Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Tonsil atau yang lebih sering dikenal dengan amandel adalah massa yang

terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus

didalamnya, bagian organ tubuh yang berbentuk bulat lonjong melekat pada kanan

dan kiri tenggorok. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil

palatina, dan tonsil lingual yang membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer.

Tonsil terletak dalam sinus tonsilaris diantara kedua pilar fausium dan berasal dari

invaginasi hipoblas di tempat ini (Soepardi, 2007).

Tonsillitis adalah inflamasi pada tonsila palatine yang disebabkan oleh infeki

virus atau bakteri. Saat bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau

mulut, tonsil berfungsi sebagai filter/ penyaring menyelimuti organisme yang

berbahaya tersebut dengan sel-sel darah putih. Hal ini akan memicu sistem kekebalan

tubuh untuk membentuk antibodi terhadap infeksi yang akan datang. Tetapi bila

tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus tersebut maka akan

timbul tonsillitis. Dalam beberapa kasus ditemukan 3 macam tonsillitis, yaitu

tonsillitis akut, tonsillitis membranosa, dan tonsillitis kronis (Soepardi, 2007).

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau

amandel. Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari

cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di

dalam rongga mulut yaitu : tonsil faringeal ( adenoid ), tonsil palatina ( tonsil faucial),

tonsil lingual ( tonsil pangkal lidah ), tonsil tuba Eustachius ( lateral band dinding

faring / Gerlach’s tonsil ).1 Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh

kuman streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridans dan streptococcus

pyogenes, dapat juga disebabkan oleh virus (Mansjoer, 2000).

Macam-macam tonsillitis menurut (Soepardi Arsyad, et al. 2007), yaitu:

1. Tonsilitis Akut

a. Tonsilis viral

Tonsilitis dimana gejalanya lebih menyerupai commond cold yang disertai rasa

nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus Epstein Barr. Hemofilus

influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus

coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada

palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan pasien.

2
b. Tonsilitis bakterial

Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus, β hemolitikus

yang dikenal sebagai strep throat, pneumokokus, Streptokokus viridan, Streptokokus

piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan

reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk

detritus. Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis.

Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan terjadi

tonsilitis lakunaris.

2. Tonsilitis Membranosa

a. Tonsilitis difteri

Tonsilitis diferi merupakan tonsilitis yang disebabkan kuman Coryne bacterium

diphteriae. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak-anak berusia kurang dari 10

tahunan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun.

b. Tonsilitis septik

Tonsilitis yang disebabkan karena Streptokokus hemolitikus yang terdapat dalam

susu sapi.

3
c. Angina Plaut Vincent ( stomatitis ulsero membranosa )

Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaeta atau triponema yang

didapatkan pada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin

C.

d. Penyakit kelainan darah

Tidak jarang tanda leukemia akut, angina agranulositosis dan infeksi

mononukleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup membran semu. Gejala

pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di mukosa mulut, gusi dan di bawah

kulit sehingga kulit tampak bercak kebiruan.

3. Tonsilis Kronik

Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa

jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan

pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.

Berdasarkan lama perjalanan penyakit dan penyebabnya, tonsillitis terbagi atas

tonsillitis akut dan tonsillitis kronis.

1. Tonsilitis Akut

- Merupakan radang pada tonsil yang timbulnya (onset) cepat, atau

berlangsung dalam waktu pendek (tidak lama), dalam kurun waktu jam, hari hingga

minggu.

- Lebih disebabkan oleh kuman streptokokus beta hemolitikus grup A,

pneumokokus, streptokokus viridian, dan streptokokus piogenes.

- Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi

radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus.

4
Detritus ini merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas.

Secara klinis detritus ini mengisi kripte tonsil dan tampak sebagai bercak kekuningan.

2. Tonsilitis Kronik

- Tonsilitis yang berlangsung lama (bulan atau tahun) atau dikenal sebagai

penyakit menahun.

- Bakteri penyebab tonsillitis kronik sama halnya dengan tonsillitis akut,

namun kadang-kadang bakteri berubah menjadi bakteri golongan gram negatif.

