Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-
negara berkembang. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan
yang menyebabkan kematian secara langsung, namun gangguan tersebut dapat
menimbulkan ketidakmampuan individu dalam berkarya serta ketidaktepatan individu
dalam berperilaku yang dapat menghambat pembangunan karena mereka tidak produktif.
Kesehatan jiwa merupakan bagian intergral dari kesehatan, sehat jiwa tidak hanya
terbatas dari gangguan jiwa, tetapi merupakan suatu hal yang dibutuhkan oleh semua
orang. Kesehatan jiwa adalah sikap yang positif terhadap diri sendiri, tumbuh,
berkembang, memiliki aktualisasi diri, keutuhan, kebebasan diri, memiliki persepsi sesuai
kenyataan dan kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan (Yosep,2007).
Permasalahan pada suatu individu dalam mengalami gangguan jiwa sangat kompleks
antara satu dengan lainnya saling berkaitan. Mekanisme koping yang tidak efektif
merupakan salah satu faktor seseorang dapat mengalami gangguan jiwa. Masalah
gangguan jiwa yang menyebabkan menurunnya kesehatan mental ini ternyata terjadi
hampir di seluruh negara di dunia. Hasil survey Organisasi Kesehatan Dunia World
Health Organization (WHO) menyatakan tingkat gangguan kesehatan jiwa orang di
Indonesia tinggi dan di atas rata-rata gangguan kesehatan jiwa di dunia (Depkes, 2005).
Pada orang gangguan jiwa biasanya akan terjadi masalah-masalah dalam pemenuhan
kebutuhan diri, diantaranya yaitu kurangnya kebutuhan merawat diri atau defisit
perawatan diri. Keadaan individu mengalami kerusakan fungsi motorik atau fungsi
kognitif, yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk melakukan masing-masing
dari kelima aktivitas perawatan diri (makan, mandi atau higiene, berpakaian atau berhias,
toileting, instrumental) (Lynda Juall, 2007).
Berdasarkan latar belakang di maka disusunlah makalah yang berjudul Konsep Dasar
dan Konsep Model Keperawatan Jiwa yang di dalamnya akan membahas tentang konsep
keperawatan jiwa dan peran perawat dalam keperawatan jiwa.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka ditemukan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana proses terjadinya gangguan jiwa dalam perspektif keperawatan jiwa?
2. Bagaimana konsep stres, rentang sehat sakit jiwa dan koping pasien gangguan jiwa?
3. Bagaimana konseptual model dalam keperawatan jiwa?

1
1.3 Tujuan
Tujuan disusun makalah ini adalah sebagai berikut :
1.3.1 Tujuan Umum
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Keperawatan Jiwa I
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui dan memahami proses terjadinya gangguan jiwa
b. Mengetahui dan memahami tentang konsep stres, rentang sehat sakit jiwa
dan koping pasien gangguan jiwa
c. Mengetahui dan memahami tentang konseptual model dalam keperawatan
jiwa
1.4 Manfaat
Manfaat disusun makalah ini adalah sebagai berikut :
1.4.1 Untuk Mahasiswa
a. Menambah pengetahuan tentang proses terjadinya gangguan jiwa dan
konseptual model dalam keperawatan jiwa
b. Mengembangkan kreatifitas dan bakat penulis
c. Menilai sejauh mana penulis memahami teori yang sudah di dapat tentang
proses terjadinya gangguan jiwa dan konseptual model dalam keperawatan
jiwa
d. Sebagai persyaratan dalam menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan
Jiwa 2
1.4.2 Untuk Institusi Stikes Zainul Hasan Genggong
a. Makalah ini dapat menjadi audit internal kualitas pengajar
b. Sebagai tambahan informasi dan bahan kepustakaan dalam pemberian materi
tentang konsep dasar dan konsep model dalam keperawatan jiwa
1.4.3 Untuk Pembaca
Pembaca dapat mengetahui, memahami dan menguasai tentang proses
terjadinya gangguan jiwa dan konseptual model dalam keperawatan jiwa

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Proses terjadinya Gangguan Jiwa dalam Perspekif Keperawatan Jiwa
Manusia bereraksi secara keseluruhan, secara holistik, atau dapat dikatakan juga
secara somato-psikososial. dalam mencari penyebab gangguan jiwa, maka ketiga unsur
ini harus diperhatikan. Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala gejala
yang patologikdari unsur psike. hal ini tidak berarti bahwa unsur yang lain tidak
menggangu. sekali lagi, yang sakit dan menderita ialah manusia seutuhnya dan bukan
hanya badannya, jiwanya atau lingkungannya. Hal – hal yang dapat mempengaruhi
perilaku manusisa ialah keturunan dari konstitusi. umur dan sex, keadaan badaniah,
keadaan psikologik keluarga, adat istiadat kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan,
pernikahan, dan kehamilan. kehilangan dan kematian orang yang dicintai, agresi rasa
permusuhan hubungan antar manusia dan sebagainya (Nurhalimah, 2016).
Biarpun gejala umum atau gejala yang menonjol itu terdapat pada unsur kejiwaan,
tetapi penyebab utamanya mungkin di badan (sistomagenik) di lingkungan sosial
(sosiogenik) ataupun di psike (psikogenik). biasanya tidak terdapat penyebab tunggal,
akan tetapi bebeberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling
mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbullah gangguan badan ataupun
jiwa. umpamanya seorangan dengan depresi, karena kurang makan dan tidur daya tahan
badaniah seseorang berkurang sehingga mengalami keradangan tenggorokan atau seorang
dengan mania mendapat kecelakaan. Sebaliknya seorang dengan penyakit badaniah
umpamanya keradangan dan melemahkan, maka daya psikologiknya pun menurun
sehingga ia mungkin mengalami depresi. sudah lama diketahui juga. bahwa penyakit pada
otak sering juga mengakibatkan gangguan jiwa. contoh lain ialah seorang anak yang
mengalami gangguan otak karena ( kelahiran, keradangan dan sebagainya.) kemudian
menjadi Hiperkinetik dan sukar diasuh. ia mempengaruhi lingkungannya, terutama
orangtua dan anggota lai serumah. mereka ini bereaksi terhadapnya dan mereka saling
mempengaruhi (Nurhalimah, 2016).
a. Penyebab gangguan jiwa
Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor pada ketiga
unsur yang terus menerus saling mempengaruhi, yaitu (Nurhalimah, 2016). :
1. Faktor- faktor (somatogenik)
a. Neuroanatomi dan neurofisiologi

3
Otak adalah organ tempat diaturnya proses berfikir, berbahasa,
kesadaran, emosi dan kepribadian, secara garis besar, otak terbagid alam 3
bagian besar, yaitu neokortek atau kortex serebri, system limbik dan batang
otak yang berkerja secara simbiosis. Bila neokortex berfungsi untuk berfikir,
berhitung, memori, bahasa, maka sistek limbik berfugsi dalam mengatur emosi
dan memoriemosional, dan batang otak mengarur fungsi vegetasi tubuh antara
lain denyut jantung,aliran darah, kemampuan gerak atau motorik, Ketiganya
bekerja bersama saling mendukung dalam waktu yang bersamaan, tapi juga
dapat bekerja secara terpisah (Nurhalimah, 2016).
b. Neurokimia
Otak terbentuk dari dua jenis sel yaitu glia danneuron. Glia berfungsi
untuk menunjang dan melindungi neuron, sedangkan neuron membawa
informasi dalam bentuk listrikyang di kenal sebagai potensial aksi. Mereka
berkomunikasi dengan neuron yang lain dan keseluruh tubuh dengan
mengirimkan berbagai macam bahan kimia yang disebut neurotransmitter.
Neurotransmitter ini dikirimkan pada celah yang di kenal sebagai sinapsis.
Neurotransmiter paling mempengaruhi sikap, emosi, dan perilaku seseorang
yang ada antara lain Asetil kolin, dopamin, serotonin, epinefrin, norepinefrin
(Nurhalimah, 2016).
2. Faktor-faktor psikologik (psikogenik)
a. Tekanan
Tekanan terjadi karena adanya suatu tuntutan untuk mencapai sasaran
atau tujuan tertentu maupun tuntutan tingkah laku tertentu. Secara umum
tekanan mendorong individu untuk meningkatkan performa, mengintensifkan
usaha atau mengubah sasaran tingkah laku. Tekanan sering ditemui dalam
kehidupan sehari-hari dan memiliki bentuk yang berbeda-beda pada setiap
individu. Tekanan dalam beberapa kasus tertentu dapat menghabiskan sumber-
sumber daya yang dimiliki dalam proses pencapaian sasarannya, bahkan bila
berlebihan dapat mengarah pada perilaku maladaptive. Tekanan dapat berasal
dari sumber internal atau eksternal atau kombinasi dari keduanya. Tekanan
internal misalnya adalah sistem nilai, self esteem, konsep diri dan komitmen
personal. Tekanan eksternal misalnya berupa tekanan waktu atau peran yang
harus dijalani seseorang, atau juga dapat berupa kompetisi dalam kehidupan

4
sehari-hari di masyarakat antara lain dalam pekerjaan, sekolah dan
mendapatkan pasangan hidup (Nasir, 2015).
b. Frustasi
Frustrasi dapat terjadi apabila usaha individu untuk mencapai sasaran
tertentu mendapat hambatan atau hilangnya kesempatan dalam mendapatkan
hasil yang diinginkan. Frustrasi juga dapat diartikan sebagai efek psikologis
terhadap situasi yang mengancam, seperti misalnya timbul reaksi marah,
penolakan maupun depresi (Nasir, 2015).
c. Konflik
Konflik terjadi ketika individu berada dalam tekanan dan merespon
langsung terhadap dua atau lebih dorongan, juga munculnya dua kebutuhan
maupun motif yang berbeda dalam waktu bersamaan. Ada 3 jenis konflik yaitu
(Nasir, 2015) :
a) Approach-approach conflict, terjadi apabila individu harus memilih
satu diantara dua alternatif yang sama-sama disukai, misalnya saja
seseorang yang sulit menentukan keputusan diantara dua pilihan karir
yang sama-sama diinginkan. Stres muncul akibat hilangnya
kesempatan untuk menikmati alternatif yang tidak diambil. Jenis
konflik ini biasanya sangat mudah dan cepat diselesaikan (Nasir,
2015).
b) Avoidance-avoidance conflict, terjadi bila individu diharapkan pada
dua pilihan yang sama-sama tidak disenangi, misalnya wanita muda
yang hamil diluar nikah, di satu sisi ia tidak ingin aborsi tapi disisi lain
ia belum mampu secara mental dan finansial untuk membesarkan
anaknya nanti. Konflik jenis ini lebih sulit diputuskan dan memerlukan
lebih banyak tenaga dan waktu untuk menyelesaikannya karena
masing-masing alternatif memiliki konsekuensi yang tidak
menyenangkan (Nasir, 2015).
c) Approach-avoidance conflict, adalah situasi di mana individu merasa
tertarik sekaligus tidak menyukai atau ingin menghindar dari seseorang
atau suatu objek yang sama, misalnya seseorang yang berniat berhenti
merokok, karena khawatir merusak kesehatannya tetapi ia tidak dapat
membayangkan sisa hidupnya kelak tanpa rokok (Nasir, 2015).

