METODE PENELITIAN
Medan.
3.3.1 Populasi
1. Populasi target
2. Populasi terjangkau
Pasien dengan tinea pedis yang datang ke Divisi Mikologi SMF IKKK
RSUP H. Adam Malik Medan sejak bulan Januari sampai November 2016.
eksklusi.
consent.
minggu terakhir, anti jamur oral dalam satu bulan terakhir dan antibiotika
Rumus :
n = zα2PQ
d2
dimana :
Zα : deviat baku alpha, untuk α : 0,05 : 1,96
P : proporsi tinea pedis : 0,12
Q : 1 – P = 0,9
d : presisi : 0,09
= 43
sampling.
1. Umur adalah umur subjek penelitian saat pertama datang dihitung dari
tanggal lahir, bulan dan tahun, bila lebih dari 6 bulan, umur
26 tahun, 27-36 tahun, 37-46 tahun, 47-56 tahun, 57-66 tahun, 67-76
disertai pemeriksaan kerokan kulit dengan larutan KOH dijumpai hifa dan
/ atau artrokonidia.
d. Tipe ulseratif akut bila dijumpai lesi vesikopustular, ulkus, erosi dan
4. Hasil pemeriksaan KOH dikatakan positif jika ditemukan hifa dan / atau
artrokonidia.
sudah ada; spesies bakteri didapat dari pemeriksaan kultur bakteri seperti
7. Anti jamur topikal merupakan obat-obat anti jamur yang dioleskan pada
8. Anti jamur oral merupakan obat-obat anti jamur yang diberikan secara
klindamisin,dan lain-lain.
1. Alat yang digunakan adalah gelas objek steril, skalpel dengan blade no 15
swab 70%, piring petri steril, inkubator, lampu spiritus, lidi kapas steril,
pipet tetes, pinset anatomis, dan gelas penutup (cover slip), mikroskop
cahaya.
2. Bahan yang digunakan adalah larutan KOH 10%, larutan Lacto phenol
g/l), kloramfenikol (0,05 g/l), agar darah (Blood agar), Mac Conkey agar,
mannitol salt agar (MSA), reaksi biokimia: karbohidrat, indol, methyl red,
Adam Malik Medan meliputi identitas pasien seperti nama, jenis kelamin,
pembimbing.
4. Pengambilan spesimen:
dipilih daerah dengan pinggir yang aktif dan atap vesikel, dilakukan
dengan cara:
3) Untuk lesi berupa vesikel, bula atau pustula, dilakukan dengan atap
dengan cara:
dan ditetesi dengan larutan KOH 10% untuk kerokan kulit dan ditutup
bakteri.
jamur yang tumbuh yaitu warna permukaan koloni dan warna dasar
ditarik ke atas, hifa dari koloni akan melekat kuat pada selotip kemudian
selotip dilekatkan di atas gelas objek yang telah ditetesi satu tetes LPCB
dioleskan pada media agar darah dan media Mac Conkey agar dekat
cukup dengan agar darah saja. Bila diduga kokus Gram positif lainnya
selanjutnya bahan ditanam pada media MSA selama 24 jam pada suhu
mikrobiologi.
Sampel penelitian
Data yang terhimpun ditabulasi dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan
IKKK RSUP H.Adam Malik Medan yang melibatkan subjek penelitian sebanyak
Total 45 100,0
orang (51,1%) berjenis kelamin perempuan dan 22 orang (48,9%) berjenis kelamin
laki-laki.
Medan pada tahun 2003 mendapatkan proporsi laki-laki dan perempuan pada
Medan tahun 2009 – 2012 mendapatkan perempuan lebih banyak menderita tinea
pedis yaitu sebesar 4,8% daripada laki-laki yaitu sebesar 3,1% dari seluruh infeksi
Semarang tahun 2006 menjumpai laki-laki lebih banyak menderita tinea pedis
Penelitian yang dilakukan oleh Aste et al di Italia, dari 169 orang dengan
klinis dan kultur positif tinea pedis, dijumpai laki-laki tiga kali lebih banyak
Penelitian retrospektif oleh Tan di The National Skin Centre Singapura pada
2004, mendapatkan rasio laki-laki dengan perempuan menderita tinea pedis adalah
Pada banyak penelitian di seluruh dunia, tinea pedis paling sering dijumpai
pada laki-laki daripada perempuan. Hal ini mungkin disebabkan pada laki-laki
aktivitas dan keterpaparan yang lebih besar terhadap trauma dan kondisi yang
Total 45 100,0
Mean : 44,5 SD : 11,6 Min : 18 Max : 68
terbanyak dengan tinea pedis adalah 37-46 tahun yaitu 13 orang (28,9%) diikuti
dengan usia 47-56 tahun yaitu 12 orang (26,7%). Rerata usia subjek adalah 44,5
tahun dan usia paling rendah adalah 18 tahun sedangkan usia paling tinggi adalah
68 tahun.
