Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan jiwa adalah suatu sindrom atau pola psikologis atau prilaku yang

penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya

distress (misalnya, gejala nyeri) atau disabilitas (yaitu kerusakan pada suatu atau

lebih area fungsi yang penting) atau disertai peningkatan resiko nyeri yang

menyakitkan, disabilitas, atau sangat hilang kebebasan. Gangguan jiwa menyebabkan

penderitanya tidak sanggup menilai dengan baik kenyataan, tidak dapat lagi

menguasai merusak/menyakiti dirinya sendiri,gangguan jiwa sesungguhnya sama

dengan gangguan jasmaniah lainnya. Gangguan jiwa merupakan gangguan kesehatan

yang seringkali tidak diperhatikan oleh masyarakat hal ini disebabkan gangguan jiwa

tidak atau jarang menimbulkan kematian akan tetapi gangguan jiwa ternyata lebih

berat dari pada beban terhadap penyakit penyakit yang salama ini dianggap

membebani dan menjadi fokus perhatian (Maryatun, 2017).


Kesehatan jiwa merupakan aspek kesehatan yang penting, pengukuran DALYs

menunjukkan gangguan jiwa mengakibatkan hari hari produktik manusia menurun,

dampak gangguan jiwa terhadap penurunan produktivitas manusia lebih besar

dibandingkan penyakit Jantung, Kanker, Malaria, dan TBC sekalipun, gangguan jiwa

merupakan gangguan kesehatan yang seringkali tidak diperhatikan oleh masyarakat

maupun jajaran kesehatan hal ini disebabkan gangguan jiwa tidak atau jarang

menimbulkan kematian, namun demikian berdasarkan penelitian WHO ditemukan

1
2

bahwa beban terhadap gangguan jiwa ternyata lebih berat dari pada beban terhadap

penyakit penyakit yang selama ini dianggap membebani dan menjadi focus perhatian

seperti TBC, Malaria, Jantung dan Kanker (Maryatun, 2017).


Menurut World Health Organization (WHO), masalah gangguan jiwa di dunia ini

sudah menjadi masalah yang makin serius, paling tidak, ada satu dari empat orang

didunia ini mengalami gangguan jiwa. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta

orang di dunia ini di temukan mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data statistik,

angka pasien gangguan jiwa memang sangat mengkhawatirkan. WHO

memperkirakan di Indonesia mencapai 264 dari 1.000 jiwa penduduk mengalami

gangguan jiwa (Azwar, 2010 dalam Lasgita, 2016).


Gangguan orientasi realita adalah ketidakmampuan individu untuk menilai dan

berespon pada realita. Klien tidak dapat membedakan rangsangan internal dan

ekstrnal, tidak dapat membedakan respon yang akurat, sehingga tampak prilaku yang

sulit dimengerti. Halusinasi adalah penyerapan (persepsi) panca indra tanpa adanya

rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua panca indra dan terjadi disaat

individu sadar penuh (Depkes, 2012 dalam Nindra, 2016 )


Menurut Maramis (1998) dalam Maryatun (2017) halusinasi merupakan salah

satu gejala yang sering di temukan pada klien dengan gangguan jiwa, halusinasi

indentik dengan skizofrenia, seluruh klien dengan skizofrenia diantaranya mengalami

halusinasi, gangguan jiwa lain yang sering disertai dengan gejala halusinasi adalah

gangguan maniak depresi dan delirium, halusinasi merupakan gangguan persepsi

dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi suatu


3

penghayatan yang dialami seperti suatu persepsi melalui panca indra tampa stimulus

eksternal persepsi palsu.


Menurut data WHO pada tahun 2016 terdapat sekitar 35 juta orang terkena

depresi, 60 orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizoprenia, serta 45,5 juta terkena

dimensia, di Indonesia dengan faktor biologis, psikologis dan sosial dengan

keanekaragaman penduduk maka jumlah kasus gangguan jiwa terus betambah yang

berdampak pada penambahan beban Negara dan penurunan produktivitas manusia

untuk jangka panjang (Depkes, 2016)


Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 menunjukan sekitar 14

juta jiwa atau sebesar 6% di Indonesia yang berusia diatas 15 tahun mengalami gejala

depresi dan gangguan jiwa. Prevalensi gangguan jiwa berat mencapai 400.000 jiwa

atau sekitar 1,7 per 1000 penduduk. Diantaranya sebesar 14,3% atau sekitar 57.000

jiwa pernah dipasung (Depkes, 2016)


Kajian epidemiologi skizofrenia oleh Zahnia dan Sumekar pada tahun 2016

menyatakan bahwa skizofrenia terbanyak terdapat pada skizofrenia paranoid yaitu

sebanyak 40,8%. Ciri utama skizofrenia paranoid yaitu waham dan halusinasi

pendengaran namun fungsi kognitif disertai afek yang baik.


