Anda di halaman 1dari 10

SUKU SUNDA

Suku Sunda adalah kelompok etnis yang berasal dari bagian barat pulau Jawa,
Indonesia, yang mencakup wilayah administrasi provinsi Jawa Barat, Banten, Jakarta,
dan Lampung. Suku Sunda merupakan etnis kedua terbesar di Indonesia.
Sekurang-kurangnya 15,41% penduduk Indonesia merupakan orang Sunda. Mayoritas
orang Sunda beragama Islam akan tetapi ada juga sebagian kecil yang beragama
kristen, Hindu, dan Sunda Wiwitan/Jati Sunda. Agama Sunda Wiwitan masih
bertahan di beberapa komunitas pedesaan suku Sunda, seperti di Kuningan dan
masyarakat suku Baduy di Lebak Banten yang berkerabat dekat dan dapat
dikategorikan sebagai suku Sunda. Jati diri yang mempersatukan orang Sunda adalah
bahasanya dan budayanya. Orang Sunda dikenal memiliki sifat optimistis, ramah,
sopan, dan riang [2] Orang Portugis mencatat dalam Suma Oriental bahwa orang
sunda bersifat jujur dan pemberani. Karakter orang Sunda yang periang dan suka
bercanda seringkali ditampilkan melalui tokoh populer dalam cerita Sunda yaitu
Kabayan dan tokoh populer dalam wayang golek yaitu Cepot, anaknya Semar.
Mereka bersifat riang, suka bercanda, dan banyak akal, tetapi seringkali nakal. Orang
sunda juga adalah yang pertama kali melakukan hubungan diplomatik secara sejajar
dengan bangsa lain. Sang Hyang Surawisesa atau Raja Samian adalah raja pertama di
Nusantara yang melakukan hubungan diplomatik dengan Bangsa lain pada abad ke 15
dengan orang Portugis di Malaka. Hasil dari diplomasinya dituangkan dalam Prasasti
Perjanjian Sunda-Portugal. Beberapa tokoh Sunda juga menjabat Menteri dan pernah
menjadi wakil Presiden pada kabinet RI.

Disamping prestasi dalam bidang politik (khususnya pada awal masa


kemerdekaan Indonesia) dan ekonomi, prestasi yang cukup membanggakan adalah
pada bidang budaya yaitu banyaknya penyanyi, musisi, aktor dan aktris dari etnis
Sunda, yang memiliki prestasi di tingkat nasional, maupun internasional.

1. Etimologi

Menurut Rouffaer (1905: 16) menyatakan bahwa kata Sunda berasal dari akar
kata sund atau kata suddha dalam bahasa Sansekerta yang mempunyai pengertian
bersinar, terang, putih (Williams, 1872: 1128, Eringa, 1949: 289). Dalam bahasa Jawa
Kuno (Kawi) dan bahasa Bali pun terdapat kata sunda, dengan pengertian: bersih, suci,
murbi, tak tercela/bernoda, air, tumpukan, pangkat, waspada (Anandakusuma, 1986:
185-186; Mardiwarsito, 1990: 569-570; Winter, 1928: 219).. Orang Sunda meyakini
bahwa memiliki etos atau karakter Kasundaan, sebagai jalan menuju keutamaan hidup.
Karakter Sunda yang dimaksud adalah cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar),
singer (mawas diri), dan pinter (cerdas). Karakter ini telah dijalankan oleh masyarakat
yang bermukim di Jawa bagian barat sejak zaman kerajaan Kerajaan Salakanagara,
Kerajaan Tarumanagara, Kerajaan Sunda-Galuh, Kerajaan Pajajaran hingga sekarang .
Nama Sunda mulai digunakan oleh raja Purnawarman pada tahun 397 untuk
menyebut ibukota Kerajaan Tarumanagara yang didirikannya. Untuk mengembalikan
pamor Tarumanagara yang semakin menurun, pada tahun 670, Tarusbawa, penguasa
Tarumanagara yang ke-13, mengganti nama Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda.
Kemudian peristiwa ini dijadikan alasan oleh Kerajaan Galuh untuk memisahkan
negaranya dari kekuasaan Tarusbawa. Dalam posisi lemah dan ingin menghindarkan
perang saudara, Tarusbawa menerima tuntutan raja Galuh. Akhirnya kawasan
Tarumanagara dipecah menjadi dua kerajaan, yaitu Kerajaan Sunda dan Kerajaan
Galuh dengan Sungai Citarum sebagai batasnya.

