Anda di halaman 1dari 16

Pertumbuhan Tulang Kraniofasial

Variasi aspek dari mekanisme pertumbuhan merupakan signifikan ketika menilai

penyebab dari maloklusi dan kemungkinan metode dari suatu perawatan.

Perkembangan struktur kraniofasial tidak hanya merupakan perluasan simetris dari

kontur terluar tulang (Gambar 1), tetapi berdasarkan tiga perbedaan mekanisme

pertumbuhan yaitu, peningkatan dalam ukuran, remodelling tulang dan perpindahan

tulang.

Gambar 1. Kesalahpahaman tentang pertumbuhan tulang. (Pertumbuhan tulang tidak berdasarkan


pembesaran simetrikal dari semua struktur dan permukaan seperti mandibula pada dewasa
yang tidak sesuai pada pembesaran foto mandibula seorang anak, yang mana sebagai
ilustrasi. Tulang mengalami proses remodelling kompleks secara simultan berlangsung
dengan peningkatan dalam ukuran dan mempengaruhi semua bagian dari struktur (mengacu
pada Ten Cate 1980)).

Tidak seperti jaringan lunak, tulang merupakan substansi termineralisasi dan

tidak dapat tumbuh melalui pembesaran interstitial tetapi hanya dengan aposisi

permukaan luar, periosteal, dalam, dan permukaan endosteal.


Deposisi dan resorpsi berlangsung secara simultan pada permukaan tulang yang

berlawanan, yaitu pada bagian luar dan secara bersamaan dengan bagian dalam

cortical plates. Deposisi pada satu sisi dan resorpsi pada sisi lainnya tidak hanya

menyebabkan peningkatan dalam proporsi tetapi juga perpindahan tulang.

Pembentukan tulang baru berhubungan erat dengan proses remodeling tulang selama

seluruh periode pertumbuhan. Dua mekanisme harus dikombinasikan untuk

memastikan peningkatan yang seimbang dalam dimensi struktur tulang ketika

mempertahankan bentuk dan proporsinya. Prinsip ketiga yang berlaku untuk

pertumbuhan fasial yaitu perpindahan tulang, dan berdasarkan proses dimana tulang

yang berdekatan bergerak dari satu sama lain, terhubung oleh sendi artikular (sutura,

sinkondrosis, kondilus), karena ukurannya yang meningkat.

Berbagai mekanisme pertumbuhan dari tulang fasial diatur dan dipengaruhi

oleh faktor endogen dan eksogen selama keseluruhan periode perkembangan.

Gambar 2. Berbagai tahap pertumbuhan mandibula yang superimposed pada regio kondilus. radiogram
mandibula bayi yang baru lahir, seorang anak berusia 5 tahun dan seorang dewasa saling
superimposed. Perpindahan anterior mandibula, yang terjadi selama perkembangan, cukup
jelas. gerakan diarahkan bersamaan ke depan dan ke bawah.

Gambar 3. Maserasi mandibula dari neonatus, berusia 5 tahun dan dewasa. Pertumbuhan jauh lebih
cepat selama periode awal postnatal dibandingkan pada masa remaja. radiogram tulang-
tulang yang diperlihatkan dalam ilustrasi ini superimposed satu sama lain pada gambar 2 dan
4

Gambar 4. Berbagai tahap pertumbuhan mandibula yang superimposed pada regio gonial. Karena arah
pertumbuhan yang berbeda dari dua ramus, sebagian besar perkembangan transversal
mandibula di arah posterior. Peningkatan yang minimal dari lebar anterior. Superimposing
mandibula yang berbeda menunjukkan proses remodeling regional yang terjadi paralel
dengan peningkatan proporsi.
Osifikasi intramembranosa

Osifikasi intramembranosa melibatkan dua tipe tulang yaitu bundle bone dan

lamellar bone. Bundle bone berkembang secara langsung pada jaringan ikat yang

tidak terkalsifikasi. Osteoblas, berdiferensiasi dari mesenkim mengeluarkan substansi

yang mengandung fibril kolagen. Matriks osteoid terkalsifikasi dengan

mendepositkan kristal apatit. Pusat-pusat osifikasi primer ini hanya memperlihatkan

kepadatan kalsifikasi yang minimal. Endapan apatit sebagian besar tidak teratur dan

menunjukan struktur jaring didaerah kortikal dan medullar (gambar 7).