5
3. faktor – faktor sosio budaya (sosiogenik)
a. pola mengasuh anak dan kestabilan keluarga
Dalam masa kank-kanak keluarga memegang perana yang penting
dalam pembentukna kepribadian. hubungan orangtua-anak yang salah satu
atau interaksi yang patogenik dalam keluarga sering merupakan sumber
gangguan penyesuaian diri. kadang-kadang orangtua beruat terlalu banyak
untuk anak dan tidak memberi anak kesempatan berkembang sendiri. ada
kalanya orangtua berbuat terlalu sedikit dan tidak merangsang anak itu atau
tidak memberi bimbingan dan anjuran yang dibutuhkannya. kadang-kadang
mereka malahan mengajarkan anak itu pola-pola yang tidak sesuai. akan tetapi
pengaruh cara asuhan anak tergantung pada keadaan sosial secara keseluruhan
dimana hal itu dilakukan (Nasir, 2015).
Dan juga anak-anak bereaksi secara berlainan terhadap cara yang sama
dan tidak semua akibat adalah tetapin kerusakan dini sering diperbaiki
sebagian oleh pengalaman di kemudian hari. akan tetapi beberapa jenis
hubungan orangtua-anak sering terdapat dalam latar belakang anak-anak yang
terganggu. umpamanya penolakan, perlindungan berlebihan, manja
berlebihan, tuntutan perfeksionitik, standard moral yang tidak realistik (Nasir,
2015).
b. tingkat ekonomi
c. pengaruh raisal dan keagamaan
d. nilai-nilai
4. faktor keturunan
Pada mongoloisme atau sindroma down (suatu macam retardasi mental
dengan mata sipit, muka datar, telinga kecil, jari – jari pendek dan lain – lain
terdapat trisoma ( yaitu tiga buah, bukan dua) pada pasangan kromosom No.21
sinroma turner ( dengan ciri – ciri khas: tubuh pendek leher melebar infatilisme
sexual) ternyata berhubungan dengan jumlah kromosom sex dikatakan “terkait
pada sex” (“sex linked”), artinya bahwa efek genetik itu hanya terdapat pada
kromosom sex. kaum wanita ternyata lebih kurang peka terhadapgangguan yang
terkaitpada sex, karena mereka mempunyai dua kromosom X dan satu kromosom
Y, dan bila salah satu tidak baik, maka terganggulah dia (Nasir, 2015).
5. Cacat kongenital atau sejak lahir dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak
terlebih yang berat, seperti retardasi mental yang berat. akan tetapi pada umumnya

6
pengaruh cacat ini pada timbulnya gangguan jiwa terutama tergantung pada
individu itu, bagaimana ia menilai dan menyesuaikan diri terhadap keadaan
hidupnya yang cacat atau berubah itu. orangtua dapat mempersukar penyesuaian
ini dengan perlindungan yang berlebihan (proteksi berlebihan). penolakan atau
tuntutan yang sudah diluar kemampuan anak. singkatnya: Kromosoma dan “genes”
yang defektif serta banyak faktor lingkungan sebelum, sewaktu dan sesudah lahir
dapat mengakibatkan gangguan badaniah. cacat badaniah biasanya dapat dilihat
dengan jelas, tetapi gangguan sistem biokimiawi lebih halus dan sukar ditentukan.
Gangguan badaniah dapat menggangu fungsi biologik atau psikologi secara
langsung atau dapat mempengaruhi daya tahan terhadap stres (Nasir, 2015).
6. Perkembangan psikologik yang salah
a. ketidak matangan atau fixas, yaitu individual gagal berkembang lebih lanjut ke
fase berikutnya
b. “tempat-tempat lemah” yang ditinggalkan oleh pengalaman yang traumatik
sebagai kepekaan terhadap jenis stres tertentu atau
c. Distorsi, yaitu bila individu mengembangkan sikap atau pola reaksi yang tidak
sesuai atau gagal mencapai integritas kepribadian yang normal. kita akan
membicarakan beberapa faktor dalam perkembangan psikologik yang tidak
sehat
7. Deprivasi maternal atau kehilangan asuhan ibu dirumah sendiri
Terpisah dengan ibu atau di asrama, dapat menimbulkan perkembangan yang
abnormal. Deprivasi rangsangan umum dari lingkungan bila sangat berat, ternyata
berhubungan dengan retardasi mental. Kekurangan protein dalam makanan,
terutama dalam jangka waktu lama sebelum anak berumur 4 tahun, dapat
mengakibatkan retrdasi mental.
Epivirasi atau frustasi dini dapat menimbulkan “tempat-tempoat yang lemah”
pada jiwa, dapat mengakibatkan perkembangan salah ataupun perkembangan yang
berhenti. untuk perkembangan psikologik rupanya ada “masa-masa gawat” dalam
masa ini rangsangan dari pengalaman belajar yang berhubungan dengannya serta
pemuasan berbagai kebutuhan sangat perlu bagi urut-urutan perkembangan
instektual, emosioanl dan sosial yang normal (Nasir, 2015).
8. Masa remaja
Masa remaja di kenal sebagai masa gawat dalam perkembangan kepribadian,
sebagai masa “badai dan stress”. Dalam masa ini individu dihadapi dengan

7
pertumbuhan yang cepat, perubahan-perubahan badaniah dan pematangan sexual.
Pada waktu yang sama status sosialnya juga mengalami perubahan, bila dahulu ia
sangat tergantung kepada orangtuanya atau orang lain, sekarang ia harus belajar
bendiri sendiri dan bergantung jawab yang membawa dengan sendirinya masalah
pernikahan, pekerjaan dan status social umum. Kebebasan yang lebih besar
membawa tanggung jawab yang lebih besar pula (Nasir, 2015).
Perubahan – perubahan ini mengakibatkan bahwa ia harus mengubah konsep
tentang diri sendiri. Tidak jarang terjadi “krisis identitas” (Erikson, 1950). Ia harus
memantapkan dirinya sebagai seorang individu yang berkepribadian lepas dari
keluarganya, Ia harus menyelesaikan masalah pendidikan, pernikahan dan
kehidupan dalam masyarakat. Bila ia tidak dibekali dengan pegangan hidup yang
kuat, maka ia akan mengalami “difusi identitas”, yaitu ia bingung tentang “apakah
sebenarnya ia ini” buat apakah sebenarnya hidup ini”. Sindroma ini disebut juga
“Anomi”, remaja itu merasa terombang ambing, terapung-apung dalam hidup ini
tanpa tujuan tertentu (Nasir, 2015).
Banyak remaja sebenarnya tidak memberontak, akan tetapi hanya sekedar
sedang mencari arti dirinya sendiri serta pegangan hidup berarti bagi mereka. Hal
“badai dan stress” bagi kaum remaja ini sebagian besar berakar pada struktur social
suatu masyarakat. Ada masyarakat yang membantu para remaja ini dengan adat –
istiadatnya sehingga masa remaja dilaluitanpa gangguan emosional yang berarti
(Nasir, 2015).
Kebanyakan kebutuhan kita hanya dapat diperoleh melalui hubungan dengan
orang-orang lain. Jadi cara kita berhubungan dengan orang lain sangat
mempengaruhi kepuaan hidup kita. Kegagalan untuk mengadakan hubungan antar
manusia yang baik mungkian berasal dari dan mengakibatkan juga kekurangan
partisipasi dalam kelompok dan kekurangan identifikasi dengan norma-norma
kelompok (seperti dalam “gang” atau perkumpulan – perkumpulan rahasia para
remaja).
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa kemampuan utama dalam hidup dan
dalam menyesuaikan diri memerlukan “penerapan” tentang beberapa masalah
utama dalam hidup, seperti pernikahan, ke-orangtua-an, pekerjaan dan hari tua.
Disamping kemampuan umum ini dalam bidang badaniah, emosional, social dan
intelektual, kita memerlukan persiapan bagi masalah. Masalah khas yang mungkin
sekali akan dihadapi dalam berbagai masa hidup kita (Nasir, 2015).

8
9. Factor sosiologi dalam perkembangan yang salah
Alfin Toffler mengemukakan bahwa yang paling berbahaya di zaman modern,
di Negara – Negara dengan “super – imdustrialisasi”, ialah kecepatan perubahan
dan pergantian yang makin cepat dalam hal “ke-sementara-an” (translence), “ke-
baru-an” (novelty) dan “ke-aneka-ragaman” (“difersity”). Dengan demikian
individu menerima rangsangan yang berlebihan sehingga kemungkinan terjadinya
kekacuan mental lebih besar. Karena hal ini lebih besar kemungkinannya dalam
masa depan, maka dinamakannya “shok masa depan” (future shock”) (Nurhalimah,
2016).
Telah diketahui seseorang yang mendadak berada di tengah-tengah
kebudayaan asing dapat mengalami gangguan jiwa karena pengaruh kebudayaan
ini yang serba baru dan asing baginya. Hal ini dinamakan “shok kebudayaan”
(“culture shock”). Seperti seorang individu , suatu masyarakat secara keseluruhan
dapat juga berkembang kearah yang tidak baik. Hal ini dapat dipengaruhi oleh
lingkungan fisik (umpamanya daerah yang dahulu subur berubah mejadi tandus)
ataupun oleh keadaan sosial masyarakat itu sendiri (umpamanya Negara dengan
pimpinan dictatorial, diskriminasi rasial, religious yang hebat, ketidak-adilan
sosial, dan sebagainya). Hal – hal ini merendahkan daya tahan frustasi seluruh
mapersyarakat (kelompok) dan menciptakan suasana sosial yang tidak baik
sehingga para anggotanya secara perorangan dapat menjurus ke gangguan mental.
Faktor – factor sosiokultural membentuk, baik macam sikap individu dan jenis
reaksi yang dikembangakannya, maupun jenis stress yang dihadapinya
(Nurhalimah, 2016)
b. Proses perjalanan penyakit
Gejala mulai timbul biasanya pada masa remaja atau dewasa awal sampai dengan
umur pertengahan dengan dengan melalui beberapa fase antara lain:
1. Fase promodal
 Berlangsung antara 6 bulan sampai 1 tahun
 Gangguan dapat berupa self care, gangguan fungsi sosial, gangguan
pikir dan presepsi
2. Fase aktif
 Berlangsung kurang 1 bulan

9
 Gangguan dapat berupa gejala psiko; halusinasi, delusi, digorganisasi
proses berfikir, gangguan bicara, gangguan perilaku, disertai kelainan
neurokimiawi
3. Fase Residual
Kien mengalami minimal 2 gejala; gangguan afek dan gangguan peran,
serangan biasanya berulang.
c. Teori yang melandasi gangguan jiwa
1) Teori Neurobiologi
Pada dasarnya, terjadinya gangguan jiwa pada seseorang terlihat apabila apa
yang dilakukannya tidak sesuai dengan kaidah-kaidah dalam normalitas kondisi
lingkungan. Dalam arti, bahwa apa yang dilakukan merupakan bentuk distorsi
atau penyimpangan yang patologis. Kondisi ini tidak disadari oleh klien dengan
gangguan jiwa. Perilaku yang abnormal tersebut sebagai reaksi dari
penyimpangan dari proses transduksi impuls atau neurotransmisi yang diperankan
oleh neurotransmitter dengan reseptor atau free nervie ending dicelah sinaps.
Disamping itu, perilaku abnormal juga di sebabkan oleh terganggunya fungsi
luhur dari jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai hal baik dari herediter
maupun proses mekanis yang menyebabkan struktur jaringan otak menjadi
abnormal (Nasir, 2011).
Transduksi impuls dan neurotransmisi. Impuls dari perifer akan dibawa oleh
saraf menuju ke otak, terutama ke pusat persepsi yang berada pada girus post-
senttralis yang disebut sensori spesifik. Penyampaian informasi yang dilakukan
dari neuron satu ke yang lainnya dikemas dalam bentuk pesan neuro kimia, yang
di perankan khusus oleh neurotransmitter dengan melibatkan dendrit dan akson.
Peran dendrit adalah untuk membawa pesan yang dibawa oleh neuro kimia khusus
(cocok dengan sel reseptor dendrit), sedangkan akson menerima pesan neuro
kimia untuk disampaikan ke dendrit berikutnya hingga pesan itu sampai ke pusat
persepsi melalui medula spinalis. Neurotransmitter sendiri merupakan zat kimia
yang di sintesis dalam neuron yang membantu transmisi informasi ke seluruh
tubuh (Videbeck, 2008 dalam Nasir, 2011).
Komples dari neurotransmitter dan reseptor yang terjadi pada celah sinaps
akan menyebabkan terjadinya eksitatori post-sinaps potensial (stimulasi aksi
didalam sel) dan inhibitatori post-sinaps potensial (penghentian aksi). Terjadinya

10
gangguan disebabkan oleh abnormalitas dari penyampaian pesan. Hal tersebut
terjadi bila terdapat hal berikut ini (Nasir, 2011) :
a) Kurangnya jumlah neurotransmitter
b) Berlebihnya neurotransmitter
c) Kurangnya jumlah reseptor
d) Berlebihnya jumlah reseptor
Neurotransmitter utama terbukti berperan dalam gangguan psikiatri, begitu
juga kerja dan efek samping obat psikotropika. Menurut Videbeck (2008), bahwa
dopamin dan serotonin mendapat perhatian yang paling besar dalam penelitian
dan terapi gangguan psikiatri. Berikut penjelasannya :
a) Dopamin
Suatu neurotransmitter yang terutama terdapat di batang otak,
berfungsi sebagai pengontrolan gerakan yang kompleks, motif, kognitif, serta
pengaturan respon emosional. Bersifat eksitasi dan disintesis dari tirosin, suatu
asam amino dalam makanan. Dopamin terlibat dalam menimbulkan
skizofrenia dan psikosis lainnya, gangguan gerakan seperti parkinson.
Antisikosis bekerja dengan menyekat reseptor dopamin dan menurunkan
aktivitasnya (Nasir, 2011).
b) Serotonin
Suatu neurotransmitter yang hanya ditemukan di otak. Sebagian besar
berfungsi sebagai inhibisi dan berperan penting dalam menimbulkan gangguan
ansietas dan mood, serta skizofrenia. Serotonin diketahui berperan dalam
perilaku waham, halusinasi, dan menarik diri pada skizofrenia. Berasal dari
triptopan yang merupakan asam amino dalam makanan. Selain itu, serotonin
terlibat dalam pengontrolan asupan makanan, tidur dan terjaga, pengaturan
suhu tubuh, pengontrolan nyeri, perilaku seksual serta pengaturan emosi.
Beberapa antidepresan menyebutkan re-uptake serotonin sehingga serotonin
tersedia di sinaps lebih lama, yang menyebabkan mood membaik (Nasir,
2011).
c) Norepinefrin
Merupaka neurotransmitter yang dominananpada sistem saraf, terutama
terdapat di batang otak dan berperan dalam perubahan perhatian, belajar,
memori, tidur dan terjaga serta pengaturan mood. Norepinefrin yang
berlebihan menyebabkan gangguan ansietas, sedangkan kekurangannya dapat

