Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB I
PENDAHULUAN
solar indonesia akan meningkat pesat pada tahun 2025, dari 39,66 juta kilo liter menjadi
74,88 juta kilo liter. Dari sisi demand, laju (growth) pertumbuhan kebutuhan solar akan
naik rata-rata 8% per tahun. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, kebutuhan biodiesel
domestik juga akan tumbuh pesat, yakni rata-rata ditargetkan 14% per tahun.
Tahun Impor
Biodiesel (kg)
2011 358.000
2012 670.000
2013 1.048.000
2014 1.600.000
2015 860.000
2016 3.008.000
2017 2.800.000
4
600000000
kebutuhan biodisel
500000000
400000000
300000000
y = 2E+07x - 2E+10
200000000
100000000
0
-1E+082010 2012 2014 2016 2018 2020
Tahun
Gambar 1.1 data Kebutuhan Biodisel 2011 – 2018 (sumber : BPS 2011)
Maka :
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biodiesel
Biodiesel merupakan monoalkil ester dari asam-asam lemak rantai panjang
yang terkandung dalam minyak nabati atau lemak hewani untuk digunakan sebagai
bahan bakar mesin diesel.
hidroksida) untuk bahan baku refined oil atau minyak nabati dengan
kandungan FFA rendah.
2. Esterifikasi dengan katalis asam ( umumnya menggunakan asam sulfat) untuk
minyak nabati dengan kandungan FFA tinggi dilanjutkan dengan
transesterifikasi dengan katalis basa.
Proses pembuatan biodiesel dari minyak dengan kandungan FFA rendah secara
keseluruhan terdiri dari reaksi transesterifikasi, pemisahan gliserol dari metil ester,
pemurnian metil ester (netralisasi, pemisahan methanol, pencucian dan
pengeringan/dehidrasi), pengambilan gliserol sebagai produk samping (asidulasi dan
pemisahan metanol) dan pemurnian metanol tak bereaksi secara destilasi/rectification.
Proses esterifikasi dengan katalis asam diperlukan jika minyak nabati mengandung
FFA di atas 5%. Jika minyak berkadar FFA tinggi (>5%) langsung
ditransesterifikasi dengan katalis basa maka FFA akan bereaksi dengan katalis
membentuk sabun. Terbentuknya sabun dalam jumlah yang cukup besar dapat
menghambat pemisahan gliserol dari metil ester dan berakibat terbentuknya emulsi
selama proses pencucian. Jadi esterifikasi digunakan sebagai proses pendahuluan
untuk mengkonversikan FFA menjadi metil ester sehingga mengurangi kadar FFA
dalam minyak nabati dan selanjutnya ditransesterifikasi dengan katalis basa untuk
mengkonversikan trigliserida menjadi metil ester (Knothe, 2010).
Umumnya, fatty acid alkyl esters (FAAEs) diproduksi baik dengan esterifikasi
lansung asam lemak atau dengan alkoholisis (biasa disebut transesterifikasi)
trigliserida (TGs). Esterifikasi dilakukan berkelompok pada temperatur 473-573 K
dibawah tekanan (air reaksi harus dihilangkan secara cara continue untuk mendapatkan
yield yang tinggi). Esterifikasi juga dapat dilakukan terus menerus pada kolom reaksi
countercurrent menggunakan superheated alcohol. Namun, proses dominan untuk
produksi FAAEs adalah transesterifikasi TGs dengan alkohol pada temperatur refluks
dan tekanan atmosfer dengan bantuan katalis.
