, tumor kandungan, kista, dan hipertensi.
f. ADL
1) Pola nutrisi : reflek sucking lemah, volume lambung kurang, daya
absorbsi kurang atau lemah sehingga kebutuhan nutrisi terganggu.
2) Pola istirahat tidur : terganggu karena hipotermia
3) Pola personal hygiene : tahap awal tidak dimandikan
4) Pola aktivitas : gerakan kaki dan tangan lemas
5) Pola eliminasi : BAB yang pertama kali keluar adalah mekonium ,
produksi urin rendah
g. Pemeriksaan
1) Pemeriksaan Umum
a) Kesadaran compos mentis
b) Nadi : 180x/menit pada menit pertama, kemudian menurun sampai
120-140x/menit
c) RR : 80x/menit pada menit pertama, kemudian menurun sampai
40x/menit
d) Suhu: kurang dari 36,5 ℃
2) Pemeriksaan Fisik
a) Sistem sirkulasi/ kardiovaskuler : frekuensi dan irama jantung rata-
rata 120 – 160x/menit, bunyi jantung (murmur/gallop), warna kulit
bayi sianosis atau pucat, capilary refill(kurang dari 2-3 detik).
b) Sistem pernapasan :Bentuk dada barel atau cembung, penggunaan
otot aksesoris, cuping hidung, interkostal: frekuensi dan
keteraturan pernapasan rata- rata antara 40-60x/menit, bunyi
pernafasan adalah stridor, whezing atau ronki.
c) Sistem gastrointestinal: Distensi abdomen (lingkar perut
bertambah, kulit mengkilat), peristaltik usus, muntah (jumlah,
warna, konsistensi dan bau), BAB (jumlah, warna, karakteristik,
konsistensi dan bau), refleks menelan dan mengisap yang lemah.

POLTEKKES KALTIM 19
d) Sistem genitourinaria :Abnormalitas genitalia, hipospadia, urin
(jumlah, warna, berat jenis, dan PH).
e) Sistem neurologis dan muskuloskeletal : gerakan bayi, refleks
moro,menghisap,mengenggam, plantar, posisi atau sikap bayi fleksi
,ekstensi, ukuran lingkar kepala kurang dari 33cm, respon pupil,
tulang kartilago telinga belum tumbuh dengan sempurna, lembut
dan lunak.
f) Sistem thermogulasi (suhu): Suhu kulit dan aksila, suhu
lingkungan.
g) Sistem kulit : keadaan kulit (warna, tanda iritasi, tanda lahir,
lesi, pemasangan infus), tekstur dan turgor kulit kering, halus,
terkelupas
h) Pemeriksaan Fisik : Berat badan sama dengan atau kurang
dari 2500gram, panjang badan sama dengan atau kurang dari 46
cm, lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33cm, lingkar
dada sama dengan atau kurang dari 30cm, lingkar lengan atas,
lingkar perut,keadaan rambut tipis, halus, lanugo pada punggung
dan wajah, padawanita klitoris menonjol, sedangkan pada laki-laki
skrotum belum berkembang, tidak menggantung dan testis belum
turun, nilai APGAR pada menit 1 dan ke 5, kulit keriput.
(Pantiawati, 2010)

POLTEKKES KALTIM 20
9. Diagnosa
Menurut Proverawati (2010), diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul pada BBLR adalah :
a. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan energi
b. Hipotermi b.d kekurangan lemak subkutan
c. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan
d. Resiko infeksi d.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder

10. Intervensi
a. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan energi
Tujuan : pola nafas menjadi efektif
Kriteria hasil :
- RR : 30-60x/menit
- Sianosis (-)
- Sesak(-)
- Ronchi(-)
- Whezing(-)
Rencana Tindakan :
- Observasi pola nafas
- Observasi frekuensi dan bunyi nafas
- Observasi adanya sianosis
- Monitor dengan teliti hasi pemeriksaan gas darah
- Tempatkan kepala pada posisi hiperekstensi
- Beri 𝑂2 sesuai program dokter
- Observasi respon bayi terhadap ventilator dan terapi 𝑂2
- Atur ventilasi ruangan tempat perawatan klien
- Kolaborasi dengan tenaga medis lainnya

b. Hipotermi b.d kekurangan lemak subkutan


Tujuan : Suhu tubuh dalam rentang normal
Kriteria hasil:

