Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN


RASA NYAMAN NYERI
DI RUANG AKAR WANGI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

Disusun oleh :
Rizky Tiara Damayanti
P27220018208

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
A. Konsep Gangguan Kebutuhan Dasar

1. Definisi Nyeri
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan
bersifat sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang
dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang
dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Aziz
Alimul, 2006).
Menurut Hidayat (2006), nyeri merupakan kondisi berupa perasaan
tidak menyenangkan bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri
berbeda pada setiap orang dalam skala atau tingkatannya, dan hanya
orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri
yang dialaminya.
Dari pernyataan tersebut, nyeri merupakan suatu stimulus yang
menyebabkan perasaaan tidak menyenangkan yang dialami pasien yang
bisa diamati secara verbal maupun non verbal.
Klasifikasi Nyeri:
1) Nyeri akut

Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit, atau
intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas yang
bervariasi (ringan sampai berat) dan berlangsung untuk waktu yang singkat
(Meinhart dan McCaffery, 1983, 1986 dalam Smeltzer, 2002). Nyeri akut
dapat dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dari beberapa detik
hingga enam bulan. (Andarmoyo, 2013)

2) Nyeri kronis

Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang
suatu periode waktu. Nyeri kronik berlangsung lama, intensitas yang
bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan (McCaffery,1986
dalam Potter & Perry, 2006).
2. Etiologi Nyeri
Nyeri dapat disebabkan oleh trauma, yaitu mekanik, thermos, elektrik,
neoplasma (jinak dan ganas), peradangan, gangguan sirkulasi darah dan
kelainan pembuluh darah serta trauma psikologis (Smeltzer & Bare 2011).
Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri (Potter & Perry, 2005), yaitu:
Usia, Jenis kelamin, Kebudayaan, Makna nyeri, Perhatian, Ansietas,
Keletihan, Pengalaman, Gaya koping, Dukungan sosial dan keluarga.

3. Patofisiologi
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Proses fisiologi
terkait nyeri dapat disebut nosiresepsi. Perry & Potter (2004) menjelaskan
proses tersebut sebagai berikut:
a. Resepsi
Semua kerusakan yang disebabkan oleh stimulus termal, mekanik, kimiawi
atau stimulus listrik menyebabkan substansi yang menghasilkan nyeri.
Stimulus tersebutlah yang kemudian memicu pelepasan reseptor biokimia
(misalnya prostaglandin, bradikinin, histamine, subtansi P) yang
mengaktifkan respons nyeri dan mensensitisasi nosiseptor. Nosiseptor
berfungsi untuk memulai transmisi neural yang dikaitkan dengan nyeri.
b. Transmisi
Fase transmisi nyeri terdiri atas tiga bagian. Bagian pertama nyeri merambat
dari bagian serabut saraf perifer ke medulla spinalis. Bagian kedua adalah
transmisi nyeri dari medulla spinalis menuju batang otak dan thalamus
diteruskan ke korteks sensori somatik tempat nyeri dipersepsikan.
c. Persepsi
Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Persepsi
akan menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu sehingga individu
dapat bereaksi.
d. Reaksi
Fase ini dapat disebut juga sistem desenden. Reaksi terhadap nyeri
merupakan respon fisiologis dan perilaku yang terjadi setelah
mempersepsikan nyeri. Apabila nyeri berlangsung terus menerus akan
melibatkan organ visceral, sistem saraf parasimpatis menghasilkan suatu
aksi. Respon fisiologis terhadap nyeri dapat sangat membahayakan individu,
pada kasus traumatik berat, yang menyebabkan individu mengalami syok.

4. Manifestasi Klinik
a. Gangguan tidur
b. Posisi menghindari nyeri
c. Gerakan menghindari nyeri
d. Raut wajah kesakitan (menangis, merintih)
e. Perubahan nafsu makan
f. Tekanan darah meningkat
g. Depresi

5. Penatalaksanaan (Medis dan Keperawatan)


a. Manajemen Farmakologi
Manajemen farmakologi merupakan suatu pendekatan yang digunakan
untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan obat-obatan. Obat
merupakan bentuk pengendalian nyeri yang paling sering diberikan oleh
perawat dengan kolaborasi dengan dokter. Terdapat tiga kelompok obat
nyeri yaitu (Tarwoto & Wartonah, 2006):
1) Analgetik non opioid – Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)
Efektif untuk penatalaksanaan nyeri ringan sampai sedang terutama
asetomenofn (Tylenol) dan OAINS dengan efek antiperitik, analgetik dan
anti iflamasi, Asam asetilsalisilat (aspirin) dan Ibuprofin (Morfin, Advil)
merupakan OAINS yang sering digunakan untuk mengatasi nyeri akut
derajat ringan. OAINS menghasilkan analgetik dengan bekerja ditempat
cedera melalui inhibisi sintesis prostaglandin dari prekorsor asam
arokidonat.