Transesterifikasi minyak nabati dan lemak hewani merupakan reaksi
kesetimbangan yang berurutan, reversible serta trigliserida yang dikonversi secara
bertahap menjadi digliserida (DG), monogliserida (MG), dan terakhir gliserol (GL),
seperti berikut:
𝑇𝑟𝑖𝑔𝑙𝑖𝑠𝑒𝑟𝑖𝑑𝑎 (𝑇𝐺) + 𝑅𝑂𝐻 ↔ 𝐷𝑖𝑔𝑙𝑖𝑠𝑒𝑟𝑖𝑑𝑎 (𝐷𝐺) + 𝑅′𝐶𝑂𝑂𝑅
(2.5)
𝐷𝑖𝑔𝑙𝑖𝑠𝑒𝑟𝑖𝑑𝑎 (𝐷𝐺) + 𝑅𝑂𝐻 ↔ 𝑀𝑜𝑛𝑜𝑔𝑙𝑖𝑠𝑒𝑟𝑖𝑑𝑎 (𝑀𝐺) + 𝑅′′𝐶𝑂𝑂𝑅
(2.6)
𝑀𝑜𝑛𝑜𝑔𝑙𝑖𝑠𝑒𝑟𝑖𝑑𝑎 (𝑀𝐺) + 𝑅𝑂𝐻 ↔ 𝐺𝑙𝑖𝑠𝑒𝑟𝑜𝑙 (𝐺𝐿) + 𝑅′′′𝐶𝑂𝑂𝑅
(2.7)
(2.8
9
Secara umum, ada 2 metode reaksi transesterifikasi, yaitu dengan atau tanpa
katalis. Setelah (katalitik) transesterifikasi trigliserida, produk campuran ester, alkohol,
katalis, tri-, di-, dan monogliserida, gliserol (produk samping) dan garam.
Transesterifikasi tidak mengubah komposisi asam lemak dari bahan baku. Akibatnya,
kandungan asam lemak dari biodiesel harus diuji terlebih dahulu. Intensifikasi antara
minyak dapat menunjukkan variasi dari struktur asam lemak berbasis minyak nabati.
Contohnya, spektrum yang lebih luar dari kemungkinan biodiesel telah diproduksi oleh
interesterifikasi/transesterifikasi antara campuran minyak kelapa/canola dan
kacang/canola.
Secara tradisional, transesterifikasi termal trigliserida memerlukan proses
beberapa langkah dengan satu atau lebih reaktor batch. Awalnya, TG dan alkohol
membentuk dua fase cair yang tidak larut. Ketika reaksi berlangsung, dua fasa cair
terpisah, satu mengandung FAAEs yang baru terbentuk dan gliserol lainnya, dengan
kelebihan alkohol, katalis dan minyak umpan didispersikan ke dalam kedua fase.
Bahkan proses tradisional yang paling efisien pun membutuhkan beberapa jam untuk
memproses setiap batch pakan. Selain itu, masalah serius muncul pada langkah
pemisahan. Sejumlah besar gliserol yang tersisa di ester alkil mengurangi kualitas
bahan bakar diesel dan gliserol yang terkontaminasi juga kehilangan banyak nilainya
dibandingkan dengan gliserol murni yang tidak terkontaminasi. Harus ditekankan
bahwa metil ester yang berasal dari metanolisis bukan biodiesel sampai spesifikasi
yang tepat terpenuhi. Alkohol berlebih harus didaur ulang dan katalis yang tidak
digunakan biasanya harus dinetralkan. Secara tradisional, prosedur pemisahan yang
diperlukan untuk membersihkan dua aliran produk secara memadai menghasilkan air
limbah dalam jumlah besar sehingga menciptakan kompleksitas proses dan biaya
tambahan. Atau, proses Transesterifikasi partikulat dan / atau adsorben untuk produksi
biodiesel 287 dapat digunakan untuk menghilangkan pengotor yang tidak dapat larut
dan larut (sabun, gliserol bebas dan terikat, dan bahan polar lainnya).