usia 21-30 tahun (35%) yang terbanyak menderita dermatofitosis dengan infeksi
usia dewasa (18-45 tahun) yang terbanyak menderita tinea pedis diikuti dengan
usia lansia (> 45 tahun) yaitu 3,7% dan 3,5% dari seluruh dermatomikosis. 8
usia 21-40 tahun.48 Wahab et al di Bangladesh mendapatkan dari 200 pasien yang
didiagnosis secara klinis sebagai tinea pedis didapatkan paling banyak berusia 30-
40 tahun sebanyak 60 orang (30%) dan usia 40-50 tahun sebanyak 62 orang
(31%).49 Tan di The National Skin Centre Singapura menjumpai tinea pedis paling
banyak pada usia dewasa dekade 3 sampai 5.5 Penelitian oleh Elmegeed et al di
Tunisia mendapatkan prevalensi paling tinggi mikosis pada kaki adalah pada usia
prevalensi tinea pedis paling tinggi pada usia 31-45 tahun yaitu 30,8% diikuti usia
Dari beberapa penelitian di atas diketahui bahwa prevalensi tinea pedis paling
banyak pada usia dewasa dan meningkat dengan bertambahnya usia.9 Hal ini
mungkin dapat dijelaskan bahwa kelompok umur ini terutama aktif dalam bekerja
subjek dengan tinea pedis paling banyak dijumpai adalah tamat SD sebanyak 17
orang (37,8%) dan berikutnya adalah tamat SMP dan tamat SMA masing-masing
dan tinea pedis menyatakan tingkat pendidikan yang rendah secara signifikan
persentase yang lebih tinggi pada pasien dengan tingkat pendidikan yang lebih
Portugis mendapatkan tingkat pendidikan tinggi yang lebih banyak dijumpai pada
4.1.4 Pekerjaan
banyak adalah pembantu rumah tangga sebanyak 10 orang (22,2%), diikuti dengan
ibu rumah tangga dan wiraswasta masing-masing sebanyak 7 orang (15,6 %).
tahun 2009 mendapatkan proporsi tinea pedis adalah 80,2% di antara siswa militer
menunjukkan calon tentara mempunyai faktor risiko untuk terjadinya tinea pedis.7
Penelitian oleh Jamaliyah mendapatkan proporsi tinea pedis sebesar 27,8% pada
porporsi tinea pedis yang tinggi yaitu pada 21 orang petani dari 467 orang
prevalensi tinea pedis tertinggi pada pekerja manual sebesar 70,8% dan pensiunan
sebesar 71,4%.51 Dari penelitian yang dilakukan oleh Aste et al di Italia diketahui
pekerjaan pasien yaitu pekerja industri kimia, pekerja di pertanian, pekerja kantor,
Subjek penelitian ini paling banyak adalah pembantu rumah tangga, yang
dalam pekerjaannya sehari-hari selalu terpapar dengan air dalam waktu lama
sehingga berisiko untuk terinfeksi jamur karena keadaan lembab atau basah akan
keterpaparan kelompok ini dengan keringat, sepatu tertutup, keadaan lembab dan
trauma.5
pemeriksaan KOH adalah hifa 64,4%, diikuti dengan hifa + artrokonidia 24,4%
Dari penelitian oleh Mainiadi diketahui hasil pemeriksaan KOH dari 40 kasus
dermatofitosis disertai infeksi sekunder dijumpai struktur jamur yang paling sering
adalah hifa sebesar 62,5%, berikutnya hifa disertai spora sebesar 37,5%.16
subjek dengan KOH positif dijumpai filamen pada 46 kasus (73 %), spora pada 6
dengan KOH berbentuk filamen yang panjang, bercabang dan bersepta dengan
diameter 3-8μ. Filamen tersebut memiliki indeks bias yang berbeda dengan
sekitarnya. Artrokonidia yang dijumpai berupa deretan spora di ujung hifa (chains
of rectangular spores).1
keahlian pengamat dan kualitas sampling, namun demikian pemeriksaan ini dapat
Tabel 4.6 menunjukkan tipe klinis tinea pedis yang terbanyak dijumpai adalah
tipe interdigitalis yaitu pada 40 kasus (88,9 %), diikuti dengan tipe campuran
dan vesikobulosa pada dua kasus (4,4%) dan tipe vesikobulosa dijumpai pada satu
kasus (2,2%).