- Faktor predisposisi tonsillitis kronis antara lain rangsangan kronis rokok,

makanan tertentu, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan

pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat.

- Karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid

terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti dengan jaringan

parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga ruang antara kelompok melebar yang

akan diisi oleh detritus, proses ini meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya

timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris.

- Saat pemeriksaan ditemukan tonsil membesar dengan permukaan tidak rata,

kripte membesar dan terisi detritus.

II. Epidemiologi

Tonsilitis akut dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering pada anak usia

di bawah 9 tahun. Pada bayi di bawah usia 3 tahun dengan tonsilitis akut, 15% dari

kasus yang ditemukan disebabkan oleh bakteri streptokokus, sisanya dapat

5
disebabkan oleh virus. Pada anak-anak yang lebih tua, sampai dengan 50% dari

kasus disebabkan oleh streptococus pyogenes. Tonsilitis akut juga dapat terjadi pada

laki-laki dan perempuan dengan jumlah insiden yang sama rata (Bhargava, 2005).

III. Anatomi Fisiologi

Amandel atau tonsil merupakan kumpulan jaringan limfoid yang banyak

mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Tonsil terletak

pada kerongkongan di belakang kedua ujung lipatan belakang mulut. Ia juga bagian

dari struktur yang disebut Ring of Waldeyer ( cincin waldeyer ). Kedua tonsil terdiri

juga atas jaringan limfe, letaknya di antara lengkung langit-langit dan mendapat

persediaan limfosit yang melimpah di dalam cairan yang ada pada permukaan dalam

sel-sel tonsil (Pearce, 2006).

Anatomi tonsil (Pearce, 2006

Tonsil terdiri atas:

6
1. Tonsil fariengalis, agak menonjol keluar dari atas faring dan terletak di belakang

koana

2. Tonsil palatina, dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.

3. Tonsil linguais, epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk tonsil berfungsi

mencegah agar infeksi tidak menyebar ke seluruh tubuh dengan cara menahan kuman

memasuki tubuh melalui mulut, hidung, dan kerongkongan, oleh karena itu tidak

jarang tonsil mengalami peradangan. Peradangan pada tonsil disebut dengan

tonsilitis, penyakit ini merupakan salah satu gangguan Telinga Hidung &

Tenggorokan ( THT ). Kuman yang dimakan oleh imunitas seluler tonsil dan

adenoid terkadang tidak mati dan tetap bersarang disana serta menyebabkan infeksi

amandel yang kronis dan berulang (Tonsilitis kronis). Infeksi yang berulang ini akan

menyebabkan tonsil dan adenoid bekerja terus dengan memproduksi sel-sel imun

yang banyak sehingga ukuran tonsil dan adenoid akan membesar dengan cepat

melebihi ukuran yang normal (Pearce, 2006)

IV. Patofisiologi

Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Amandel atau

tonsil berperan sebagai filter, menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut. Hal

ini akan memicu tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan

datang, akan tetapi kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan infeksi atau

virus (Soepardi, 2007).

Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid

superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi

7
leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang

berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit,

bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsilitis akut dengan detritus disebut tonsillitis

falikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis

lakunaris (Soepardi, 2007).

Tonsilitis dimulai dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi

parah. Pasien hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga berhenti

makan. Tonsilitis dapat menyebabkan kesukaran menelan, panas, bengkak, dan

kelenjar getah bening melemah didalam daerah sub mandibuler, sakit pada sendi dan

otot, kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga.

Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sukar menelan, belakang

tenggorokan akan terasa mengental.

Keluhan yang tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam.

Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu

(Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang

berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses

penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut

sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus,

proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketan

dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan

pembesaran kelenjar limfe submandibula (Pearce, 2006).

V. Etiologi

8
Penyebab utamanya adalah infeksi bakteri streptococcus atau infeksi virus.

Tonsil berfungsi membantu menyerang bakteri dan mikroorganisme lainnya sebagai

tindakan pencegahan terhadap infeksi. Tonsil bisa dikalahkan oleh bakteri maupun

virus, sehingga membengkak dan meradang, menyebabkan tonsillitis (Bhargava,

2005).

