Anda di halaman 1dari 20

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan


yang sesuai untuk perkebunan rakyat, karena tanaman ini dapat berbunga dan berbuah
sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber pendapatan harian atau mingguan
bagi pekebun. Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis di Amerika
Selatan. Di daerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah hutan
hujan tropis dan tumbuh terlindung pohon-pohon yang besar (Widya, 2008). Kakao
(Theobroma cacao. L) salah satu tanaman perkebunan yang dikembangkan untuk
peningkatan sumber devisa negara dari sektor nonmigas. Indonesia merupakan daerah
tropis yang mempunyai potensi baik untuk pengembangan kakao. Sejauh ini,
pengendalian proses pengolahan biji kakao juga masih belum optimal. Salah satu
penyebabnya adalah minimalnya pengetahuan tentang tahap-tahap proses pengolahan
biji kakao dan pengendalian faktor-faktor proses pengolahan bagi kaum petani, kaum
produsen dan masyarakat. Pengeringan merupakan salah satu faktor yang penting
dalam menentukan mutu cokelat, di samping proses pemanenannya karena mutu biji
kakao ditentukan dari kadar airnya. Kadar air biji kakao setelah dipanen masih tinggi
yaitu sekitar 51% - 60% (Susanto, 1994) sehingga memberikan peluang yang besar
untuk cepat membusuk akibat adanya pertumbuhan mikroorganisme. Oleh karena itu,
dengan adanya pengeringan dapat mengurangi kadar air dalam biji. Kadar air biji yang
diharapkan setelah pengeringan adalah 6%, yang bertujuan untuk memudahkan
pelepasan kakao dari kulitnya, juga mencegah agar tidak ditumbuhi oleh
mikroorganisme pembusuk sehingga dapat memperpanjang umur simpan.

1.2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum analisis mutu biji kakao ialah:


- Untuk menemukan mutu biji kakao berdasarkan SNI 2323-2008
BAB 2. TINJUAN PUSTAKA

2.1 Kakao (Theobroma cacao)

Biji kakao merupakan salah satu komoditi perdagangan yang mempunyai peluang
untuk dikembangkan dalam rangka usaha memperbesar/meningkatkan devisa negara serta
penghasilan petani kakao. Produksi biji kakao di Indonesia secara signifikan terus
meningkat, namun mutu yang dihasilkan sangat rendah dan beragam, antara lain kurang
terfermentasi, tidak cukup kering, ukuran biji tidak seragam, kadar kulit tinggi, keasaman
tinggi, cita rasa sangat beragam dan tidak konsisten. Hal tersebut tercermin dari harga biji
kakao Indonesia yang relatif rendah dan dikenakan potongan harga dibandingkan harga
produk sama dari negara produsen lain (Haryadi dan Supriyanto, 2001). Komposisi pulp
kakao disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Pulp Biji

Kakao Komponen Kandungan Rata-rata (%)


Air 80-90
Albuminoid, Astringents dsb 0,5-0,7
Glukosa 8-13
Sukrosa 0,4-1,0
Pati -
Asam non-volatil 0,2-0,4
Besi oksida 0,03
Garam-garam 0,4-0,45
2.2 Karakteristik Biji Kakao
Karakteristik fisik biji kakao banyak diperhatikan terutama karena berpengaruh
terhadap hasil yang akan diperoleh oleh pabrik cokelat, khususnya adalah kadar air,
berat biji, dan kadar kulit. Sifat-sifat fisik tersebut satu sama lain saling berkaitan dan
dapat ditentukan dengan mudah (Wahyudi,2008) . Kakao dibagi tiga kelompok besar
yaitu Criollo, Forestero, dan Trinitario. Sifat kakao Criollo adalah pertumbuhannya
kurang kuat, daya hasil lebih rendah daripada Forestero, relatif gampang terserang
hama dan penyakit, permukaan kulit buah Criollo kasar, berbenjol dan alurnya jelas.
Kulit ini tebal tetapi lunak sehingga mudah dipecah. Kadar lemak dalam biji lebih
rendah daripada Forestero tetapi ukuran bijinya besar, bulat, dan memberikan citarasa
khas yang baik. Lama fermentasi bijinya lebih singkat daripada tipe Forestero.
Berdasarkan tata niaga, kakao Criollo termasuk kelompok kakao mulia (fine
flavoured), sementara itu kakao Forestero termasuk kelompok kakao lindak (bulk).
Kelompok kakao Trinitario merupakan hibrida Criollo dengan Forestero. Sifat
morfologi dan fisiologinya sangat beragam demikian juga daya dan mutu hasilnya
(Wood, 1975 dalam Prawoto dan Sulistyowati. 2001).

