PENDAHULUAN
1
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
8. Luka-luka
Pada jalan lahir bila tidak disertai infeksi akan sembuh dalam 6-7 hari
9. Rasa sakit
Yang disebut after pains (merica atau mules) disebabkan kontraksi rahim,
biasanya berlangsung 2-4 hari pasca persalinan. Bila terlalu mengganggu
dapat diberikan obat-obat anti sakit dan anti mules.
10. Lochea
Adalah cairan secret yang berasal dari lovum uteri dan vagina dalam masa
nifas.
a. Lochea Rubra (cruenta)
Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua,
vernik, caseosa lanugo dan meconium selama 2 hari pasca persalinan.
b. Lochea Sanguinolenta
Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari ke 3-7 pasca
persalinan.
c. Lochea serosa
Berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14 pasca
persalinan
d. Lochea alba
Cairan putih, setelah 2 minggu
e. Lochea Purulenta
Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk
f. Lochiostosis
Lochea tidak lancar keluarnya
11. Serviks
Setelah persalinan, bentuk servik agak mengaga. Konsistensinya lunak,
kadang-kadang terdapat perlukaan “kecil, setelah bayi lahir, tangan masih
bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui untuk 2-3 jari dan
setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari
12. Ligamen-ligamen
Ligament-ligamen dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu
persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan
6
pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh kebelakang dan menjadi
retrofleksi karena ligamentum ratundum menjadi kendor (Sinopsis
Obstetri, 1998).
2.1.1.4 Perawatan Pasca Persalinan
1. Mobilisasi dini (early mobilization)
Ibu nifas sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur 24-48 jam PP
boleh segera miring ke kanan dan ke kiri setelah 2 jam melahirkan hari ke 2
duduk, ke 3 jalan-jalan. Keuntungan dari mobilisasi.
a. Melancarkan pengeluaran lochea. Mengurangi infeksi puerperium
b. Mempercepat involusi alat kandungan
c. Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan
d. Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat
fungsi Asi dan pengeluaran sisa metabolisme.
2. Rawat gabung
Perawatan ibu dan bayi dalam satu ruangan bersama-sama sehingga ibu
bisa lebih banyak memperhatikan bayinya, segera dapat memberikan Asi
sehingga kelancaran pengeluaran Asi lebih terjamin.
3. Pemeriksaan Umum
a. Kesadaran penderita
b. Keluhan yang terjadi setelah persalinan
4. Pemeriksaan Khusus
a. Fisik : tekanan darah, nadi dan suhu
b. Fundus uteri : TFU, kontraksi uterus
c. Payudara : putting susu, pembengkakan atau stowing ASI pengeluaran
ASI
d. Pertun lochea : lochea rubra, lochea sanguilenta
e. Luka jahitan apisiotomi : apakah baik atau terbuka, apakah ada tanda
– tanda infeksi (kolor, dolor, fungsiolesa dan pernanahan)
5. Pemulangan parturien dan pengawasan ikatan
Parturien dengan persalinan berjalan lancar dan spontan dapat dipulangkan
setelah mencapai keadaan baik dan tidak ada keluhan. Parturien dipulangkan
setelah 2-3 hari dirawat.
7
dan atau disertai udema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Asuhan
Patologi Kebidanan, 2009).
2.1.2.3 Dasar Diagnosis Pre Eklamsia
Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria preeklamsia berat
sebagaimana tercantum dibawah ini. Preeklamsia digolongkan preeklamsia
berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut :
a. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110
mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah
dirawat dirumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.
b. Proteinuria lebih 5g/24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif
c. Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500cc/24 jam
d. Kenaikan kadar kreatinin plasma.
e. Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala,
skotoma dan pandangan kabur.
f. Nyeri epigastrum atau nyeri pada kuadaran kanan atas abdomen ( akibat
teregangnya kapsula Glisson)
g. Edema paru-paru dan sianosis.
h. Hemolisis mikroangiopatik.
i. Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm³ atau penurunan trombosit
dengan cepat.
j. Gangguan fungsi hepar ( kerusakan hepatoselular ): peningkatan kadar
alanin dan aspartate aminotransferase
k. Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat.
l. Sindrom HELLP (Ilmu Kebidanan, 2009).