2) Analgesia opioid
Merupakan analgetik yang kuat yang bersedia dan digunakan dalam
penatalaksanaan nyeri dengan skala sedang sampai dengan berat. Obat-
obat ini merupakan patokan dalam pengobatan nyeri pasca operasi dan
nyeri terkait kanker. Morfin merupakan salah satu jenis obat ini yang
digunakan untuk mengobati nyeri berat.
3) Adjuvant/ koanalgetik
Merupakan obat yang memiliki efek analgetik atau efek komplementer
dalam penatalaksanaan nyeri yang semula dikembangkan untuk
kepentingan lain. Contoh obat ini adalah Karbamazopin (Tegretol) atau
Fenitoin (Dilantin).
b. Manajemen Nonfarmakologi
Terapi non-farmakologis yaitu terapi yang digunakan yakni dengan tanpa
menggunakan obat-obatan, tetapi dengan memberikan berbagai teknik yang
setidaknya dapat sedikit mengurangi rasa nyeri saat persalinan tiba.
Beberapa hal yang dapat dilakukan ialah (Tarwoto & Wartonah, 2004):
1) Distraksi
Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain
nyeri. Ada empat tipe distraksi, yaitu distraksi visual, misalnya membaca
atau menonton televisi, Distraksi auditory, misalnya mendengarkan musik,
Distraksi taktil, misalnya menarik nafas dan massase, Distraksi kognitif,
misalnya bermain puzzle.
2) Hypnosis-diri
Hypnosis-diri dengan membantu merubah persepsi nyeri melalui
pengaruh sugesti positif. Hypnosis-diri menggunakan sugesti dari
dankesan tentang perasaan yang rileks dan damai. Individu memasuki
keadaan rileks dengan menggunakan bagian ide pikiran dan kemudian
kondisi-kondisi yang menghasilkan respons tertentu bagi mereka
3) Stimulas Kutaneus
Terapi stimulasi kutaneus adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk
menghilangkan nyeri massase, mandi air hangat, kompres panas atau
dingin dan stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS) merupakan langkah-
langkah sederhana dalam upaya menurunkan persepsi nyeri.
4) Massase
Masasse adalah melakukan tekanan tangan pada jaringan lunak,
biasanya otot, atau ligamentum, tanpa menyebabkan gerakan atau
perubahan posisi sendi untuk meredakan nyeri, menghasilkan relaksasi,
dan / atau memperbaiki sirkulasi. Masase adalah terapi nyeri yang paling
primitive dan menggunakan refleks lembut manusia untuk menahan,
menggosok, atau meremas bagian tubuh yang nyeri.
5) Terapi Hangat dan Dingin
Terapi hangat dan dingin bekerja dengan menstimulasi reseptor tidak
nyeri (non-nosiseptor). Terapi dingin dapat menurunkan prostaglandin
yang memperkuat sensitifitas reseptor nyeri. Agar efektif es harus
diletakkan di area sekitar pembedahan. Penggunaan panas dapat
meningkatkan aliran darah yang dapat mempercepat penyembuhan dan
penurunan nyeri.
6) Relaksasi pernafasan
Relaksasi pernafasan yang merupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajakan pada klien
bagaimana cara melakukan pernafasan, nafas lambat (menahan inspirasi
secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara
perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi
pernafasan juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan
oksigenasi darah

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan abdomen

b. Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal

c. Pemeriksaan lab sebagai data penunjang pemeriksaan lainnya.


d. CT-Scan (cidera kepala) untuk mengetahui adanya pemnuluh darah yang
pecah di otak