2.2.1 Kadar air


Kadar air merupakan sifat fisik yang sangat penting dan sangat diperhatikan
oleh pembeli. Selain sangat berpengaruh terhadap randemen hasil (yield), kadar air
berpengaruh pada daya tahan biji kakao terhadap kerusakan terutama saat
penggudangan dan pengangkutan. Biji kakao, yang mempunyai kadar air tinggi, sangat
rentan terhadap serangan jamur dan serangga. Keduanya sangat tidak disukai oleh
konsumen karena cenderung menimbulkan kerusakan cita-rasa dan aroma dasar yang
tidak dapat diperbaiki pada proses berikutnya. Standar kadar air biji kakao mutu ekspor
adalah 6 -7 %. Jika lebihtinggi dari nilai tersebut, biji kakao tidak aman disimpan dalam
waktu lama, sedang jika kadar air terlalu rendah biji kakao cenderung menjadi rapuh
(Anonim, 2012).
2.2.2 Ukuran biji
Ukuran biji buah kakao berdasarkan posisi pada pohon dan posisi dalam buah
itu berbeda. Pada umumnya jumlah buah pada cabang lebih banyak dibandingkan pada
batang. Hal ini disebabkan karena banyaknya tangkai pada cabang yang ditumbuhi oleh
buah dibandingkan pada batang. Akan tetapi, ukuran buah padabatang lebih besardan
lebih berat dibandingkan buah yang berada pada cabang. Hal ini disebabkan karena
persaingan untuk memperoleh makanan pada pada cabang lebih besar disbanding
persaingan untuk memperoleh makanan pada batang (Anonim, 2011)

2.2.3 Kadar kulit biji


Biji kakao terdiri atas keping biji (nib) yang dilindungi oleh kulit (shell). Kadar
kulit dihitung atas dasar perbandingan berat kulit dan berat total biji kakao (kulit
+keping) pada kadar air 6 -7 %. Standarkadar kulit biji kakao yang umum adalah antara
11 -13 %. Namun, nilaikadar kulit umumnya tergantung pada permintaan konsumen.
Beberapa konsumen bersedia membeli biji kakao dengan kadar kulit di atas nilai
tersebut. Mereka akan memperhitungkan koreksi harga jika kadar kulit lebih tinggi dari
ketentuan karena seperti halnya ukuran biji, kadar kulit berpengaruh pada randemen
hasil lemak (Anonim, 2012)

Biji kakao dengan kadar kulit yang tinggi cenderung lebih kuat atau tidak rapuh saat
ditumpuk di dalam gudang sehingga biji tersebut dapatdisimpan dalam waktu yang
lebih lama. Sebaliknya, jika kadar kulit terlalu rendah, maka penjual (eksportir) biji
kakao akan mengalami kerugian dalam bentuk kehilangan bobot . Jika kuantum
pengiriman sangat besar, makakehilangan kumulati dari selisih kadar kulit menjadi
relatif besar. Kadar kulitbiji kakao dipengaruhioleh jenis bahan tanaman dan cara
pengolahan (fermentasi dan pencucian). Makin singkat waktu fermentasi, kadar kulit
biji kakao makin tinggi karena sebagian besar sisa lendir (pulp) masih menempel pada
biji. Namun demikian, kandungan kulit biji tersebut dapat dikurangi dengan proses
pencucian.
2.3 Komponen Penentu Mutu Kakao