11
menyebabkan kehilangan memori, menarik dari masyarakat dan depresi.
Beberapa antidepresan menyekat re-uptake norepinefrin dan antidepresan yang
lain menghambat mono amin oksidase (MAO) metabolisme norepinefrin.
Distribusi norepinefrin terbatas, tetapi norepinefrin mengontrol fight or flight
pada sistem saraf perifer (Nasir, 2011).
d) Asetilkolin
Merupakan neurotransmitter yang ditemukan diotak, medula spinalis
dan sistem saraf perifer khususnya di neuromuskular otot skelet. Bisa bersifat
eksitasi maupun inhibisi. Disintesis oleh kolin yang ditemuukan dalam
makanan seperti daging merah dan sayuran juga terbukti mempengaruhi siklus
tidur atau terjaga, serta memberi tanda aktifnya otot (Nasir, 2011).
2) Psikoneurosis
Orang yang mengalami gangguan mental biasanya menunjukkan reaksi
abnormalterhadap kesulitan hidup ,dan dalam kehidupan sehari hari bisa diartikan
sebagia: “terlalu mendramamatisasi” tetapi si penderita masih bisa berfikir secara
normal bahkan dia masih bisa memberikan pertimbangan yang sehat terkadang si
penderita psikoneurosis tidak sama dengan gila ,tetapi meruoakn kelainan
pembawahan diridimana tabiat, cara berfikir, dan emosi tidak normal (Farida,
2012).
Berikut ini adalah beberapa macam gangguna mental yang umum dari
psikoneurosis yaitu :
1. Reaksi kegelisahan
Dalam penyakit ini sipenderita akan mendapatkan seragam fikiran
yang kacau, penahan emosi, keteganagn saraf, letih mental dan jasmani,serta
panic tampa alasaan yang jelas mungkin orang yang seperti ini seorang
bermimpi buruk gangguan mental ini bahkan sering dibarengan dengan
muntah muntah diare dan sering buang air kecil, biasanya penyakit gelisah
ini berkait dengan keadaan dengan keadaan yang tidak dapat dielakkan dalam
pengalaman dimasa lalu atau masa sekarang (Farida, 2012).
2. Reaksi diososiasi
Gangguan mental jenis ini mirip dengan reaksi kegelisahan hanya saja
lebih parah si penderita sering kehilangan kendali atas fungsi mental tentu
bisa jadi hingga pinsan dan kehilangan ingatan tidak dapat mentesuaikan
dirinya sertatidak menyadari reaksinya (Farida, 2012).

12
3. Reaksi hysteria
Dalam kasus ini,sipenderita mengeluarkan tenaga yang tahan untuk
melakukan hal yang aneh bahkan penderita penyakit tertentu sebagi akibat
frustasi atau kegelihan besar, reaksi hysteria dapat meniru banyak gejala
penyakit seperti lumpuh, mati rasa atau kebutaan dan ketidak sadaran sering
kali dokter sulit untuk membedakan dengan penyakit yang sebenarnya
dengan penyakit yang timbul speryi hysteria (Farida, 2012).
4. Reaksi fobia
Dalam reaksi fobia ini sipenderita mengalami ketakutan berlebih
terhadap suatu yang tidak masuk akal secara sadar iya mengakui bahwa tidak
ada bahaya yang seberannya,tetapi tidak dapat mengusaikan dirinya dalam
menghadapi ketakutan yang besar itu rasa takut ini dapat ditimbulkan dari
ketinggian tempat tertutup tenaga escalator, lift , lumpur, bahaya pencemaran
sejenis binatang, dan lain lain dapat disimpulkan bahwa reakssi fobia ini
merupakan pengulatan batik yang menbuat orang melakukan pengulatan
yang sebenarnya, (dunia nyata), karena terlalu memusatkan pada rasa takut
itu sendiri (Farida, 2012).
5. Reaksi depresi
Dalam gangguan mental seperti ini sipenderita akan merasa sedih,
pesimis, dan tidak senang dia merasa dirinya serba kekurangan , serta
kehilangan tenaga dan giliran untiuk melakukan kegiatan suatu tanda
penyakit depresi yaitu mengeluh dan menangis tanpa alasan reasi depresi ini
menyebabkan kurangnya nafsu makan,sembelit, sakit kepala, tidak dapat
tidur, serta timbul ingin bunuh diri dan jangan biarkan dia sendirian (Farida,
2012).
6. Reaksi pikiran yang menghantui
Obsesi tidak selamanya baik sering menbuat kita tergoda untuk
melakukan hal hal yang berlebihan yang tidak terlalu penting bisa
meruipakan kebodohan ex:ada orang yang selalu sering mencuci tangannya
setelah memegang sesuatu bahkan setelah menjabat tangan orang lain
dihantui pikiran bahwa dirinya hidup secara normal pun terkadang nyonya
rumah yang rewel atau pemilik kendararan yang terlalu over protected dan
seseorang yang taat beragama dan dihantui oleh pikiran ragu tentang
dasarkepercayaan (Farida, 2012).

13
2.2 Konsep Stres dan Rentang Sehat Sakit Jiwa
a. Definisi Stres
Stres merupakan reaksi tertentu yang muncul pada tubuh yang bisa disebabkan
oleh berbagai tuntutan, misalnya ketika manusia menghadapi tantangan yang penting,
ketika dihadapkan pada ancaman, atau ketika harus berusaha mengatasi harapan-
harapan yang tidak realistis dari lingkungannya (Nasir dan Muhith, 2011).
Faktor yang menimbulkan stres dapat berasal dari sumber internal maupun
eksternal, yaitu (Nasir dan Muhith, 2011) :
a. Internal merupakan faktor stres yang bersumber dari diri sendiri. Stresor
individual dapat muncul dari pekerjaan, ketidak puasan dengan kondisi fisik
tubuh, penyakit yang dialami, pubertas, dan sebagainya.
b. Eksterna merupakan faktor stres yang bersumber dari dari keluarga, masyarakat
dan lingkungan.
Menurut Nasir dan Muhith (2011) stres dapat menghasilkan berbagai respon.
Respons stres dapat terlihat dalam berbagai aspek yaitu :
a. Respon psikologis yang ditandai dengan meningkatnya tekanan darah, nadi,
jantung, dan pernapasan.
b. Respon kognitif dilihat dari terganggunya proses kognitif individu, seperti fikiran
kacau, menurunnya daya kosentrasi, dan fikiran tidak wajar.
b. Macam-Macam stres
Ditinjau dari penyebabnya stres dapat dibedakan kedalam beberapa jenis yaitu
(Nasir dan Muhith, 2011) :
a. Stres fisik, merupakan stres yang disebabkan oleh keadaan fisik, seperti suhu
yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, suara bising, sinar matahari yang terlalau
menyengat.
b. Stres kimiawi, merupakan stres yang disebabkan oleh pengaruh senyawa kimia
yang terdapat dalam obat-obatan, zat beracun asam, basa, faktor hormon, gas, dan
lain-lain.
c. Stres mikrobiologi, merupakan stres yang disebabkan oleh kuman seperti virus,
bakteri atau parasit.
d. Stres fisiologis, merupakan stres yang disebabkan oleh gangguan fungsi organ
tubuh, yaitu gangguan struktur tubuh, fungsi jaringan, organ,dan lain-lain.
e. Stres proses tumbuh kembang, merupakan stres yang disebabkan oleh proses
tumbuh kembang seperti pada masa pubertas, pernikahan, dan pertambahan usia.

14
f. Stres psikologis dan emosional, merupakan stres yang disebabkan oleh gangguan
situasi psikologis untuk menyesuaikan diri, misalnya dalam hubungan
interpersonal, sosial budaya, atau keagamaan.
c. Tanda dan Gejala Stres
a) Fisik
Respon fisiologis meliputi gangguan seperti sakit kepala, mulut atau
tenggorokan kering, sulit menelan, sariawan di lidah, sakit leher, pusing, sulit
berbicara, berbicara terbata-bata, sakit punggung, nyeri otot, rasa lemah,
sembelit,gangguan pencernaan, rasa mual dan atau muntah-muntah, sakit perut,
diare, nafsu makan hilang atau selalu ingin makan, kulit gatal-gatal dan merah,
terkelupas, sakit di bagian dada, rasa panas di perut, jantung berdebar-debar,
tangan dan atau kaki dingin,berkeringat secara berlebihan, tekanan darah tinggi,
pingsan, mudah lelah (Nasir, 2011).
b) Psikologis
Respon emosional yang muncul diantaranya tegang, cemas, mudah marah,
tertutup, perasaan bersalah, takut, sedih, gelisah, mudah tersinggung, gugup,
suasana hati mudah berubah, psimis, merasa tidak berguna, murung (Nasir,
2011).
c) Kognitif
Respon kognitif yang sering muncul adalah gangguan konsentrasi, mudah lupa
atau daya ingat menurun, mimpi buruk, melamun berlebihan, terobsesi pada
satu pikiran saja, rendah diri, ketakutan mengenai masa depan, ketidakmampuan
membuat keputusan dan pikiran negatif (Nasir, 2011).
d) Perilaku
Respon perilaku yang muncul ketika stres diantaranya adalah impulsif, tidak
dapat bersenda gurau, mudah terkejut, menangis, mengantuk-antukkan kaki,
tidak peduli pada penampilan fisik, sulit tidur atau terus menerus mengkonsumsi
alkohol atau obat-obatan, menjadi pendiam dan suka menyendiri, dan lamban
(Nasir, 2011).
e) Sosial
Stres dapat mengubah perilaku individu terhadap orang lain. Individu dapat
berperilaku menjadi positif maupun negatif. Bencana alam dapat membuat
individu berperilaku lebih kooperatif, dalam situasi lain, individu dapat
mengembangkan sikap bermusuhan. Stres yang diikuti dengan rasa marah

15
menyababkan perilaku sosial negatif cenderung meningkat sehingga dapat
menimbulkan perilaku agresif. Stres juga dapat mempengaruhi perilaku
membantu pada individu (Nasir, 2011).
d. Adaptasi
Adaptasi merupakan suatu proses perubahan yang menyertai individu dalam
merespon terhadap perubahan yang ada di lingkungan dan dapat mempengaruhi
keutuhan tubuh baik secara fisiogis maupun psikologis yang akan menghasilkan
prilaku adaptif (Yusuf, 2015).
a. Adaptasi fisiologis, merupakan proses penyesuaian tubuh srcara alamiah atau
secara fisiologis untuk mempertahankan keseimbangan dari berbagai faktor yang
menimbulkan atau mempengaruhi keadaan menjadi tidak seimbangan.
b. Adaptasi psikologis, merupakan suatu proses penyesuaian secara psikologis
akibat adanya stresor, dengan cara memberikan mekanisme pertahanan diri
dengan harapan dapat melindungi dan bertahan dari serangan yang tidak
menyenangkan. Indikator Terdapat dua cara untuk dapat mempertahankan diri
dari berbagai stresor yaitu dengan cara :
1. Ask Oriented Reaction(reaksi berorientasi pada tugas)
Reaksi ini merupakan koping yang digunakan untuk mengatasi
masalah yang berorientasi pada pross penyelesaian masalah, meliputi afektif,
kognitif, dan psikomotor. Contoh reaksi yang bisa dilakukan yaitu berbicara
dengan orang lain, mencari informasi tentang keadaan yang dialami,
melakukan latihan yang dapat mengurangi stres, serta dapat membuat
alternatif pemecahan masalah (Yusuf, 2015)
2. Ego Oriented Reaction( reaksi berorientasi dengan ego)
a. Rasionalisasi, usaha untuk menghindari masalah psikologis dengan
memberikan alasan yang rasional, sehingga masalah dapat teratasi.
b. Displacement, suatu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah
psikologis dengan cara memindahkan tingkah laku pada objek lain,
sebagai contoh jika seseorang terganggu dengan kondisi ramai, maka
teman yang disalahkan.
c. Kompensasi, upaya untuk mengatasi masalah dengan mencari kepuasan
pada situasi yang lain, seperti seseorang yang memiliki masalah
penurunan daya ingat maka akan menonjolkan kemampuan yang
dimilikinya.