10
Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalah ion metilat (metoksida). Reaksi
transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah
katalis 0,5-1,5%-b minyak nabati. Jumlah katalis yang efektif untuk reaksi
adalah 0,5%-b minyak nabati untuk natrium metoksida dan 1%-b minyak nabati
untuk natrium hidroksida.
e. Metanolisis Crude dan Refined Minyak Nabati
Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati
refined. Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan bakar
mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah
dihilangkan getahnya dan disaring.
f. Pengaruh temperatur
Reaksi trasesterifikasi dapat dilakukan pada temperature 30 – 65 °C (titik didih
metanol sekitar 65 °C). Semakin tinggi temperatur, konversi yang diperoleh
akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat. Untuk waktu 6 menit,
pada temperatur 60 °C konversi telah mencapai 94% sedangkan pada 45 °C
yaitu 87% dan pada 32 °C yaitu 64%. Temperatur yang rendah akan
menghasilkan konversi yang lebih tinggi namun dengan waktu reaksi yang
lebih lama.
Gambar 2.3 Perbandingan esterifikasi asam lemak dan transesterifikasi asam lemak
gliserida pada 573 K dan 30 Mpa.
Karena esterifikasi dan transesterifikasi memiliki jalur molekul yang sama,
bukti tentang reaktivitas katalis untuk esterifikasi juga memberikan bukti tentang
transesterifikasi dan sebaliknya. Untuk esterifikasi FFA dengan alkohol, katalis basa
dan asam dapat digunakan. Namun, katalis basa hanya dapat digunakan pada suhu
tinggi (jika tidak, penonaktifan katalis terjadi dengan pembentukan sabun). Secara
tradisional, reaksi esterifikasi dilakukan dalam kondisi batch dalam fase cair homogen.
Reaksi esterifikasi adalah reaksi endotermis. Proses ini berlangsung dengan
katalis asam antara lain H2SO4, H3PO4, dan asam sulfonat. Untuk mengarahkan reaksi
ke arah produk alkil ester, salah satu reaktan, biasanya alkohol diberikan dalam jumlah
yang berlebihan dan air diambil selama reaksi. Umumnya pengambilan air dilakukan
secara kimia, fisika dan pervorasi.
13
Esterifikasi pada dasarnya adalah reaksi yang bersifat reversibel dari asam
lemak dengan alkil alkohol membentuk ester dan air yang dapat dilihat pada Gambar
2.3 berikut:
H+
RCOOH + R’OH RCOOR’ + H2O
Asam Lemak Alkohol Metil Ester Air
Adapun mekanisme reaksi esterifikasi dengan katalis asam dapat dilihat pada
Gambar 2.4 :
2.3.3. Interesterifikasi
Interesterifikasi merupakan reaksi penukaran ester atau transesterifikasi
menyangkut pertukaran gugus asil antar trigliserida. Reaksi interesterifikasi
menggunakan metil asetat dan trigliserida akan menghasilkan metil ester dan triacetin.
Interesterifikasi melibatkan tiga reaksi bolak-balik yang berurutan. Trigliserida
terkonversi membentuk monoacetin-digliserida, diacetin-monogliserida dan triacetin
14
menghasilkan metil ester pada tiap-tiap reaksi. Berbanding terbalik dengan reaksi
transesterifikasi, selama proses interesterifikasi gugus ester bereaksi dengan alkohol
yang dihasilkan dari reaksi sebelumnya. Tidak adanya penambahan alkohol
menyebabkan katalis terlarut secara parsial didalam campuran reaksi. Hal ini
menyebabkan reaktan dan produk tercampur sempurna, sehingga reaksi menjadi sangat
reversibel.
(2.9)
(2.10)
15
(2.11)
(2.12)
Produksi biodiesel menggunakan reaksi interesterifikasi terbagi menjadi
beberapa jenis, yaitu interesterifikasi enzimatik, interesterifikasi superkritikal dan
interesterifikasi kimia. Interesterifikasi enzimatik pada umumnya terjadi pada
temperatur yang lebih rendah dibandingkan proses interesterifikasi lainnya untuk
menghindari deaktivasi dari enzim. Suhu optimum dari proses ini bergantung pada
enzim lipase yang digunakan, yaitu 30°C hingga 55°C. Tipe enzim yang digunakan
dalam proses interesterifikasi adalah Candida antartica yang telah banyak
dimodifikasi untuk menghasilkan konversi reaksi yang lebih tinggi. Perbandingan rasio
16
mol metil asetat dan minyak nabati yang digunakan untuk meningkatkan konversi metil
ester yang tinggi yaitu dengan menambahkan metil esetat berlebih.
