Implementasi hari ketiga dilakukan pada tanggal 14 Juli 2018, klien S telah
mampu untuk mengeluarkan sputum saat melakukan batuk efektif secara
mandiri.
5. Evaluasi
Tabel 4.1
No. Hari/Tanggal Hasil Pelaksanaan
1. Kamis, 12 Juli 2018 Klien S mampu menarik nafas, tetapi pada
tarikan nafas kedua, klien S membatukkan.
Klien S jarang mengulangi tindakan batuk
secara mandiri
2. Jumat, 13 Juli 2018 Klien mampu S mampu menarik nafas
dalam 1—3 detik kemudian batuk dengan
kuat.
Klien S mengeluarkan sputum saat
melakukan batuk efektif sebanyak 1 kali.
Klien mengulangi tindakan secara mandiri.
44
Prosedur dilakukan pada tanggal 12—14 Juli 2018 yang dilakukan sebanyak
2 kali sehari yaitu pada jam 10:00 WIB dan jam 13:00 WIB.
Tabel 4.2
No. Komponen penilaian Ya Tidak
1. Perawat mencuci tangan √
2. Kaji tanda dan gejala adanya secret pada
√
jalan nafas
3. Letakkan satu atau kedua tangn pasien
√
pada abdomen dibawah tulang rusuk
4. Instruksikan pasien cara batuk efektif
Tarik nafas dalam melalui hidung
Tahan nafas sampai hitungan
kelima (hitung 1—5), lakukan 3 kali √
Bila ada sputum buang ke sputum
spot
Batukkan dengan tiba-tiba
5. Instruksikan pada pasien untuk kumur-
kumur dengan air minum dan tampung √
dalam bengkok
6. Bersihkan bibir pasien dengan tissue √
7. Cek apakah secret sudah dapat
√
dikeluarkan
8. Dorong pasien untuk melakukan 4 kali
sehari dan tiap kali melakukan antara 5— √
10 menit
9. Alat-alat dibereskan √
10. Perawat mencuci tangan √
45
16-20 kali/menit
<16 kali
3. Irama Nafas Teratur
√ Tidak teratur
4. Frekuensi Sputum √ Ya
Tidak
Jumlah: ±1cc
√ ±2cc
±3cc
5. Sianosis Ya
√ Tidak
B. Pembahasan
Pada bab ini penulis akan membahas tentang pemenuhan kebutuhan
oksigenasi pada klien penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) dengan masalah
ketidakefektifan bersihan jalan nafas di RSUD H.Abdoel Madjid Batoe
Kabupaten Batang Hari Provinsi Jambi Tahun 2018.
Penyakit paru-paru obstruksi menahun (PPOM) merupakan suatu istilah
yang sering di gunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung
lama dan ditandai oleh peningkatan referensi aliran udara. Berdasarkan kajian
teori, Klien PPOK mengalami penurunan kapasitas angkut oksigen darah arteri,
kelemahan dari otot bantu napas, cardiac output yang rendah, deconditioning serta
adanya gangguan ventilasi dan perfusi sehingga beban kerja pernapasan
meningkat. Disamping itu kebutuhan oksigen pada pasien PPOK tinggi, sehingga
apabila terjadi kekurangan pada ambilan oksigen maka akan terjadi juga
peningkatan beban kerja pernapasan.
48
Data fokus terdiri dari data subyektif dan data obyektif. Didapatkan data
subyektif yaitu klien mengatakan batuk berdahak dan sputum tidak bisa keluar,
sesak nafas setelah beraktivitas, dan seorang perokok aktif sekitar 5tahun yang
lalu. Data obyektif: terdengar bunyi ronchisaat diauskultasi, terlihat ekspirasi
memanjang, klien terlihat batuk, respiration rate 28 x/menit.
Menurut Nugroho (2011) jalan nafas tidak efektif dan terjadinya sesak nafas
disebabkan oleh pengeluaran dahak yang tidak lancar maka akan menimbulkan
penumpukan mukus yang dapat membuat perlengketan pada jalan
nafas.Berdasarkan analisa data yang ada maka penulis mengambil diagnosa
keperawatan yaitu Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas berdasarkan dengan
Menumpuknya Sekret (Nanda, 2012).
Hasil ini mengarahkan pemilihan intervensi yang kemungkinan member
iefek terapi yang diinginkan selama itu, intervensi menangani faktor yang
berhubungan atau faktor resiko atau batas karakteristik. Pengaturan posisi tidur
klien (posisi fowler) di tujukan untuk posisi fowler merupakan posisi tempat tidur
dengan menaikan menaikan kepala dan dada setinggi 450-900 tanpa fleksi lutut.
Yang bertujuan untuk membantu mengatasi masalah kesulitan pernafasan dan
kardiovaskular. Melakukan aktifitas tertentu (makan, membaca, menonton
televisi) (Wongkar, 2015). Tindakan yang ke dua untuk implementasi yaitu
tindakan terapi nebulizer ialah pemberian zat aerosol partikel udara dengan
tekanan udara yang bertujuan memberikan obat melalui nafas spontan (Wongkar,
2015). Tujuan latihan pernafasan pada pasien PPOK adalah untuk mengatur
frekuensi dan pola pernafasan sehingga mengurangi air trapping, memperbaiki
fungsi diafragma, memperbaiki ventilasi alveoli untuk memperbaiki pertukaran
gas tanpa meningkatkan kerja pernafasan, memperbaiki mobilitas sangkar thorax,
mengatur dan mengkoordinasi kecepatan pernafasan sehingga bernafas lebih
efektif dan mengurangi kerja pernafasan sehingga sesak nafas berkurang dan
mengakibatkan kualitas hidupnya meningkat (Khotimah, 2013).
Berdasarkan hasil studi kasus diatas, penulis menemukan dua pembahasan
utama dalam masalah asuhan keperawatan terhadap Klien S, yaitu masalah
bersihan jalan nafas dan nutrisi. Untuk masalah nutrisi, implementasi dan evaluasi
terlampir. Pada masalah bersihan jalan nafas, implementasi pertama dilaksanakan
pada tanggal 12 Juli 2018 dengan mengkaji tanda-tanda vital Klien, mengkaji
frekuensi nafas di dapatkan respon, mengatur posisi Klien semi
49
Hasil yang didapatkan pada hari pertama, Klien masih merasakan kesulitan untuk
bernafas, banyak dahak dan ingus yang keluar, sehingga memposisikan semi
fowler dan latihan pernafasan dalam merupakan tahap awal dalam mengatasi
permasalahan Klien. Hasil yang didapat pasien bisa merasa lega dan tidak lagi
merasa sesak, ditambah dengan bantuan nebulizer yang memperlancar aliran
nafas. Pada hari kedua, Klien diajarkan latihan batuk efektif dan dianjurkan untuk
berlatih mandiri. Sikap kooperatif Klien membuahkan hasil kemajuan dengan
keberhasilan klien mengeluarkan secret, auskultasi bunyi nafas menjadi lebih
jelas dan suara ronchi berkurang. Pada hari ketiga, Klien bisa melakukan batuk
efektif dan nafas dalam secara mandiri, ditandai dengan sesak nafas telah
berkurang, dahak sudah bisa keluar (secret berwarna putih kental dan batuk sudah
jarang), sehingga didapatkan keberhasilaan Klien dalam menjalani batuk efektif.