Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Masa Nifas

Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan

selesai hingga alat-alat kandungan kembali seperti prahamil (Bahiyatun, 2009).

Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan

berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum

hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Sulistyawati, 2009)

Setelah kelahiran bayi dan keluarnya plasenta, ibu memasuki masa

penyembuhan fisik dan psikologis. Dari sudut pandang medis dan fisiologis, masa

ini disebut dengan nifas, yang dimulai sesaat setelah keluarnya plasenta dan

selaput janin serta berlanjut hingga 6 minggu (Fraser, 2009).

1. Tahapan masa nifas

Menurut Sulistyawati (2009), masa nifas dibagi menjadi 3 tahap yaitu:

a. Puerperium dini

Puerperium dini merupakan masa kepulihan, yang dalam hal ini ibu

telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama islam,

dianggap bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.

b. Puerperium intermedial

Puerperium intermedial merupakan masa kepulihan menyeluruh alat-

alat genetalia, yang lamanya sekitar 6-8 minggu.

c. Remote puerperium

Remote puerperium merupakan masa yang diperlukan untuk pulih

dan sehat yang sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu

persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna dapat

berlangsung selama berminggu-minggu, bulanan, bahkan tahunan.

1
2. Perubahan pada masa nifas

a. Perubahan fisiologis dan struktural masa nifas

1) Involusi uterus

Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi

sebelum hamil. Dengan involusi uterus ini, lapisan luar dari desidua

yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi neurotic (layu/mati)

(Sulistyawati, 2009).

Masa nifas berawal segera setelah plasenta dan selaput ketuban keluar dari

uterus. Oksitosin yang dibebaskan dari kelenjar hipofisis anterior menginduksi

kontraksi miometrium yang intermiten dan kuat, dan karena rongga uterus sudah

kosong maka keseluruhan uterus berkontraksi penuh ke arah bawah dan dinding

uterus kembali menyatu berhadapan satu sama lain.

Involusi Tinggi fundus Berat uterus


Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram
Plasenta lahir Dua jari bawah pusat 750 gram
1 minggu Pertengahan pusat- simfisis 500 gram
2 minggu Tidak teraba diatas simfisis 350 gram
6 minggu Bertambah kecil 50 gram
8 minggu Sebesar normal 30 gram
Inisiasi menyusui dan pengisapan puting payudara oleh bayi pada

awal kelahiran memperkuat pengeluaran oksitosin, oksitosin

merangsang miometrium dan juga membantu pengosongan rongga

uterus.

b. Kerusakan dan perbaikan jaringan lunak

Selama persalinan tidak jarang terjadi kerusakan pada jaringan lunak,

yaitu kerusakan pada perineum. Trauma pada perineum dijelaskan sebagai

berikut:

2
1) Superficial – hal ini biasanya berupa lecet pada kulit tempat epidermis

terpisah akibat tekanan peregangan. Luka ini tidak memerlukan

pengobatan, namun kelainan ini sering menimbulkan rasa tidak

nyaman karena terganggunya banyak ujung syaraf yang terletak di

lapisan superficial jaringan.

2) Derajat satu – adalah robekan kulit dan jaringan superficial di

bawahnya (tidak termasuk otot). Luka sering sembuh sendiri karena

tepi luka biasanya berhadapan langsung.

3) Derajat dua – apabila robekan menyebabkan kerusakan otot perineum.

Luka ini biasanya dijahit untuk membantu penyembuhan

4) Derajat tiga – otot sfingter anus terkena. Harus dilakukan perbaikan

obstetric sehingga penyulit inkontinensia feses dapat dihindari.

5) Derajat empat – apabila robekannya sangat luas, sfingter anus dapat

terputus dan robekan mencapai mukosa rectum. Diperlukan perbaikan

bedah spesialis agar fungsi anus kembali normal.

Episiotomiadalah insisi bedah untuk memperbesar introitus vagina

agar bayi mudah keluar. Episiotomi yang perbaikannya merupakan

kewenangan bidan termasuk dalam kategori robekan derajat dua.

c. Lochea

Lochea adalah keluaran dari uterus setelah melahirkan. Cairan yang

pertama kali keluar dari vagina disebut dengan lokia rubra dan terdiri atas

darah yang terkumpul di dalam saluran reproduksi dan produk autolitik

desidua yang nekrotik dari tempat perlekatan plasenta.