7. Komplikasi
a. Kejang
b. Masalah Mobilisasi
c. Hipertensi
d. Hipertermi
e. Gangguan pola istirahat dan tidur

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian Nyeri
Pengkajian nyeri akurat penting untuk upaya penatalaksanaan nyeri
yang afektif. Karena nyeri merupakan pengalaman yang subjektif dan
dirasakan secara berbeda pada masing-masing individu, maka perawat perlu
mengkaji semua factor yang mempengaruhi nyeri, seperti factor fisiologis,
psikologis, perilaku, emosional, dan sosiokultural. Pengkajian nyeri terdiri
atas dua komponen utama, yakni (a) riwayat nyeri untuk mendapatkan data
dari klien dan (b) observasi langsung pada respon perilaku dan fisiologis
klien. Tujuan pengkajian adalah untuk mendapatkan pemahaman objektif
terhadap pengalaman subjek. Pengkajian dapat dilakukan dengan cara
PQRTS :
 P (provocate) yaitu faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya
nyeri.
 Q (quality) dari nyeri, apakah rasa tajam, tumpul atau tersayat.
 R (region) yaitu daerah perjalanan nyeri.
 S (severty) adalah keparahan atau intensits nyeri.
 T (time) adalah lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri.
b. Observasi respons perilaku dan fisiologis
Banyak respons nonverbal /perilaku yang bisa dijadikan indikator nyeri
diantaranya :
1) Ekspresi wajah:
 Menutup mata rapat-rapat
 Membuka mata lebar-lebar
 Menggigit bibir bawah
2) Vokalisasi:
 Menangis
 Berteriak
3) Imobilisasi (bagian tubuh yang mengalami nyeri akan digerakan tubuh
tanpa tujuan yang jelas):
 Menendang-nendang
 Membolak-balikkan tubuh diatas kasur
Sedangkan respons fisiologis untuk nyeri bervariasi, bergantung pada
sumber dan durasi nyeri. Pada awal awitan nyeri akut, respons fisiologis
yaitu peningkatan tekanan darah, nadi dan pernapasan, diaphoresis,
dilatasi pupil akibat terstimulasinya sistem saraf simpatis. Akan tetapi, jika
nyeri berlangsung lama dan saraf simpatis telah beradaptasi, respon
fisiologis tersebut mungkin akan berkurang atau bahkan tidak ada.
Karenanya, penting bagi perawat untuk mengkaji lebih dari satu respons
tersebut merupakan indikator yang buruk untuk nyeri.
c. Pengukuran Nyeri
Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual, dan
kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda
oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan
objektif yang paling mungkin adalah mengguanakan respon fisiologi tubuh
terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan teknik ini juga tidak
dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri,
2007).
Beberapa skala untuk melakukan pengkajian intensitas nyeri sebagai
berikut:
1) Verbal Descriptor Scale (VDS)atau Skala Nyeri Deskriptif
Merupakan salah satu alat ukur tingkat keparahan yang lebih bersifat
objektif. Perawat meminta klien menunjukkan intensitas nyeri terbaru
yang ia rasakan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah
kategori untuk mendiskripsikan nyerinya (Potter & Perry,2006 dalam
Sulistyo, 2013).

2) Numerical Rating Scale (NRS) atau Skala Penilaian Numeric


Skala penilaian numeric (Numeric Rating Scale) lebih digunakan
sebagai pengganti alat pendeskripsian kata. Dalam hal ini, klien
menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif
digunakan mengkaji inensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi
treupetik (Potter & Perry,2006 dalam Sulistyo, 2013).
3) Visual Analog Scale (VAS) atau Skala Analog Visual
Versi etnik baru pada alat penilaian nyeri telah dikembangkan oleh
Wongdan Baker (1998) dalam Potter & Perry (2006) untuk
mendeskripsikan nyeri pada anak-anak yang terdiri dari 6 wajah profil
kartun. Anak-anak berusia tiga tahun dapat menggunakan skala
tersebut.

2. Diagnosa Keperawatan
Nyeri berhubungan dengan :
- Agen pencedera fisiologis (inflamasi, iskemi, neoplasma)
- Agen pencedera kimiawi (terbakar, bahan kimia iritan)
- Agen pencedera fisik (abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)