2. Bahasa

Dalam percakapan sehari-hari, etnis Sunda banyak menggunakan bahasa


Sunda. Namun kini telah banyak masyarakat Sunda terutama yang tinggal di
perkotaan tidak lagi menggunakan bahasa tersebut dalam bertutur kata.[4] Seperti
yang terjadi di pusat-pusat keramaian kota Bandung dan Bogor, dimana banyak
masyarakat yang tidak lagi menggunakan bahasa Sunda.

Ada beberapa dialek dalam bahasa Sunda, mulai dari dialek Sunda-Banten,
hingga dialek Sunda-Jawa Tengahan yang mulai tercampur bahasa Jawa. Para pakar
bahasa biasanya membedakan enam dialek yang berbeda [1]. Dialek-dialek ini adalah:

 Dialek Barat

 Dialek Utara

 Dialek Selatan
 Dialek Tengah Timur

 Dialek Timur Laut

 Dialek Tenggara

Dialek Barat dipertuturkan di daerah Banten selatan [2]. Dialek Utara


mencakup daerah Sunda utara termasuk kota Bogor dan beberapa bagian Pantura.
Lalu dialek Selatan adalah dialek Priangan yang mencakup kota Bandung dan
sekitarnya. Sementara itu dialek Tengah Timur adalah dialek di sekitar Majalengka.
Dialek Timur Laut adalah dialek di sekitar Kuningan, dialek ini juga dipertuturkan di
beberapa bagian Brebes, Jawa Tengah. Dan akhirnya dialek Tenggara adalah dialek
sekitar Ciamis.

3. Kesenian

A. Seni tari

1) Tari Jaipongan Tanah Sunda (Priangan) dikenal memiliki aneka budaya yang
unik dan menarik, Jaipongan adalah salah satu seni budaya yang terkenal dari
daerah ini. Jaipongan atau Tari Jaipong sebetulnya merupakan tarian yang sudah
moderen karena merupakan modifikasi atau pengembangan dari tari tradisional
khas Sunda yaitu Ketuk Tilu. Tari Jaipong ini dibawakan dengan iringan musik
yang khas pula, yaitu Degung. Musik ini merupakan kumpulan beragam alat
musik seperti Kendang, Go’ong, Saron, Kacapi, dsb. Degung bisa diibaratkan
‘Orkestra’ dalam musik Eropa/Amerika. Ciri khas dari Tari Jaipong ini adalah
musiknya yang menghentak, dimana alat musik kendang terdengar paling
menonjol selama mengiringi tarian. Tarian ini biasanya dibawakan oleh seorang,
berpasangan atau berkelompok. Sebagai tarian yang menarik, Jaipong sering
dipentaskan pada acara-acara hiburan, selamatan atau pesta pernikahan.

2) Tari Merak

3) Tari Topeng

B. Wayang Golek
Tanah Sunda terkenal dengan kesenian Wayang Golek-nya. Wayang Golek
adalah pementasan sandiwara boneka yang terbuat dari kayu dan dimainkan oleh
seorang sutradara merangkap pengisi suara yang disebut Dalang. Seorang Dalang
memiliki keahlian dalam menirukan berbagai suara manusia. Seperti halnya Jaipong,
pementasan Wayang Golek diiringi musik Degung lengkap dengan Sindennya.
Wayang Golek biasanya dipentaskan pada acara hiburan, pesta pernikahan atau acara
lainnya. Waktu pementasannya pun unik, yaitu pada malam hari (biasanya semalam
suntuk) dimulai sekitar pukul 20.00 – 21.00 hingga pukul 04.00 pagi. Cerita yang
dibawakan berkisar pada pergulatan antara kebaikan dan kejahatan (tokoh baik
melawan tokoh jahat). Ceritanya banyak diilhami oleh budaya Hindu dari India,
seperti Ramayana atau Perang Baratayudha. Tokoh-tokoh dalam cerita mengambil
nama-nama dari tanah India.Dalam Wayang Golek, ada ‘tokoh’ yang sangat
dinantikan pementasannya yaitu kelompok yang dinamakan Purnakawan, seperti
Dawala dan Cepot. Tokoh-tokoh ini digemari karena mereka merupakan tokoh yang
selalu memerankan peran lucu (seperti pelawak) dan sering memancing gelak tawa
penonton. Seorang Dalang yang pintar akan memainkan tokoh tersebut dengan variasi
yang sangat menarik.