16
d. Proyeksi, merupakan mekanisme pertahanan diri dengan memposisikan
sifat batin diri sediri kedalam sifat batin orang lain, seperti ketika
membenci orang lain kemudian mengatakan pada orang bahwa orang lain
membencinya.
e. Represi, upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah dengan cara
menghilangkan fikiran masa lalu yangburuk dengan melupakan dan
sengaja dilupakan.
f. Supresi, upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah dengan menekan
masalah yang tidak diterima dengan sadar serta individu tidak mau
memikirkan hal yang kurang menyenangkan.
g. Denial, upaya pertahanan diri dengan cara penolakan terhadap masalah
yang sedang dihadapi atau tidak mau menerima kenyataan yang
dihadapinya.
c. Adaptasi perkembangan
Pada setiap tahap, seseorang biasanya menghadapi tugas perkembangan
dengan menunjukkkan karekteristik perilaku dari tahap perkembangan dengan
menunjukkan karekteristik perilaku dari tahap perkembangan tersebut. Stres yang
berkepanjangan dapat menganggu atau menghambat kelancaran menyelesaikan tahap
perkembangan dalam bentuk yang ekstrem, stres yang berkepanjangan dapat
mengarah pada krisis pendewasaan kritik (Yusuf, 2015).
e. Mekanisme Stres dan Adaptasi
Secara fisiologis ada 3 tahap penyesuaian yang dilakukan oleh tubuh bahwa
sering disebut GAS (General Adaption Syndrom) (Yusuf, 2015) :
1) Tahap pertama, tahap siaga (Alarm stage) terjadi saat mulai terasa sengatan
cekaman, biasanya muncul rekasi darurat, fight of flight
Tahapan pertama ini mirip dengan fight-or-flight response. Pada tahap ini
arousal yang terjadi pada tubuh organisme berada di bawah normal yang untuk
selanjutnya meningkat diatas normal. Pada akhir tahapan ini, tubuh melindungi
organisme terhadap stresor. Tapi tubuh tidak dapat mempertahankan intesitas
arousal dari alarm reaction dalam waktu yang sangat lama.
2) Tahap perlawanan (Resistance stage) pada tahap ini tidak seheboh tahap pertama
tetapi reaksi hormonal masih tinggi secara nyata orang ini melakukan penanganan
bisa berupa koping atau fighting apabila stresor bisa ditiadakan, maka tubuh akan
kembali ke keadaan normal. Arousal masih tinggi, tubuh masih terus bertahan

17
untuk melawan dan beradaptasi dengan stresor. Respon fisiologis menurun, tetapi
masih tetap lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi normal.
3) Tahap kepayahan (Exhausted stage), individu tidak lagi memberikan respon stres
karena kepayahan, kehabisan energi, kondisi ini berbahaya karena tubuh
mengalami banyak goncangan keseimbangan menjadi terbiasa sesuai kondisi
tersebut berakibat pada gangguan penyakit yang lebih parah seperti gangguan
lambung, kardiovaskuler dan hipertensi.
Hormon adalah suatu zat kimia yang pada umumnya disekresikan oleh kelenjar
dan sel-sel lain, hormon ditransportasikan oleh darah menuju organ target.
Neutransmitter dapat dianalogikan seperti sinyal pada kabel telepon, di mana pesan
dikirim langsung dan khusus untuk penerima. Hormon dapat dianalogikan sebagai
stasiun radio yang menyampaikan pesan kepada siapapun yang menyetel gelombang
stasiun radio tersebut. Hormon berguna untuk mengatur perubahan jangka panjang
pada beberapa bagian tubuh. Hormon yang bersikulasi di otak akan memengaruhi
aktivasi otak, begitu pula hormon yang disekresi otak akan memengaruhi sekresi
hormon lain. Kelenjar pituitari yang melekat pada hipotalamus terdiri dari dua bagian
kelenjar yang berbeda, yaitu kelenjar pituitari anterior dan pituitari posterior keduanya
menyekresikan hormon yang berbeda. Kelenjar pituitari posterior yang terdiri atas
jaringan saraf dapat dianggap sebagai perluasan hipotalamus. Neuron di dalam
hipotalamus menyintesis hormon oksitosin dan vasopresin (dikenal juga dengan nama
hormonantidiuretik), kedua hormon tersebut turun melalui akson menuju kelenjar
pituitari posterior kemudian dilepaskan ke dalam darah (Mora, 2012).
Hormon tersebut mempengaruhi sistem saraf simpatik. Sistem saraf simpatik
adalah sebuah jaringan saraf yang mempersiapkan organ tubuh bagian dalam untuk
aktivitas berat. Sistem saraf simpatik terdiri dari sepasang rantai ganglia yang
memanjang pada sisi tubuh dimulai dari bagian tengah tulang belakang melalui akson.
Akson simpatik memanjang dari ganglia menuju organ target dan mengaktivasi
mereka untuk memberikan respons melawan atau melarikan diri, di mana napas dan
detak jantung menjadi lebih cepat dan aktivitas pencernaan menurun. Semua ganglia
sistem saraf simpatik terkait erat. Oleh karena itu, mereka sering kali bekerja seperti
satu unit, sehingga dikatakan bahwa ganglia saling bersimpati, walaupun bagian-
bagian tertentu dapat lebih aktif daripada bagian lain. Organ-organ seperti kelenjar
keringat, kelenjar adrenal, otot-otot yang mengonstriksi pembuluh darah, dan otot-otot

18
yang menegakkan rambut pada kulit, hanya memiliki saraf simpatik dan bukan saraf
parasimpatik (Kalat, 2010).
Hans Selye (dalam Pinel, 2009) adalah yang pertama kali mendeskripsikan
respons stres pada 1950-an. Selye mengatribusikan respons stres pada aktivasi sistem
korteks-adrenal pituataria-anterior yang menyimpulkan bahwa stresor yang
memengaruhi sirkuit-sirkuit neural menstimulasi pelepasan adrenocorticotropic
hormone (ACTH ) (hormon adrenokortikotropik) dari pituataria anterior, sehingga
ACTH pada gilirannya akan memicu pelepasan glukokortikoid dari korteks adrenal,
sehingga glukokortikoid menghasilkan banyak di antara efek-efek respons stres.
Stresor juga mengaktifkan sistem saraf simpatik, sehingga meningkatkan jumlah
epinefrin dan norepinefrin yang dilepaskan dari medula adrenal. Besarnya respons
stres bukan hanya bergantung pada stresor dan individunya. Fitur utama teori Selye
adalah pendapatnya bahwa stresor fisik maupun psikologis menginduksi respon stres
yang secara umum sama. Respons stres kompleks dan bervariasi, respons tepatnya
bergantung pada stresornya, kapan waktunya, sifat orang yang mengalami stres, dan
bagaimana orang yang mengalami stres bereaksi terhadap stresornya (Mora, 2012).
Maka dapat di simpulkan stres merupakan keseimbangan diri yang terganggu
bila mana tubuh mempersepsikan tekanan dari stresor melebihi daya tahan untuk
menghadapi tekanan tersebut. Jika diri memandang bisa menahan tekanan yang di
persepsikan maka tekanan stres belum nyata tetapi apabila tekanan bertambah besar
maka tekanan menjadi nyata dan merasakan dan mengalami proses stres. Selama
pikiran tidak tidak menghentikan pengiriman tanda bahaya ke otak maka mekanisme
stres terus berjalan.
Penelitian paduan bidang psikologi dan saraf (Goleman, 2010) menemukan
bahwa otak manusia memiliki banyak neuron- mirror yang bekerja otonom
menangkap signal pada saat manusia berinteraksi sosial, kemudian membangun set-up
sistem sirkuit yang sesuai dengan bacaannya. Dengan kata lain, meskipun secara
psikis bisa melakukan adjusment, tubuh secara otonom melakukan mekanisme
pertahanan atau perlindungan sesuai bacaan neuron-mirror (Mora, 2012).
Respon fisiologis masih terus berlangsung. Hal ini dapat melemahkan sistem
kekebalan tubuh dan menguras energi tubuh. Sehingga terjadi kelelahan pada tubuh.
Stresor yang terus terjadi akan mengakibatkan penyakit dan kerusakan fisiologis dan
dapat menyebabkan kematian (Mora, 2012).

19
Jika stres berlangsung cukup lama dan intens, tubuh akan berusaha merespon
dengan mengadakan penyesuaian sehingga timbul perubahan patologis. Hal ini
disebabkan karena seluruh bagian tubuh dipengaruhi oleh pajanan terhadap stresor
(corwin,2009). Gejala-gejala patologis yang muncul dapat berupa gangguan-
gangguan psikolofisiologis pada beberapa organ tubuh dan sistem yang ada ditubuh
(Mora, 2012).
Berdasarkan pada teori hans selye , menekankan bahwa setiap stresor akan
menimbulkan keadaan gangguan keseimbangan fisiologis. Bila keadaan ini
berloangsung lama atau responnya berlebihan , akan meningkatkan kepekaan
seseorang terhadap penyakit. Kepekaan tersebut , diiringi dengan predisposisi orang
yang yang bersangkutan (kecenderungan genetis, kesehatan, usia) akan tetapi
menyebabkan sakit. dalam contoh , dimana respon simoatis adrenal medular
berlangsung lama atau berlebihan, akan tetapi keadaan rangsangan yang keronis yang
akan menyebabkan tekanan darah tinggi, peribahan arteriosklerotik dan penyakit
kardio vaskular. Bila produksi hormol adrenal kortikal berlangsung lama atau
berlebihan akan menimbulkan pola perilaku menarik diri dan depresi. Selain itu akan
terjadinya penurunan respon imun dan dapat timbul infeksi atau tumor. Hormon
adrenal kortikal adalah hormon skeroit yang di sekreesi oleh kelenjar adrenal.
Hormon tersebut seringkali di sekresi dalam jumlah yang sangat banyak selama
periode stres. Dosisi tinggi dapat menggangu kinerja dari sistem imun tubuh dari
sederet kelainan yang disebut sebagi penyakit maladaptif yaitu tekanan darah tinggi,
jantung, pembuluh darah, ginjal, peyakit resistensi secara umum dan lain-lain (Kalat,
2010).
Stres memainkan peranan penting dalam keberlangsungan hidup individu dan
juga ikut berpati sipasi dalam perekembangan dan penuaan pada setiap individu.
Kualiatas, intsnsitas, dan lamanya stres penting dalam menentukan efek positiv atau
negatif pada suatu organisme. Ada dua kondisi utama pada sistem stres yang dapat
mengarah kepatologi, yaitu respon adaptif yang berlebuhan dan lama terhadap stresor
dan tidak efektifnya respon adaptif terhadap stresor. Berlebihan atau tidak efekrifnya
respon tersebut terhadap stresor yang berhubungan dengan patologi stres merupakan
salah satu gangguan psikologis. Oleh karena itu, antara stres dan kesehatan fisik dapat
saling mempngaruhi. Sttes bisa menyebabkan penurunan kondisi fisik, sebaliknya
penurunan kondisi fisikpun bis menyebabkan stres. Setiap manusia tentu ingin
hidupnya sehat secara fisik dan psikologis dengan demikian dua aspek kesehatan

20
tersebut perludi perhatikan secara bersamaan supaya individu tidak menjadi individu
yang sakit (Mora, 2012).
f. Mekanisme koping
Koping merupakan suatu tindakan merubah kognitif secara konstan dan usaha
tingkah laku untuk mengatasi tuntutan internal atau eksternal yang dinilai membebani
atau melebihi sumberdaya yang dimiliki individu. Mekanisme diartikan sebagai suatu
cara yang dilakukan oleh individu dalam meyelesaikan maslah, menyesuaikan diri
dengan perubahan, serta respon terhadap sesuatu yang mengancam (Nasir dan
Muhith, 2011).
Mekanisme koping merupakan setiap upaya yang diarahkan pada
penatalaksanaan stres, yaitu cara dalam penyelesaian masalah dengan mekanisme
pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. Mekanisme koping pada dasarnya
adalah mekanisme pertahanan diri terhadap perubahan bahan yang terjadi baik dalam
diri maupun dari luar diri (Nasir dan Muhith, 2011).
Sumber koping merupakan pilihan-pilihan atau strategi yang membantu
seseorang menentukan apa yang dapat dilakukan dan apa yang berresiko. Sumber
koping adalah faktor pelindung.Hal yang termasuk sumber koping adalah asset
finansial atau kemampuan ekonomi, kemampuan dan keterampilan, dukungan sosial,
motivasi, serta hubungangan antara individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
(Stuart, 2009).
Sumber koping lain meliputi kesehatan (energi), dukungan spiritual,
keyakinan positif, kemampuan menyelesaikan masalah, keterampilan sosial, sumber
materi dan kesehatan fisik (Stuart, 2009).
Model mekanisme koping adalah sebagai berikut (Nasir dan Muhith, 2011) :
a. Mekanisme koping yang berfokus pada masalah adalah mekanisme koping yang
melibatkan tugas dan upaya langsung untuk mengatsi ancaman itu sendiri.
Contohnya yaitu negosiasi, konfrontasi, dan mencari saran.
b. Mekanisme koping berfokus pada kognitif, dimana seseorang mencoba untuk
mengontrol makna dari suatu masalah dan dengan demikian menetralisirnya.
Contohnya yaitu perbandingan positif, ketitaktahuan selektif, subtitusi
penghargaan,dan devaluasi benda yang diinginkan.
c. Mekanisme koping berfokus pada emosi, dimana pasien berorientasi pada tekanan
emosional moderat. Contohnya termasuk penggunaan mekanisme pertahanan ego
seperti penyangkalan, denial, supresi, dan proyeksi.