3. Perencanaan Keperawatan
Diganosa NOC NIC
Nyeri berhubungan Tujuan: Manajemen Nyeri
Setelah dilakukan 1. Kaji secara komphrehensif tentang
dengan :
tindakan nyeri, meliputi: lokasi, karakteristik dan
- Agen pencedera onset, durasi, frekuensi, kualitas,
keperawatan…x 24 intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-
fisiologis
jam diharapkan klien faktor presipitasi
(inflamasi, iskemi, 2. Observasi isyarat-isyarat non verbal dari
mampu mengontrol ketidaknyamanan, khususnya dalam
neoplasma)
nyeri. ketidakmampuan untuk komunikasi
- Agen pencedera secara efektif
Kriteria Hasil :
kimiawi (terbakar, 1. Mampu 3. Gunakan komunkasi terapeutik agar
pasien dapat mengekspresikan nyeri
bahan kimia iritan) mengontrol nyeri, 4. Kaji latar belakang budaya pasien
- Agen pencedera
mampu 5. Tentukan dampak dari ekspresi nyeri
terhadap kualitas hidup: pola tidur, nafsu
fisik (abses, menggunakan makan, aktifitas kognisi, mood,
amputasi, teknik relationship, pekerjaan, tanggungjawab
peran
terbakar, nonfarmakologi 6. Kaji pengalaman individu terhadap
terpotong, untuk nyeri, keluarga dengan nyeri kronis
7. Evaluasi tentang keefektifan dari
mengangkat berat, mengurangi tindakan mengontrol nyeri yang telah
prosedur operasi, nyeri. digunakan
2. Melaporkan 8. Berikan dukungan terhadap pasien dan
trauma, latihan
keluarga
fisik berlebihan) bahwa nyeri
berkurang. 9. Berikan informasi tentang nyeri, seperti:
3. Mampu penyebab, berapa lama terjadi, dan
tindakan pencegahan
mengenali rasa
10. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang
nyeri (skala, dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan (ex:
intensitas,
temperatur ruangan, penyinaran, dll)
frekuensi, dan 11. Ajarkan penggunaan teknik non-
farmakologi (ex: relaksasi, guided
tanda dan gejala)
imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi
panas-dingin, massase, TENS, hipnotis,
terapi bermain, terapi aktivitas,
akupresusure)
12. Evaluasi keefektifan dari tindakan
mengontrol nyeri
13. Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
14. Anjurkan pasien untuk berdiskusi
tentang pengalaman nyeri secara tepat
15. Monitor kenyamanan pasien terhadap
manajemen nyeri
16. Monitor perubahan nyeri dan bantu
pasien mengidentifikasi faktor presipitasi
nyeri baik aktual dan potensial
17. Turunkan dan hilangkan faktor yang
dapat meningkatkan pengalaman nyeri
(misal rasa takut, kelelahan, dan
kurangnya pengetahuan)
18. Berikan analgetik yang berguna optimal
19. Kolaborasikan dengan pasien, orang
terdekat dan tenaga profesional lain
unntuk memilh tenik non farmakologi
20. Kaji tingkat keetidaknyamanan pasien
dan catat perubahan dalam catatan
medik dan informasikan kepada seluruh
tenaga yang menangani pasien
21. Modifikasi kontrol nyeri sesuai respon
pasien
Pemberian Analgetik
1. Tentukan lokasi nyeri, karakteristik,
kualitas, dan berat nyeri sebelum
memberikan pengobatan
2. Cek instruksi dokter untuk jenis obat,
dosis, dan frekuensi pemberian
analgetik
3. Kaji adanya alergi obat
4. Pilih analgetik atau kombinasi analgetik
yang sesuai ketika menggunakan lebih
dari satu obat.
5. Tentukan pilihan jenis analgetik
(narkotik, non-narkotik, atau NSAID/obat
anti inflamasi non steroid) bergantung
dari tipe dan beratnya nyeri
6. Pilih rute, IV,IM untuk pemberian
pengobatan injeksi
7. Monitor tanda vital sebelum dan
sesudah pemberian analgetik narkotik
saat pertama kali atau jika muncul tanda
yang tidak biasanya
8. Kaji kebutuhan akan kenyamanan atau
aktivitas lain yang membantu relaksasi
untuk memfasilitasi respon analgetik
9. Berikan analgetik sesuai jam pemberian
10. Evaluasi keefektifan analgetik dengan
frekuensi interval teratur setiap
pemberian
11. Dokumentasikan respon analgetik dan
efek yang muncul.

4. Evaluasi
Evaluasi terhadap masalah nyeri dilakukan dengan menilai kemampuan
dalam merespon rangsangan nyeri, di antaranya hilangnya perasaan nyeri,
menurunnya intensitas nyeri, adanya respon fisiologis yang baik dan pasien
mampu melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan nyeri.
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, S. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Jogjakarta:Ar-


Ruzz.
Aziz. 2006. Nursing Interventions Classification (NIC). Solo: Mosby An Affiliate
Of Elsefer.
Asmadi. 2008. Tehnik Prosedural Keperawatan: Konsep Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika.
Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Hidayat, A.A. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Salemba
Medika.
Nurarif. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan Diagnosa
NANDA, NIC, NOC dalam Bahasa Kasus. Jogjakarta. MediAction.
Perry & Potter. (2006). Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai