Anda di halaman 1dari 35

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Komponen utama penyusun biodiesel adalah minyak nabati atau sering disebut
sebagai trigliserida. Secara kimiawi trigliserida adalah ester asam lemak dan gliserol.
Trigliserida dari minyak nabati biasanya berisi beberapa asam lemak yang berbeda,
asam lemak yang terdapat di dalam trigliserida memiliki sifat fisik dan kimia yang
berbeda, asam lemak adalah parameter yang paling penting yang mempengaruhi
pembuatan biodiesel. Untuk mendapatkan biodiesel, minyak nabati mengalami reaksi
kimia yang disebut transesterifikasi. Dalam rekasi pembentukan biodiesel biasanya
menggunakan katalis asam dan katalis basa. Biodiesel dapat dihasil dari berbagai bahan
baku, bahan baku minyak nabati yang biasa diguakan seperti minyak kelapa sawit
(CPO), minyak kelapa murni dan biji kapas. Bahan baku yang berkualitas sebagian
besar bergantung pada letak geografis.
Secara umum ada dua metode reaksi transesterifikasi yaitu dengan katalis atau
tanpa katalis, produk samping yang dihasilkan gliserol dan garam. Transesterifikasi
tidak mengubah komposisi asam lemak dari bahan baku, sehingga biodiesel
mendapatkan komposisi minyak nabati yang akurat.

1.2 Peluang Dasar


Minyak sawit merupakan salah satu sumber bahan baku yang dapat diproses
untuk menghasilkan biodiesel. Produksi minyak sawit meningkat setiap tahunnya
berdasarkan data statistik perkebunan Indonesia. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun
2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, mentargetkan substitusi biofuel pada tahun
2024 adalah minimal 5% terhadap konsumsi energi nasional, serta Inpres Nomor 1
Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel)
sebagai Bahan Bakar Lain, menunjukkan keseriusan Pemerintah dalam penyediaan dan
pengembangan bahan bakar nabati, diantaranya bioetanol dan biodiesel.
2

Pemerintah Indonesia menetapkan kebijakan mandatori hingga mencapai B-30


pada tahun 2025, yang dilakukan secara bertahap, dimana jumlah minimum biofuel
yang digunakan untun blending setiap kategori penggunaan akhir akan mencapai 30
persen. Target ini akan memerlukan setidaknya 4,86 miliar liter biodiesel untuk sektor
industri, yang tampaknya tidak mudah dicapai oleh industri biodiesel saat ini.
Tabel 1.1. Sasaran Wajib Biodiesel Indonesia sebagaimana dalam UU No. 12/2015
Tahun 2015 2016 2020 2025
Transportasi, Public Servis Obligation 15% 20% 30% 30%
(PSO)
Transportasi, Non-PSO 15% 20% 30% 30%
Industri 15% 20% 30% 30%
Listrik/Electricity 25% 30% 30% 30%
Sumber: Peraraturan MEMR 12/2015
Tabel 1.2. Proyeksi Kebutuhan Solar dan Biodiesel tahun 2025
Tahun 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
Kebutuhan 46,26 49,96 53,95 58,27 62,93 67,97 73,40 79,28
Solar
PSO 23,13 24,98 26,98 29,14 31,47 33,99 36,70 39,64
Non-PSO 23,13 24,98 26,98 29,14 31,47 33,99 36,70 39,64
Kebijakan B-20 B-20 B-30 B-30 B-30 B-30 B-30 B-30
Mandatori
Kebutuhan 9,25 9,99 16,19 17,48 18,88 20,39 22,02 23,78
Biodiesel

Dengan mengacu pada kebijakan Mandatori Biodiesel Indonesia, terlepas dari


kondisi pencapaian saat ini, maka perkembangan biodiesel Indonesia ke depan
diproyeksikan akan semakin besar, seiring meningkatnya kebutuhan solar. Dan sejalan
dengan target B-30 pada tahun 2020 sampai dengan 2025, maka proyeksi kebutuhan
3

solar indonesia akan meningkat pesat pada tahun 2025, dari 39,66 juta kilo liter menjadi
74,88 juta kilo liter. Dari sisi demand, laju (growth) pertumbuhan kebutuhan solar akan
naik rata-rata 8% per tahun. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, kebutuhan biodiesel
domestik juga akan tumbuh pesat, yakni rata-rata ditargetkan 14% per tahun.

1.3 Pentingnya Pendirian Pabrik

Beberapa faktor yang menjadi alasan didirikannya pabrik Biodiesel di


Indonesia antara lain sebagai berikut :

1. Pabrik-pabrik industri di Indonesia semakin berkembang memungkinkan


kebutuhan akan Biodiesel semakin meningkat.
2. Menambah sumber devisa negara karena dapat meningkatkan nilai ekspor.
3. Membantu pabrik-pabrik di Indonesia yang memakai Biodiesel sebagai bahan
bakunya, karena lebih murah.
4. Membuka lapangan kerja yang baru.
Tabel 1.1. Data Kebutuhan Biodisel di Indonesia

Tahun Impor
Biodiesel (kg)
2011 358.000
2012 670.000
2013 1.048.000
2014 1.600.000
2015 860.000
2016 3.008.000
2017 2.800.000
4

600000000

kebutuhan biodisel
500000000
400000000
300000000
y = 2E+07x - 2E+10
200000000
100000000
0
-1E+082010 2012 2014 2016 2018 2020
Tahun

Gambar 1.1 data Kebutuhan Biodisel 2011 – 2018 (sumber : BPS 2011)

Dari grafik diatas diperoleh persamaan garis untuk menghitung kebutuhan


Indonesia pada tahun 2022 sebagai berikut:
Y = 2x107x-2x1010
Dimana :
Y = Jumlah Produksi Biodiesel (ton/ tahun)
X = Periode Sejak tahun 2018 (tahun)

Maka :

Y pada 2023 = 2x107(2023-2018) + 2x1010


= 2.100.000 KI/ tahun

Kebutuhan biodisel di Indonesia pada tahun 2023 yaitu 2.100.000 KI/tahun.


Berdasarkan USDA (2017) bahwa kapasitas yang terpakai hanya 25% sehingga pabrik
ini diproyeksikan pabrik ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan nasional. Oleh
karena itu, kapasitas pabrik adalah 840.000 KI/tahun atau setara dengan 760.000
ton/tahun.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biodiesel
Biodiesel merupakan monoalkil ester dari asam-asam lemak rantai panjang
yang terkandung dalam minyak nabati atau lemak hewani untuk digunakan sebagai
bahan bakar mesin diesel.

Gambar 2.1 Biodiesel chemical Structur

Biodiesel dapat diperoleh melalui reaksi transesterikasi trigliserida dan atau


reaksi esterifikasi asam lemak bebas tergantung dari kualitas minyak nabati yang
digunakan sebagai bahan baku. Transesterifikasi adalah proses yang mereaksikan
trigliserida dalam minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek
seperti methanol atau etanol (pada saat ini sebagian besar produksi biodiesel
menggunakan metanol) menghasilkan metil ester asam lemak (Fatty Acids Methyl
Esters / FAME) atau biodiesel dan gliserol (gliserin) sebagai produk samping. Katalis
yang digunakan pada proses transeterifikasi adalah basa/alkali, biasanya digunakan
natrium hidroksida (NaOH) atau kalium hidroksida (KOH). Esterifikasi adalah proses
yang mereaksikan asam lemak bebas (FFA) dengan alkohol rantai pendek (metanol
atau etanol) menghasilkan metil ester asam lemak (FAME) dan air. Katalis yang
digunakan untuk reaksi esterifikasi adalah asam, biasanya asam sulfat (H2SO4) atau
asam fosfat (H2PO4). Berdasarkan kandungan FFA dalam minyak nabati maka proses
pembuatan biodiesel secara komersial dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Transesterifikasi dengan katalis basa (sebagian besar menggunakan kalium
6

hidroksida) untuk bahan baku refined oil atau minyak nabati dengan
kandungan FFA rendah.
2. Esterifikasi dengan katalis asam ( umumnya menggunakan asam sulfat) untuk
minyak nabati dengan kandungan FFA tinggi dilanjutkan dengan
transesterifikasi dengan katalis basa.
Proses pembuatan biodiesel dari minyak dengan kandungan FFA rendah secara
keseluruhan terdiri dari reaksi transesterifikasi, pemisahan gliserol dari metil ester,
pemurnian metil ester (netralisasi, pemisahan methanol, pencucian dan
pengeringan/dehidrasi), pengambilan gliserol sebagai produk samping (asidulasi dan
pemisahan metanol) dan pemurnian metanol tak bereaksi secara destilasi/rectification.
Proses esterifikasi dengan katalis asam diperlukan jika minyak nabati mengandung
FFA di atas 5%. Jika minyak berkadar FFA tinggi (>5%) langsung
ditransesterifikasi dengan katalis basa maka FFA akan bereaksi dengan katalis
membentuk sabun. Terbentuknya sabun dalam jumlah yang cukup besar dapat
menghambat pemisahan gliserol dari metil ester dan berakibat terbentuknya emulsi
selama proses pencucian. Jadi esterifikasi digunakan sebagai proses pendahuluan
untuk mengkonversikan FFA menjadi metil ester sehingga mengurangi kadar FFA
dalam minyak nabati dan selanjutnya ditransesterifikasi dengan katalis basa untuk
mengkonversikan trigliserida menjadi metil ester (Knothe, 2010).

2.2. Penggunaan Biodiesel


Penggunaan biodiesel mempunyai beberapa keuntungan, menurut studi
yang dilakukan National Biodiesel Board beberapa keuntungan penggunaan
biodiesel antara lain :
1. Biodisel berfungsi sebagai bahan bakar alternative pengganti minyak bumi
khusus untuk mesin disel otomotif dan industri.
2. Menanggulangi pencemaran lingkungan akibat pembakaran bahan bakar fosil
3. Biodiesel mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan minyak diesel,
7

sehingga dapat langsung dipakai pada motor diesel tanpa melakukan


modifikasi yang signifikan dengan resiko kerusakan yang sangat kecil.
4. Biodiesel memberikan efek pelumasan yang lebih baik daripada minyak diesel
konvensional. Bahkan satu persen penambahan biodiesel dapat meningkatkan
pelumasan hampir 30 persen.
5. Biodiesel dapat diperbarui dan siklus karbonnya yang tertutup tidak
menyebabkan pemanasan global (Dunn, 2005). Analisa siklus kehidupan
memperlihatkan bahwa emisi CO2 secara keseluruhan berkurang sebesar 78%
dibandingkan dengan mesin diesel yang menggunakan bahan bakar petroleum.

Biodiesel merupakan bahan bakar alternative yang menjanjikan yang dapat


diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas melalui
esterifikasi dengan alcohol. biodiesel dapat digunakan tanpa modifikasi ulang mesin
diesel. Karena bahan bakunya berasal dari minyak tumbuhan atau lemak hewan,
biodiesel digolongkan sebagai bahan bakar yang dapat diperbarui. Komponen karbon
dalam minyak atau lemak berasa dari karon dioksida diudara, sehingga biodiesel
dianggap tidak menyumbang pemanasan global sebanyak bahan bakar fosil.

Mesin diesel yang beroperasi dengan menggunakan biodiesel menghasilkan


emisi karbon monoksida, hidrokarbon yang tidak terbakar, partikulat, dan udara
beracun yang lebih rendah dibandingkan dengan mesin diesel yang menggunakan
bahan bakar petroleum

2.3. Technical Proces Biodiesel


Biodiesel diproduksi dengan reksi transesterifikasi menggunakan bahan baku
minyak dan lemak.
2.3.1. Transesterifikasi
𝑅𝑂𝐻 + 𝑅 ′ 𝐶𝑂𝑂𝐻 → 𝑅 ′ 𝐶𝑂𝑂𝑅 + 𝐻2 𝑂 esterifikasi
(2.1)
8

𝑅𝑂𝐻 + 𝑅 ′ 𝐶𝑂𝑂𝑅′′ → 𝑅 ′ 𝐶𝑂𝑂𝑅 + 𝑅′′𝑂𝐻 alkoholisis


(2.2)
𝑅𝐶𝑂𝑂𝑅′ + 𝑅′′𝐶𝑂𝑂𝑅′′′ → 𝑅𝐶𝑂𝑂𝑅′′′ + 𝑅′′𝐶𝑂𝑂𝑅′ transesterifikasi
(2.3)
𝑅𝐶𝑂𝑂𝑅′ + 𝑅 ′′ 𝐶𝑂𝑂𝐻 → 𝑅𝐶𝑂𝑂𝐻 + 𝑅′′𝐶𝑂𝑂𝑅′ acidolysis
(2.4)