21
Menurut Nasir dan Muhith (2011), gaya koping merupakan penentuan dari
gaya seseorang dalam memecahkan suatu masalah berdasarkan tuntutan yang
dihadapi, ada dua macam gaya koping:
a. Gaya koping positif
Gaya koping positif merupakan gaya yang mampu mendukung integritas ego,
yaitu:
a) Problem solving merupakan suatu usaha untuk memecahkan masalah, dimana
pada gaya koping ini masalah harus dihadapi, dipecahkan, dan tidak dihindari
atau menganggap masalah itu tidak berarti. Pemecahan masalah ini digunakan
untuk mengindari tekanan atau beban psikologis akibat adanya stresor yang
masuk dalam diri seseorang.
b) Utilizing social support merupakan suatu tindak lanjut dari menyelesaikan
masalah belum terselesaikan. Tidak semua orang mampu menyelesaikan
masalahnya sendiri, hal ini terjadi karena rumitnya masalah yang dialami.,
oleh sebab itu apabila seseorang mempunyai masalah yang tidak bisa
diselesaikan sendiri, seharusnya tidak disimpan sendiri tetapi carilah dukungan
dari orang lain yang dapat dipercaya dan mampu memberikan bantuan dalam
bentuk masukan ataupun saran dan lainnya.
c) Looking for silver lining masalah yang berat terkadang akan membawa
kebutaan dalam upaya menyelesaikan masalah, walaupun sudah dengan usaha
yang maksimal,terkadang masalah belum ditemukan titik temu, oleh sebab itu
seberat apapun masalah yang dihadapi manusia harus tetap berfikir positif dan
dapat diambil hikmah dari setiap masalah. Pada fase ini diharapkan manusia
mampu menerima kenyataan sebagai sebuah ujian dan cobaan yang harus
dihadapi selalu berusaha menyelesaikan masalah tanpa menurunkan semangat
motivasi.
b. Gaya koping negatif
Gaya koping negatif yang dapat menurunkan integritas ego, dimana gaya
koping ini dapat merusak dan merugikan dirinya sendiri, yang terdiri atas sebagai
berikut:
a) Avoidance merupakan suatu usaha untuk mengatasi situasi tertekan dengan
cara lari dari situasi tersebut dan menghindari masalah dan akhirnya terjadinya
penumpukan masalah. Bentuk melarikan diri seperti merokok, menggunakan

22
obat-obatan, dan berbelanja tujuannya untuk menghilangkan masalah tetapi
menambah masalah.
b) Self-blam yaitu ketidakberdayaan atas masalah yang dihadapi, biasanya
menyalahkan diri sendiri yang dapat menyebabkan seseorang menarik diri dari
lingkungan sosial.
c) Wishfull thinking merupakan kesedihan mendalam yang dialami sesorang
akibat kegagalan mencapai tujuan, karena penentuan keinginan terlalu tinggi
sehingga sulit tercapai.
g. Respon Koping
Menurut model adaptasi stres Stuart respon idividu terhadap stresberdasarkan
faktor predisposisi, sifat stresor, persepsi terhadap situasi dan analisis sumber koping
dan mekanisme koping. Respon koping klien dievaluasi dalam suatu rentang yaitu
adaptif atau maladaptif (Stuart, 2009).
1. Reopons mekanisme koping adaptif
Respon yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar, dan
mencapai tujuan, seperti berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah
dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, tehnik relaksasi,
latihan seimbang dan aktifitas konstriktif.
2. Respon mekanisme koping maladaptif
Respon yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan,
menurunkan otonomi dan cenderung menghalangi penguasaan terhadap
lingkungan, seperti makan berlebihan atau bahkan tidak makan, kerja
berlebihan, menghindar, marah-marah, mudah tersinggung, dan menyerang.
Mekanisme koping yang maladaptif dapat memberi dampak yang buruk bagi
seseorang seperti isol asi diri, berdampak pada kesehatan diri, bahkan
terjadinya resiko bunuh diri.
Rentang respon berdasarkan respon individu terhadap stres, yaitu :

1. Rentang Respon Sosial

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menyendiri Merasa sendiri (lonelinees) Manipulasi


Otonomi Menarik diri Inpulsif

23
Bekerja sama Ketergantungan
Saling ketergantungan

a. Menyendiri ( Solitude) Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk


merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan suatu cara
mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selaanjutnya.
b. Otonomi Kemampuan individu untuk menetukan dan menyampaikan ide-ide,
pikiran, perasaan, dalam hubungaan sosial.
c. Bekerjasama (mutualism) Suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana
individu tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.
d. Saling Ketergantungan (intervenden) Merupakan kondisi saling ketergantungan
antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
e. Menarik diri Keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina
hubungan secara terbuka dengan orang lain
f. Ketergantungan ( dependen ) Terjadi bila seseorang gaagl dalam
mengembangkan rasa percaya diri atau kemampuannya untuk berfungsi secara
sukses.
g. Manipulasi Gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu yang
menganggap orang lain sebagai objek.individu tersebut terdapat membina
hubungan sosial secara mendalam.
h. Impulsif Tidak ammpu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman, penilaian yang buruk dan individu ini tidak dapat diandalkan.
i. Narcissim Harga dirinya rapuh, secara terus menerus berusaha mendapatkan
penghargaan dan pujian yang egosentris dan pencemburu.
2. Rentang Respon Emosional

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Kepekaan Reaksi berduka Supresi Penundaan Defresi


Emosional Takterkoplikasi Emosi Reaksi berduka Mania

a. Kepekaan emosional, dipengaruhi oleh dan berperan aktif dalam dunia internal
dan eksternal seseorang. Tersirat bahwa orang tersebut terbuka dan sadar akan
perasaannya sendiri.

24
b. Reaksi berduka tak terkomplikasi, terjadi sebagai respon terhadap kehilangan
dan tersirat bahwa seseorang sedang menghadapi sesuatu kehilangan yang nyata
serta terbenam dalam peroses aberbukanya.
c. Supresi emosi, mungkin tampak sebagai penyangkalan (denial) terhadap
perasaan sendiri, pelepasan dari keterikatan dengan emosi atau penalaran
terhadap semua aspek dari dunia apektif seeorang.
d. Penundaan reaksi berkabung, adalah ketidakadaan yang pesisten respon
emosional terhadap kehilangan. Ini dapat terjadi pada awal proses berkabung,
dan menjadi nyata pada pengunduran proses mulaai terjadi atau
keduanya.penundan dan penolakan proses berduka kadang terjadi bertahun-
tahun.
e. Defresi, suatu kesedihan atau perasaan duka yang berkepanjangan dapat
digunakan untuk menunjukkan berbagai fenomena, tanda, gejala sindrom,
keadaan emosional, reaksi penyakit atau klinik.
f. Mania, ditandai dengan elepati alam perasaan berkepanjangan atau mudah di
singgung. Hipomania digunakan untuk menggambarkan sindrom klinik serupa
tetapi tidak separah mania atau episide manik.
h. Rentang sehat jiwa
Kesehatan adalah keadaaan sejahtera dari fisik, mental dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU No 23
tahun 1992 tentang kesehatan). Sedangkan menurut WHO (2005) kesehatan adalah
suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang lengkap dan buka n hanya bebas
dari penyakit atau kecacatan.
Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sejahtera secara fisik, sosial dan mental
yang lengkap dan tidak hanya terbebas dari penyakit atau kecacatan. Atau dapat
dikatakan bahwa individu dikatakan sehat jiwa apabila berada dalam kondisi fisik,
mental dan sosial yang terbebas dari gangguan (penyakit) atau tidak dalam kondisi
tertekan sehingga dapat mengendalikan stress yang timbul. Sehingga memungkinkan
individu untuk hidup produktif, dan mampu melakukan hubungan sosial yang
memuaskan (WHO, 2005 dalam Nurhalimah, 2016).
Kesehatan jiwa menurut UU No 23 tahun 1996 tentang kesehatan jiwa sebagai
suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional
yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan secara selaras dengan
keadaan orang lain (Sumiati dkk, 2009).

25
Maka dapat disimpulkan bahwa kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi
mental yang sejahtera (mental wellbeing) yang memungkinkan hidup harmonis dan
produktif, sebagai bagian yang utuh dan kualitas hidup seseorang dengan
memperhatikan semua segi kehidupan manusia. Dengan kata lain, kesehatan jiwa
bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, tetapi merupakan sesuatu yang
dibutuhkan oleh semua orang, mempunyai perasaan sehat dan bahagia serta mampu
menghadapi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya dan
mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.
Meskipun kesehatan jiwa sulit di definisikan dengan tepat namun beberapa
ahli mengemukakan beberapa indikator untuk menilai jiwa yang sehat. Karl
Menninger mendefinisikan orang yang sehat jiwanya adalah orang yang
mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri pada lingkungan, serta
berintegrasi dan berinteraksi dengan baik, tepat, dan bahagia. Michael Kirk
Patrick mendefinisikan orang yang sehat jiwa adalah orang yang bebas dari
gejala gangguan psikis, serta dapat berfungsi optimal sesuai apa yang ada
padanya. Clausen mengatakan bahwa orang yang sehat jiwa adalah orang yang
dapat mencegah gangguan mental akibat berbagai stresor, serta dipengaruhi
oleh besar kecilnya stresor, intensitas, makna, budaya, kepercayaan, agama,
dan sebagainya (Yusuf, dkk, 2015).
Selain pendapat para ahli di atas, berikut indikator sehat jiwa menurt
ahli lainnya (Nurhalimah, 2016) :
a. WHO (World Health Organization)
World Health Organization (WHO) pada tahun 2008 menjelaskan kriteria
orang yang sehat jiwanya adalah orang yang dapat melakukan hal berikut :
a) Menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan, meskipun
kenyataan itu buruk.
b) Merasa bebas secara relatif dari ketegangan dan kecemasan.
c) Memperoleh kepuasan dari usahanya atau perjuangan hidupnya.
d) Merasa lebih puas untuk memberi dari pada menerima.
e) Berhubungan dengan orang lain secara tolong-menolong dan saling
memuaskan.
f) Mempunyai daya kasih sayang yang besar.

26
g) Menerima kekecewaan untuk digunakan sebagai pelajaran di kemudian
hari.
h) Mengarahkan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan
konstruktif.
b. Abraham Maslow
Maslow mengatakan individu yang sehat jiwa memiliki ciri sebagai berikut:
a) Persepsi Realitas yang akurat.
b) Menerima diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
c) Spontan.
d) Sederhana dan wajar.
c. Jahoda (Depkes, 2000 dalam Farida, 2012)
Jahoda mencirikan sehat jiwa sebagai berikut:
a) Memiliki sikap positif terhadap diri sendiri
Sikap ini merupkan sikap baik terhadap diri sendiri, yaitu tidak merasakan
harga diri yang rendah, tidak memiliki pikiran negative tentang kesehtan diri
dan selalu optimis dengan kemampuan diri. Berprasangka positif terhadap diri
sendiri membuat kita lebih percaya diri. Hal ini menjadi penting bagi orang
yang selalu memikirkan kekurangan yang ada pada dirinya. Manusia diciptakan
sebagai makhluk yang paling sempurna dan makhluk lainnya.
Berprasangka positif terhadap diri sendiri juga merupakan wujud dari sikap
kitab dalam menghargai diri sendiri, dan tentunya sikap ini akan selalu menjadi
kekuatan buat diri kita untuk menjalankan apa yang kita rencanakan. Hal ini
karena kita sudah mempunyai keyakinan akan kemampuan dirikita dalam
bertindak, maka apa yang kita lakukan akan lebih baik lagi dengan mempunyai
sikap menghargai diri sendiri. Sikap menghargai diri sendiri membuat anda atas
segala kemampuan yang muliki sikap tersebut akan tercermin pada tindakan
yang anda lakukan dan sudah saatnya menjadikan dirianda sebagai
penyemangat atau motivator bagi orang lain dalam setiap kesempatan jika
diperlukan.
b) Tumbuh berkembang dan beraktualisasi diri
Aktualisasi diri adalah kebutuhan naluriah pada manusia untuk melakukan
terbaik dari yang dia bisa. Aktualisasi diri bukanlah sebutan baru dalam dunia
psikologi. Semua orang ynag mempelajari psikologi ataupun manajemen