POLTEKKES KALTIM 21
- Suhu : 36-37℃
- Kulit hangat
- Sianosi(-)
- Ekstremitas hangat
Tindakan Kperawatan
- Observasi TTV
- Tempatkan bayi pada inkubator
- Awasi dan atur tempratur dalam inkubator sesuai kebutuhan
- Monitor tanda-tanda hipotermi
- Hindari bayi dari pengaruh yang dapat menurukan sushu tubuh
- Ganti pakaian setiap basah
- Observasi adanya sianosis

c. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan


Tujuan : Nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
- Reflek hisap dan menelan baik
- Muntah (-)
- Kembung (-)
- BAB lancar
- BB meningkat 15 gr/hr
- Turgor elastis
Tindakan Keperawatan :
- Observasi intake dan output
- Observasi refleks hisap dan menelan
- Beri minum sesuai program
- Pasang NGT bila reflek menghisap dan menelan tidak ada
- Monitor tanda tanda intoleransi terhadap nutrisi parenteral
- Kaji kesiapan untuk pemberian nutrisi enteral
- Kaji kesiapan ibu untuk menyusui
- Timbang BB setiap hari

POLTEKKES KALTIM 22
d. Resiko infeksi d.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil :
- Suhu 36-37℃
- Tidak ada tanda- tanda infeksi
- Leukosit 5.000-10.000
Tindakan keperawatan :
- Kaji tanda-tanda infeksi
- Isolasi bayi dengan bayi lain
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi
- Gunakan masker setiap kontak dengan bayi
- Cegah kontak dengan orang yang terinfeksi
- Pastikan semua perawatan yang kontak dengan bayi dalam keadaan
bersih/ steril
- Kolaborasi dengan dokter
- Berikan antibiotik sesuai program

POLTEKKES KALTIM 23
B. ASKEP Asfiksia Neonatus
1. Definisi
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan nafas secara spontan dan
teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan
hipoksemia, hiperkarbia, dan asidosis (IDAI, 2004). Asfiksia neonatorum
adalah kegagalan bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir
(WHO, 1999).
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur
segera setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat
janin akan mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin
berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat, atau masalah pada bayi selama
atau sesudah persalinan (Depkes RI, 2009).
2. Klasifikasi Asfiksia
Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR :
a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10 (Ghai, 2010).

Nilai 0 1 2
Nafas Tidak ada Tidak teratur Teratur Tidak
Denyut Tidak ada < 100 > 100
jantung
Warna kulit Biru atau pucat Tubuh merah jambu Merah jambu
dan kaki, tangan biru

Gerakan/tonus Tidak ada Sedikit fleksi Fleksi


otot
Refleks Tidak ada Lemah/lambat Kuat
(menangis)
Nilai APGAR (Ghai, 2010)

POLTEKKES KALTIM 24
A (Appearance) : Perhatikan warna tubuh bayi.

P (Pulse/denyut) : Dengarkan denyut jantung bayi dengan stetoskop atau


palpasi denyut jantung dengan jari

G (Grimace/Seringai) : Gosok berulang-ulang dasar tumit kedua tumit kaki


bayi dengan jari. Perhatikan reaksi pada mukanya atau perhatikan reaksi
ketika lender pada mukanya atau perhatikan reaksi ketika lendir dari mulut
dan tenggorokan di hisap.

A (Activity) : Perhatikan cara bayi baru lahir menggerakkan kaki dan


tangan atau tarik salah satu tangan/kakinya. Perhatikan bagaimana kedua
tangan dan kakinya bergerak sebagai reaksi terhadap rangsangan tersebut.

R (Respiratori/Pernapasan) : Perhatikan dada dan abdomen bayi,


perhatikan pernapasannya.