Umumnya, fatty acid alkyl esters (FAAEs) diproduksi baik dengan esterifikasi
lansung asam lemak atau dengan alkoholisis (biasa disebut transesterifikasi)
trigliserida (TGs). Esterifikasi dilakukan berkelompok pada temperatur 473-573 K
dibawah tekanan (air reaksi harus dihilangkan secara cara continue untuk mendapatkan
yield yang tinggi). Esterifikasi juga dapat dilakukan terus menerus pada kolom reaksi
countercurrent menggunakan superheated alcohol. Namun, proses dominan untuk
produksi FAAEs adalah transesterifikasi TGs dengan alkohol pada temperatur refluks
dan tekanan atmosfer dengan bantuan katalis.
Transesterifikasi minyak nabati dan lemak hewani merupakan reaksi
kesetimbangan yang berurutan, reversible serta trigliserida yang dikonversi secara
bertahap menjadi digliserida (DG), monogliserida (MG), dan terakhir gliserol (GL),
seperti berikut:
𝑇𝑟𝑖𝑔𝑙𝑖𝑠𝑒𝑟𝑖𝑑𝑎 (𝑇𝐺) + 𝑅𝑂𝐻 ↔ 𝐷𝑖𝑔𝑙𝑖𝑠𝑒𝑟𝑖𝑑𝑎 (𝐷𝐺) + 𝑅′𝐶𝑂𝑂𝑅
(2.5)
𝐷𝑖𝑔𝑙𝑖𝑠𝑒𝑟𝑖𝑑𝑎 (𝐷𝐺) + 𝑅𝑂𝐻 ↔ 𝑀𝑜𝑛𝑜𝑔𝑙𝑖𝑠𝑒𝑟𝑖𝑑𝑎 (𝑀𝐺) + 𝑅′′𝐶𝑂𝑂𝑅
(2.6)
𝑀𝑜𝑛𝑜𝑔𝑙𝑖𝑠𝑒𝑟𝑖𝑑𝑎 (𝑀𝐺) + 𝑅𝑂𝐻 ↔ 𝐺𝑙𝑖𝑠𝑒𝑟𝑜𝑙 (𝐺𝐿) + 𝑅′′′𝐶𝑂𝑂𝑅
(2.7)

Sehingga, reaksi keseluruhannya

(2.8
9

Secara umum, ada 2 metode reaksi transesterifikasi, yaitu dengan atau tanpa
katalis. Setelah (katalitik) transesterifikasi trigliserida, produk campuran ester, alkohol,
katalis, tri-, di-, dan monogliserida, gliserol (produk samping) dan garam.
Transesterifikasi tidak mengubah komposisi asam lemak dari bahan baku. Akibatnya,
kandungan asam lemak dari biodiesel harus diuji terlebih dahulu. Intensifikasi antara
minyak dapat menunjukkan variasi dari struktur asam lemak berbasis minyak nabati.
Contohnya, spektrum yang lebih luar dari kemungkinan biodiesel telah diproduksi oleh
interesterifikasi/transesterifikasi antara campuran minyak kelapa/canola dan
kacang/canola.
Secara tradisional, transesterifikasi termal trigliserida memerlukan proses
beberapa langkah dengan satu atau lebih reaktor batch. Awalnya, TG dan alkohol
membentuk dua fase cair yang tidak larut. Ketika reaksi berlangsung, dua fasa cair
terpisah, satu mengandung FAAEs yang baru terbentuk dan gliserol lainnya, dengan
kelebihan alkohol, katalis dan minyak umpan didispersikan ke dalam kedua fase.
Bahkan proses tradisional yang paling efisien pun membutuhkan beberapa jam untuk
memproses setiap batch pakan. Selain itu, masalah serius muncul pada langkah
pemisahan. Sejumlah besar gliserol yang tersisa di ester alkil mengurangi kualitas
bahan bakar diesel dan gliserol yang terkontaminasi juga kehilangan banyak nilainya
dibandingkan dengan gliserol murni yang tidak terkontaminasi. Harus ditekankan
bahwa metil ester yang berasal dari metanolisis bukan biodiesel sampai spesifikasi
yang tepat terpenuhi. Alkohol berlebih harus didaur ulang dan katalis yang tidak
digunakan biasanya harus dinetralkan. Secara tradisional, prosedur pemisahan yang
diperlukan untuk membersihkan dua aliran produk secara memadai menghasilkan air
limbah dalam jumlah besar sehingga menciptakan kompleksitas proses dan biaya
tambahan. Atau, proses Transesterifikasi partikulat dan / atau adsorben untuk produksi
biodiesel 287 dapat digunakan untuk menghilangkan pengotor yang tidak dapat larut
dan larut (sabun, gliserol bebas dan terikat, dan bahan polar lainnya).
10

Transesterifikasi dapat dilakukan sebagai proses batch, sebagai proses kontinu


atau semi kontinu. Bergantung pada kondisi proses dan jenis proses yang dipilih,
katalis heterogen dapat dijadikan slurri dalam campuran reaksi atau dapat digunakan
dalam fixed bed. Berikut beberapa kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta
perolehan biodiesel melalui transesterifikasi adalah sebagai berikut (Freedman, 1984):
a. Pengaruh air dan asam lemak bebas
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam yang
lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam
lemak bebas lebih kecil dari 0.5% (<0.5%). Selain itu, semua bahan yang akan
digunakan harus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis,
sehingga jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari kontak
dengan udara agar tidak mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida.
b. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah
Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3 mol
untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol
gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat menghasilkan
konversi 98% (Fessenden dan Fessenden, 1986). Secara umum ditunjukkan
bahwa semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan, maka konversi yang
diperoleh juga akan semakin bertambah.
c. Pengaruh jenis alkohol
Pada rasio 6:1, metanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi
dibandingkan dengan menggunakan etanol atau butanol.

d. Pengaruh jenis katalis


Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila
dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer untuk
reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida
(KOH), natrium metoksida (NaOCH3), dan kalium metoksida (KOCH3).
11

Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalah ion metilat (metoksida). Reaksi
transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah
katalis 0,5-1,5%-b minyak nabati. Jumlah katalis yang efektif untuk reaksi
adalah 0,5%-b minyak nabati untuk natrium metoksida dan 1%-b minyak nabati
untuk natrium hidroksida.
e. Metanolisis Crude dan Refined Minyak Nabati
Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati
refined. Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan bakar
mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah
dihilangkan getahnya dan disaring.
f. Pengaruh temperatur
Reaksi trasesterifikasi dapat dilakukan pada temperature 30 – 65 °C (titik didih
metanol sekitar 65 °C). Semakin tinggi temperatur, konversi yang diperoleh
akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat. Untuk waktu 6 menit,
pada temperatur 60 °C konversi telah mencapai 94% sedangkan pada 45 °C
yaitu 87% dan pada 32 °C yaitu 64%. Temperatur yang rendah akan
menghasilkan konversi yang lebih tinggi namun dengan waktu reaksi yang
lebih lama.