Lokea pertama kemerahan dan mungkin mengandung bekuan.

Jumlah dan karakternya berubah dari hari ke hari. Pada awalnya jumlah

lochea sangat banyak, kemudian sedang, dan biasanya berhenti dalam 2

minggu. Warna digambarkan dengan bahasa Latin, rubra untuk merah

3
segar, serosa untuk serum kecoklatan dan alba untuk kuning keputihan.

Keluaran keseluruhan setelah melahirkan adalah 400 sampai 1200ml.

Normalnya lochea memiliki bau apak. Bau yang amis atau busuk

menandakan terjadinya infeksi (Hamilton, 1995).

Macam – macam lochea:

1) Lochea rubra (cruenta); 1 – 2 hari berwarna merah dan hitam, terdi

dari sel – sel desidua, verniks kaseosa, rambut lanugo, dan sisa

mekonium serta sisa darah.

2) Lochea sanguinolenta; 3 – 7 hari, berwarna putih merah kekuningan

berisi darah dan lendir.

3) Lochea serosa; 7- 14 hari, berwarna kekuningan.

4) Lochea alba; cairan putih setelah 2 minggu.

5) Lochea purulenta; terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau

busuk.

6) Lochiostatic; lochea tidak lancar keluarnya.

Pengeluaran lochea yang menunjukkan keadaan abnormal, seperti:

1) Perdarahan berkepanjangan.

2) Pengeluaran lochea bertahan (lochiostatika).

3) Rasa nyeri berlebihan.

4) Terdapat infeksi intrauterine.

5) Terdapat sisa plasenta yang merupakan sumber perdarahan. (Bobak, et

al. 2007).

d. Pengeluaran darah

Pengeluaran darah yang berlebihan (>500ml) dan dalam 24 jam

persalinan disebut perdarahan pascapartum. Perdarahan ini disebabkan

4
oleh kegagalan miometrium berkontraksi secara sempurna, atau kegagalan

mekanisme pembekuan darah.

Risiko perdarahan primer lebih rendah setelah persalinan, tetapi

sebelum involusi uterus selesai tetap ada risiko perdarahan sekunder

apabila terjadi infeksi di dalam rongga uterus. Perdarahan biasanya

disebabkan oleh efek fibrinolitik bakteri, bakteri yang bersifat anaerob

yang mampu tumbuh subur tanpa oksigen sehingga mungkin diperlukan

antibiotik khusus

e. Perubahan hormon

Pada akhir kehamilan sebagian besar hormon steroid berasal dari

plasenta walaupun korpus luteum dan ovarium terus menghasilkan

sebagian. Kadar esprogen dan progesteron turun ketingkat sebelum hamil

dalam 72 jam setelah persalinan. Hormon protein plasenta memiliki waktu

paruh yang lebih lama sehingga kadar plasenta turun lebih lambat. Selama

kehamilan, pembentukan gonadotropin tertekan. Kadar FSH pulih ke

konsentrasi prahamil dalam 3 minggu setelah persalinan, tetapi pemulihan

sekresi LH memerlukan waktu lebih lama, bergantung pada lama laktasi.

Kadar oksitosin dan prolaktin juga bergantung pada kinerja laktasi.

3. Perubahan pada sistem hematologis dan kardiovaskular

1) Sistem pernafasan

Penurunan konsentrasi progesteron setelah pengeluaran plasenta

memulihkan sensitivitas tubuh terhadap karbon dioksida sehingga tekanan

parsial karbon dioksida kembali ke kadar sebelum hamil. Diagfragma

dapat meningkatkan jarak gerakkannya setelah uterus tidak lagi

menekannya sehingga ventilasi lobus-lobus basal paru dapat berlangsung

penuh. Compliance dinding dada, volume alun nafas, dan kecepatan

pernafasan kembali ke normal dalam 1-3 minggu.