Mineralisasi berlangsung sangat cepat (seperseribu millimeter perhari) dan

dapat terjadi secara bersamaan di area yang luas. Endapan apatit meningkat seiring

waktu (gambar 8). Jaringan tulang dianggap mature ketika kristal diatur dalam arah

yang sama dengan fibril kolagen. Jaringan tulang terpisah menjadi korteks luar dan

daerah medullar, kemudian larut dengan resorpsi, proses ini berlangsung bersamaan

dengan pembentukan tulang yang maju.


Gambar 7. Fase pertama, endapan apatit dalam matriks jaringan ikat menghasilkan jaringan tiga dimensi
dari bundle bone yang longgar. Partikel jaringan termineralisasi fluoresensi berwarna kuning
di bawah mikroskop (pewarnaan tetrasiklin, fluoresensi dengan eksitasi cahaya biru)

Gambar 8. Fase kedua, endapan lamellar bone (kuning) pada spikula bundle bone (oranye). Tulang yang
dihasilkan lebih padat. Baik tulang kortikal atau tulang trabekuler terbentuk bergantung pada
lokalisasi (pewarnaan vital), fluoresensi dengan eksitasi cahaya biru.
Gambar 9. Fase ketiga, korteks yang diturunkan secara periosteal terdiri dari bundle bone. Pada
periosteal, spikula memancar dari bundle bone dapat dilihat pada bagian luar. Sangat jelas
bahwa tulang yang diendapkan pertama lebih tebal (pewarnaan vital: fluoresensi dengan
eksitasi cahaya biru).

Jaringan ikat disekitarnya berdiferensiasi menjadi periosteum. Lapisan bagian

dalam kaya akan sel, memiliki fungsi osteogenik dan berkontribusi pada

pembentukan bagian tulang yang lebih tebal serta endosteum (gambar 9). Bundle

bone pada orang dewasa biasanya hanya terbentuk selama remodeling tulang yang

cepat, seringkali hanya merupakan jenis osifikasi awal, diperkuat oleh lamellar bone.

Tidak seperti pembentukan bundle bone, perkembangan lamellar bone hanya

terjadi dalam matriks yang termineralisasi (kartilago yang terkalsifikasi atau spikula

bundle bone). Jaring pada bundle bone diisi untuk memperkuatnya, sampai tulang

padat terbentuk. Pembentukan osteoblast terlihat pada matriks yang termineralisasi,

kemudian membentuk lingkaran dan mengelilingi substansi antar sel disekitar

pembuluh darah sentral dalam beberapa lapisan (sistem Haversian atau osteon)
(gambar 10,11). Lamellar bone terbentuk pada kecepatan 0,7-1,5 mikron perhari

(gambar 12).

Jaringan menunjukkan susunan serat yang rumit, bertanggung jawab atas sifat

mekaniknya (Pauwels, 1965). Susunan apatit pada lapisan fibril konsentris memenuhi

persyaratan fungsional. Lamellar bone mengalami endapan dan resorpsi

berkelanjutan yang dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, misalnya perawatan

ortodontik.