Penyebab tonsilitis antara lain :

1. Pneumococcus

2. Staphilococcus

3. Streptokokus beta hemolitikus grup A

4. Hemofilus Influenza

5. Virus Epstein Barr

6. Kadang streptococcus non hemoliticus atau streptococcus viridens.

Faktor predisposisi dari tonsilitis akut, antara lain :

1. Postnasal discharge karena sinusitis.

2. Residual jaringan tonsil karena tonsilektomi.

3. Mengkonsumsi minuman dingin atau makanan dingin dapat secara langsung

menyebabkan infeksi atau menurunkan daya tahan dengan vasokonstriksi.

4. Adanya benda asing yang bisa menyebabkan mudahnya terjadi infeksi.

VI. Manifestasi klinis

Gejala dan tanda tonsilitis akut adalah (Bull, 2002):

9
1. Sakit tenggorokan dan disfagia. Anak kecil mungkin tidak mengeluh sakit

tenggorokan tapi akan menolak untuk makan.

2. Demam, hal ini bisa menyebabkan kejang demam pada bayi.

3. Malaise, nyeri sendi, dan tanda-tanda dehidrasi.

4. Tonsil membesar dan hiperemis serta dapat menunjukkan pus dari kriptus di

tonsilitis folikularis (detritus).

5. Durasi perlangsungan tonsilitis akut biasanya 4 sampai 6 hari.

Gambar tonsilitis akut pada tonsila palatina (Probst, 2006).

10
Gambar tonsilitis akut yang bisa menyebabkan distress pernapasan (Probst, 2006).

VII. Pemeriksaan Fisik Tonsil

Teknik pemeriksaan adalah pasien diminta untuk membuka mulutnya dan

kemudian pemeriksa menggunakan spatel menekan lidah ke bawah dan kemudian

daerah faring dan tonsil dapat dievaluasi.

11
Grading pembesaran tonsil (Chan, 2004)

Interpretasi pembesaran tonsil :

(0) Amandel sepenuhnya dalam fossa tonsil, atau tonsil tidak ada (post-

tonsilektomi.

(1 +) Amandel menempati kurang dari 25 persen, dari dimensi lateral

orofaring yang diukur antara pilar-pilar anterior tonsil.

(2 +) Amandel menempati kurang dari 50 persen dari dimensi lateral

orofaring.

(3 +) Amandel menempati kurang dari 75 persen dari dimensi lateral

orofaring.

(4 +) Amandel menempati 75 persen atau lebih dari dimensi lateral

orofaring.

VIII. Pemeriksaan Penunjang

12
a. Inflammatory parameter : pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis, dan

erhytrocyte sedimentation rate (ESR) dan C-reactive protein (CRP)

meningkat.

b. Pemeriksaan bakteri : sebuah kultur bakteri jarang diambil dari apus

tenggorok karena biasanya membutuhkan 2-3 hari untuk mendapatkan hasil

yang definitif, dimana waktu pengobatan sudah harus dimulai. Itu sbaiknya

dilakukan sebuah rapid immunoassay, yang dapat mengidentifikasi

organisme penyebab seperti Streptococcus grup A hanya dalam waktu 10

menit (Probst, 2006).

IX. Diagnosis Banding

1. Difteri
Difteri memiliki onset yang berbahaya dan ditandai dengan membran abu-abu (susah dihilangkan) di tonsil, tenggorokan, dan

uvula. Diagnosis difteri melalui pemeriksaan dan kultur swab (Bull, 2003).

Tonsilitis Akut Difteri

(Ulseratif)
Riwayat Tonsilitis berulang Telah terpapar difter
Temperatur Tinggi Rendah atau normal
Takikardi Sebanding dengan Tidak sebanding

demam dengan demam, nadi

lemah
Toxaemia Tidak ada Bisa ada
Nyeri / sakit Berat Sedang atau tidak ada.
Albuminuria Tidak ada Selalu ada
Tabel perbandingan antara difteri dan tonsilitis akut (Bhargava, 2005)

13
2. Scarlett fever

Scarlett fever dapat menyerupai tonsilitis akut. Scarlett fever disebabkan

oleh infeksi streptococcus dan menyebabkan ruam eritematosa berwarna

abu-abu. Pasien didaptkan tanda berupa strawberry tongue (Probst, 2006)

Gambar scarlett fever (Snow, 2002)

3. Abses peritonsil

Abses peritonsilar adalah sekumpulan pus yang terletak diantara kapsul

tonsil dan muskulus konstriktor faringeal superior. Gejala yang paling sering

adalah sulit menelan, mengeluarkan air liur, trismus, dan demam. Asimetris

peritonsiler dapat terjadi dan disertai deviasi uvula (Graham, 2007).