Reaksi antara minyak nabati dengan superkritikal metanol pada kondisi tanpa
katalis dapat dijadikan alternatif dalam produksi biodiesel secara konvensional. Pada
kondisi ini campuran reaktan membentuk satu fasa sehingga alkohol bertindak sebagai
katalis asam. Sintesis biodiesel menggunakan metanol superkritikal membutuhkan
biaya produksi yang tinggi yang diakibatkan oleh kondisi operasi yang digunakan
sehingga tidak banyak diterapkan secara industrial. Interesterifikasi menggunakan
katalis kimia dapat dilakukan namun belum diterapkan secara industrial. Hal ini
disebabkan oleh konversi reaksi yang masih rendah sehingga diperlukan inovasi lebih
lanjut.
Gambar 2.12 Proses Enzimatik untuk Produksi Biodiesel. (A) Reactor; (B)
Separation (centrifuge or decanter); (C) Filter or membrane; (D) Alcohol recovery.
Tabel 2.1. Jenis enzim yang digunakan dalam interesterifikasi minyak nabati dengan
metil asetat
BAB III
DASAR PERANCANGAN
Tabel 3.1 Sifat fisika dan kimia CPO (Crude Palm Oil)
No Nama senyawa Crude Palm Oil
1. Warna Jingga kemerahan
2. Wujud Cair
3. Kadar air 0,5%
4. Asam Lemak Bebas 0,5%
5. Bilangan Iod 50-55 gram I/100 gram minyak
6. Bilangan Asam 6,9 mg KOH/g minyak
7. Bilangan Penyabunan 224-249 mg KOH/ minyak
8. Titik leleh 21-24 ᵒC
9. Indeks refraksi (40 ᵒC) 36,0-37,5
Produk utama dari pabrik ini yaitu menghasilkan Biodiesel. Sifat fisika dan kimia
produk diperlukan untuk mengetahui sifat-sifat dan data yang memudahkan keperluan
perhitungan, pada proses pembuatan produk. Sifat fisika dan kimia dari produk dapat
dilihat pada tabel 3.2.
20
Wujud Cair
Berat molekul 32.04 g/mol
Titik leleh -17- 16 oC
Titik nyala 120-180 oC
Tekanan Uap 2-6 mbar
Densitas 878-895 kg/m3
Viskositas 5.5 – 8 mPa s
Tahun Impor
Biodiesel (kg)
2011 358.000
2012 670.000
2013 1.048.000
2014 1.600.000
2015 860.000
2016 3.008.000
2017 2.800.000
600000000
kebutuhan biodisel
500000000
400000000
300000000
y = 2E+07x - 2E+10
200000000
100000000
0
-1E+082010 2012 2014 2016 2018 2020
Tahun
Gambar 3.1 data Kebutuhan Biodisel 2011 – 2018 (sumber : BPS 2011)
22
Maka :
Lokasi pendirian
pabrik
menggunakan metode anaerobic digestion atau dapat diangkut untuk diolah oleh pabrik-pabrik
biodiesel yang lebih besar.
25
BAB IV
SELEKSI PROSES
Seleksi proses pada pra-perancangan pabrik biodiesel dari crude palm oil
(CPO) ini berdasarkan Gross Profit Margin (GPM), ketersediaan bahan baku, tipikal
proses, konversi dan selektivitas (reaksi kimia), sistem utilitas, produk samping dan
limbah yang dihasilkan serta proses pendukung lainnya, seperti pemisahan dan
pemurnian produk.