5
2) Sistem perkemihan

Pada masa nifas terjadi diuresis untuk mengembalikan peningkatan air

ekstrasel. Diuresis biasanya terjadi antara hari kedua dan kelima pasca

persalinan. Distensi pada kandung kemih juga berpengaruh terhadap

kontraksi uterus sehingga dapat menyebabkan perdarahan. Kebanyakan

pasien dapat berkemih secara spontan dalam 8 jam setelah melahirkan.

Aliran plasma ginjal, laju filtrasi glomelurus, dan keratinin plasma,

kembali ke kadar normal prahamil pada pemeriksaan minggu ke-6.

Ekskresi vitamin dan mineral melalui urine normal dalam minggu pertama

setelah persalinan. Kadar renin dan angiotensin plasma menyesuaikan diri

dengan hilangnya hormon janin yang mempengaruhi pengendalian

keduanya sehingga kadar turun dan meningkat sebelum kembali ke

normal.

3) Sistem pencernaan dan defekasi

Selama persalinan motilitas lambung berkurang, penurunan tonus

sfingter esofagus bawah, penurunan motilitas lambung dan peningkatan

keasaman lambung menyebabkan perlambatan pengosongan lambung.

Tonus dan tekanan sfingter esofagus bawah akan kembali normal dalam 6

minggu setelah persalinan. Pada nifas dini, penurunan tonus otot dan

motilitas saluran cerna dapat menyebabkan relaksasi abdomen,

peningkatan distensi gas dan konstipasi setelah melahirkan.

4. Perubahan berat badan

Perubahan berat badan disebabkan oleh kombinasi peningkatan ACTH,

ADH, dan stress, yang semuanya meningkatkan retensi natrium dan air. Berat

biasanya turun sejak hari ke-4 setelah persalinan karena deurisis meningkat.

Penurunan berat badan cenderung lebih besar pada wanita dengan paritas

rendah, usia yang lebih muda, dan berat badan prahamil yang lebih rendah.

6
5. Perubahan struktur lain

Segera setelah melahirkan, vagina tampak halus, lunak, dan edema.

Elastisitas jaringan kembali dalam beberapa hari. Karena vagina memiliki

vaskularisasi ekstensif, episiotomi dan robekan biasanya cepat sembuh. Rugae

vagina kembali terbentuk, tetapi kurang menonjol dibandingkan sebelum

hamil. Labia mengalami mengalami regresi ke keadaan yang kurang menonjol

dibandingkan dengan wanita nulipara. Penurunan estrogen pada persalinan

menyebabkan epitel vagina menjadi lebih tipis dan banyak wanita mengalami

masalah dengan lubrikasi vagina segera setelah melahirkan.

Kekuatan otot dasar panggul dan pengendalian neuromuskulusnya lebih

terganggu dan mengalami trauma mekanis yang lebih besar pada wanita yang

melahirkan pervagina, terutama pada minggu pertama masa nifas. Namun

bagi sebagian besar wanita, tonus dan kekuatan otot kembali normal dalam 2

bulan. Melemahnya otot sirkum vagina berkaitan dengan keadaan perineum,

episiotomi, lama kala dua persalinan, berat bayi, dan teknik pendorongan.

Dinding abdomen mungkin tetap lunak dan kendor selama beberapa minggu.

Peregangan yang berlebihan menyebabkan kelemahan otot yang menetap.

Sendi dan ligamentum panggul yang melunak secara perlahan kembali ke

normal selama beberapa bulan. Strie gravidarum menjadi lebih pucat dalam

beberapa bulan tetapi hanya memudar dan tidak menghilang.

a. Adaptasi psikologis pada masa nifas

Masa nifas di sebut sebagai “trimester keempat” (Johnstone 1994),

dan sesuai dengan definisinya, masa nifas adalah periode 6-8 minggu

pascapartum, saat ibu menyesuaikan diri secara fisiologis dan psikososial

untuk menjadi ibu.

7
Perubahan emosi normal pada masa nifas bersifat pilihan dan

kompleks dan mungkin meliputi hal-hal berikut ini (Ball 1994, Barclay &

Llyod 1996, Bick&MacArthur 1995, Bick et al 2002, Johnstone 1994):

1) Perasaan yang kontradiktif dan bertentangan, mulai dari kepuasan,

kegembiraan, kebahagiaan, hingga kelelahan, ketidakberdayaan,

ketidakbahagiaan, dan kekecewaan karena pada beberapa minggu

pertama tampak didominasi oleh hal baru dan asing yang tidak terduga

ini.