Gambar Abses Peritonsiler (Graham, 2007)

X. Komplikasi

14
1. Komplikasi dari tonsilitis akut dapat menyebabkan abses peritonsiler. Terjadi

diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini terjadi

beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh

streptococcus group A.

2. Pada anak juga sering menimbulkan komplikasi otitis media akut. Infeksi

dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustochi) dan

dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur spontan

gendang telinga. Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan

infeksi ke dalam sel-sel mastoid.

3. Akibat hipertrofi tonsil akan menyebabkan pasien bernapas melalui mulut,

tidur mendengkur, gangguan tidur karena terjadinya sleep apnea yang

dikenal sebagai Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS) (Graham,

2007).

XI. Penatalaksanaan

1. Pasien diharuskan untuk tirah baring.

2. Aspirin atau parasetamol diberikan untuk menghilangkan rasa tidak nyaman.

Pemberian aspirin tidak dianjurkan untuk anak-anak umur dibawah 12 tahun

karena risiko sindrom Reye.

3. Mengedukasi pasien untuk selalu minum air supaya terhindar dari dehidrasi.

15
4. Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur

atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin

atau klindomisin.

5. Pengangkatan tonsil (tonsilektomi).

Indikasi tonsilektomi dibagi menjadi dua, yaitu indikasi absolut dan indikasi

relatif (Shenoy, 2012).

Indikasi absolut (Adams, 1997):

a. Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan napas yang kronik.

b. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apnea waktu tidur.

c. Hipertrofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan

berat badan penyerta.

d. Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan (limfoma).

e. Abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada ruang

jaringan sekitarnya.

Indikasi relatif :

Seluruh indikasi lain untuk tonsilektomi dianggap relatif. Indikasi yang

paling sering adalah episode berulang dari infeksi streptokokus beta

hemolitikus grup A. Sekarang ini, di samping indikasi-indikasi absolut,

indikasi tonsilektomi yang paling dapat diterima adalah :

16
a. Serangan tonsilitis berulang yang tercatat (walaupun telah diberikan

penatalaksanaan medis yang adekuat).

b. Tonsilitis yang berhubungan dengan biakan streptokokus menetap dan

patogenik.

c. Hiperplasia tonsil dengan obstruksi fungsional.

d. Hiperplasia dan obstruksi yang menetap enam bulan setelah infeksi

mononukleosis.

e. Riwayat demam reumatik dengan kerusakan jantung yang berhubungan

dengan tonsilitis rekurens kronis dan pengendalian antibiotik yang

buruk.

f. Radang tonsil kronis menetap yang tidak memberikan respons terhadap

penatalaksanaan medis.

g. Hipertrofi tonsil dan adenoid yang berhubungan dengan abnormalitas

orofasial dan gigi geligi yang menyempitkan jalan napas bagian atas.

h. Tonsilitis berulang atau kronis yang berhubungan dengan adenopati

servikial persisten (Adams, 1997).

17
Gambar Tonsilectomy (Graham, 2007)

Metode tonsilektomi ada lima, yaitu :

a. Dissection method

b. Guillotine method

c. Elektrokauter

d. Cryosurgery

e. Laser

Manajemen setelah operasi perlu diperhatikan. Pasien harus ada di daerah

pemulihan yang berdekatan dengan ruang operasi sampai sepenuhnya sadar.

Sangat penting untuk memastikan bahwa semua perdarahan telah berhenti.