Nilai Apgar pada umumnya dilaksanakan pada 1 menit dan 5 menit


sesudah bayi lahir. Akan tetapi, penilaian bayi harus dimulai segera sesudah
bayi lahir. Apabila bayi memerlukan intervensi berdasarkan penilaian
pernafasan, denyut jantung atau warna bayi, maka penilaian ini harus
dilakukan segera. Intervensi yang harus dilakukan jangan sampai terlambat
karena menunggu hasil penilaian Apgar 1 menit. Kelambatan tindakan akan
membahayakan terutama pada bayi yang mengalami depresi berat.

3. Etiologi
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia) antara lain :
a. Faktor ibu
1) Preeklampsia dan eklampsia
2) Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
3) Partus lama atau partus macet
4) Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
5) Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)

POLTEKKES KALTIM 25
b. Faktor Tali Pusat
1) Lilitan tali pusat
2) Tali pusat pendek
3) Simpul tali pusat
4) Prolapsus tali pusat.
c. Faktor bayi
1) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
2) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
3) Kelainan bawaan (kongenital)
4) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan), (DepKes RI,
2009).
Towel (1966) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan
pada bayi yang terdiri dari :
a. Faktor Ibu Hipoksia ibu.
Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala
akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat
pemberian obat analgetika atau anestesia dalam. Gangguan aliran darah
uterus. Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan
berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan demikian pula ke
janin. Hal ini sering ditemukan pada keadaan:
- gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipertoni atau tetani
uterus akibat penyakit atau obat
- hipotensi mendadak pada ibu
- karena perdarahan,
- hipertensi pada penyakit eklampsia dan lainlain.
b. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan
kondisi plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan
mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan
plasenta dan lain-lain.

POLTEKKES KALTIM 26
c. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran
darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran
gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan
pada keadaan tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi
tali pusat antara janin dan jalan lahir dan lain-lain.
d. Faktor neonatus
Depresi tali pusat pernafasan bayi baru lahir dapat terjadi karena
beberapa hal, yaitu :
- Pemakaian obat anastesi/analgetika yang berlebihan pada ibu secara
langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin,
- Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan
intrakranial,
- Kelainan kongenital pada bayi, misalnya hernia diafragmatika,
atresia/stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru dan lain-lain.

4. Manifestasi Klinis
Asfiksia biasanya merupakan akibat hipoksia janin yang menimbulkan
tanda-tanda klinis pada janin atau bayi berikut ini :
a. DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur
b. Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
c. Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot, dan organ
lain
d. Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen
e. Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen
pada otot-otot jantung atau sel-sel otak
f. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung,
kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta
sebelum dan selama proses persalinan
g. Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru
atau nafas tidak teratur/megap-megap

POLTEKKES KALTIM 27
h. Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam darah
i. Penurunan terhadap spinkters
j. Pucat (Depkes RI, 2007)
5. Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin)
menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus
tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus
simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan
menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita
periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak
berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut
jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara
berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut
jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi
akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai
bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut
jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun.
Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan
menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika
resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.

POLTEKKES KALTIM 28
Persalinan lama, lilitan Paralisis pusat Faktor lain : Anastesi,
tali pusat, presentasi pernapasan obat-obatan narkotik
janin abnormal

ASFIKSIA

Janin kekurangan O2 Paru-paru terisi cairan


dan kadar CO2
meningkat
Bersihan Jalan Nafas
Tidak Efektif
Nafas Suplai o2 ke Suplai o2 dalam
Cepat paru darah
Gangguan
metabolisme dan
Apneu Resiko perubahan asam basa

Pola nafas ketidakseimbangan


tidak efektif suhu tubuh
Asidosis
Respiratorik
Kerusakan
DJJ & TD otak

Gangguan Perfusi
ventilasi
Kematian Bayi

Janin tidak bereaksi Kerusakan


terhadap rangsangan Petukaran Gas
Resiko
Cedera

Proses Keluarga
Terhenti

POLTEKKES KALTIM 29
6. Komplikasi
a. Edema otak dan Perdarahan Otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah
berlarut sehingga terjadi aliran darah ke otak yang menurun' keadaaan
ini akanmenyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat
terjadinya edema otak hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia'
keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya
yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung
akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal
inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah
mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asifksia akan mengalami gangguan
pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan
persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat
menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan
tak efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan
menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan
perdarahan pada otak.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
1) Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb
cenderung turun karena O2 dalam darah sedikit.
2) Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct)
karena bayi preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.
3) Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)