Kebanyakan konsumen menyukai produk-produk kakao karena cita rasa yang


khas, rasa manis-pahit, dan aroma yang selalu menggugah selera. Kekhasan tersebut
dikarenakan komponen kimia yang menyusun biji kakao, sehingga menghasilkan satu
kesatuan rasa yang lezat dari produk-produk olahan kakao yang utamanya berasal dari
komponen lemak biji kakao yang dapat mencapai 57% (Mulato, 2002 dalam Nur,
2012). Berikut disajikan komposisi kimia biji kakao kering pada Tabel.
Tabel Komposisi Kimia Biji Kakao Kering
Komponen Persentase (%)
Lemak 57
Air 3,2
Total Abu 4,2
Nitrogen
- Total Nitrogen 2,5
- Theobromin 1,3
- Kafein 0,7
Pati 9
Serat 3,2
Sumber: Pearson (1981) dalam Wahyudi et.al (2008)
2.4 Syarat Mutu Biji Kakao

Berdasarkan jenis mutu kakao terdapat tiga golongan, yaitu Mutu I, Mutu
II dan Mutu III. Menurut ukuran bijinya dinyatakan dalam jumlah biji/100 gram.
Tabel 1 Persyaratan Khusus Mutu Biji Kakao
Jenis Mutu Persyaratan
Kakao Kakao Kadar Kadar Kadar biji Kadar Kadar biji
Mulia Lindak biji biji slaty berserangga kotoran berkecambah
(Fine (Bulk berjamur (gram) (gram) waste (gram)
Cocoa) Cocoa) (gram) (gram)
I–F I–B Maks 2 Maks 3 Maks 1 Maks Maks 2
1,5
II – F II – B Maks 4 Maks 8 Maks 2 Maks Maks 3
2,0
III – F III - B Maks 4 Maks 20 Maks 2 Maks Maks 3
3,0
Sumber: SNI 2323:2008 (2008)

Tabel 2 Persyaratan Umum Mutu Biji Kakao


No. Jenis Uji Satuan Persyaratan
1 Serangga hidup - Tidak ada
2 Kadar air % fraksi massa Maks 7,5
3 Biji berbau asap atau hammy dan - Tidak ada
atau berbau asing
4 Kadar benda asing - Tidak ada
Sumber: SNI 2323:2008 (2008)
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
a. Neracaanalitik
b. Botoltimbang
c. Pisau
d. Eksikator
e. Penjepit
f. Oven
g. Telenan
h. Wadah/baskom
3.1.2 Bahan
a. Bijikakaofermentasi

3.2 Skema Kerja Dan Fungsi Perlakuan


3.2.1. Adanya Serangga Hidup dan Benda Asing

Kakao dalam
kemasan

Pembukaan

Pengamatan serangga dan benda asing

Gambar 1. Diagram Alir Pengamatan Serangga dan benda Asing


Disiapkan biji kakao dalam kemasan yang kemudian sampel dibuka. Sampel
dituang dalam wadah yang telah disiapkan lalu dilakukan pengamatan adanya serangga
dan benda asing dengan seksama secara visual. Jika ditemukan adanya serangga hidup
maka dinyatakan ada, apabila ditemukan serangga tidak ditemukan maka dinyatakan
tidak ada. Dan apabila ditemukan benda asing maka dinyatakan ada, sedangkan bila
tidak ditemukan benda asing maka dinyatakan tidak ada.
3.2.2. Penentuan Kadar Air