2.3.2. Esterifikasi Asam Lemak


Biodiesel dapat diproduksi dengan transesterifikasi trigliserida atau dengan
esterifikasi asam lemak. Komponen terbesar pada minyak nabati adalah trigliserida
yang merupakan ikatan asam lemak jenuh dan tak jenuh. Tiap jenis minyak nabati
mengandung komposisi asam lemak yang berbeda-beda. Esterifikasi asam karboksilat
(khususnya FFAs) secara lansung relevan dengan sintesis biodiesel mengingat semakin
pentingnya harga bahan baku umpan yang mengandung konsentrasi FFA yang tinggi.
Gambar 2.3 menunjukkan perbandingan laju esterifikasi FFA dengan transesterifikasi
trigliserida.
12

Gambar 2.3 Perbandingan esterifikasi asam lemak dan transesterifikasi asam lemak
gliserida pada 573 K dan 30 Mpa.
Karena esterifikasi dan transesterifikasi memiliki jalur molekul yang sama,
bukti tentang reaktivitas katalis untuk esterifikasi juga memberikan bukti tentang
transesterifikasi dan sebaliknya. Untuk esterifikasi FFA dengan alkohol, katalis basa
dan asam dapat digunakan. Namun, katalis basa hanya dapat digunakan pada suhu
tinggi (jika tidak, penonaktifan katalis terjadi dengan pembentukan sabun). Secara
tradisional, reaksi esterifikasi dilakukan dalam kondisi batch dalam fase cair homogen.
Reaksi esterifikasi adalah reaksi endotermis. Proses ini berlangsung dengan
katalis asam antara lain H2SO4, H3PO4, dan asam sulfonat. Untuk mengarahkan reaksi

ke arah produk alkil ester, salah satu reaktan, biasanya alkohol diberikan dalam jumlah
yang berlebihan dan air diambil selama reaksi. Umumnya pengambilan air dilakukan
secara kimia, fisika dan pervorasi.
13

Esterifikasi pada dasarnya adalah reaksi yang bersifat reversibel dari asam
lemak dengan alkil alkohol membentuk ester dan air yang dapat dilihat pada Gambar
2.3 berikut:

H+
RCOOH + R’OH RCOOR’ + H2O
Asam Lemak Alkohol Metil Ester Air

Gambar 2.4 Reaksi esterifikasi asam lemak

Adapun mekanisme reaksi esterifikasi dengan katalis asam dapat dilihat pada
Gambar 2.4 :

Gambar 2.5 Mekanisme reaksi esterifikasi

2.3.3. Interesterifikasi
Interesterifikasi merupakan reaksi penukaran ester atau transesterifikasi
menyangkut pertukaran gugus asil antar trigliserida. Reaksi interesterifikasi
menggunakan metil asetat dan trigliserida akan menghasilkan metil ester dan triacetin.
Interesterifikasi melibatkan tiga reaksi bolak-balik yang berurutan. Trigliserida
terkonversi membentuk monoacetin-digliserida, diacetin-monogliserida dan triacetin
14

menghasilkan metil ester pada tiap-tiap reaksi. Berbanding terbalik dengan reaksi
transesterifikasi, selama proses interesterifikasi gugus ester bereaksi dengan alkohol
yang dihasilkan dari reaksi sebelumnya. Tidak adanya penambahan alkohol
menyebabkan katalis terlarut secara parsial didalam campuran reaksi. Hal ini
menyebabkan reaktan dan produk tercampur sempurna, sehingga reaksi menjadi sangat
reversibel.

Secara keseluruhan reaksi interesterifikasi yang melibatkan trigliserida dan


metil asetat adalah sebagai berikut:

(2.9)

Reaksi interesterifikasi dengan metil asetat dengan trigliserida terjadi dalam


tahap-tahap reaksi berikut:

(2.10)
15

(2.11)

(2.12)
Produksi biodiesel menggunakan reaksi interesterifikasi terbagi menjadi
beberapa jenis, yaitu interesterifikasi enzimatik, interesterifikasi superkritikal dan
interesterifikasi kimia. Interesterifikasi enzimatik pada umumnya terjadi pada
temperatur yang lebih rendah dibandingkan proses interesterifikasi lainnya untuk
menghindari deaktivasi dari enzim. Suhu optimum dari proses ini bergantung pada
enzim lipase yang digunakan, yaitu 30°C hingga 55°C. Tipe enzim yang digunakan
dalam proses interesterifikasi adalah Candida antartica yang telah banyak
dimodifikasi untuk menghasilkan konversi reaksi yang lebih tinggi. Perbandingan rasio
16

mol metil asetat dan minyak nabati yang digunakan untuk meningkatkan konversi metil
ester yang tinggi yaitu dengan menambahkan metil esetat berlebih.
Reaksi antara minyak nabati dengan superkritikal metanol pada kondisi tanpa
katalis dapat dijadikan alternatif dalam produksi biodiesel secara konvensional. Pada
kondisi ini campuran reaktan membentuk satu fasa sehingga alkohol bertindak sebagai
katalis asam. Sintesis biodiesel menggunakan metanol superkritikal membutuhkan
biaya produksi yang tinggi yang diakibatkan oleh kondisi operasi yang digunakan
sehingga tidak banyak diterapkan secara industrial. Interesterifikasi menggunakan
katalis kimia dapat dilakukan namun belum diterapkan secara industrial. Hal ini
disebabkan oleh konversi reaksi yang masih rendah sehingga diperlukan inovasi lebih
lanjut.