POLTEKKES KALTIM 30
4) Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi cenderung turun
karena sering terjadi hipoglikemi.
b. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
1) pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis
metabolik.
2) PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post asfiksia
cenderung naik sering terjadi hiperapnea.
3) PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post asfiksia
cenderung turun karena terjadi hipoksia progresif.
4) HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
5) Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
- Natrium (normal 134-150 mEq/L)
- Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
- Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
6) Photo thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.

8. Pencegahan
Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum adalah dengan
menghilangkan atau meminimalkan faktor risiko penyebab asfiksia. Derajat
kesehatan wanita, khususnya ibu hamil harus baik. Komplikasi saat
kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari. Upaya peningkatan
derajat kesehatan ini tidak mungkin dilakukan dengan satu intervensi saja
karena penyebab rendahnya derajat kesehatan wanita adalah akibat banyak
faktor seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah, kepercayaan, adat
istiadat dan lain sebagainya. Untuk itu dibutuhkan kerjasama banyak pihak
dan lintas sektoral yang saling terkait. Adanya kebutuhan dan tantangan
untuk meningkatkan kerjasama antar tenaga obstetri di kamar bersalin. Perlu
diadakan pelatihan untuk penanganan situasi yang tak diduga dan tidak
biasa yang dapat terjadi pada persalinan. Setiap anggota tim persalinan

POLTEKKES KALTIM 31
harus dapat mengidentifikasi situasi persalinan yang dapat menyebabkan
kesalahpahaman atau menyebabkan keterlambatan pada situasi gawat. Pada
bayi dengan prematuritas, perlu diberikan kortikosteroid untuk
meningkatkan maturitas paru janin.

9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan asfiksia neonatorum adalah dengan melakukan
resusitasi neonatus. Pelaksanaan resusitasi neonatus secara garis besar
mengikuti algoritma resusitasi neonatal.
Menurut Hidayat (2006) penatalaksanaan untuk asfiksia berdasarkan
Apgar Score yakni :
a. Asfiksia ringan (7-10)
1) Bayi dibungkus dengan kain hangat lalu dibawa ke meja resusitasi
2) Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung
kemudian mulut
3) Bersihkan badan dan tali pusat
4) Lakukan observasi tanda vital, pantau Apgar Score dan masukkan
incubator
b. Asfiksia sedang (4-6)
1) Menerima bayi dengan kain hangat
2) Bersihkan jalan napas
3) Berikan oksigen 2L/menit
4) Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki. Apabila belum
ada reaksi, bantu pernapasan dengan masker
5) Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis, berikan nabic
7,5% sebanyak 6 cc, dektrosa 40% 4 cc disuntikkan melalui vena
umbilicus secara perlahan-lahan untuk mencegah tekanan intrakanial
meningkat
c. Asfiksia berat (0-3)
1) Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui ambubag
2) Berikan oksigen 4-5L/menit