2) Kelegaan, ‘syukurlah semua telah berakhir’, mungkin diungkapkan

oleh kebanyakan ibu segera setelah kelahiran; kadang-kadang ibu

menanggapi secara dingin terhadap peristiwa yang baru terjadi,

terutama bila ibu mengalami persalinan lama, dengan komplikasi, dan

sulit.

3) Beberapa ibu mungkin merasa dekat dengan pasangan dan bayi; sama

halnya dengan ibu yang tidak tertarik dengan bayinya, meskipun

beberapa ibu yang ingin menyusui menginginkan adanya kontak kulit-

ke-kulit dan segera menyusui.

4) Tidak tertarik atau sangat perhatian terhadap bayi.

5) Takut terhadap hal yang tidak diketahui dan terhadap tanggung jawab

yang sangat berat dan mendadak.

6) Kelelahan dan peningkatan emosi.

7) Nyeri misalnya perineum dan puting susu.

8) Peningkatan kerentanan, tidak mampu memutuskan (misalnya:

menyusui); kehilangan libido, gangguan tidur dan kecemasan.

1. Bonding Attachment

8
Menurut Brazetton (1978), bonding (ikatan) didefenisikan sebagai

suatu ketertarikan satu sama lain (mutual) yang pertama kali antar

individu, seperti antara orangtua dan anak pada waktu pertama kali

bertemu. Proses kasih sayng dapat berlangsung secara terus menerus,

dimulai pada saat ibu hamil dan semakkin menguat pada awal pasca

melahirkan.

Kondisi yang dapat mempengaruhi ikatan menurut Mercer (1982)

adalah sebagai berikut:

1) Kesehatan emosional orang tua (termasuk kemampuan untuk

mempercayai orang lain).

2) Sistem dukungan sosial yang meliputi pasangan hidup, teman dan

keluarga.

3) Suatu tingkat keterampilan dalam berkomunikasi dan dalam memberi

asuhan yang kompeten.

Kedekatan orang tua dengan bayi.

Kecocokan orang tua-bayi (termasuk keadaan, temperamen dan jenis

kelamin bayi.

2. Fase Taking In (perilaku dependen)

Fase ini merupakan periode ketergantungan dimana ibu

mengaharapkan segala kebutuhannya terpenuhi orang lain. Berlangsung

selama 1-2 hari setelah melahirkan, dimana fokus perhatian ibu terutama

pada dirinya sendiri. Disebut fase taking in karena selama waktu ini ibu

yang baru melahirkan memerlukan perlindungan dan perawatan. Dikatan

fase dependen karena pada waktu ini ibu menunjukkan

kebahagiaan/kegembiraan yang besar dan sangat senang untuk

menceritakan tentang pengalamannya melahirkan.

9
Pada fase ini ibu lebih mudah tersinggung dan cenderung pasif

terhadap lingkungannya disebabkan karena faktor kelelahan. Oleh karena

itu ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur.

Disamping itu, kondisi tersebut perlu dipahami dengan menjaga

komunikasi yang baik. Pada fase ini perlu diperhatikan pemberian ekstra

makanan untuk proses pemulihan ibu dan nafsu makan ibu juga sedang

meningkat.

3. Fase Taking Hold

Pada fase ini secara bergantian timbul kebutuhan ibu untuk

mendapatkan perawatan dan penerimaan dari orang lain dan keinginan

untuk bisa melakukan segala sesuatu secara mandiri.Fase ini berlangsung

antara 3-10 hari setelah melahirkan.Pada fase ini ibu sudah mulai

menunjukkan kepuasaan (terfokus pada bayinya).Ibu mulai tertarik

melakukan pemeliharaan pada bayinya.Ibu mulai terbuka untuk menerima

pendidikan kesehatan bagi dirinya dan juga pada bayinya.Ibu mudah

sekali didorong untuk melakukan perawatan bayinya.Pada fase ini ibu

berespon dengan penuh semangat untuk memperoleh kesempatan belajar

dan berlatih tentang cara perawatan bayi dan ibu memiliki keinginan

untuk merawat bayinya secara langsung. Fase ini tepat untuk memberika

pendidika kesehatan tentang hal-hal yang diperlukan bagi ibu yang baru

melahirkan dan bagi bayinya.Bidan perlu memberikan dukungan

tambahan bagi ibu-ibu yang baru melahirkan berikut ini :