27
sumber daya manusia pasti tau arti dari kalimat ini teori yang tekenal adalah
teori Abraham maslow tentang herarki kebutuhan yang menganggap aktualisasi
sebagai tinkatan tertinggi bila semua kebutuhan dasar terpenuhi.
Aktualisasi diri adalah cara mengembangkan potensi diri dari dari hal yang
bisa kita lakukan atau kerjakan menjalankan katualisasi diri sama dengan
mengembangkan kemampuan kita tanpa batas. Dengan aktualisasi diri ini,
manusia akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuan dan
keinginan dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia.
c) Integrasi (keseimbangan atau keutuhan)
Keseimbangan dalam pengendalian emosi dan dalam pemenuhan kebutuhan
sehari hari sangat diperlukan sehingga dapat menjalalni hidup dengan seimbang
dan tidak mengalami stress walaupun menemui masalah. Jika seseorang tidak
bisa menyimbangkan emosi dalam kehidupan maka kemungkinan untuk
terjadinya stress akan lebih tinggi.
d) Otonomi
Seseorang dengan sehat jiwa adalah seseorang yang mampu menyelesaikna
setiap masalah kehidupan sehingga tidak ada ketergantungan dengan sesuatu
dalam menjalani setiap masalah yang dihadapi ( misalnya, tidak tergantung pada
orang lain, obat, dan lain-lain).
e) Persepsi realitas
Dapat membedakan lamunan dan kenyataan sehingga setiap perilaku dapat
dimengerti dan dapat dipahami. Dapat menekan dan mengorganisir emosi
sehingga emosi konsisten dengan pengalaman. Selain itu, juga mempunyai
pemikiran yang logis dan persepsi akurat.
f) Kecakapan beradaptasi dengan lingkungan
Adaptasi adalah proses dimana dimensi fisiologis dan pikososial berubah
dalam berespon terhadap stress . oleh karena itu banyak stressor yang tidak
dapat dihindari. Promosi kesehatan sering difokuskan pada adaptasi individu ,
keluarga, atau komunitas tehadap stress. Ada banyak bentuk adaptasi. Adaptasi
fisiologis memungkinkan hemoistasi fisilogis, namun demikian, mungkin
terjadiproses yang serupa dalam dimensi lainnya.
Suatu proses adaptif terjadi ketika stimulus dari lingkungan internal dan
eksternal menyebabkan penyimpangam keseimbangan organisme dengan
demikian adaptasi adalah suatu upaya untuk mempertahankan fungsi yang

28
optimal. Adaptasi melibatkan reflex , mekanisme otomatis untuk perlindungan
mekanisme koping dan idealnya dapat mengarah pada penyesuaian atau
pengusaan situasi. Stesor yang menstimulasi adaptasi mungkin berjangka
pendek, seperti demam atau berjangka panjang seperti paralisis dari anggota
gerak tubuh . agar dapat berfungsi optimal, sesorang harus mampu berespon
terhadap stresorb dan beradaptasi terhadap tuntunan atau perubhan yang
dibutuhkan . adaptasi membutuhkan respon aktif dari seluruh individu . jika
seseorang tidak mampu untuk beradaptasi maka kemungkinan untuk mengalami
gangguan jiwa adalah besar.
Rentang sehat sakit Jiwa (Yosep, 2000 dalam Farida, dkk. 2012)

Sehat optimal Sakit kronik Mati

a. Dinamis bukan titik statis


b. Rentang dimulai dari sehat optimal sampai meninggal
c. Terdapat beberapa tahap
d. Terdapat perbedaan antara tiap individu
e. Menggambarkan kemampuan adaptasi
f. Berfungsi secara efektif (sehat)
2.3 Model Konseptual Praktik Keperawatan Jiwa
Model adalah suatu cara untuk mengorganisasikan pengetahuan yang kompleks,
membantu praktisi, serta memberi arah dan dasar dalam menentukan bantuan yang
diperlukan. Model praktik keperawatan jiwa mencerminkan sudut pandang dalam
mempelajari penyimpangan perilaku dan proses terapeutik dikembangkan. Model praktik
dalam keperawatan kesehatan jiwa ini menggambarkan sebuah psikodinamika terjadinya
gangguan jiwa (Yusuf, 2015).
Psikodinamika terjadinya gangguan jiwa menggambarkan serangkaian peristiwa,
sehingga gangguan jiwa terjadi. Oleh karenanya, diperlukan pengkajian mendalam
terhadap berbagai faktor penyebab gangguan jiwa, tanda dan gejala, serta urutan kejadian
peristiwa. Dengan demikian, akan tergambarkan sebagai masalah keperawatan yang
ditemukan (pada komponen pengkajian keperawatan jiwa), sehingga dapat disusun
jejaring urutan kejadian masalah dalam sebuah pohon masalah (Yusuf, 2015).

29
Konsep model keperawatan jiwa terdiri atas enam macam, yaitu (Yusuf, 2015)
:
a) Psychoanalytical (Freud, Erickson)
Merupakan model yang dikemukakan oleh Sigmund Freud. Psikoanalisa
meyakini bahwa penyimpangan perilaku pada usia dewasa berhubungan dengan
perkembangan pada masa anak.Menurut model psycoanalytical, gangguan jiwa
dikarenakan ego tidak berfungsi dalam mengontrol id, sehingga mendorong terjadinya
penyimpangan perilaku (deviation of Behavioral) dan konflik intrapsikis terutama
pada masa anak-anak. Setiap fase perkembangan mempunyai tugas perkembangan
yang harus dicapai (Yusuf, 2015).
Gejala merupakan symbol dari konflik. Proses terapi psikoanalisa memakan
waktu yang lama. Proses terapi pada model ini menggunakan metode asosiasi bebas
dan analisa mimpi transferen, bertujuan untuk memperbaiki traumatic masa lalu.
Contoh proses terapi pada model ini adalah klien dibuat dalam keadaan tidur yang
sangat dalam. Dalam keadaan tidak berdaya terapis akan menggali alam bawah sadar
klien dengan berbagai pertanyaan-pertanyaan tentang pengalaman traumatic masa
lalu.Dengan cara demikian, klien akan mengungkapkan semua pikiran dan mimpinya,
sedangkan therapist berupaya untuk menginterpretasi pikiran dan mimpi pasien
(Yusuf, 2015).
Menurut teori psikoanalisis Sigmund Freud,kepribadian terdiri atas tiga
elemen. Ketiga unsur kepribadian itu dikenal sebagai id, ego dan super ego yang
bekerja sama untuk menciptakan perilaku manusia yang kompleks (Yusuf, 2015).
a. Id
Id adalah satu-satunya komponen kepribadian yang hadir sejak lahir. Aspek
kepribadian sepenuhnya sadar dan termasuk dari perilaku naluriah dan primitif.
Menurut Freud, id adalah sumber segala energi psikis, sehingga komponen utama
kepribadian.Id didorong oleh prinsip kesenangan, yang berusaha untuk kepuasan
segera dari semua keinginandan 19kebutuhan. Jika kebutuhan ini tidak puas
langsung, hasilnya adalah kecemasan atau ketegangan.Sebagai contoh,
peningkatan rasa lapar atau haus harus menghasilkan upaya segera untuk makan
atau minum. id ini sangat penting awal dalam hidup, karena itu memastikan
bahwa kebutuhan bayi terpenuhi. Jika bayi lapar atau tidak nyaman, ia akan
menangis sampai tuntutan id terpenuhi.Namun, segera memuaskan kebutuhan ini

30
tidak selalu realistis atau bahkan mungkin. Jika kita diperintah seluruhnya oleh
prinsip kesenangan, kita mungkin menemukan diri kita meraih hal-hal yang kita
inginkan dari tangan orang lain untuk memuaskan keinginan kita sendiri. Perilaku
semacam ini akan baik mengganggu dan sosial tidak dapat diterima. Menurut
Freud, id mencoba untuk menyelesaikan ketegangan yang diciptakan oleh prinsip
kesenangan melalui proses utama, yang melibatkan pembentukan citra mental
dari objek yang diinginkan sebagai cara untuk memuaskan kebutuhan (Yusuf,
2015).
b. Ego
Ego adalah komponen kepribadian yang bertanggung jawab untuk menangani
dengan realitas. Menurut Freud, ego berkembang dari id dan memastikan bahwa
dorongan dari id dapat dinyatakan dalam cara yang dapat diterima di dunia nyata.
Fungsi ego baik di pikiran sadar, prasadar, dan tidak sadar.Ego bekerja
berdasarkan prinsip realitas, yang berusaha untuk memuaskan keinginan id
dengan cara-cara yang realistis dan sosial yang sesuai. Prinsip realitas beratnya
biaya dan manfaat dari suatu tindakan sebelum memutuskan untuk bertindak atas
atau meninggalkan impuls. Dalam banyak kasus, impuls id itu dapat dipenuhi
melalui proses menunda kepuasan ego pada akhirnya akan memungkinkan
perilaku, tetapi hanya dalam waktu yang tepat dan tempat. Ego juga merupakan
pelepasan ketegangan yang diciptakan oleh impuls yang tidak terpenuhi melalui
proses sekunder, di mana ego mencoba untuk menemukan objek di dunia nyata
yang cocok dengan gambaran mental yang diciptakan oleh proses primer (Yusuf,
2015).
c. Super ego
Komponen terakhir untuk mengembangkan kepribadian adalah superego.
superego adalah aspek kepribadian yang menampung semua standar internalisasi
moral dan cita-cita yang diperoleh dari kedua orang tua dan masyarakat –
mengetahuibenar dan salah. Superego memberikan pedoman untuk membuat
penilaian.Super ego merupak cabang dari moril atau keadilan dari kepridadian,
yang mewakili alam ideal daripada alam nyata serta menuju kearah yang
sempurna yang merupakan komponen kepribadian terkait dengan standar atau
norma masyarakat mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Dengan
terbentuknyasuper ego berarti pada diri individu telah terbentuk kemampuan

31
untuk mengontrl dirinya sendiri (self control) menggantikan control dari orang
tua (out control) (Yusuf, 2015).
Peran perawat dalam model psyhcoanalytical Melakukan pengkajian keadaan
traumatic atau stressor yang dianggap bermakna pada masa lalu misalnya (menjadi
korban perilaku kekerasan fisik, sosial, emosional maupun seksual) dengan
menggunakan pendekatan komunikasi terapeutik (Yusuf, 2015).
b) Interpersonal (Sullivan, Peplau)
Model ini dikembangkan oleh Harry Stack Sullivan dan Hildegard Peplau.
Teori interpersonal meyakini bahwa perilaku berkembang dari hubungan
interpersonal. Sullivan menekankan besarnya pengaruh perkembangan masa anak-
anak terhadap kesehatan jiwa individu.Menurut konsep model ini, kelainan jiwa
seseorang disebabkan karena adanya ancaman yangdapat menimbulkan kecemasan
(Anxiety). Ansietas yang dialami seseorang timbul akibat konflik saat berhubungan
dengan orang lain (interpersonal), dikarenakan adanya ketakutan dan penolakan atau
tidak diterima oleh orang sekitar. Lebih lanjut Sullivan mengatakan individu
memandang orang lain sesuai dengan yang ada pada dirinya Sullivan mengatakan
dalam diri individu terdapat 2 dorongan yaitu (Yusuf, 2015) :
a. Dorongan untuk kepuasan, berhubungan dengan kebutuhan dasar seperti: lapar,
tidur, kesepian dan nafsu.
b. Dorongan untuk keamanan, berhubungan dengan kebutuhan budaya seperti
penyesuaian norma sosial, nilai suatu kelompok tertentu.
Proses terapi terbagi atas dua komponen yaitu Build Feeling Security
(berupaya membangun rasa aman pada klien) dan Trusting Relationship and
interpersonal Satisfaction (menjalin hubungan yang saling percaya) Prinsip dari terapi
ini adalah.Mengoreksi pengalaman interpersonal dengan menjalin hubungan yang
sehat. Dengan re edukasi diharapkan, klien belajar membina hubungan interpersonal
yang memuaskan, mengembangkan hubungan saling percaya dan membina kepuasan
dalam bergaul dengan orang lain sehingga klien merasa berharga dan dihormati
(Yusuf, 2015).
Menurut Peplau tujuan dari asuhan keprawatan adalah kepribadian yang
berkembang melalui hubungan interpersonal yang mendidik dalam pemenuhan
kebutuhan Mien. Adapun klien sendiri adalah sistem yang berkembang yang terdiri
dari karakteristik biokimia, fisiologis, interpersonal dan kebutuhan serta selalu
berupaya memenuhi kebutuhannya dan mengintegrasikan berbagai pengalaman. Peran

32
perawat adalah mengatur tujuan proses interaksi interpersonal dengan klien yang
bersifat partisipatif, Dalam hal ini peran perawat sebagai orang asing asing, pendidik,
narasumber, pengasuh pengganti, pemimpin dan konselor sesuai fase proses
interpersonal. Kesulitan yang ditemui dalam intervensi adalah kecemasan yang
disebabkan oleh kesulitan mengintegrasikan pengalaman interpersonal yang lalu
dengan yang sekarang. Kecemasan yang terjadi apabila komunikasi dengan orang lain
mengancam keamanan psikologik dan biologic individu. Fokus tindakannya adalah
kecemasan yang disebabkan oleh hubungan interpersonal yang mempengaruhi
kepribadian (Yusuf, 2015).
Dalam melakukan proses interpersonal mengenal beberapa fase yaitu (Yusuf,
2015) :
a. Fase orientasi. Dalam hal ini lebih memfokuskan untuk membantu klien
menyadari ketersedian bantuan dan rasa percaya tehadap kemampuan perawat
untuk berperan serta secara efektif dalam pemberian asuhan keperawatan.
b. Fase Identifikasi. Fase ini terjadi ketika perawat memfasilitasi ekspresi perasaan
klien dan mempu memberikan asuhan keparawatan kepada klien. Ekspresi
perasaan dari klien dengan perawat mendengarkan secara aktif tanfa penolakan
akan membantu mengorientasi perasaan dan menguatkan bagian yang positif dari
kepribadian klien.
c. Fase Eksploitasi. Pada fase ini memungkinkan suatu situasi dimana klien dapat
merasakan manfaat dari hubungan sesuai pandangan atau persepsinya terhadap
situasi yang dihadapi.
d. Fase Resolusi. Fase yang terakhir dari keempat fase merupakan fasedimana klien
secara bertahap melepaskan diri dari perawat. Fase ini memungkinkan penguatan
kemampuan untuk memnuhi kebutuhannya sendiri dan menyalurkan energinya ke
arah potensi yang dimiliki.
Keempat fase tersebut adalah suatu rangkaian proses pengembangan dimana
perawat membimbing dari rasa ketergantungan yang tinggi menjadi interaksi yang
saling tergantung. Evaluasi dari sistem ini adalah kerpibadian yang berkembang yang
ditandai dengan penururnan kecemasan karena kebutuhan yang terpenuhi dan fasilitas
yang cukup.
Peran perawat dalam terapi ini yaitu (Yusuf, 2015) :
a. Share anxieties (berbagi pengalaman mengenai apa-apa yang dirasakan klien dan
apa yang menyebabkan kecemasan klien saat berhubungan dengan orang lain) .