POLTEKKES KALTIM 32
3) Bila tidak berhasil, lakukan pemasangan ETT
4) Bersihkan jalan napas melalui ETT
5) Apabila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan nabic
7,5% sebanyak 6 cc selnjutnya berikan sebanyak 4 cc
Pelaksanaan resusitasi neonatus dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut :
a. Langkah Awal Resusitasi : Pada pemeriksaan atau penilaian awal
dilakukan dengan menjawab 4 pertanyaan :
1) Apakah bayi cukup bulan ?
2) Apakah air ketuban jernih ?
3) Apakah bayi bernafas atau menangis ?
4) Apakah tonus otot bayi baik atau kuat ?
b. Bila terdapat jawaban “tidak” dari salah satu pertanyaan di atas maka
bayi memerlukan satu atau beberapa tindakan resusitiasi berikut ini
secara berurutan (Nelson KB, 1991) :
1) Langkah awal stabilisasi :
- Memberikan kehangatan :
Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas (radiant warmer)
dalam keadaan telanjang agar panas dapat mencapai tubuh bayi
dan memudahkan eksplorasi seluruh tubuh (Goodwin TM, 1992).
- Memposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanya.
 Bayi diletakkan telentang dengan leher sedikit tengadah dalam
posisi menghidu agar posisi faring, laring dan trakea dalam
satu garis lurus yang akan mempermudah masuknya udara.
 Posisi ini adalah posisi terbaik unuk melakukan ventilasi
dengan balon dan sungkup atau untuk pemasangan pipa
endotrakeal (Martin-Ancel A, 1995).
- Membersihkan jalan nafas sesuai keperluan aspirasi mekonium
saat proses persalinan dapat menyebabkan pneumonia aspirasi.
 Salah satu pendekatan obstetrik yang digunakan untuk
mencegah aspirasi adalah dengan melakukan penghisapan

POLTEKKES KALTIM 33
mekonium sebelum lahirnya bahu (intrapartum suctioning)
(Wiswell TE, 2000).
 Bila terdapat mekonium dalam cairan amnion dan bayi tidak
bugar (bayi mengalami depresi pernafasan, tonus otot kurang
dan frekuensi jantung kurang dari 100 x/menit segera
dilakukan penghisapan trakea sebelum timbul pernafasan
untuk mencegah sindrom aspirasi mekonium.
 Penghisapan trakea meliputi langkah-langkah pemasangan
laringoskop dan selang endotrakeal ke dalm trakea, kemudia
dengan kateter penghisap dilakukan pembersihan daerah
mulut, faring, dan trakea sampai glotis.
 Bila terdapat mekonium dalam cairam amniom namun bayi
tampak bugar, pembersihan sekret dari jalan nafas dilakukan
seperti pada bayi tanpa mekonium (Perinasia, 2006).
- Mengeringkan bayi, merangsang pernafasan dan meletakkan pada
posisi yang benar.
 Bila setelah posisi yang benar, penghisapan sekret dan
pengeringan, bayi belum bernafas adekuat, maka perangsangan
taktil dapat dilakukan dengan menepuk atau menyentil telapak
kaki, atau dengan menggosok punggung tubuh atau ekstermitas
bayi
2) Ventilasi tekanan positif (VTP)
- Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar
- Agar VTP efektif, kecepatan memompa (kecepatan ventilasi) dan
tekanan ventilasi harus sesuai
- Kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kali/menit
- Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut. Nafas
pertama setelah lahir, membutuhkan: 30-40 cm H2O. Setelah
nafas pertama, membutuhkan: 15-20 cm H2O. Bayi dengan
kondisi atau penyakit paru-paru yang berakibat turunnya
compliance, membutuhkan: 20-40 cm H2O. Tekanan ventilasi

POLTEKKES KALTIM 34
hanya dapat diatur apabila digunakan balon yang mempunyai
pengukuran tekanan
- Observasi gerak dada bayi: adanya gerakan dada bayi turun naik
merupakan bukti bahwa sungkup terpasang dengan baik dan paru-
paru mengembang. Bayi seperti menarik nafas dangkal. Apabila
dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik nafas panjang,
menunjukkan paru-paru terlalu mengembang, yang berarti
tekanan diberikan terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan
pneumothoraks
- Observasi gerak perut bayi: gerak perut tidak dapat dipakai
sebagai pedoman ventilasi yang efektif. Gerak paru mungkin
disebabkan masuknya udara ke dalam lambung
- Penilaian suara nafas bilateral: suara nafas didengar dengan
menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas di kedua paru-paru
merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar.
- Observasi pengembangan dada bayi: apabila dada terlalu
berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi meremas
balon. Apabila dada kurang berkembang, mungkin disebabkan
oleh salah satu penyebab berikut: perlekatan sungkup kurang
sempurna, arus udara terhambat, dan tidak cukup tekanan.
Apabila dengan tahapan diatas dada bayi masih tetap kurang
berkembang sebaiknya dilakukan intubasi endotrakea dan ventilasi
pipa-balon (Saifuddin, 2009).
3) Kompresi dada
Teknik kompresi dada ada 2 cara :
- Teknik ibu jari (lebih dipilih)
 Kedua ibu jari menekan sternum, ibu jari tangan melingkari
dada dan menopang punggung
 Lebih baik dalam megontrol kedalaman dan tekanan konsisten
 Lebih unggul dalam menaikan puncak sistolik dan tekanan
perfusi coroner