Gambar 10. Pembentukan lamellar bone. Pembentukan osteon primer. Trabekula bundle bone yang
disimpan secara periosteal mengalir bersama-sama untuk membentuk kanal yang dilapisi
dengan osteoblast, kemudian dipersempit ke lumen pembuluh darah dengan endapan
konsentris dari lamellar bone.
Gambar 11. Migrasi osteon primer. Osteon primer melayang lebih dalam karena endapan permukaan tulang
lebih lanjut (pewarnaan calcein, fluoresensi dengan eksitasi cahaya biru)

Gambar 12. Konversi ke sistem haversian. Saat pertumbuhan tulang terus berlanjut, osteon primer yang
melayang lebih dalam sedang diisi lebih banyak lagi. Pada saat yang sama lapisan lamellar
bone lebih lanjut didepositkan di permukaan.
Osifikasi Enkondral

Selama osifikasi enkondral, jaringan yang menjadi tulang pertama kali dibentuk

dalam tulang rawan dan, terpisah dari sekitar sendi dan epifisis, dikelilingi oleh

perikondrium yang nantinya membentuk periosteum. Osteogenesis didasarkan pada

tulang rawan yang mengeras menjadi tulang. Terlepas dari bahan yang ada

sebelumnya (jaringan ikat atau tulang rawan), proses pembentukan tulang memiliki

prinsip yang sama dengan osifikasi intramembran.

Osifikasi perikondral dan osifikasi enkondral dapat dibedakan berdasarkan lokasi

mineralisasi. Kedua jenis ini berperan dalam osifikasi tulang panjang, sedangkan

hanya osifikasi endokhondral yang terjadi pada tulang pendek dan pipih.

Osifikasi perikondral dimulai pada perikondrium. Sel-sel mesenkim dari jaringan

berdiferensiasi menjadi osteoblas, yang mengelilingi diaphyses dengan selubung

tulang sebelum osifikasi endokondral, sehingga secara tidak langsung mempengaruhi

arahnya.

Osifikasi endokondral dimulai dengan perubahan karakteristik pada sel kartilago

(kartilago hipertrofi) dan matriks interselular sekitarnya (deposit kalsium), yaitu

pembentukan spongiosa primer. Pembuluh darah dan jaringan mesenchymal

kemudian menembus area ini dari perichondrium. Sel-sel jaringan ikat yang diangkut

menjadi berdiferensiasi menjadi osteoblas dan sel-sel resorpsi, misalnya kondroklas

yang mengikis tulang rawan dalam pola seperti gua.


Gambar 13. Osifikasi endokondral
Sisa-sisa tulang rawan termineralisasi (struktur hijau bergerigi) membentuk
pusat deposisi untuk lapisan tulang lamelar (merah dan kuning).
Kanan: Hasilnya adalah spikula spongiosa primer (seperti yang diilustrasikan)
atau, ketika dipusatkan pada lapisan kortikal, tulang padat. Kanan:
Bagian tulang yang tidak terkalsifikasi (differential interference contrast (DIC),
menurut Nomarski).

Lapisan osteoid diendapkan pada spikula terkalsifikasi yang tersisa dari tulang

rawan dan kemudian termineralisasi untuk membentuk tulang spongiosa, dengan

struktur seperti jaring retikular yang memiliki fragmen tulang rawan di antara spikula

tulang (Gambar 13). Pertumbuhan tulang endochondral dan perichondral terjadi pada

epiphysis dan persendian. Peningkatan panjang tulang selama osifikasi endokondral


tergantung pada pertumbuhan tulang rawan epiphysis. Setelah garis epiphysis ditutup,

tulang tidak bertambah panjang lagi. Tidak seperti tulang, pertumbuhan tulang rawan

didasarkan pada pertumbuhan apposisional dan interstitial. Di daerah-daerah di mana

tulang rawan dikonversi menjadi tulang, berbagai zona karakteristik, sesuai dengan

tahapan individu, dapat dibedakan yang terus berbaur satu sama lain selama proses

konversi (Gbr. 14). Osifikasi tulang rawan "primer" (mis. Tulang rawan epiphysis)

berbeda dengan tulang rawan "sekunder" (mis. Tulang rawan kondilus).

Pengaruh lingkungan (misalnya, mekanisme ortopedi fungsional) memiliki efek yang

lebih kuat pada tulang rawan condylar karena lokalisasi yang lebih dangkal.