a) Ibu primipara yang belum berpengalaman mengasuh anak

b) Ibu yang merupakan wanita karier

c) Ibu yang tidak mempunyai keluarga untuk dapat berbagi rasa

d) Ibu yang berusia remaja

e) Ibu yang tidak bersuami

10
Karena ibu-ibu tersebut seringkali mengalami kesulitan

menyesuaikan diri terhadap isolasi yang dialami dan tidak menyukai

terhadap tanggugn jawabnya di rumah dan merawat bayi.

4. Fase Letting Go

Fase ini merupakan fase penerimaan tanggung jawab akan peran

barunya yang berlangsung setelah 10 hari pasca melahirkan. Ibu sudah

mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan ibu

untuk merawat diri dan bayinya sangat meningkat pada fase ini. Terjadi

penyesuaian dalam hubungan keluarga untuk mengobservasi bayi.

Hubungan antar pasangan memerlukan penyesuaian dengan kehadiran

anggota baru (bayi).

a. Kebutuhan dasar masa nifas

a) Nutrisi dan Cairan

Tidak ada kontraindikasi dalam pemberian nutrisi setelah

persalinan. Ibu harus mendapat nutrisi yang lengkap dengan

tambahan kalori sejak sebelum hamil (200-500 kal) yang akan

mempercepat pemulihan kesehatan dan kekuatan, meningkatkan

kualitas dan kuantitas ASI, serta mencegah terjadinya infeksi.

Ibu nifas memerlukan diet untuk mempertahankan tubuh

terhadap infeksi, mencegah konstipasi, dan untuk memulai proses

pemberian ASI eksklusif. Asupan kalori per hari ditingkatkan

sampai 2700 kalori. Asupan cairan per hari ditingkatkan sampai

3000 ml (susu 1000 ml). Suplemen zat besi dapat diberikan kepada

ibu nifas selama 4 minggu pertama setelah kelahiran (Bahiyatun,

2009).

11
b. Ambulasi Dini (Early Ambulation)

Ambulasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin

membimbing pasien keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya

untuk berjalan. Menurut penelitian, ambulasi dini tidak mempunyai

pengaruh yang buruk, tidak menyebabkan perdarahan yang abnormal,

tidak mempengaruhi penyembuhan luka episiotomy, dan tidak

memperbesar kemungkinan terjadinya prolaps uteri atau retrofleksi.

Ambulasi dini tidak dibenarkan pada pasien dengan penyakit anemia,

jantung, paru-paru, demam, dan keadaan yang lain yang masih

membutuhkan istirahat (Sulistyawati, 2009).

c. Eliminasi

Dalam 6 jam pertama postpartum, pasien sudah harus dapat

buang air kecil. Semakin lama urine tertahan dalam kandung kemih

maka dapat mengakibatkan kesulitan pada organ perkemihan,

misalnya infeksi. Biasanya, pasien menahan air kencing karena takut

akan merasakan sakit pada luka jalan lahir. Bidan harus dapat

meyakinkan pada pasien bahwa kencing sesegera mungkin setelah

melahirkan akan mengurangi komplikasi postpartum. Berikan

dukungan mental pada pasien bahwa ia pasti mampu menahan sakit

pada luka jalan lahir akibat terkena air kencing karena ia pun sudah

berhasil berjuang untuk melahirkan bayinya.