2.3.4 Interesterifikasi Enzimatik

Enzim lipase dikenal sebagai katalis untuk poses hidrolisis, reaksi


transesterifikasi dan esterifikasi. Secara umum, enzim lipase melakukan aktivitas
katalitik dalam kondisi rendah dengan berbagai trigliserida, termasuk minyak dan
lemak dengan nilai asam lemak bebas yang tinggi. Enzim lipase dapat dibagi menjadi
tiga kelas sesuai dengan selektivitasnya: lipase spesifik posisional, lipase spesifik asam
lemak dan lipase spesifik untuk kelas asilgliserida tertentu (mono, di- atau trigliserida).
Beberapa contoh adalah Pseudomonas fluorescens lipase, P. cepacia, Candida.
rugosa, C. antarctica, C. cylindracea, Rhizopus oryzae dan Mucor miehei (Goh et al.,
1993, Ban et al., 2002). Transesterifikasi enzim biasanya dilakukan pada suhu yang
lebih rendah dari transesterifikasi kimia untuk menghindari hilangnya aktivitas lipase
(Watanabe et al., 2001). Suhu optimal untuk proses enzim lipase berkisar antara 30
hingga 55 ° C (Iso et al., 2001), mencari hubungan antara stabilitas operasional lipase
dan laju reaksi transesterifikasi. Gambar 2.12 menunjukkan proses industri untuk
produksi biodiesel dengan enzim. Berbeda dengan proses konvensional dengan katalis
homogen, enzim dapat dipulihkan setelah reaksi selesai, menghasilkan biodiesel dan
gliserol dengan kemurnian tinggi.
17

(Sumber: Fjerbaek et al., 2009)

Gambar 2.12 Proses Enzimatik untuk Produksi Biodiesel. (A) Reactor; (B)
Separation (centrifuge or decanter); (C) Filter or membrane; (D) Alcohol recovery.

Tabel 2.1 mengumpulkan jenis-jenis enzim yang digunakan dalam


interesterifikasi enzimatik dari minyak nabati dengan metil asetat. Seperti yang dapat
dilihat, lipase dikenal sebagai Candida Antartika (Qian et al., 2009). Gambar 3.2
menunjukkan struktur lipase ini yang biasanya digunakan disokong pada macroporous
akrilik resin, yang dikenal sebagai Novozym 435 dan commercialized dengan Novo
Nordisk®.

Tabel 2.1. Jenis enzim yang digunakan dalam interesterifikasi minyak nabati dengan
metil asetat

Enzim Kondisi Reaksi Konversi Referensi


Novozym 435 Rasio Molar Metil 92 % Xu et al., 2003 Du
(immobilized Asetat: Minyak et al., 2004 Xu et
Candida (12:1) al., 2005
antarctica lipase) T= 40 oC; t= 10
jam
Katalis 30%-b
Candida Rasio Molar Metil 56 % Orçaire et al., 2006
antarctica Asetat: Minyak
encapsulated in (3:1)
silica aerogel T= 30 oC; t= 6 jam
18

Novozym 435 Rasio Molar Metil 98,4% Ognjanovic et al.,


(immobilized Asetat: Minyak 2009
Candida (12:1)
antarctica lipase) T= 45 oC; t= 24
jam
Katalis 3%-b
Novozym 435 Rasio Molar Metil 82 % Usai et al., 2010
(immobilized Asetat: Minyak
Candida (20:1)
antarctica lipase) T= 30 oC; t= 96
jam
Katalis 21,3%-b
Novozym 435 Rasio Molar Metil 65 % Talukder et
(immobilized Asetat: Minyak al., 2011
Candida (12:1)
antarctica lipase) T= 50 oC; t= 24
jam
Katalis 5%-b
19

BAB III
DASAR PERANCANGAN

3.1 Bahan Baku dan Produk


3.1.1 Spesifikasi Bahan Baku
Dalam proses perancangan pabrik ini bahan baku utama dalam pembuatan
Biodiesel adalah CPO. Pada pabrik ini, sumber bahan baku gliserol yang digunakan
berasal dari PT. Sari Dumai Sejati yang terletak di Dumai. Sifat fisika dan kimia CPO
(Crude Palm Oil) ialah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Sifat fisika dan kimia CPO (Crude Palm Oil)
No Nama senyawa Crude Palm Oil
1. Warna Jingga kemerahan
2. Wujud Cair
3. Kadar air 0,5%
4. Asam Lemak Bebas 0,5%
5. Bilangan Iod 50-55 gram I/100 gram minyak
6. Bilangan Asam 6,9 mg KOH/g minyak
7. Bilangan Penyabunan 224-249 mg KOH/ minyak
8. Titik leleh 21-24 ᵒC
9. Indeks refraksi (40 ᵒC) 36,0-37,5

3.1.2 Spesifikasi Produk


1. Produk Utama

Produk utama dari pabrik ini yaitu menghasilkan Biodiesel. Sifat fisika dan kimia
produk diperlukan untuk mengetahui sifat-sifat dan data yang memudahkan keperluan
perhitungan, pada proses pembuatan produk. Sifat fisika dan kimia dari produk dapat
dilihat pada tabel 3.2.
20

Tabel 3.2 Sifat Fisika dan Kimia Produk Utama

Nama Senyawa Biodiesel


Nama Lainnya Metil Alkohol
Struktur Molekul

Wujud Cair
Berat molekul 32.04 g/mol
Titik leleh -17- 16 oC
Titik nyala 120-180 oC
Tekanan Uap 2-6 mbar
Densitas 878-895 kg/m3
Viskositas 5.5 – 8 mPa s

3.2 Sifat – Sifat Termodinamika


3.2.1 CPO (Crude Palm Oil)
Tabel 3.3 Sifat-Sifat Termodinamika CPO (Crude Palm Oil)
Properties Value Unit

ΔG°r -84,842 kal/gmol

ΔHf liq (297 K) -382,456 kal/gmol

Tabel 3.4 Sifat-Sifat Termodinamika Biodiesel

Properties Value Unit

ΔG°r -90,098 kal/gmol

ΔHf liq (297 K) -138,64 kal/gmol


21

3.3 Rencana Kapasitas


Semua sektor industri diarahkan pada penggunaan teknologi yang minim polusi
dan hemat biaya operasional. Di Indonesia, perkembangan industri kimia berkembang
cukup pesat. Seiring perkembangan industri kimia di Indonesia, mengakibatkan
kebutuhan biodiesel mengalami peningkatan. Namun Indonesia masih mengimpor
bahan baku atau produk industri kimia dari negara lain. Biodiesel merupakan bahan
bakar yang diperlukan baik dalam negeri maupun luar negeri, di Indonesia sendiri
konsumsi kebutuhan biodisel cukup banyak, dapat dilihat pada tabel 3.5 yaitu data
kebutuhan metanol diindonesia.