2.1.2.4 Etiologi
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.
Banyak teori-teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan
penyebabnya. Oleh karena itu disebut “penyakit teori” namun belum ada
memberikan jawaban yang memuaskan. Tetapi terdapat suatu kelainan yang
menyertai penyakit ini yaitu :
a. Spasmus arteriola
b. Retensi Na dan air
9
c. Koagulasi intravaskuler
Walaupun vasospasme mungkin bukan merupakan sebab primer
penyakit ini, akan tetapi vasospasme ini yang menimbulkan berbagai gejala
yang menyertai eklampsia (Obstetri Patologi, 1984). Teori yang dewasa ini
banyak dikemukakan sebagai sebab preeklampsia ialah iskemia plasenta.
Akan tetapi, dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang bertalian
dengan penyakit itu. Rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan banyak
faktor yang menyebabkan preeklampsia dan eklampsia. Diantara faktor-faktor
yang ditemukan sering kali sukar ditemukan mana yang sebab mana yang
akibat (Ilmu Kebidanan, 2005).
2.1.2.5 Patofisologi
Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan
retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola
glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya
sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua
arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik
sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat
dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh
penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui
sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat
disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada
glomerulus (Sinopsis Obstetri, 1998).
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan
patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan
oleh vasospasme dan iskemia (Cunniangham, 2003). Wanita dengan
hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap
berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin,tromboxan) yang dapat
menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan
perdarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan
sakit kepala dan defisit syaraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat
menyebabkan penurunan laju filtrasi glomelurus dan proteinuria. Kerusakan
10
2.1.2.8 Pencegahan
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-
tanda dini preeklampsia, dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan
semestinya. Kita perlu lebih waspada akan timbulnya preeklampsia dengan
adanya faktor-faktor predisposisi seperti yang telah diuraikan di atas.
Walaupun timbulnya preeklamsia tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun
frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian penerangan secukupnya dan
pelaksanaan pengawasannya yang baik pada wanita hamil. Penerangan tentang
manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu
berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi,
dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan
rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak
berlebihan perlu dianjurkan. Mengenal secara dini preeklampsia dan segera
merawat penderita tanpa memberikan diuretika dan obat antihipertensif,
memang merupakan kemajuan yang penting dari pemeriksaan antenatal yang
baik.
2.1.2.10 Penatalaksanaan
Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet
antihipertensi secara sublingiual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali.
Bersama dengan awal pemberian secara oral.
1. Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung,
diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid D.
2. Lain-lain:
1). Konsul bagian penyakit dalam / jantung atau mata
2). Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rectal lebih 38,5 derajat
celcius dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol
atau xylomidon 2 cc IM.
3). Antibiotik diberikan atas indikasi (4) diberikan ampicilin 1 gr/6
jam /IV/hari.
3. Pemberian MgSO4:
Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 IV (20% dalam 20 cc)
selama 1 gr/menit kemasan 20% dalam 25 cc laruitan MgSO4 (dalam
3-5 menit). Diikuti segera 4 gr dibokong kiri dan 4 gram dibokong
kanan (40 % dalam 10 cc) dengan jaruim no 21 panjang 3,7 cm.
Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain 2 % yang tidak
mengandung adrenalin pada suntikan IM.
Dosis ulangan : diberikan 4 gram intramuskuler 40% setelah 6
jam pemberian dosis awal lalu dosis ulangan diberikan 4 gram IM
setiap 6 jam dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.
4. Syarat –syarat pemberian MgSO4:
1). Tersedia antidotumMgSO4 yaitu calcium gluconas 10% 1 gram
(10% dalam 10 cc) diberikan intravenous dalam 3 menit.
2). Reflek patella positif kuat
3). Frekuensi pernafasan lebih 16 kali per menit
4). Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5
cc/kgBb/jam)
13