33
b. Therapist use empathy and relationship (Empati dan turut merasakan apa-apa
yang dirasakan oleh klien). Perawat memberiakan respon verbal yang mendorong
rasa aman klien dalam berhubungan dengan orang lain.
c) Social (Caplan, Szaaz)
Model ini berfokus pada lingkungan fisik dan situasi sosial yang dapat
menimbulkan stress dan mencetuskan gangguan jiwa (social and environmental
factors create stress, which cause anxiety and symptom). Menurut Szasz, setiap
individu bertanggung jawab terhadap perilakunya, mampu mengontrol dan
menyesuaikan perilaku sesuai dengan nilai atau budaya yang diharapkan masyarakat.
Caplan, meyakini bahwa konsep pencegahan primer, sekunder dan tertier sangat
penting untuk mencegah timbulnya gangguan jiwa. Situasi sosial yang dapat
menimbulkan gangguan jiwa adalah kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah,
kurangnya support system dan koping mekanisme yang mal adaptif (Yusuf, 2015).
Prinsip proses terapi yang sangat penting dalam modifikasi lingkungan dan
adanya support system. Proses terapi dilakukan dengan menggali support system yang
dimiliki klien seperti: suami/istri, keluatga atau teman sejawat. Selain itu therapist
berupaya : menggali system sosial klien seperti suasana dirumah, di kantor, di
sekolah, di masyarakat atau tempat kerja (Yusuf, 2015).
d) Existential (Ellis, Roger)
Model ekistensial menyatakan bahwa gangguan perilaku atau gangguan jiwa
terjadi apabila individu gagal menemukan jati dirinya dan tujuan hidupnya. Individu
tidak memiliki kebanggan akan dirinya. Membenci diri sendiri dan mengalami
gangguan dalam Body image (Yusuf, 2015).
Konsep diri (self concept) menurut Rogers adalah bagian sadar dari ruang
fenomenal yang disadari dan disimbolisasikan, dimana “aku“ merupakan pusat
referensi setiap pengalaman. Konsep diri merupakan bagian inti dari pengalaman
individu yang secara perlahan dibedakan dan disimbolisasikan sebagai bayangan
tentang diri yang mengatakan “apa dan siapa aku sebenarnya“ dan “apa yang
sebenarnya harus saya perbuat“. Jadi, self concept adalah kesadaran batin yang tetap,
mengenai pengalaman yang berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang
bukan aku (Yusuf, 2015).
Konsep diri ini terbagi menjadi 2 yaitu konsep diri real dan konsep diri ideal.
Untuk menunjukkan apakah kedua konsep diri tersebut sesuai atau tidak, Rogers
mengenalkan 2 konsep lagi yaitu (Yusuf, 2015) :

34
1. Incongruence Incongruence adalah ketidakcocokan antara selfyang dirasakan
dalam pengalaman aktual disertai pertentangan dan kekacauan batin.
2. Congruence berarti situasi dimana pengalaman diri diungkapkan dengan seksama
dalam sebuah konsep diri yang utuh, integral, dan sejati.
Menurut Rogers, para orang tua akan memacu adanya incongruence ini ketika
mereka memberikan kasih sayang yang kondisional kepada anak-anaknya. Orang tua
akan menerima anaknya hanya jika anak tersebut berperilaku sebagaimana mestinya,
anak tersebut akan mencegah perbuatan yang dipandang tidak bisa diterima. Disisi
lain, jika orang tua menunjukkan kasih sayang yang tidak kondisional, maka si anak
akan bisa mengembangkan congruence-nya (Yusuf, 2015).
Remaja yang orang tuanya memberikan rasa kasih sayang kondisional akan
meneruskan kebiasaan ini dalam masa remajanya untuk mengubah perbuatan agar dia
bisa diterima di lingkungan. Dampak dari incongruence adalah Rogers berfikir bahwa
manusia akan merasa gelisah ketika konsep diri mereka terancam. Untuk melindungi
diri mereka dari kegelisahan tersebut, manusia akan mengubah perbuatannya sehingga
mereka mampu berpegang pada konsep diri mereka (Yusuf, 2015).
Manusia dengan tingkat incongruence yang lebih tinggi akan merasa sangat
gelisah karena realitas selalu mengancam konsep diri mereka secara terus menerus.
Setiap manusia memiliki kebutuhan dasar akan kehangatan, penghargaan,
penerimaan, pengagungan, dan cinta dari orang lain. Perkembangan diri dipengaruhi
oleh cinta yang diterima saat kecil dari seorang ibu. Kebutuhan ini disebut need for
positive regard, yang terbagi lagi menjadi 2 yaitu conditional positive regard(
bersyarat) dan unconditional positive regard (tak bersyarat) (Yusuf, 2015).
Jika individu menerima cinta tanpa syarat, maka ia akan mengembangkan
penghargaan positif bagi dirinya. (unconditional positive regard) dimana anak akan
dapat mengembangkan potensinya untuk dapat berfungsi sepenuhnya. Jika tidak
terpenuhi, maka anak akan mengembangkan penghargaan positif bersyarat
(conditional positive regard). Dimana ia akan mencela diri, menghindari tingkah laku
yang dicela, merasa bersalah dan tidak berharga (Yusuf, 2015).
Rogers menggambarkan pribadi yang berfungsi sepenuhnya adalah pribadi
yang mengalami penghargaan positif tanpa syarat. Ini berarti dia dihargai, dicintai
karena nilai adanya diri sendiri sebagai person sehingga ia tidak bersifat defensif
namun cenderung untuk menerima diri dengan penuh kepercayaan. Konsepsi-
konsepsi pokok dalam teori Rogers adalah (Yusuf, 2015) :

35
1. Organism, yaitu keseluruhan individu (the total individual). Organisme memiliki
sifat-sifat berikut:
a. Organisme beraksi sebagai keseluruhan terhadap medan phenomenal dengan
maksud memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
b. Organisme mempunyai satu motif dasar yaitu: mengaktualisasikan,
mempertahankan dan mengembangkan diri.
c. Organisme mungkin melambangkan pengalamannya, sehingga hal itu disadari,
atau mungkin menolak pelambangan itu, sehingga pengalaman-pengalaman itu
tak disadari, atau mungkin juga organisme itu tak memperdulikan pengalaman-
pengalamannya.
2. Medan phenomenal, yaitu keseluruhan pengalaman (the totality of experience).
Medan phenomenal punya sifat disadari atau tak disadari, tergantung apakah
pengalaman yang mendasari medan phenomenal itu dilambangkan atau tidak
(Yusuf, 2015).
Self, yaitu bagian medan phenomenal yang terdiferensiasikan dan terdiri dari
pola-pola pengamatan dan penilaian sadar daripada “I” atau “me”. Self mempunyai
bermacam-macam sifat (Yusuf, 2015) :
a. Self berkembang dari interaksi organisme dengan lingkungan.
b. Self mungkin menginteraksikan nilai-nilai orang lain dan mengamatinya dalam
cara (bentuk) yang tidak wajar.
c. Self mengejar (menginginkan) consistency (keutuhan/kesatuan, keselarasan).
d. Organisme bertingkah laku dalam cara yang selaras (consistent) dengan self.
e. Pengalaman-pengalaman yang tak selaras dengan stuktur self diamati sebagai
ancaman.
f. Self mungkin berubah sebagai hasil dari pematangan (maturation) dan belajar.
Prinsip terapinya pada model ini adalah mengupayakan individu agar memiliki
pengalaman berinteraksi dengan orang yang menjadi panutan atau sukses dengan
memahami riwayat hidup orang tersebut, memperluas kesadaran diri dengan cara
introspeksi diri (self assessment), bergaul dengan kelompok sosial dan kemanusiaan
(conducted in group), sesrta mendorong untuk menerima dirinya sendiri dan
menerima kritik atau feedback tentang perilakunya dari orang lain (encouraged to
accept self and control behavior). Terapi dilakukan melalui kegiatan Terapi aktivitas
kelo mpok (Yusuf, 2015).
e) Supportive Therapy (Wermon, Rockland)

36
Wermon dan Rockland meyakini bahwa penyebab gangguan jiwa adalah
faktor biopsikososial dan respos maladaptive saat ini. Contoh aspek biologis yaitu
sering sakit maag, migraine, batuk-batuk. Aspek psikologisnya mengalami banyak
keluhan seperti mudah cemas, kurang percaya diri, perasaan bersalah, ragu-ragu,
pemarah. Aspek social seperti susah bergaul, menarik diri, tidak disukai, bermusuhan,
tidak mampu mendapatkan pekerjaan, dan sebagainya. Semua hal tersebut
terakumulasi menjadi penyebab gangguan jiwa. Fenomena tersebut muncul akibat
ketidakmampuan dalam beradaptasi pada masalah-masalah yang muncul saat ini dan
tidak ada kaitannya dengan masa lalu (Yusuf, 2015).
Prinsip proses terapi pada model supportif adalah menguatkan respon coping
adaptif. Terapis membantu klien untuk mengidentifikasi dan mengenal kekuatan atau
kemampuan serta coping yang dimiliki klien, mengevaluasi kemampuan mana yang
dapat digunakan untuk alternative pemecahan masalah. Terapist berupaya menjalin
hubungan yang hangat dan empatik dengan klien untuk membantu klien menemukan
coping klien yang adaptif (Yusuf, 2015).
Terapi supertif adalah cara psikoterapi yang bvanyak digunakan di rumah sakit
dan masyarakat berbasis perawat psikiatris. Model terapi ini berbeda dengan model-
model lain karena dalam hal ini tidak tergantung pada konsep utama atau teori.
Sebagai gantinya, ia menggunakan beberapa teori psikodinamik untuk memahami
bagaimana perubahan pada seseorang (Yusuf, 2015).
Terapi suportif termasuk salah satu model psikoterapi yang biasanya sering di
gunakan di masyarakat dan di rmah sakit terapi ini merupakan suatu terapi yang di
kembangkan oleh lawrence rockland dengan istilah psychodynamically orientad
psychotherapy namun ada pula istilah lain yang di perkenalkan adalah supportive
analityc therapyhasil servei di amerika menunjukkan bahwa psikoterapi suportif
menduduki peringkat ke delapan dalam psikoterapi yang penting (Yusuf, 2015).
Terapi suportif berfokus dalam memberikan dukungan pada klien yang sedang
menderita suatu penyakit maupun hadapi masalah maupun mendorong seseorang
klien pada suatu perubahan yang lebih baik (Yusuf, 2015).
Diharapkan dengan memberikan dukungan pada seseorang klien yang sedang
mengalami masalah akan meningkatkan koping individu klien tersebut untyk mampu
menghadapi permasalahan yang di alaminya. Karena dukungan dari orang sekitar
dapat menjadi sumber koping bagi seseorang (Yusuf, 2015).