Tabel 3.5. Data Kebutuhan Biodisel di Indonesia

Tahun Impor
Biodiesel (kg)
2011 358.000
2012 670.000
2013 1.048.000
2014 1.600.000
2015 860.000
2016 3.008.000
2017 2.800.000

600000000
kebutuhan biodisel

500000000
400000000
300000000
y = 2E+07x - 2E+10
200000000
100000000
0
-1E+082010 2012 2014 2016 2018 2020
Tahun

Gambar 3.1 data Kebutuhan Biodisel 2011 – 2018 (sumber : BPS 2011)
22

Dari grafik diatas diperoleh persamaan garis untuk menghitung kebutuhan


Indonesia pada tahun 2023 sebagai berikut:
Y = 2x107x-2x1010
Dimana :
Y = Jumlah Produksi Biodiesel (ton/ tahun)
X = Periode Sejak tahun 2018 (tahun)

Maka :

Y pada 2023 = 2x107(2023-2018) + 2x1010


= 2.100.000 KI/ tahun

Kebutuhan biodisel di Indonesia pada tahun 2023 yaitu 2.100.000 KI/tahun.


Berdasarkan USDA (2017) bahwa kapasitas yang terpakai hanya 25% sehingga pabrik
ini diproyeksikan pabrik ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan nasional. Oleh
karena itu, kapasitas pabrik adalah 840.000 KI/tahun atau setara dengan 760.000
ton/tahun.

3.4 Pemilihan Lokasi


Pemilihan lokasi pabrik akan sangat menentukan kelangsungan dan
perkembangan suatu industri. Berdasarkan pengamatan, Desa Guntung, kecamatan
Medang kampai, Dumai, Provinsi Riau merupakan lokasi yang sesuai untuk
mendirikan pabrik Biodiesel. Lokasi pendirian pabrik mempunyai jarak 20,7 Km dari
lokasi sumber bahan baku yaitu PT Sari Dumai Sejati. Gambar berikut memperlihatkan
peta lokasi kawasan pabrik Biodiesel yang akan didirikan:

Lokasi pendirian
pabrik

Gambar 3.2 Peta lokasi Pabrik Biodiesel


23

3.4.1 Faktor Utama dalam Pemilihan Lokasi Pabrik


1. PT Sari Dumai Sejati merupakan lokasi sumber bahan baku yang terletak di
daerah lubuk gaung, kota Dumai, Riau yang berlokasi tidak jauh dari lokasi
pendirian pabrik yang akan direncanakan.
2. Provinsi Riau tepatnya Kota Dumai merupakan lokasi yang sangat strategis,
yaitu dekat dengan selat Malaka, yang merupakan pintu gerbang perdagangan.
Asia Tenggara khususnya, dekat dengan negara Malaysia dan Singapura yang
merupakan negara tetangga terdekat yang mempunyai banyak industri dan
mempunyai industri. Dilihat dari letaknya yang berdekatan dengan lokasi
industri yang lain, sangat menguntungkan bila didirikan pabrik didaerah
Dumai, akan lebih memudahkan untuk pemasaran produk, baik ekspor maupun
impor.
3. Riau merupakan wilayah berdataran rendah. Sehingga, untuk transportasi darat
sudah cukup memadai sehingga distribusi produk melalui darat dapat dilakukan
terutama untuk pemasaran produk biodiesel ke daerah-daerah yang dapat
dijangkau dengan jalur darat. Sedangkan untuk transportasi laut, Riau memiliki
pelabuhan laut utama, yaitu pelabuhan Dumai yang letaknya di ujung utara
Propinsi Riau, di Selat Malaka. Adanya pelabuhan ini memudahkan untuk
distribusi produk biodiesel.
3.5 Aspek Perlindungan Lingkungan

Pada umumnya, Proses produksi biodiesel tidak menghasilkan banyak limbah-limbah


buangan pabrik. Namun, tergantung pada proses dan bahan baku yang digunakan, proses
produksi biodiesel dapat menghasilkan limbah berupa air buangan pabrik dan gliserin.
Untuk limbah berupa air buangan pabrik yang mengandung kontaminan berupa sabun,
gliserin, metanol sisa dan karalis sisa; dapat dikurangi penggunaannya dengan menambahkan
asam pada biodiesel yang dapat memisahkan biodiesel dari sabun. Kebanyakan pabrik-pabrik
yang telah beroperasi biasanya membersihkan dan menggunakan kembali air buangan pabrik
sehingga tidak mencemari lingkungan.
Untuk limbah berupa gliserin yang yang tidak memiliki harga jual dapat diolah dengan
24

menggunakan metode anaerobic digestion atau dapat diangkut untuk diolah oleh pabrik-pabrik
biodiesel yang lebih besar.
25

BAB IV
SELEKSI PROSES

Seleksi proses pada pra-perancangan pabrik biodiesel dari crude palm oil
(CPO) ini berdasarkan Gross Profit Margin (GPM), ketersediaan bahan baku, tipikal
proses, konversi dan selektivitas (reaksi kimia), sistem utilitas, produk samping dan
limbah yang dihasilkan serta proses pendukung lainnya, seperti pemisahan dan
pemurnian produk.

4.1 Gross Profit Margin (GPM)

Gross profit margin (GPM) mencerminkan mark-up terhadap harga pokok


penjualan dan kemampuan manajemen untuk meminimalisasi harga pokok penjualan
dalam hubungannya dengan penjualan yang dilakukan perusahaan. Profitabilitas dalam
ukuran gross profit margin yang dimaksud adalah rasio penjualan setelah dikurangi
harga pokok penjualan dengan nilai penjualan bersih perusahaan. Rasio ini
memberitahukan laba dari perusahaan dan merupakan pengukur efisiensi operasi
perusahaan, serta merupakan indikasi dari cara produk ditetapkan harganya. Dengan
kata lain rasio ini menunjukkan laba bruto per rupiah dari penjualan yang dilakukan,
sehingga semakin besar gross profit margin suatu proses maka akan semakin
menguntungkan (Abdullah, 2005:54).