Tarigan menjumpai tinea pedis tipe interdigitalis yang paling banyak pada
siswa militer yaitu pada 60 orang dari 77 orang (78,3%) yang hasil kulturnya
positif.7
mokasin yang paling sering dijumpai diikuti dengan tipe vesikular. 5 Sedangkan
Ungpakorn di Thailand menjumpai tinea pedis pada telapak kaki 5,5 kali lebih
sering daripada sela jari kaki dari pasien rawat jalan yang berkunjung ke Institusi
171 orang (71,15%) dari subjek dengan tinea pedis tidak mempunyai simtom
tinea pedis dan secara klinis adalah tipe interdigitalis sebanyak 160 orang dan tipe
mokasin sebanyak 11 orang. Selain itu juga dijumpai tipe vesikobulosa pada 5
pedis tipe interdigitalis adalah paling sering dijumpai diikuti dengan tipe
Kawai et al di RSJ Jepang menjumpai tipe yang paling banyak adalah interdigitalis
dan vesikular 10%.57 Aste et al di Italia mendapatkan tipe yang paling sering
adalah tipe intertriginosa sebanyak 75%, diikuti dengan tipe hiperkeratotik dan
Tipe yang paling sering dijumpai adalah tipe interdigitalis yang dicirikan
dengan kulit yang terkelupas, maserasi dan fisura yang mengenai sela jari kaki
lateral, dan kadang-kadang menyebar dan melibatkan permukaan bawah jari kaki.
bersifat kronik dan resisten terhadap pengobatan, mengenai telapak kaki, tumit dan
bagian samping kaki. Daerah yang terkena berwarna kemerahan dan ditutupi
skuama putih perak halus sedangkan permukaan dorsal jari kaki dan kaki jarang
terkena.3
Tipe vesikobulosa dan tipe ulseratif lebih sedikit dijumpai. Reaksi adakalanya
meluas ke seluruh telapak kaki yang mungkin didahului dengan maserasi atau
fisura pada sela jari kaki berbulan atau bertahun sebelumnya. Vesikel dapat
menjadi pustul, dan ketika ruptur cenderung meninggalkan kolaret dari skuama
derajat bervariasi. Tipe ini sering menyembuh spontan, tetapi cenderung untuk
kambuh pada musim panas dan kondisi lembab dan panas.3 Gambaran klinis yang
Tabel 4.7 Distribusi spesies dermatofita dan nondermatofita dari kultur jamur
Jamur N Persentase (%)
Dermatofita
T.rubrum 15 33,3
T.mentagrophytes 20 44,4
T.violaceum 2 4,4
E. floccosum 2 4,4
Nondermatofita :
Paecilomyces sp 4 8,9
Aspergillus niger 1 2,2
Aspergillus fumigatus 1 2,2
Total 45 100,0
yang mendapatkan T.mentagrophytes yang paling banyak dijumpai pada lesi tinea
pedis yaitu sebanyak 69 spesimen (89,6%) dari 77 spesimen dengan kultur positif,
spesimen (3,9%).7
paling umum dijumpai dimana T.interdigitale adalah penyebab yang paling sering
terbanyak tinea pedis sebesar 54%, diikuti dengan dermatofita sebesar 36,8%
penelitian retrospektif dari tahun 1993 sampai dengan tahun 2000 dimana hanya
dijumpai 13 orang dengan tinea pedis dari 576 pasien dengan hasil kultur positif
3 kasus, M. canis pada 3 kasus, dan M. gypseum pada 2 kasus.58 Hal yang sama
dijumpai juga di India dimana pada penelitian oleh Pandey et al, kasus tinea pedis
dimana T.violaceum merupakan penyebab tinea pedis yang paling sering dijumpai
sering dijumpai pada lesi tinea pedis adalah T. rubrum 17%, diikuti dengan T.
