PENDAHULUAN
Biji kakao merupakan salah satu komoditi perdagangan yang mempunyai peluang
untuk dikembangkan dalam rangka usaha memperbesar/meningkatkan devisa negara serta
penghasilan petani kakao. Produksi biji kakao di Indonesia secara signifikan terus
meningkat, namun mutu yang dihasilkan sangat rendah dan beragam, antara lain kurang
terfermentasi, tidak cukup kering, ukuran biji tidak seragam, kadar kulit tinggi, keasaman
tinggi, cita rasa sangat beragam dan tidak konsisten. Hal tersebut tercermin dari harga biji
kakao Indonesia yang relatif rendah dan dikenakan potongan harga dibandingkan harga
produk sama dari negara produsen lain (Haryadi dan Supriyanto, 2001). Komposisi pulp
kakao disajikan pada Tabel 1.
Biji kakao dengan kadar kulit yang tinggi cenderung lebih kuat atau tidak rapuh saat
ditumpuk di dalam gudang sehingga biji tersebut dapatdisimpan dalam waktu yang
lebih lama. Sebaliknya, jika kadar kulit terlalu rendah, maka penjual (eksportir) biji
kakao akan mengalami kerugian dalam bentuk kehilangan bobot . Jika kuantum
pengiriman sangat besar, makakehilangan kumulati dari selisih kadar kulit menjadi
relatif besar. Kadar kulitbiji kakao dipengaruhioleh jenis bahan tanaman dan cara
pengolahan (fermentasi dan pencucian). Makin singkat waktu fermentasi, kadar kulit
biji kakao makin tinggi karena sebagian besar sisa lendir (pulp) masih menempel pada
biji. Namun demikian, kandungan kulit biji tersebut dapat dikurangi dengan proses
pencucian.
2.3 Komponen Penentu Mutu Kakao
Berdasarkan jenis mutu kakao terdapat tiga golongan, yaitu Mutu I, Mutu
II dan Mutu III. Menurut ukuran bijinya dinyatakan dalam jumlah biji/100 gram.
Tabel 1 Persyaratan Khusus Mutu Biji Kakao
Jenis Mutu Persyaratan
Kakao Kakao Kadar Kadar Kadar biji Kadar Kadar biji
Mulia Lindak biji biji slaty berserangga kotoran berkecambah
(Fine (Bulk berjamur (gram) (gram) waste (gram)
Cocoa) Cocoa) (gram) (gram)
I–F I–B Maks 2 Maks 3 Maks 1 Maks Maks 2
1,5
II – F II – B Maks 4 Maks 8 Maks 2 Maks Maks 3
2,0
III – F III - B Maks 4 Maks 20 Maks 2 Maks Maks 3
3,0
Sumber: SNI 2323:2008 (2008)
Kakao dalam
kemasan
Pembukaan
biji kakao
Pengecilan ukuran
Eksikator 15 menit
Penimbangan
Biji kakao
Pembelahan
Pengamatan aroma
Gambar 3. Diagram alir Penentuan biji berbau asap abnormal atau berbau
asing
Disiapka biji kakao yang diletakkan pada wadah yang telah disiapkan.
Kemudian bii kakao dilakukan pembelahan menggunakan pisau. Selanjutnya
dilakukan pengamatan aroma adanya bau asap abnormal dan bau asing lainnya dengan
mencium bagian dalam dari setiap sampel uji. Apabila tidak ditemukan adanya bau
asap abnormal dan bau asing lainnya maka sampel uji dinyatakan tidak ada, apabila
ditemukan adanya bau asap abnormal dan bau asing lannya maka sampel uji dinyatakan
ada.
3.2.4. Penentuan kadar kotoran
Pengamatan kotoran
Penimbangan
Penggolongan
Gambar 5. Diagram Alir Penentuan jumlah biji kakao per 100 gram
Biji kakao dilakukan penimbangan sebanyak 100 gram. Kemudian diletakkan
pada wadah yang telah disiapkan. Dan dilakukan perhitungan jumlah biji yang ada.
Selanjutnya biji kakao digolongkan ke dalam standar mutu AA, A, B, C atau S.