4.1.1 Gross Profit Margin (GPM) reaksi Esterifikasi

Reaksi yang terjadi :


RCOOH + R’OH RCOOR’ + H2O
Asam Lemak Alkohol Metil Ester Air
26

Tabel 4.1 Nilai Gross Profit Margin (GPM) Proses Pembuatan Biodiesel dengan
proses Esterifikasi - Transesterifikasi

Bahan Baku Produk


Asam Metanol Biodisel Air
Lemak
Koefisien Reaksi 1 1 1 2
Berat Molekul (g/gmol) 2.016 32.04 92.09 18.01
Massa (gram) 6.048 32.04 92.09 54.0458
Massa/Massa Biodisel 0.189 0.5 0.825 0.247
Harga (USD/Liter) 0,760 3.187 8,7 0.395

GPM = harga jual produk - harga beli bahan baku


= ∑ [(galon produk/ galon air x harga produk] - ∑ [(kg reaktan/ galon produk)
x harga reaktan]
= (0.395x 0.247) – ((8.7 x 0.825) + (0.760x 0.189) )

GPM = 6.943 USD/kg

4.1.2 Gross Profit Margin (GPM) reaksi Transesterifikasi

CH4 + H2O 3H2 + CO (Tahap I)

Tabel 4.1 Gross Profit Margin (GPM) reaksi hidrogenasi gas CO deng
27

Tabel 4.2 Nilai Gross Profit Margin (GPM) Proses Pembuatan Biodiesel dengan
proses Transesterifikasi

Reaktan Produk
Asam Metanol Biodisel Glyserol
lemak
Koefisien reaksi 1 3 1 1
Berat molekul (g/gmol) 269 32.04 92.09 60.05
Massa (gram) 269 32.04 92.09 60.05
Massa/massa glycerol 0.5 0.5 0.825 0.874
Harga (USD/galon) 0.760 3.187 8.7 1.5

GPM = harga jual produk - harga beli bahan baku


= ∑ [(kg produk/ galon glyserol) x harga produk] - ∑ [(kg reaktan/ galon
produk) x harga reaktan]
= (1.5 x 0.874) – ((8.7 x 0.825) + (0.760 x 0.5) )

GPM = 6.246 USD/kg

Tabel 4.3 Nilai Gross Profit Margin (GPM) Proses Pembuatan Biodiesel

No. Proses Pembuatan GPM (USD/Kg)

1. Transesterifikasi 6.246 USD/kg

2. Esterifikasi/Transesterifikasi 6.943 USD/kg

Berdasarkan GPM, proses yang dipilih yaitu proses Transesterifikasi


28

4.4.2 Ketersediaan Bahan Baku

Ketersediaan bahan baku merupakan salah satu faktor penting untuk


keberlangsungan produksi suatu pabrik. Bahan baku di peroleh dari PT. Wilmar Nabati
Indonesia yang berlokasi di Dumai dan PT. Cemerlang Energi Perkasa di Dumai.
Ketersediaan bahan baku dapat dilihat pada table 4.2.

Tabel 4.4 Ketersediaan Bahan Baku

No. Proses Pembuatan Bahan Sumber


Baku
1. Transesterifikasi Crude Palm Oil PT. Cemerlang
(CPO) Energi Perkasa
Methanol
2. Esterifikasi/Transesterifikasi Crude Palm Oil PT. Wilmar Nabati
(CPO) Indonesia
Methanol

Berdasarkan ketersediaan bahan baku, bahan baku dapat di beli salah satunya
di PT. Wilmar Nabati Indonesia yang terletak berdekatan dengan pabrik biodiesel ini,
sehingga kedua proses di atas memenuhi untuk perlu pertimbangan dari sisi yang lain
seperti tipikal kondisi proses dan lain-lain.

4.3 Tipikal Proses

Kondisi proses yang digunakan adalah kondisi optimum yaitu ketika tingkat
konversi suatu proses tinggi dengan biaya produksi rendah. Salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap kondisi proses adalah suhu proses, semakin tinggi suhu suatu
proses maka akan semakin banyak kalor yang dibutuhkan pada proses tersebut
sehingga biaya produksi akan semakin besar.
29

Tabel 4.5 Tipikal Kondisi Proses

Tipikal Kondisi Proses


No.
Proses Pembuatan Suhu Tekanan (MPa)
1. Transesterifikasi 328oK 0.12
2. Esterifikasi/Transesterifikasi 348oK 0.19
3. Interesterifikasi-Metil Asetat 366oK 4.7
4. Interesterifikasi-Enzymatic 313oK

Berdasarkan kondisi proses, yaitu memungkinkan untuk digunakan yaitu


proses Transesterifikasi karena suhu proses yang digunakan relative rendah, sehingga
kalor yang dibutuhkan saat berproduksi juga rendah dan dapat menghemat biaya
produksi.

4.4 Konversi dan Selektifitas

Konversi adalah perbandingan mol reaksi dan mol mula-mula. Suatu proses
dikatakan menguntungkan apabila memiliki tingkat konversi yang tinggi dimana suatu
reaktan tepat seluruhnya atau hampir seluruhnya bereaksi membentuk produksi.
Tingkat konversi suatu proses dapat ditentukan melalui:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 𝑘𝑒 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠−𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠
Konversi = × 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 𝑘𝑒 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠

Selektifitas adalah kemampuan katalis untuk memberikan produk reaksi yang


diinginkan (dalam jumlah tinggi) dan sekian banyak produk mungkin dihasilkan.
Produk yang diinginkan tadi sering disebut sebagai yield sedangkan banyaknya bahan
baku yang berhasil diubah menjadi aneka produk dikatakan konversi.

Selektifitas dapat ditentukan dengan:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛𝑘𝑎𝑛


Selektifitas = × 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑙𝑎𝑖𝑛
30

Tabel 4.6 Konversi dan Selektifitas

No. Konversi dan Selektifitas


Proses Pembuatan Konversi Selektifitas
1. Transesterifikasi 97 %
2. Esterifikasi/Transesterifikasi 95.5 %
Berdasarkan konversi proses yang memungkinkan untuk digunkaan yaitu

proses Transesterifikasi karena memiliki tingkat konversi yang tinggi. Trigliserida dan

Metanol direaksikan dengan menggunakan katalis NaOH dan diperoleh konversi

sebesar 97% dimana produk samping berupa gliserol dan air.