Perhatikan denyut nadi dan tekanan darah, harus sering diperiksa. Beberapa

jam setelah operasi, sebagian besar pasien dapat minum cairan asalkan tidak

berlebihan. Demam biasanya ada dikarenakan infeksi lokal, biasanya infeksi

saluran kecing atau otitis media. Biasanya setelah tonsilektomi, akan muncul

cairan eksudat berwarna kuning. Cairan ini normal dan akan hilang dengan

sendirinya. Setelah tonsilektomi, sebisa mungkin pasien harus diinstruksikan

untuk makan secara normal. Makan makanan yang normal biasanya

menghasilkan pengurangan rasa sakit setelah itu (Snow, 2002).

Kontraindikasi tonsilektomi adalah :

a. Umur : Tonsilektomi adalah kontraindikasi untuk usia dibawah 5 tahun,

karena fungsi imunitas tonsil penting pada umur ini. Pada pasien umur

18
sangat muda, tonsilektomi juga susah dilakukan karena keterbatasan

ruang untuk anestesi, dan kehilangan darah yang sulit untuk dihadapi.

b. Diabetes Mellitus.

c. Hipertensi.

d. Kelainan darah.

e. Polio : Tonsilektomi membawa risiko dari bulbar poliomyelitis.

f. Rinitis alergi dan asma (Bhargava, 2005).

BAB III
KESIMPULAN

1. Tonsillitis adalah inflamasi pada tonsila palatina yang disebabkan oleh infeki

virus atau bakteri.


2. Tonsilitis akut paling sering disebabkan oleh streptokokus beta hemolitikus

grup A.

19
3. Gejalanya berupa nyeri tenggorokan (yang semakin parah jika penderita

menelan) dan juga nyeri alih yang seringkali dirasakan di telinga (karena

tenggorokan dan telinga memiliki persyarafan yang sama).


4. Pada pemeriksaan fisik bisa ditemukan tanda-tanda infeksi, abses dan

sumbatan jalan nafas.


5. Penatalaksanaan tonsilitis jika penyebabnya bakteri diberi antibiotik dan bisa

juga tonsilektomi.
6. Komplikasinya adalah abses peritonsilitis, otitis media akut, dan OSAS.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi Arsyad, et al. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala & Leher. Edisi 7. FKUI : Jakarta. Hal. 221-223.

2. Adams GL, Boies LR, Higler PA. 1997. BOIES Buku Ajar Penyakit THT.

Edisi 6. EGC : Jakarta. Hal. 320-322, 330, 339-340, 342.

3. Bull PD. 2002. Lectures Note on Disease of the Ear, Nose, and Throat. Ninth

Edition. Blackwell Science : Sheffield. P. 111-113, 116-117.

20
4. Bhargava KB, Bhargava SK, Shah TM. 2005. A Short Textbook of ENT for

Students and Practitioners. Seventh Edition. Usha : Mumbai. P. 226, 243-244,

249-250, 252.

5. Netter FH, et al. Atlas of Human Anatomy. Fifth Edition. P.57

6. Snell RS, et al. 2005. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. ECG :

Jakarta. Hal. 796, 798.

7. Snow JB. 2002. Ballenger’s Manual of Otorhinolaryngology Head and Neck

Surgery. Decker : London. P. 369-370.

8. Probst R, Grevers G, Iro H. 2006. Basic Otorhinolaringology. Thieme :

Stuttgart. P. 113-115.

9. Borgstein J. The Basic Ear Nose Throat. London. P.149-153.

10. Graham JM, Scadding GK, Bull PD.. 2007. Pediatric ENT. Springer : New

York. P.131-136.

11. Chan J, Edman JC, Koltai PJ. Obstructive Sleep Apnea in Children. [Cited on

1 March 2004]. Available from :

http://www.aafp.org/afp/2004/0301/p1147.html. [Accessed on 05 Januari

2018].

12. Shenoy PK. 2012. “Acute Tonsillitis”-if Left Untreated Could Cause Severe

Fatal Complications. In : Journal of Current Clinical Care, Volume 2, Issue 4.

21
13. Mansjoer, A (2000) Kapita Selekta Kedokteran jilid I. Media Aesculapius:

Jakarta

14. Pearce, Evelyn. C. (2006); “Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis”, PT.

Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

22

Anda mungkin juga menyukai