2,4%.61
merupakan patogen utama penyebab tinea kapitis terutama di Asia dan Afrika.10,15
Spesies dermatofita yang dijumpai pada penelitian ini tidak jauh berbeda
spesies dermatofita di seluruh dunia dimana T.rubrum secara umum lebih dominan
Tabel 4.8 menunjukkan dari total 39 spesimen dengan hasil kultur jamur
dermatofita, pada kultur bakteri didapat yang paling banyak tumbuh adalah kokus
satu spesimen yaitu S.aureus dan K.pneumoniae dan S.epidermidis dan E.coli.
infeksi jamur pada kulit dan jaringan lunak, menjumpai dari 940 sampel yang
diambil dari kerokan kulit dan kuku terdapat pertumbuhan bakteri pada seluruh
sampel (100%) yaitu S.aureus 125 sampel (13.3%), S.epidermidis 145 sampel
sampel (9.5%), E.coli 59 sampel (6.3%), Proteus mirabilis 113 sampel (12%),
Menurut penelitian sebelumnya baik sela jari kaki yang normal ataupun yang
difteroid aerobik (khususnya strain lipofilik), dan bakteri gram negatif. Pada
dermatofitosis kompleks contohnya pada sela jari kaki yang maserasi, jamur lebih
Tabel 4.9 Distribusi spesies dermatofita berdasarkan tipe klinis tinea pedis
Tinea Pedis
Spesies
Inter Vesiko Interdigitalis + Interdigitalis + Total
dermatofita digitalis bulosa vesikobulosa hiperkeratotik (%)
(%) (%) (%) (%)
T.rubrum 13 (33,3) 1 (2,6) 1 (2,6) 0 (0) 15 (38,5)
Dari tabel 4.9 dapat dilihat bahwa pada tinea pedis tipe interdigitalis
oleh T.rubrum sebanyak 13 kasus (33,3%), selain itu dijumpai juga T.violaceum
dan E.floccosum masing-masing pada 2 kasus (5,1%). Pada tinea pedis tipe
Pada penelitian Tan di Singapura, lesi awal yang bermula dengan skuama dan
gatal di sela jari kaki dan lesi bula umumnya dijumpai T. interdigitale, sedangkan
pada infeksi T. rubrum, telapak kaki sering ditutupi dengan skuama kering. 5 Pada
sebuah penelitian oleh Gupta et al yang meneliti efikasi cyclopirox 0,77% gel pada
mendapatkan tipe tinea pedis yang paling banyak adalah interdigitalis dimana T.
pada sela jari kaki, dari 118 pasien, 60 orang (50,8%) pasien dengan hasil kultur
positif jamur, patogen yang paling umum diisolasi adalah Candida albicans pada
Tipe interdigitalis dapat disebabkan oleh ketiga spesies utama yaitu T.rubrum,
skuama ringan pada sela jari kaki sampai reaksi inflamasi akut dan berat mengenai
vesikular pada telapak kaki sama dengan tipikal infeksi T. mentagrophytes var
Tabel 4.10 Distribusi spesies bakteri berdasarkan tipe klinis tinea pedis
Tinea Pedis
Spesies Inter Vesiko Interdigitalis + Interdigitalis + Total
bakteri digitalis bulosa vesikobulosa hiperkeratotik (%)
(%) (%) (%) (%)
S.aureus 11 (28,2) 0 (0) 1 (2,6) 0 (0) 12 (30,8)
S.epidermidis 4 (10,3) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 4 (10,3)
B.subtilis 3 (7,7) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 3 (7,7)
P.vulgaris 1 (2,6) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 1 (2,6)
K.pneumoniae 2 (5,1) 1 (2,6) 0 (0) 0 (0) 3 (7,7)
K.oxytoca 5 (12,8) 0 (0) 0 (0) 1 (2,6) 6 (15,4)
E.coli 4 (10,3) 0 (0) 1 (2,6) 0 (0) 5 (12,8)
S.aur +K.pneu 1 (2,6) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 1 (2,6)
TAPB 3 (7,7) 0 (0) 0 (0) 1 (2,6) 4 (10,3)
Dari tabel 4.10 dapat diketahui pada tinea pedis tipe interdigitalis dijumpai
yang paling sering adalah S.aureus pada 11 kasus (28,2%), diikuti dengan
negatif E.coli pada satu kasus dan pada satu kasus lagi dijumpai bakteri Gram
positif S. aureus. Pada tipe interdigitalis dan hiperkeratotik dijumpai batang Gram
negatif K.oxytoca pada satu kasus dan pada satu kasus lainnya TAPB.