Gambar 14. Pertumbuhan tulang rawan epiphysial dari tulang panjang


a. Tampilan skematis dari pelat epifisis. Pertumbuhan didasarkan pada
pembelahan sel zona tulang rawan kolumnar.
b. Selama periode pertumbuhan tulang rawan, zona tulang rawan
kolumnar diubah menjadi zona tulang rawan hipertrofi yang, pada
gilirannya, menjadi zona spongiosa primer.
c. Dengan osifikasi lebih lanjut, zona kartilago bergerak ke tepi atas
diagram (Enlow, 1968).

Gambar 15. Tulang rawan epiphyseal


Struktur karakteristik tulang tumbuh: Spongiosa epifisis, zona kartilago
hialin tipis, kartilago kolumnar, kartilago hipertrofi. Substansi dasar mulai
kalsifikasi dan hipertrofi sel-sel tulang rawan untuk larut di zona mineralisasi
yang mendasarinya (DIC menurut Nomarski). Tulang rawan yang dikalsifikasi
sebagian diserap dan membentuk dasar untuk spikula spongiosa.
Kanan: Fluorografi (eksitasi UV) menunjukkan bagaimana lapisan mineral
(ditandai dengan tetrasiklin [kuning] dan alizarin [merah muda] pada
interval 1 minggu) mundur dari zona kartilago epifisis.
Gambar 16. Kartilago kondilus dari sendi temporomandibular
Tulang rawan condylar adalah jenis tulang rawan sekunder, yang ditransformasikan
secara filogenetik dari periosteum. Secara histologis, kartilago condylar dianggap
memiliki empat zona yang berbeda (penampang longitudinal):
1) Zona jaringan ikat yang padat dan berserat, jarang vaskular;
2) Zona proliferasi sel jaringan ikat yang tidak berdiferensiasi (zona mitosis), yang menjadi
diferensiasi menjadi kondroblast;
3) Zona tulang rawan hialin dengan chondroblas yang terdistribusi secara acak dan sel
hipertrofi. Matriks sel-sel ini lebih dikalsifikasi ke arah kondilus;
4) Zona osifikasi endokhondral, di mana tulang rawan diserap dan diganti dengan tulang
trabecular.
Kanan: Zona tulang rawan dan mineralisasi (pewarnaan vital; mikroskop
fluoresensi).
Gambar 17. Tulang rawan condylar dan alat fungsional
Mode dan arah konstruksi gigitan yang diambil untuk alat aktivator (kanan) adalah
parameter penting untuk merangsang pertumbuhan condylar. Yang terakhir diperlukan
untuk adaptasi kerangka posisi mandibula baru yang berusaha dicapai oleh dokter dengan
jenis terapi ini. Aktivitas otot yang berubah dan peregangan jaringan lunak yang disebabkan
oleh blok akrilik tampaknya penting untuk proses pertumbuhan condylar.
Gambar 18. Perubahan histologis pada kartilago condylar setelah translasi anterior
mandibula Setelah 1 minggu perawatan dengan hiperpropulsor, zona proliferasi
sel di tulang rawan tikus menebal tanpa menghasilkan perubahan nyata di
zona tulang rawan. Tidak sampai 4 minggu pemakaian alat, zona proliferasi sel
dan zona kartilago dapat dilihat secara signifikan lebih luas (Petrovic et al.,
1975)
Gambar 19.Perubahan histologis pada kartilago condylar setelah translasi posterior
mandibula Setelah 1 minggu perawatan dengan chin cap, zona proliferasi sel di
tulang rawan tikus menyempit. Setelah memakai chin cap selama 4 minggu,
ketinggian zona tulang rawan juga menurun. Perubahan ini, tampaknya sebagai akibat dari
pengurangan jumlah sel yang tidak terdiferensiasi di zona proliferasi,
yang kemudian berdiferensiasi menjadi chondroblast (Petrovic et al.,
1975).

Anda mungkin juga menyukai