POLTEKKES KALTIM 35
- Teknik dua jari
 Ujung jari tengah dan telunjuk/jari manis dari 1 tangan
menekan sternum, tangan lainnya menopang punggung
 Tidak tergantung
 Lebih mudah untuk pemberian obat
- Kedalaman dan tekanan
 Kedalaman ±1/3 diameter anteroposterior dada
 Lama penekanan lebih pendek dari lama pelepasan curah
jantung maksimum
- Koordinasi VTP dan kompresi dada
1 siklus : 3 kompresi + 1 ventilasi (3:1) dalam 2 detik Frekuensi:
90 kompresi + 30 ventilasi dalam 1 menit (berarti 120 kegiatan
per menit). Untuk memastikan frekuensi kompresi dada dan
ventilasi yang tepat, pelaku kompresi mengucapkan “satu – dua –
tiga - pompa-…” (Prambudi, 2013).
4) Pemberian epinefrin atau pengembang volume (volume expander)
5) Penghentian Resusitasi
Penghentian resusitasi dilakukan dengan kriteria antara lain :
- Bila tidak ada upaya bernafas dan denyut jantung setelah 10
menit, setalh usaha resusitasi yang menyeluruh dan adekuat dan
penyebab lain telah disingkirkan, maka resusitasi dapat
dihentikan.
- Data mutakhir menunjukkan bahwa setlah 10 menit, sangat tipis
kemungkinan selamat dan yang selamat biasanya menderita cacat
berat (Vain NE, 2004).

10. Pengkajian
a. Biodata pasien
1) Identitas bayi
2) Identitas penanggung jawab / orang tua
b. Keluhan utama

POLTEKKES KALTIM 36
1) Keluhan saat MRS : bayi lahir tidak langsung menangis
2) Keluhan saat pengkajian : bayi lahir normal dan bayi tidak
langsung menangis
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang: keadaan bayi cukup, bayi tidak
langsung menangis
2) Riwayat penyakit masalalu: riwayat kehamilan, riwayat
persalinan, riwayat neonatus
3) Riwayat kesehatan keluarga : keluarga mengatakan tidak
memiliki penyakit menular
d. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan kesadaran: compos metis
2) Pemeriksaan vital sign: N:144x / m, S:36,90 c, RR:67x / m
3) Pemeriksaan status gizi / pertumbuhan
4) Pemeriksaan kepala : apakah ada trauma persalinan atau tidak,
adanya caput, chepal hematoma
5) Pemeriksaan mata: apakah ada kotorannya atau tidak dan
bagaimana keadaan palpebranya
6) Pemeriksaan sistem gastro intestinal :
- Apakah palatum keras atau tidak
- Apakah bayi menolak untuk di susui, muntah / distensi
abdomen, stomatitis
7) Pemeriksaan sistem pernafasan: apakah bayi ada kesulitan
dalam bernafas, takipneu, bradipneu, teratur / tidak
8) Keadaan tali pusat: periksa apakah ada perdarahan, tanda
infeksi, keadaan dan jumlah pembuluh darah (2 arteri, 1 vena)
9) Pemeriksaan ekstremitas: cacat bawaan lahir, kelainan bentuk,
jumlah, bengkak / tidak, posisi / postur normal / abnormal
10) Pemeriksaan sistem muskuloskeletal: tonus otot, kekuatan otot
11) Pemeriksaan sistem integumen: pustula, abrasi, ruam petikie