biji kakao

Pengecilan ukuran

Penimbangan biji kakao sebanyak 10 gram

Pemasukan pada botol timbang

Pengovenan 103oC ± 2oC, 16 jam

Eksikator 15 menit

Penimbangan

Gambar 2. Diagram Alir Penentuan kadar Air


Disiapkan sampel biji kakao yang diletakkan pada wadah yang telah disiapkan.
Lalu dilakukan pengecilan ukuran hingga ukuran partikel tidak melebihi 5 mm dan
tidak berbentu pasta. Selanjutnya sampel yang telah dikecilkan ukurannya ditimbang
sebanyak 10 gram kedalam botol timbang yang telah diketahui beratnya. Botol yang
telah di isi dengan 10 gram sampel yang telah dikecilkan ukurannya dilakukan
pengovenan pada suhu 103 ± 2 ˚C selama 16 jam dan tidak sekali-kali membuka oven.
Lalu setelah 16 jam botol dikeluarkan dari oven kemudian dimasukkan ke dalam
eksikator selama 15 menit. Kemudian dilakukan penimbangan kadar air yang
dinyatakan dalam presentase bobot/bobot sbb
3.2.3. Penentuan biji berbau asap abnormal atau berbau asing

Biji kakao

Pembelahan

Pengamatan aroma
Gambar 3. Diagram alir Penentuan biji berbau asap abnormal atau berbau
asing
Disiapka biji kakao yang diletakkan pada wadah yang telah disiapkan.
Kemudian bii kakao dilakukan pembelahan menggunakan pisau. Selanjutnya
dilakukan pengamatan aroma adanya bau asap abnormal dan bau asing lainnya dengan
mencium bagian dalam dari setiap sampel uji. Apabila tidak ditemukan adanya bau
asap abnormal dan bau asing lainnya maka sampel uji dinyatakan tidak ada, apabila
ditemukan adanya bau asap abnormal dan bau asing lannya maka sampel uji dinyatakan
ada.
3.2.4. Penentuan kadar kotoran

1000 gram biji kakao

Pengamatan kotoran

Penimbangan

Penghitungan kadar kotoran

Gambar 4. Diagram Alir Penentuan kadar kotoran


Biji kakao dilakukan penimbangan seberat 1000 gram. Lalu biji kakao yang
telah ditimbang dilakukan pengamatan kotoran berupa plasenta, biji dempet (cluster),
pecahan biji, pecahan kulit, biji pipih dan ranting dipisahkan ke dalam kaca arloji yang
telah diketahui bobotnya. Lalu dilakukan penimbangan kaca arloji yang berisi kotoran.
Selanjutnya dilakukan perhitungan kotoran yang dinyatakan dalam presentase
bobot/bobot sbb
3.2.5. Jumlah biji kakao per 100 gram

100 gram kakao

Penghitungan jumlah biji

Penggolongan
Gambar 5. Diagram Alir Penentuan jumlah biji kakao per 100 gram
Biji kakao dilakukan penimbangan sebanyak 100 gram. Kemudian diletakkan
pada wadah yang telah disiapkan. Dan dilakukan perhitungan jumlah biji yang ada.
Selanjutnya biji kakao digolongkan ke dalam standar mutu AA, A, B, C atau S.
3.2.6 Penentuan kadar biji cacat pada kakao (biji berjamur, biji slaty, biji berserangga,
dan biji berkecambah)

300 keping biji kakao

Pem potongan memanjang

Pengamatan (biji berjamur, biji slaty, biji


berserangga, dan biji berkecambah)

Perhitungan

Penentuan kadar masing-masing biji cacat

Gambar 6. Diagram Alir Penentuan Penentuan kadar biji cacat pada


kakao
Disiapkan biji kakao sebagai sampel uji sebanyak 300 biji yang diambil secara
acak. Kemudian biji dipoyong dengan kontur memanjang dengan pisau/cutter melalui
bagian sisi tipis pada talenan, lalu diamati datu persatu adanya biji berkapang, biji tidak
terfermentasi/biji slaty, biji berserangga, dan biji berkecambah. Khusus dalam
penentuan biji slaty, apabila ada keraguan terhadap warna sebaiknya biji tersebut
digigit dan dicicipi, apabila dirasakan rasa pahit dan sepat maka menandakan biji slaty.
Kemudian biji-biji cacat dipisakan menurut jenis cacatnya dan dihitung jumlahnya.
Apabila pada satu biji cacat terdapat lebih dari satu jenis cacat maka bji tersebut
merupakan biji yang mempunya jenis cacat yang terberat sesuai dengan tingkat resiko
yang ditimbulkan, tingkatannya adalah: jamur, serangga, kecambah dan biji slaty. Dan
apabila ditemukan biji pipih yang saling melekat, maka biji tersebut dipisahkan
kemudian dikategorikan sesua jenis cacatnya. Selanjutnya dilakukan perhitungan kadar
biji cacat yang dinyatakan dalam persentase biji per biji.
BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN

4.1. Hasil pengamatan


4.1.1. Penentuan adanya serangga hidup atau benda asing
Tabel 1. Penentuan adanya serangga hidup atau benda asing
Pengamatan Hasil

Serangga hidup Tidak ada

Benda asing Tidak ada

4.1.2. Penentuan kadar kotoran


Tabel 2. Penentuan kadar kotoran
Pengamatan Hasil (gram)
Biji pipih 35,32
Plasenta 50
Pecahan biji 5,22
Pecahan kulit 4,17
Biji dempet 43,04

4.1.3. Penentuan jumlah biji kakao per seratus gram


Tabel 3. Penentuan jumlah biji kakao per seratus gram
Pengamatan Hasil

Jumlah biji per seratus gram 82 biji


4.1.4. Penentuan adanya biji berbau asap, asam dan coklat
Tabel 4. Penentuan adanya biji berbau asap, asam dan coklat
Pengamatan Hasil

Biji berbau asap 10

Biji berbau asam 18

Biji berbau coklat 72

4.1.5. Penentuan kadar biji cacat pada kakao (biji slaty, berjamur, berserangga dan
berkecambah)
Tabel 2. Penentuan kadar biji cacat pada kakao
Pengamatan Hasil

Biji slaty 46 biji

Biji berjamur -

Biji berserangga -

Biji berkecambah -
4.1.6. Penentuan kadar air biji kakao
Tabel 2. Penentuan kadar air biji kakao
Ulangan Berat BG Berat BG + Berat BG + (a-b)
sampel sampel
sebelum setelah
dioven (a) dioven (b)
1 62,14 72,14 71,64 0,5

2 46,01 56,02 55,52 0,5

3 48,21 58,21 57,71 0,5

4 47,75 57,76 57,26 0,5

Keterangan:
BG = beaker gelas

4.2 Hasil Perhitungan


4.2.1 Perhitungan adanya serangga hidup atau benda asing
Pada praktikum untuk menentukan adanya serangga hidup atau benda asing,
tidak dilakukan perhitungan.

4.2.2 Perhitungan kadar kotoran


Pengamatan Kadar kotoran
Biji pipih 3,53 %
Plasenta 4,998 %
Pecahan biji 0,52 %
Pecahan kulit 0,42 %
Biji dempet 4,3 %
4.2.3 Perhitungan jumlah biji kakao per seratus gram
Pada praktikum untuk menentukan jumlah biji kakao per seratus gram tidak
dilakukan perhitungan.
4.2.4 Perhitungan adanya biji berbau asap, asam dan coklat
Pada praktikum untuk menentukan adanya biji berbau asap, asam dan coklat
tidak dilakukan perhitungan.
4.2.5 Perhitungan kadar biji cacat pada kakao (biji slaty, berjamur, berserangga dan
berkecambah)
Pengamatan Kadar biji cacat
Biji slaty 15,33 %
Biji berserangga 0%
Biji berjamur 0%
Biji berkecambah 0%

4.2.6 Perhitungan kadar air biji kakao


Ulangan Berat air Kadar air
1 0,5 gram 5%
2 0,5 gram 4,99 %
3 0,5 gram 5%
4 0,5 gram 4,99 %
Rata-rata 4,995 %
BAB 5. ANALISA HASIL

5.1 Penentuan adanya serangga atau benda asing


Acara yang pertama yaitu penentuan adanya serangga atau benda asing pada biji
kakao. Biji kakao yang berserangga merupakan biji kakao yang didalamnya terdapat
serangga pada stadia apapun atau terdapat bagian-bagian tubuh serangga, atau yang
memperlihatkan kerusakan karena adanya serangga (SNI, 2008). Sedangkan biji yang
tedeteksi adanya benda asing yaitu benda lain yang berasal bukan dari tanaman kakao
(SNI, 2008). Dalam praktikum ini dilakukan secara visual.
Dari data pengamatan yang diperoleh, biji kakao yang dijadikan bahan praktikum
tidak terdeteksi adanya serangga hidup ataupun benda asing. Hal ini menunjukkan
bahwa biji kakao sudah memenuhi standar SNI, dalam SNI (2008), menyatakan bahwa
syarat khusus mutu biji kakao untuk biji berserangga mutu satu sebesar 1%, mutu 2
sebesar 2%, sedangkan untuk mutu 3 sebesar 2%. Ada tidaknya serangga dalam biji
kakao akan mempengaruhi mutu dari biji kakao tersebut.

5.2 Penentuan Kadar Kotoran


Praktikum kali ini dilakukan beberapa acara, untuk acara yang pertama yaitu
penentuan kadar kotoran. Kotoran pada biji kakao berupa plasenta, biji dempet,
pecahan biji, pecahan kulit, biji pipih, ranting dan benda lainnya yang berasal dari
tanaman kakao. Data pengamatan yang diperoleh yaitu untuk biji dempet sebesar 4,3%,
pecahan kulit sebesar 0,42 %, plasenta sebesar 4,998 %, biji pipih sebesar 3,53 %,
pecahan biji sebesar 0,52 %, dan biji kakao bagus sebesar 99,8%. Data tersebut
menunjukkan bahwa dari kakao yang diamati terdeteksi adanya kotoran Menurut SNI
(2008) syarat khusus mutu biji kakao untuk kotoran maksimum digolongkan
menjadi tiga yaitu golongan I, II, dan III. Untuk golongan mutu I kotoran
maksimum sebanyak 1,5%, untuk golongan mutu II kotoran maksimum sebanyak 2%,
dan pada golongan mutu III sebanyak 3%. Hasil pengamatan menujukkan bahwa total
kadar kotoran pada biji kakao sebesar 7,197%. Sehingga biji kakao yang digunakan
untuk praktikum tidak tergolong pada mutu manapun karena tidak ada standar yang
memenuhi.

5.3 Penentuan jumlah biji per seratu gram


Acara yang ketiga yaitu penentuan jumlah biji perseratus gram. Penentuan jumlah
biji ini merupakan penggolongan menurut ukuran berat bijinya. Pengamatan dilakukan
dengan penimbangan sebanyak 100 gram biji kakao. Kemudian dilakukan perhitungan.
Dan dari perhitungan tersebut biji kakao yang didapatkan sejumlah 82 biji. Dalam
penggolongan bersadarkan SNI biji kakao tersebut termasuk dalam kategori AA.
Menurut SNI (2008), AA merupakan golongan biji antara maksimum 85 biji per 100
gram biji perseratus gram. Biji kakao tersebut termasuk kecil, jika semakin kecil maka
semakin bagus bijinya.

5.4 Penentuan adanya biji berbau asap abnormal atau berbau asing lainnya
Acara yang ke empat yaitu penentun adanya biji berbau asing, selain bau khas dari
biji kakao. Percobaan menggunakan sampel sebanyak 100 biji. Pendeteksian bau
dilakukan secara visual dengan menggunakan indera penciuman. Dari pengamatan
yang telah dilakukan untuk ulangan pertama biji berbau asap sebanyak 10, biji berbau
asam sebanyak 18. Sedangkan biji berbau coklat sebanyak 72 . Dari data tersebut dapat
diketahui bahwa biji berbau khas coklat adalah yang terbanyak. Menurut SNI (2008)
syarat mutu umum biji kakao adalah tidak terdapat biji kakao berbau asap dan berbau
asing. Sehingga syarat mutu biji kakao sesuai dengan standar yang telah ditentukan dan
layak untuk dikonsumsi maupun dipasarkan.

5.5 Penentuan kadar biji cacat pada kakao (biji berjamur, biji slaty, biji
berserangga, dan biji berkecambah
Acara yang ke lima yaitu penentuan kadar biji cacat pada kakao (biji berjamur, biji
slaty, biji berserangga, dan biji berkecambah. Menurut SNI (2008), menyatakan biji
jamur yaitu biji kakao yang ditumbuhi jamur dibagian dalamnya dan apabila dibelah
dapat terlihat dengan mata, biji slaty yaitu biji yang tidak terfermentasi, biji
berserangga yaitu biji kakao yang didalamnya terdapat serangga pada stadia apapun
atau terdapat bagian-bagian tubuh serangga, atau yang memperlihatkan kerusakan
karena adanya serangga, sedangkan biji berkecambah merupakan biji kakao yang
kulitnya telah pecah atau berlubang karena pertumbuhan lembaga.
Data yang diperoleh biji slaty sebanyak 15,33 %, biji berserangga sebanyak 0%,
bij berkecambah sebanyak 0%, dan untuk biji yang bagus sebanyak 94%.. Menurut
SNI maks biji berjamur pada gollongan 1 yaitu 2%, sedangkan untuk golongan 2 dan
3 sebanyak 4%. Dari hasil pengamatan biji berjamur data tersebut memperlihatkan
bahwa biji sudah memenuhi maksimum syarat mutu biji untuk golongan IF dan
IIF.Sedangkan untuk biji slaty yang memenuhi syarat maks SNI, 15,33 %

5.6 Penentuan Kadar Air


Acara yang terakhir yaitu penentuan kadar air, acara ini sampel yang digunakan
sebanyak 4 sampel dengan berat yang sama yaitu masing-masing 0,5 gram. Metode
pengeringan yang dilakukan dengan menggunkan oven. Penentuan kadar air digunakan
untuk mengetahui kandungan air pada kakao, menurut SNI (2008) kadar air kakao
sebesar 4,995 %. Dari data yang diperoleh kadar air basis basah kakao sampel 1-4 yaitu
sebesar 5 %, 4,99 %, 5 %, 4,99 %, Data tersebut menunjukkan bahwa kadar air kakao
memenuhi standar SNI. Tetapi pada literatur lain menyebutkan bahwa kadar air yang
terlalu rendah yaitu dibawah 5%, juga tidak baik karena biji kakao menjadi sangat
mudah rapuh. Jika lebih dari 8%, yang turun bukan hanya hasil rendemennya saja
tetapi juga berisiko terhadap serangan bakteri dan jamur (Wahyudi dkk, 2008).
Tetapi dari keseluruhan sampel kandungan air yang berada dibawah 5% hanya terjadi
pada sampel ke 1 yaitu sebesar 4.
BAB 6. KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum yang telah dilakukan bahwa, Hasil
pengamatan menujukkan sudah ada beberapa acara yang memenuhi syarat mutu biji
kakao sesuai SNI 2323-2008. Syarat mutu biji kakao menurut SNI 2323-2008
ditentukan berdasarkan adanya, serangga hidup atau benda asing, kadar air, adanya biji
berbau asap abnormal, atau berbau asing lainnya, kadar kotoran, jumlah biji kakao per
seratus gram, dan penentuan kadar biji cacat yang meliputi biji berjamur, biji slaty,
biji berserangga, dan biji berkecambah.

6.2 Saran
Praktikum selanjutnya sebaiknya menggunakan biji kakao yang tidak disimpan
dalam waktu yang lama sehingga pengamatan dan perbandingan bisa dilakukan secara
maksimal.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kakao

Anda mungkin juga menyukai