C. Seni musik

Selain seni tari, tanah Sunda juga terkenal dengan seni suaranya. Dalam
memainkan Degung biasanya ada seorang penyanyi yang membawakan lagu-lagu
Sunda dengan nada dan alunan yang khas. Penyanyi ini biasanya seorang wanita yang
dinamakan Sinden. Tidak sembarangan orang dapat menyanyikan lagu yang
dibawakan Sinden karena nada dan ritme-nya cukup sulit untuk ditiru dan
dipelajari.Berikut ini salah salah satu musik/lagu daerah Sunda : Bubuy Bulan Es
Lilin Manuk Dadali Tokecang Warung Pojok

1) Calung Calung adalah alat musik Sunda yang merupakan prototipe dari angklung.
Berbeda dengan angklung yang dimainkan dengan cara digoyangkan, cara
menabuh calung adalah dengan mepukul batang (wilahan, bilah) dari ruas-ruas
(tabung bambu) yang tersusun menurut titi laras (tangga nada) pentatonik
(da-mi-na-ti-la). Jenis bambu untuk pembuatan calung kebanyakan dari awi
wulung (bambu hitam), namun ada pula yang dibuat dari awi temen (bambu yang
berwarna putih).

2) Angklung Angklung adalah sebuah alat atau waditra kesenian yang terbuat dari
bambu khusus yang ditemukan oleh Bapak Daeng Sutigna sekitar tahun 1938.
Ketika awal penggunaannya angklung masih sebatas kepentingan kesenian local
atau tradisional.

4. Rumah Adat

Secara tradisional rumah orang Sunda berbentuk panggung dengan ketinggian


0,5 m - 0,8 m atau 1 meter di atas permukaan tanah. Pada rumah-rumah yang sudah
tua usianya, tinggi kolong ada yang mencapai 1,8 meter. Kolong ini sendiri umumnya
digunakan untuk tempat mengikat binatang-binatang peliharaan seperti sapi, kuda,
atau untuk menyimpan alat-alat pertanian seperti cangkul, bajak, garu dan sebagainya.
Untuk naik ke rumah disediakan tangga yang disebut Golodog yang terbuat dari kayu
atau bambu, yang biasanya terdiri tidak lebih dari tiga anak tangga. Golodog
berfungsi juga untuk membersihkan kaki sebelum naik ke dalam rumah.

Rumah adat Sunda sebenarnya memiliki nama yang berbeda-beda bergantung


pada bentuk atap dan pintu rumahnya. Secara tradisional ada atap yang bernama
suhunan Jolopong, Tagong Anjing, Badak Heuay, Perahu Kemureb, Jubleg Nangkub,
Capit Gunting, dan Buka Pongpok. Dari kesemuanya itu, Jolopong adalah bentuk
yang paling sederhana dan banyak dijumpai di daerah-daerah cagar budaya atau di
desa-desa.

Jolopong memiliki dua bidang atap yang dipisahkan oleh jalur suhunan di
tengah bangunan rumah. Batang suhunan sama panjangnya dan sejajar dengan kedua
sisi bawah bidang atap yang sebelah menyebelah, sedangkan lainnya lebih pendek
dibanding dengan suhunan dan memotong tegak lurus di kedua ujung suhunan itu.

Interior yang dimiliki Jolopong pun sangat efisien. Ruang Jolopong terdiri atas
ruang depan yang disebut emper atau tepas; ruangan tengah disebut tengah imah atau
patengahan; ruangan samping disebut pangkeng (kamar); dan ruangan belakang yang
terdiri atas dapur yang disebut pawon dan tempat menyimpan beras yang disebut
padaringan. Ruangan yang disebut emper berfungsi untuk menerima tamu. Dulu,
ruangan ini dibiarkan kosong tanpa perkakas atau perabot rumah tangga seperti meja,
kursi, ataupun bale-bale tempat duduk. Jika tamu datang barulah yang empunya
rumah menggelarkan tikar untuk duduk tamu. Seiring waktu, kini sudah disediakan
meja dan kursi bahkan peralatan lainnya. Ruang balandongan berfungsi untuk
menambah kesejukan bagi penghuni rumah. Untuk ruang tidur, digunakan Pangkeng.
Ruangan sejenis pangkeng ialah jobong atau gudang yang digunakan untuk
menyimpan barang atau alat-alat rumah tangga. Ruangan tengah digunakan sebagai
tempat berkumpulnya keluarga dan sering digunakan untuk melaksanakan upacara
atau selamatan dan ruang belakang (dapur) digunakan untuk memasak.