POLTEKKES KALTIM 37
e. Pemeriksaan Apgar Skor

Tanda Nilai
0 1 2
A : appearance ( Biru/pucat Tubuh kemerahan, Tubuh dan
warna kulit) ekstermitas biru ekstermitas
kemerahan
P : Pulse/denyut Tidak ada < 100 x/mnt > 100 x/mnt
nadi
G: Tidak ada Gerakan sedikit Menangis
Grimance/reflek
A : Activity/tonus Lumpuh Fleksi lemah Aktif
otot
R : Respiration Tidak ada Lemah, merintih Tangisan kuat
(usaha napas)
Penilaian :
7-10 : Normal/asfiksia ringan
4-6 : Asfiksia sedang
0-3 : Asfiksia berat

11. Diagnosa Keperawatan


a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus
banyak
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan
hipoventilasi/hiperventilasi
c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
perfusi ventilasi
d. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan kurangnya
suplai O2 dalam darah

POLTEKKES KALTIM 38
12. Intervensi Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus
banyak
Intervensi :
1) Bersihkan muka dengan kasa / kain bersih dari darah dan lendir
segera setelah kepala bayi lahir
2) Hisap lendir dengan penghisap lendir atau slem pada sisi mulut
dan hidung
3) Pertahankan suplai oksigen
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan
hipoventilasi/hiperventilasi
Intervensi :
1) Observasi pola nafas
2) Observasi frekuensi dan bunyi nafas
3) Observasi adanya sianosis
4) Kolaborasi dengan tenaga medis / dokter
c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
perfusi ventilasi
Intervensi :
1) Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas, dan produksi
sputum
2) Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran darah dan bunyi
nafas tambahan
d. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan kurangnya
suplai O2 dalam darah
Intervensi :
1) Hindarikan bayi dari kedinginan dari lingkungan yang hangat
2) Monitor gejala yang berhubungan dengan hipotermi, perubahan
warna kulit

POLTEKKES KALTIM 39
KESIMPULAN
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500 gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi kurang
bulan (< 37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth
restriction)(Pudjiadi, dkk., 2010). Beberapa penyebab dari bayi dengan berat
badan lahir rendah (Proverawati dan Ismawati, 2010) : faktor ibu, faktor janin,
faktor plasenta, dan faktor lingkungan. Komplikasi : Hipotermia, Hipoglikemia,
Perdarahan intracranial, dan Hiperbilirubinnemia.
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada
saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan hipoksemia,
hiperkarbia, dan asidosis (IDAI, 2004). Faktor-faktor yang dapat menimbulkan
gawat janin (asfiksia) antara lain : faktor ibu, faktor tali pusat dan faktor bayi.
Komplikasi: Edema otak dan Perdarahan Otak, Anuria atau oliguria, Kejang dan
Koma.

POLTEKKES KALTIM 40
DAFTAR PUSTAKA
Prawihardjo, S.2006. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonata. Jakarta :
YBP –SP
Pudjiadi Antonius, H., Hegar Badriul,DKK. 2010. Pedoman Pelayanan Medis
Ikatan Dokter Anak Indonesia . Jakarta : IDAI
Pantiawati, I. 2010. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah . Yogyakarta : Nuha
Medika
Proverawati, A., Ismawati, C. 2010. Berat Badan Lahir Rendah . Yogyakarta :
Nuha Medika
Maryuni, Anik. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal, Jakarta :
Trans Info Media
Wijayaningsih, K. S. 2013. Asuhan Keperawatan Anak, Jakarta : Trans Info
Media.
Nurlina, Jumiarni Sri Mulyati. 1991. Asuhan Keperawatn Perinatal, Jakarta :
Buku Kedokteran
Ibrahim, Fachri. (16 Februari 2015). Komplikasi Asfiksia. Dikutip pada tanggal
05 Maret 2019
Vina, El. (28 Februari 2015). Askep Anak-Asfiksia Neonatorum. Dikutip pada
tanggal 05 Maret 2019.

POLTEKKES KALTIM 41

Anda mungkin juga menyukai