pada sela jari kaki, dari 118 pasien, dijumpai 30 kasus (25,4%) dengan hasil kultur
aureus pada 25 kasus (83.4%), Pseudomanas aeruginosa pada 3 kasus (10%) dan
Proteus spp dan β-hemolytic Streptococci pada satu kasus (3.3%) masing-
masing.64
Pada penelitian ini dijumpai beberapa jenis bakteri pada tipe interdigitalis
epidermidis, batang Gram positif B.subtilis dan dijumpai juga bakteri Gram
negatif seperti Klebsiella sp, E.coli, dan Proteus sp. Hal ini menunjukkan pada
manifestasi klinis tinea pedis yang disebut dengan dermatofitosis kompleks. Tetapi
terdapat tiga kasus dimana tidak dijumpai pertumbuhan bakteri (TAPB) yang
menunjukkan pada kasus ini adalah tinea pedis tanpa keterlibatan jamur
murni. Namun ketika daerah sela jari kaki mengalami hidrasi berlebihan, bakteri
antara dermatofita dan bakteri. Pada kasus dermatofitosis kompleks yang lebih
berat, organisme Gram negatif masuk dan menambah berat gambaran klinis.11
Pada kondisi ini, struktur jamur dapat menjadi sulit terlihat karena adanya bakteri
membuat lebih sulit untuk menjumpai hifa pada pemeriksaan KOH. Zat antifungal
kehadiran jamur sehingga kultur menunjukkan bakteri Gram negatif tetapi tidak
Pada tipe campuran vesikobulosa dan interdigitalis dijumpai S.aureus pada satu
kasus dan E.coli pada kasus lainnya. Temuan ini menunjukkan kemungkinan
terjadinya superinfeksi pada lesi tinea pedis. Pada tinea pedis tipe vesikobulosa,
biasanya vesikel berisi cairan jernih tetapi dapat menjadi pustul yang berisi pus
Pada penelitian ini diketahui terdapat dua kasus dengan tipe campuran
interdigitalis dan hiperkeratotik dimana pada satu kasus tumbuh K.oxytoca, hal ini
simpleks.
lesi tinea pedis tanpa melakukan penilaian secara kuantitatif, sehingga tidak dapat
diketahui seberapa besar peranan bakteri dalam memperberat lesi tinea pedis dan
tidak dapat memastikan apakah bakteri Gram negatif yang dijumpai adalah bakteri
5.1. Kesimpulan
3. Gambaran klinis pasien tinea pedis paling banyak adalah tipe interdigitalis
sebanyak 40 kasus (88,9 %). Selain itu juga dijumpai tipe vesikobulosa, tipe
dan vesikobulosa.
4. Spesies dermatofita yang paling banyak ditemukan pada tinea pedis tipe
interdigitalis dan vesikobulosa pada dua kasus dengan jamur penyebab pada
satu kasus T. mentagrophytes dan kasus lain dijumpai T.rubrum dan dua
T.mentagrophytes.
dijumpai pada satu kasus E.coli dan kasus lainnya S. aureus. Pada tipe
pedis tidak jauh berbeda antara laki-laki (48,9%) dan perempuan (51,1%),
paling banyak pada kelompok usia 37-46 tahun (28,9%) dan 47-56 tahun
tangga (22,2%).
5.2. Saran
1. Melakukan penelitian dengan tehnik yang lebih spesifik seperti PCR untuk