Ditilik dari segi filosofis, rumah tradisional milik masyarakat Jawa Barat ini
memiliki pemahaman yang sangat mengagumkan. Secara umum, nama suhunan
rumah adat orang Sunda ditujukan untuk menghormati alam sekelilingnya. Hampir di
setiap bangunan rumah adat Sunda sangat jarang ditemukan paku besi maupun alat
bangunan modern lainnya. Untuk penguat antar tiang digunakan paseuk (dari bambu)
atau tali dari ijuk ataupun sabut kelapa, sedangkan bagian atap sebagai penutup rumah
menggunakan ijuk, daun kelapa, atau daun rumia, karena rumah adat Sunda sangat
jarang menggunakan genting. Hal menarik lainnya adalah mengenai material yang
digunakan oleh rumah itu sendiri. Pemakaian material bilik yang tipis dan lantai
panggung dari papan kayu atau palupuh tentu tidak mungkin dipakai untuk tempat
perlindungan di komunitas dengan peradaban barbar. Rumah untuk komunitas orang
Sunda bukan sebagai benteng perlindungan dari musuh manusia, tapi semata dari
alam berupa hujan, angin, terik matahari dan binatang.

5. Sistem Kekerabatan

Sistem keluarga dalam suku Sunda bersifat bilateral, garis keturunan ditarik
dari pihak bapak dan ibu. Dalam keluarga Sunda, bapak yang bertindak sebagai
kepala keluarga. Ikatan kekeluargaan yang kuat dan peranan agama Islam yang sangat
mempengaruhi adat istiadat mewarnai seluruh sendi kehidupan suku Sunda.Dalam
suku Sunda dikenal adanya pancakaki yaitu sebagai istilah-istilah untuk menunjukkan
hubungan kekerabatan. Dicontohkannya, pertama, saudara yang berhubungan
langsung, ke bawah, dan vertikal. Yaitu anak, incu (cucu), buyut (piut), bao,
canggahwareng atau janggawareng, udeg-udeg, kaitsiwur atau gantungsiwur. Kedua,
saudara yang berhubungan tidak langsung dan horizontal seperti anak paman, bibi,
atau uwak, anak saudara kakek atau nenek, anak saudara piut. Ketiga, saudara yang
berhubungan tidak langsung dan langsung serta vertikal seperti keponakan anak kakak,
keponakan anak adik, dan seterusnya. Dalam bahasa Sunda dikenal pula kosa kata
sajarah dan sarsilah (salsilah, silsilah) yang maknanya kurang lebih sama dengan kosa
kata sejarah dan silsilah dalam bahasa Indonesia. Makna sajarah adalah susun
galur/garis keturunan.

6. Masakan Khas

Beberapa jenis makanan jajanan tradisional Indonesia yang berasal dari tanah
sunda, seperti sayur asem, sayur lodeh, pepes, lalaban, dll.

7. Profesi

Mayoritas masyarakat Sunda berprofesi sebagai petani, dan berladang, ini


disebabkan tanah Sunda yang subur. Sampai abad ke-19, banyak dari masyarakat
Sunda yang berladang secara berpindah-pindah.

Selain bertani, masyarakat Sunda seringkali memilih untuk menjadi pengusaha


dan pedagang sebagai mata pencariannya, meskipun kebanyakan berupa wirausaha
kecil-kecilan yang sederhana, seperti menjadi penjaja makanan keliling, membuka
warung atau rumah makan, membuka toko barang kelontong dan kebutuhan
sehari-hari, atau membuka usaha cukur rambut, di daerah perkotaan ada pula yang
membuka usaha percetakan, distro, cafe, rental mobil dan jual beli kendaraan bekas.
Profesi pedagang keliling banyak pula dilakoni oleh masyarakat Sunda, terutama asal
Tasikmalaya dan Garut. Profesi lainnya yang banyak dilakoni oleh orang Sunda
adalah sebagai pegawai negeri, penyanyi, seniman, dokter, diplomat dan pengusaha.
MAKALAH MATA PELAJARAN IPS

SUKU SUNDA

Dibuat Oleh :

ALIF ABDUL AZIZ

NIS : 3138
MTsN 4 BANDA ACEH
2019

Anda mungkin juga menyukai