37
Tujuan psikoterapi suportif seperti yang di jelaskan oleh lawrence rockland
termasuk berikut (Yusuf, 2015) :
1. Meningkatkan hubungan suportif antara klien-terapis
2. Meningkatkan kekuatan klien, kemampuan koping, dan kemampuan
untuk menggunakan sumber daya koping
3. Mengurangi tekanan distress klien dan respon koping maladaptif
4. Membantu klien terbebas dari penyakit jiwa atau fisik tertentu
5. Memberikan otonomi kepada klien dalam mengambil keputusan terkait
pengobatannya.
f) Medical (Meyer, Kraeplin)
Menurut konsep ini penyebab gangguan jiwa adalah multifactor yang
kompleks yaitu aspek fisik, genetic, lingkungan dan factor social. Model medical
meyakini bahwa penyimpangan perilaku merupakan manifestasi gangguan sistem
syaraf pusat (SSP). Dicurigai bahwa depresi dan schizophrenia dipengaruhi oleh
transmisi impuls neural, serta gangguan synaptic. Sehingga focus penatalaksanaannya
harus lengkap melalui pemeriksaan diagnostic, terapi somatic, farmakologik dan
teknik interpersonal (Yusuf, 2015).
Konsep ini berfokus pada diagnosa penyakit, sehingga pengobatan didasarkan
pada diagnosa medical model terus mengeksplorasi penyebab gangguan jiwa secara
ilmiah. Hubungan pasien dan dokter merupakan hubungan percaya dan mengikuti
rencana pengobatan (Yusuf, 2015).
1. Pengobatan meliputi jangka pendek dan jangka panjang
2. Terapi supportif
3. Insight oriented yaitu belajar mengatasi stress
4. Proses medica terapi di definisikan dengan baik dan akrab dengan sebagian besar
pasien.
Peran perawat dalam model medical ini adalah melakukan kolaborasi dengan
tim medis dalam melakukan prosedur diagnostic dan terapi jangka panjang, therapist
berperan dalam pemberian terapi, laporan mengenai dampak terapi, menentukan
diagnose, dan menentukan jenis pendekatan terapi yang digunakan. Medical model
terus mengeksplorasi penyebab gangguan jiwa secara ilmiah (Yusuf, 2015).
2.4 Model Adaptasi Stres menurut Stuart
Keperawatan kesehatan jiwa menggunakan model stres adaptasi dalam
mengidentifikasi penyimpangan perilaku. Model ini mengidentifikasi sehat sakit sebagai

38
hasil berbagai karakteristik individu yang berinteraksi dengan faktor lingkungan. Model
ini mengintegrasikan komponen biologis, psikologis, serta sosial dalam pengkajian dan
penyelesaian masalahnya. Apabila masalah disebabkan karena fisik, maka pengobatan
dengan fisik atau kimiawi. Apabila masalah psikologis, maka harus diselesaikan secara
psikologis. Demikian pula jika masalah sosial, maka lebih sering dapat diselesaikan
dengan pendekatan sosial melalui penguatan psikologis (Yusuf, 2015).
Beberapa hal yang harus diamati dalam model stres adaptasi adalah faktor
predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stresor, sumber koping, dan mekanisme
koping yang digunakan. Ada dua kemungkinan koping terpilih yaitu berada antara adaptif
dan maladaptif. Koping ini bersifat dinamis, bukan statis pada satu titik. Dengan
demikian, perilaku manusia juga selalu dinamis, yakni sesuai berbagai faktor yang
memengaruhi koping terpilih.Secara lengkap komponen pengkajian model stres adaptasi
dalam keperawatan kesehatan jiwa adalah sebagai berikut (Yusuf, 2015) :

a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang menjadi sumber terjadinya stres yang
mempengaruhi tipe dan sumber dari individu untuk menghadapi stres baik yang
biologis, psikososial, dan sosiokultural. Secara bersama-sama, faktor ini akan
memengaruhi seseorang dalam memberikan arti dan nilai terhadap stres pengalaman
stres yang dialaminya. Adapun macam-macam faktor predisposisi meliputi hal
sebagai berikut (Yusuf, 2015) :
1) Biologi seperti latar belakang genetik, status nutrisi, kepekaan biologis,
kesehatan umum, dan terpapar racun.

39
2) Psikologis seperti kecerdasan, keterampilan verbal, moral, personal,
pengalaman masa lalu, konsep diri, motivasi, pertahanan psikologis, dan
kontrol.
3) Sosiokultural seperti usia, gender, pendidikan, pendapatan, okupasi, posisi
sosial, latar belakang budaya, keyakinan, politik, pengalaman sosial, dan
tingkatan sosial.
b. Faktor Prespitasi
Faktor presipitasi adalah stimulus yang mengancam, menantang dan menuntut
individu. Faktor presipitasi memerlukan energi yang besar dalam menghadapi stres
atau tekanan hidup. Faktor presipitasi ini dapat bersifat biologis, psikologis, dan
sosiokultural. Waktu merupakan dimensi yang juga memengaruhi terjadinya stres,
yaitu berapa lama terpapar dan berapa frekuensi terjadinya stres. Faktor terakhir
yaitu jumlah stressor yaitu pengalaman individu dalam periode tertentu karena
peristiwa yang menimbulkan stres lebih sulit untuk ditangani ketika banyak dari
mereka bersama-sama. Adapun faktor presipitasi yang sering terjadi adalah sebagai
berikut (Yusuf, 2015) :
1) Kejadian yang menekan (stressful)
Ada tiga cara mengategorikan kejadian yang menekan kehidupan, yaitu
aktivitas sosial, lingkungan sosial, dan keinginan sosial. Aktivitas sosial
meliputi keluarga, pekerjaan, pendidikan, sosial, kesehatan, keuangan, aspek
legal, dan krisis komunitas. Lingkungan sosial adalah kejadian yang dijelaskan
sebagai jalan masuk dan jalan keluar. Jalan masuk adalah seseorang yang baru
memasuki lingkungan sosial. Keinginan sosial adalah keinginan secara umum
seperti pernikahan (Yusuf, 2015).
2) Ketegangan hidup
Stres dapat meningkat karena kondisi kronis yang meliputi ketegangan
keluarga yang terus-menerus, ketidakpuasan kerja, dan kesendirian. Beberapa
ketegangan hidup yang umum terjadi adalah perselisihan yang dihubungkan
dengan hubungan perkawinan, perubahan orang tua yang dihubungkan dengan
remaja dan anak-anak, ketegangan yang dihubungkan dengan ekonomi
keluarga, serta overload yang dihubungkan dengan peran (Yusuf, 2015).
c. Penilaian terhadap stresor
Penilaian terhadap stresor meliputi penentuan arti dan pemahaman terhadap
pengaruh situasi yang penuh dengan stres bagi individu. Penilaian terhadap stresor

40
ini meliputi respons kognitif, afektif, fisiologis, perilaku, dan respons sosial.
Penilaian adalah dihubungkan dengan evaluasi terhadap pentingnya sustu kejadian
yang berhubungan dengan kondisi sehat (Yusuf, 2015).
1) Respons kognitif, respons kognitif merupakan bagian kritis dari model ini.
Faktor kognitif memainkan peran sentral dalam adaptasi. Faktor kognitif
mencatat kejadian yang menekan, memilih pola koping yang digunakan, serta
emosional, fisiologis, perilaku, dan reaksi sosial seseorang. Penilaian kognitif
merupakan jembatan psikologis antara seseorang dengan lingkungannya dalam
menghadapi kerusakan dan potensial kerusakan. Terdapat tiga tipe penilaian
stresor primer dari stres yaitu kehilangan, ancaman, dan tantangan.
2) Respons afektif, respon afektif adalah membangun perasaan. Dalam penilaian
terhadap stresor respon afektif utama adalah reaksi tidak spesifik atau umumnya
merupakan reaksi kecemasan, yang hal ini diekpresikan dalam bentuk emosi.
Respons afektif meliputi sedih, takut, marah, menerima, tidak percaya,
antisipasi, atau kaget. Emosi juga menggambarkan tipe, durasi, dan karakter
yang berubah sebagai hasil dari suatu kejadian.
3) Respons fisiologis, respon fisiologis merefleksikan interaksi beberapa
neuroendokrin yang meliputi hormon, prolaktin, hormon adrenokortikotropik
(ACTH), vasopresin, oksitosin, insulin, epineprin morepineprin, dan
neurotransmiter lain di otak. Respons fisiologis melawan atau menghindar (the
fight-or-fligh) menstimulasi divisi simpatik dari sistem saraf autonomi dan
meningkatkan aktivitas kelenjar adrenal. Sebagai tambahan, stres dapat
memengaruhi sistem imun dan memengaruhi kemampuan seseorang untuk
melawan penyakit.
4) Respons perilaku, respon perilaku hasil dari respons emosional dan fisiologis.
5) Respons sosial, respon ini didasarkan pada tiga aktivitas, yaitu mencari arti,
atribut sosial, dan perbandingan sosial.
d. Sumber Koping
Sumber koping meliputi aset ekonomi, kemampuan dan keterampilan, teknik
pertahanan, dukungan sosial, serta motivasi (Yusuf, 2015).
e. Mekanisme Koping
Koping mekanisme adalah suatu usaha langsung dalam manajemen stres. Ada tiga
tipe mekanisme koping, yaitu sebagai berikut (Yusuf, 2015) :
1) Mekanisme koping atau problem focus

41
Mekanisme ini terdiri atas tugas dan usaha langsung untuk mengatasi ancaman
diri. Contohnya negosiasi, konfrontasi, dan mencari nasihat.
2) Mekanisme koping atau cognitively focus
Mekanisme ini berupa seseorang dapat mengontrol masalah dan
menetralisasinya. Contohnya perbandingan positif, selective ignorance,
substitution of reward, dan devaluation of desired objects.
3) Mekanisme koping atau emotion focus
Pasien menyesuaikan diri terhadap distres emosional secara tidak berlebihan.
Contohnya menggunakan mekanisme pertahanan ego seperti denial, supresi,
atau proyeksi.
Mekanisme koping dapat bersifat konstruktif dan destruktif. Mekanisme
konstruktif terjadi ketika kecemasan diperlakukan sebagai sinyal peringatan dan
individu menerima sebagai tantangan untuk menyelesaikan masalah. Mekanisme
koping destruktif menghindari kecemasan tanpa menyelasaikan konflik (Yusuf,
2015).
Selain dapat dikategorikan dalam tiga tipe di atas, mekanisme koping dapat
dikategorikan sebagai task oriented reaction dan ego oriented reaction. Task oriented
reactionadalah berpikir serta mencoba berhati-hati untuk menyelesaikan masalah,
menyelesaikan konflik, dan memberikan kepuasan. Task oriented reaction
berorientasi dengan kesadaran secara langsung dan tindakan. Sementara, ego
ariented reaction sering digunakan untuk melindungi diri. Reaksi ini sering disebut
sebagai mekanisme pertahanan. Setiap orang menggunakan mekanisme pertahanan
dan membantu seseorang mengatasi kecemasan dalam tingkat ringan sampai dengan
sedang. Ego oriented reaction dilakukan pada tingkat tidak sadar (Yusuf, 2015).
f. Respon Koping Kontinue
Mekanisme koping adalah cara yang digunakan individu dalam menyelesaikan
masalah, mengatasi perubahan yaang terjadi, dan situasi yang mengancam, baik
secara kognif maupun prilaku. Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya
dibagi menjadi dua (stuartdan sanden, 1995)
1. Mekanisme koping adaptif. Merupakan mekanisme koping yang mendukung
fungsi intekgrasi, pertumbuhan, belajar, dan mencapai tujuan. Katagorinya adalah
berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, tehnik
relaksasi, latihan seimbang, dan aktifitas dan konstruktif.

42
2. Mekanisme koping maladaptif, merupakan mekanisme koping yang menghambat
fungsi integrasi, memecahkan pertumbuhan, merupakan otonomi dan cenderung
mengusai lingkungan.

43
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesehatan jiwa adalah kondisi seseorang yang terus tumbuh berkembang dan
mempertahakan keselarasan dalam pengendalian disir serta terbebas dari stres yang
serius. Kemampuan individu dalam kelompok dan lingkungannya untutk berinteraksi
dengan yang lain dengan cara untuk mencapai kesejahteraan, perkembangan yang optimal
dengan menggunakan kemampuan mentalnya (kognisi, afeksi, relasi) memilki prestasi
individu serta kelompoknya konsisten dengan hukum yang berlaku.
Kriteria sehat jiwa menurut Jahoda (Depkes, 2000 dalam Ade, 2011) ditandai dengan
hal-hal berikut ini yaitu :
a. Sikap positif terhadap diri sendiri
b. Tumbuh kembang dan beraktualisasi diri
c. Integrasi (keseimbangan atau keutuhan)
d. Otonomi
e. Persepsi realitas
f. Kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan
3.2 Saran
Diharapkan dengan terselesaikannya makalah ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan mahasiswa keperawatan tentang dasar keperawatan jiwa agar dapat
menjalankan peran dan fungsinya sebagai perawat dalam keperawatan jiwa kelak.

44
DAFTAR PUSTAKA

Yusuf, Ah, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika.

Nurhalimah. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan : Keperawatan Jiwa. Jakarta :
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kusumawati, Farida, dkk. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika.

Mora, Francisco. 2012. Brain Research : Stress, neurotransmitters, corticosterone andbody–


brain integration. England : Elsevier.

Nasir, Abdul, dkk. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta. Salemba Medika.

Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha
Medika.

Stanwood, Dregg D. 2019. Dopamine and Stress. United States: Department of Biomedical
Sciences, Florida State University College of Medicine,Tallahassee, FL.

45

Anda mungkin juga menyukai