3.2.6 Penentuan kadar biji cacat pada kakao (biji berjamur, biji slaty, biji berserangga,
dan biji berkecambah)
Perhitungan
4.1.5. Penentuan kadar biji cacat pada kakao (biji slaty, berjamur, berserangga dan
berkecambah)
Tabel 2. Penentuan kadar biji cacat pada kakao
Pengamatan Hasil
Biji berjamur -
Biji berserangga -
Biji berkecambah -
4.1.6. Penentuan kadar air biji kakao
Tabel 2. Penentuan kadar air biji kakao
Ulangan Berat BG Berat BG + Berat BG + (a-b)
sampel sampel
sebelum setelah
dioven (a) dioven (b)
1 62,14 72,14 71,64 0,5
Keterangan:
BG = beaker gelas
5.4 Penentuan adanya biji berbau asap abnormal atau berbau asing lainnya
Acara yang ke empat yaitu penentun adanya biji berbau asing, selain bau khas dari
biji kakao. Percobaan menggunakan sampel sebanyak 100 biji. Pendeteksian bau
dilakukan secara visual dengan menggunakan indera penciuman. Dari pengamatan
yang telah dilakukan untuk ulangan pertama biji berbau asap sebanyak 10, biji berbau
asam sebanyak 18. Sedangkan biji berbau coklat sebanyak 72 . Dari data tersebut dapat
diketahui bahwa biji berbau khas coklat adalah yang terbanyak. Menurut SNI (2008)
syarat mutu umum biji kakao adalah tidak terdapat biji kakao berbau asap dan berbau
asing. Sehingga syarat mutu biji kakao sesuai dengan standar yang telah ditentukan dan
layak untuk dikonsumsi maupun dipasarkan.
5.5 Penentuan kadar biji cacat pada kakao (biji berjamur, biji slaty, biji
berserangga, dan biji berkecambah
Acara yang ke lima yaitu penentuan kadar biji cacat pada kakao (biji berjamur, biji
slaty, biji berserangga, dan biji berkecambah. Menurut SNI (2008), menyatakan biji
jamur yaitu biji kakao yang ditumbuhi jamur dibagian dalamnya dan apabila dibelah
dapat terlihat dengan mata, biji slaty yaitu biji yang tidak terfermentasi, biji
berserangga yaitu biji kakao yang didalamnya terdapat serangga pada stadia apapun
atau terdapat bagian-bagian tubuh serangga, atau yang memperlihatkan kerusakan
karena adanya serangga, sedangkan biji berkecambah merupakan biji kakao yang
kulitnya telah pecah atau berlubang karena pertumbuhan lembaga.
Data yang diperoleh biji slaty sebanyak 15,33 %, biji berserangga sebanyak 0%,
bij berkecambah sebanyak 0%, dan untuk biji yang bagus sebanyak 94%.. Menurut
SNI maks biji berjamur pada gollongan 1 yaitu 2%, sedangkan untuk golongan 2 dan
3 sebanyak 4%. Dari hasil pengamatan biji berjamur data tersebut memperlihatkan
bahwa biji sudah memenuhi maksimum syarat mutu biji untuk golongan IF dan
IIF.Sedangkan untuk biji slaty yang memenuhi syarat maks SNI, 15,33 %
6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum yang telah dilakukan bahwa, Hasil
pengamatan menujukkan sudah ada beberapa acara yang memenuhi syarat mutu biji
kakao sesuai SNI 2323-2008. Syarat mutu biji kakao menurut SNI 2323-2008
ditentukan berdasarkan adanya, serangga hidup atau benda asing, kadar air, adanya biji
berbau asap abnormal, atau berbau asing lainnya, kadar kotoran, jumlah biji kakao per
seratus gram, dan penentuan kadar biji cacat yang meliputi biji berjamur, biji slaty,
biji berserangga, dan biji berkecambah.
6.2 Saran
Praktikum selanjutnya sebaiknya menggunakan biji kakao yang tidak disimpan
dalam waktu yang lama sehingga pengamatan dan perbandingan bisa dilakukan secara
maksimal.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kakao