4.5 Sistem Utilitas

Sistem utilitas sangat penting untuk menunjang berjalannya proses-proses


dalam pabrik yang sedang berdiri. Sistem utilitas meliputi pengolahan air
menghasilkan steam dan cooling water yang berfungsi untuk mengatur kondisi
temperature proses, serta unit pembangkit listrik sebagai sumber energi.

Tabel 4.5 Sistem Utilitas

No. Proses Pembuatan Sistem Utilitas


1. Transesterifikasi Unit pengolahan air untuk
menghasilkan air proses, steam,
cooling water dan untuk berbagai
kebutuhan. Unit pembangkit listrik
untuk mengalirkan listrik sebagai
tenaga untuk menggerakkan pompa
dan berbagai peralatan kebutuhan
produksi. Unit gas nitrogen untuk
31

membuang udara (oksigen) yang


dapat menyebabkan kebakaran.
2. Esterifikasi/Transesterifikasi Unit pengolahan air untuk membantu
jalannya proses produksi, unit steam
untuk memanaskan minyak, unit
cooling tower untuk penampungan
air proses dan unit pembangkit listrik
untuk unit proses dan unit utilitas.

Berdasarkan sistem utilitas, pada dasarnya proses yang baik adalah proses yang
memiliki sistem utilitas yang baik.

4.6 Produk Samping dan Limbah yang Dihasilkan

Tabel 4.6 Produk Samping dan Limbah yang Dihasilkan

No. Proses Pembuatan Produk Limbah


Samping
1. Transesterifikasi Gliserol dan Air Phosphates, fatty
phase, oil waste
dan air yang
mengandung
methanol.
2. Esterifikasi/Transesterifikasi Gliserol dan Air CaSO4, minyak
yang tidak
bereaksi dan
methanol &
water.
32

Berdasarkan produk samping dan limbah yang dihasilkan, proses yang


memungkinkan untuk digunakan yaitu transesterifikasi karena memiliki produk
samping berupa air, sehingga proses pemisahannya dapat lebih mudah dilakukan dan
lebih menghemat biaya produksi. Produk samping dapat digunakan sebagai steam dan
cooling water yang berkontribusi dalam system utilitas pabrik yang akan dibangun.

4.7 Pemisahan dan Pemurnian

Tabel 4.7 Pemisahan dan Pemurnian

No Proses Pembuatan Pemisahan Pemurnian


1. Transesterifikasi 1. Pemisahan fasa alkil- 1. Produk ester
ester dan fasa dimurnikan
campuran gliserol- dari katalis
alkohol dengan dengan
menggunakan menambahkan
separator water washing
2. Pemisahan fasa atau H3PO4
campuran gliserol
dan alkohol dengan
menggunakan
vacuum distillation
3. Pemisahan biodiesel
dan limbah minyak
dengan
menggunakan
vacuum distillation
2. Esterifikasi/Transesterifikasi 1. Campuran 1. Produk ester
methanol berlebih dimurnikan
dan alkil-ester dari katalis
33

dipisahkan dengan dengan


menggunakan menambahkan
distilasi water washing
2. Campuran atau CaO
methanol-air dan
gliserol-air
dipisahkan dengan
menggunakan
vacuum distillation
3. Campuran
biodiesel, methanol-
air dan minyak yang
tak bereaksi
dipisahkan dengan
menggunakan
vacuum distillation

4.8 Proses yang Terpilih

Proses pembuatan biodiesel dari crude palm oil (CPO) yang dipilih yaitu
Transesterifikasi dengan pertimbangan berikut:

1. Konversi yang tinggi mencapai 97%%


2. Kondisi operasi tekanan 0.12 MPa dengan suhu 328oK
3. Bahan baku pembuatan merupakan crude palm oil (CPO) dan methanol
4. Pemisahan dan pemurnian dengan proses
5. Produk samping merupakan produk yang memiliki nilai ekonomis
6. Nilai GPM
34

Proses dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan yaitu nilai GPM,


ketersediaan bahan baku, tipikal kondisi proses, konversi dan selektifitas, sistem
utilitas dan produksi samping yang dihasilkan oleh proses. Berdasarkan data diatas,
proses yang dipilih adalah proses transesterifikasi. Hal ini dikarenakan nilai GPM yang
tinggi, tipikal kondisi proses yang memungkinkan dan konversi yang besar. Berikut
deskripsi proses transesterifikasi:

1. Biodiesel diproduksi dari crude palm oil (CPO) dan methanol dengan
menggunakan katalis Natrium Hidroksida (NaOH)
2. Pada reaksi pertama, crude palm oil (CPO) dipanaskan dengan suhu 328oK di
reaktor dengan tekanan 0.12 MPa lalu ditambahkan methanol dengan katalis
Natrium Hidroksida (NaOH)
3. Keluaran reaktor transesterifikasi yaitu gliserol/methanol dan ester phase yang
dipishkan dengan kolom destilasi. Dimana ester phase masuk ke reaktor lalu
ditambahkan dengan katalis H3PO4 yang berfungsi untuk mengikat katalis
4. Hasil keluaran reaktor masuk ke separator yang berfungsi untuk memisahkan
phosphare, air dan metil ester
5. Metil ester di murnikan dengan kolom destilasi dengan suhu 333oK dan tekanan
0.04-0.05 MPa
6. Keluaran dari kolom destilasi berupa biodiesel (97%) dan minyak sisa
7. Gliserol dari reaktor transesterifikasi masuk ke kolom destilasi untuk memisahkan
gliserol dan methanol
8. Methanol digunakan kembali sebagai bahan baku
9. Sedangkan gliserol masuk ke reaktor dan ditambahkan katalis H3PO4 yang
berfungsi sebagai pengikat katalis
10. Hasil dari reaktor masuk ke separator yang berfungsi untuk memisahkan fatty
phase, phosphares, air dan gliserol/methanol serta air sisa
35

11. Gliserol/methanol dan air masuk kedalam kolom destilasi dengan suhu 333oK dan
tekanan 0.04 MPa yang berfungsi untuk memisahkan gliserol (92%), methanol dan
air.

Anda mungkin juga menyukai