Tabel 4.1 Nilai Gross Profit Margin (GPM) Proses Pembuatan Biodiesel dengan
proses Esterifikasi - Transesterifikasi
Tabel 4.1 Gross Profit Margin (GPM) reaksi hidrogenasi gas CO deng
27
Tabel 4.2 Nilai Gross Profit Margin (GPM) Proses Pembuatan Biodiesel dengan
proses Transesterifikasi
Reaktan Produk
Asam Metanol Biodisel Glyserol
lemak
Koefisien reaksi 1 3 1 1
Berat molekul (g/gmol) 269 32.04 92.09 60.05
Massa (gram) 269 32.04 92.09 60.05
Massa/massa glycerol 0.5 0.5 0.825 0.874
Harga (USD/galon) 0.760 3.187 8.7 1.5
Tabel 4.3 Nilai Gross Profit Margin (GPM) Proses Pembuatan Biodiesel
Berdasarkan ketersediaan bahan baku, bahan baku dapat di beli salah satunya
di PT. Wilmar Nabati Indonesia yang terletak berdekatan dengan pabrik biodiesel ini,
sehingga kedua proses di atas memenuhi untuk perlu pertimbangan dari sisi yang lain
seperti tipikal kondisi proses dan lain-lain.
Kondisi proses yang digunakan adalah kondisi optimum yaitu ketika tingkat
konversi suatu proses tinggi dengan biaya produksi rendah. Salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap kondisi proses adalah suhu proses, semakin tinggi suhu suatu
proses maka akan semakin banyak kalor yang dibutuhkan pada proses tersebut
sehingga biaya produksi akan semakin besar.
29
Konversi adalah perbandingan mol reaksi dan mol mula-mula. Suatu proses
dikatakan menguntungkan apabila memiliki tingkat konversi yang tinggi dimana suatu
reaktan tepat seluruhnya atau hampir seluruhnya bereaksi membentuk produksi.
Tingkat konversi suatu proses dapat ditentukan melalui:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 𝑘𝑒 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠−𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠
Konversi = × 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 𝑘𝑒 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠
proses Transesterifikasi karena memiliki tingkat konversi yang tinggi. Trigliserida dan
Berdasarkan sistem utilitas, pada dasarnya proses yang baik adalah proses yang
memiliki sistem utilitas yang baik.
Proses pembuatan biodiesel dari crude palm oil (CPO) yang dipilih yaitu
Transesterifikasi dengan pertimbangan berikut:
1. Biodiesel diproduksi dari crude palm oil (CPO) dan methanol dengan
menggunakan katalis Natrium Hidroksida (NaOH)
2. Pada reaksi pertama, crude palm oil (CPO) dipanaskan dengan suhu 328oK di
reaktor dengan tekanan 0.12 MPa lalu ditambahkan methanol dengan katalis
Natrium Hidroksida (NaOH)
3. Keluaran reaktor transesterifikasi yaitu gliserol/methanol dan ester phase yang
dipishkan dengan kolom destilasi. Dimana ester phase masuk ke reaktor lalu
ditambahkan dengan katalis H3PO4 yang berfungsi untuk mengikat katalis
4. Hasil keluaran reaktor masuk ke separator yang berfungsi untuk memisahkan
phosphare, air dan metil ester
5. Metil ester di murnikan dengan kolom destilasi dengan suhu 333oK dan tekanan
0.04-0.05 MPa
6. Keluaran dari kolom destilasi berupa biodiesel (97%) dan minyak sisa
7. Gliserol dari reaktor transesterifikasi masuk ke kolom destilasi untuk memisahkan
gliserol dan methanol
8. Methanol digunakan kembali sebagai bahan baku
9. Sedangkan gliserol masuk ke reaktor dan ditambahkan katalis H3PO4 yang
berfungsi sebagai pengikat katalis
10. Hasil dari reaktor masuk ke separator yang berfungsi untuk memisahkan fatty
phase, phosphares, air dan gliserol/methanol serta air sisa
35
11. Gliserol/methanol dan air masuk kedalam kolom destilasi dengan suhu 333oK dan
tekanan 0.04 MPa yang berfungsi untuk memisahkan gliserol (92%), methanol dan
air.