Berdasarkan data yang di peroleh dari bagian Rekam Medik Rumah Sakit Jiwa

Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2015 terdapat 2.527 orang pasien

di rawat inap, pada tahun 2016 peningkatan jumlah penderita gangguan jiwa yaitu

2.099 orangdi rawat inap dan pada tahun 2017 penderita yang dirawat inap berjumlah

2.288 orang. Data rawat inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Kepulauan Bangka Belitung

pada tahun 2016 menunjukkan bahwa pasien dengan halusinasi memiliki persentase

70,46% dari jumlah pasien seluruhnya pada tahun tersebut sedangkan pada tahun
4

2017 menunjukkan bahwa pasien dengan halusinasi memiliki persentase 72% orang

penderita halusinasi. Angka kejadian ini cukup signifikan dalam 2 tahun terakhir.

Dengan banyaknya angka kejadian halusinasi, semakin jelas bahwa dibutuhkan peran

perawat pada pasien halusinasi.

Berdasarkan survey pada tanggal 26 maret 2018 didapatkan bahwa 4 dari 5

responden mengatakan di ruang elang RSJD Provinsi kepulauan Bangka Belitung

tidak melakukan pengkajian awal, akan tetapi melakukan pengkajian lanjutan karena

pengkajian awal sudah dilakukan di ruang Unit Gawat Darurat dan intermediet RSJD

Provinsi Bangka Belitung. Semua responden mengatakan diagnosa keperawatan di

ruang elang RSJD Provinsi Bangka Belitung sudah diangkat berdasarkan keluhan

pasien yang terakhir dirasakan terdiri dari data subjektif dan data objektif yang telah

dilakukan perawat kepada pasien lewat wawancara dan observasi, rencana

keperawatan di ruang elang RSJD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sudah

berdasarkan strategi pelaksana (SP) yang sudah menjadi standar asuhan keperawatan

jiwa di RSJD Provinsi Bangka Belitung, implementasi keperawatan di ruang elang

RSJD Provinsi Bangka Belitung dilakukan berdasarkan SP dan dilakukan pershift

dengan catatan pasien tersebut bersedia dilakukan tindakan, akan tetapi tidak semua

pasien dapat dilakukan implementasi pershift karena kurangnya sumber daya manusia

dalam menjalankan program di ruang elang RSJD Provinsi Bangka Belitung, evaluasi

dilakukan setelah menjalankan program dan SP dapat diulang setelah melihat respon

dari pasien yang telah mengikuti program.


5

Dari penjabaran diatas maka peneliti tertarik meneliti tentang analisis peran

perawat dalam asuhan keperawatan halusinasi pendengaran di ruang elang Rumah

Sakit Jiwa Daerah Provinsi Bangka Belitung tahun 2018.

B. Rumusan Masalah

Masih tingginya angka halusinasi dan belum diketahuinya secara mendalam

peran perawat dalam penerapan asuhan keperawatan, sehingga rumusan masalah pada

penelitian ini adalah sejauh mana analisis peran perawat dalam penerapan asuhan

keperawatan pada klien halusinasi pendengaran di Ruang Elang Rumah Sakit Jiwa

Daerah Bangka Belitung tahun 2018.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui analisis peran perawat dalam penerapan asuhan keperawatan

pada klien halusinasi pendengaran di Ruang Elang Rumah Sakit Jiwa Daerah

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui informasi secara mandalam tentang peran perawat dalam

melakukan pengkajian pada klien halusinasi pendengaran di RSJD

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2018 .


b. Mengetahui informasi secara mandalam tentang peran perawat dalam

merumuskan diagnosa keperawatan klien halusinasi pendengaran di RSJD

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2018.


6

c. Mengetahui informasi secara mendalam tentang peran perawat dalam

melakukan penyusunan rencana tindakan klien halusinasi pendengaran di

RSJD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2018 .


d. Mengetahui informasi secara mendalam tentang peran perawat dalam

melakukan pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien halusinasi

pendengaran di RSJD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2018 .


e. Mengetahui informasi secara mendalam tentang peran perawat dalam

melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada klien halusinasi

pendengaran di RSJD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2018 .


D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Memberikan informasi ilmiah bagi kalangan akademik baik tim pengajar

maupun mahasiswa keperawatan dalam pengembangan proses berfikir tentang

peran perawat dalam penerapan asuhan keperawatan menangani pasien

halusinasi.

2. Bagi Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Sebagai masukan serta evaluasi kinerja perawat bagi Rumah Sakit Jiwa

Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terutama tentang

pengembangan peran perawat dalam penerapan asuhan keperawatan

menangani pasien halusinasi.

3. Bagi Stikes Citra Delima Bangka Belitung

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk

mengembangkan pengetahuan dan wawasan mengenai analisa peran perawat


7

dalam penerapan asuhan keperawatan pasien halusinasi diruangan elang

Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Anda mungkin juga menyukai