Dalam 24 jam pertama, pasien juga sudah harus dapat buang air

besar karena semakin lama feses tertahan dalam usus maka semakin

sulit baginya untuk buang air besar secara lancar. Feses yang tertahan

dalam usus semakin lama akan mengeras karena cairan yang

terkandung dalam feses akan selalu terserap oleh usus. Bidan harus

dapat meyakinkan pasien untuk tidak takut buang air besar karena

12
buang air besar tidak akan menambah parah luka jalan lahir. Untuk

meningkatkan volume feses, anjurkan pasien untuk makan tinggi serat

dan banyak minum air putih (Sulistyawati, 2009).

d. Higiene

Karena keletihan dan kondisi psikis yang belum stabil, biasanya

ibu postpartum masih belum cukup kooperatif untuk membersihkan

dirinya. Bidan harus bijaksana dalam memberikan motivasi ini tanpa

mengurangi keaktifan ibu untuk melakukan personal hygiene secara

mandiri. Pada tahap awal, bidan dapat melibatkan keluarga dalam

perawatan kebersihan ibu (Sulistyawati, 2009).

e. Istirahat

Ibu postpartum sangat membutuhkan istirahat yang berkualitas

untuk memulihkan kembali keadaan fisiknya. keluarga disarankan

untuk memberikan kesempatan kepada ibu untuk beristirahat yang

cukup sebagai persiapan untuk energi menyusui bayinya nanti

(Sulistyawati, 2009). Jika ibu kurang istirahat akan mengakibatkan

berkurangnya jumlah produksi ASI, memperlambat proses involusi,

memperbanyak perdarahan, menyebabkan depresi, dan menimbulkan

rasa ketidakmampuan merawat bayi (Bahiyatun, 2009).

f. Seksual

Secara fisik, aman untuk melakukan hubungan seksual begitu

darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya

ke dalam vagina tanpa rasa nyeri. Banyak budaya dan agama yang

melarang untuk melakukan hubungan seksual sampai masa waktu

tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 6 minggu setelah kelahiran.

Keputusan bergantung pada pasangan yang bersangkutan

(Sulistyawati, 2009).

13
g. Latihan/ Senam Nifas

Untuk mencapai hasil pemulihan otot yang maksimal, sebaiknya

latihan masa nifas dilakukan seawal mungkin dengan catatan ibu

menjalani persalinan dengan normal dan tidak ada penyulit

postpartum.

a) Asuhan Masa Nifas

Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena

merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan

bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah

persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam

pertama. Masa neonatus merupakan masa kritis dari kehidupan

bayi, dua pertiga kematian bayi terjadi dalam waktu 4 minggu

setelah persalinan dan 60% kematian bayi baru lahir terjadi dalam

waktu 7 hari setelah lahir. Dengan pemantauan melekat dan asuhan

pada ibu dan bayi masa nifas dapat mencegah beberapa kematian

ini (Saifuddin, 2000).

Prinsip dari asuhan pada masa nifas ini adalah melakukan

kunjungan untuk mengevaluasi keadaan ibu nifas selama

perawatan di rumah seperti apa. Pemberian health education juga

merupakan hal penting dalam pelaksanaan kunjungan pada masa

nifas (home care).

Jadwal kunjungan pada masa nifas adalah 4x, yaitu:

1. Kunjungan pertama (6-8 jam post-partum)

Dalam 1 jam pertama persalinan, ibu dan bayi tidak boleh ditinggal

tanpa pengawasan karena ibu satu jam post partum ini rawan terjadi

perdarahan dan harus diobservasi tanda-tanda vitalnya secara berkala.

14
Yang harus dikaji dalam kunjungan pertama ini adalah TFU,

kontraksi uterus, banyaknya perdarahan, perkembangan tanda-tanda vital,

kandung kemih, dan rooming in jika ibu tidak terdapat komplikasi yang

berarti.

2. Kunjungan kedua (6 hari post partum)

Yang harus dikaji di kunjungan kedua ini adalah mengobservasi proses

involusi uterus, yaitu dengan mengkaji penurunan TFU, warna lochea,

kelancaran ASI, dan pemenuhan kalori ibu nifas yang harus tercukupi

demi keberhasilan pemberian ASI eksklusif.

3. Kunjungan ketiga ( 2 minggu post partum)

Yang harus dikaji di kunjungan kedua ini adalah sama seperti

kunjungan kedua.

4. Kunjungan keempat (6 minggu post partum)

Kunjungan keempat ini akan dievaluasi cairan yang keluar dari vagina,

keberhasilan ASI eksklusif, penyuluhan metode KB agar tidak terjadi

hamil anak selanjutnya yang tidak direncanakan, serta penyuluhan

mengenai hubungan seksual. Jika involusi telah sempurna, ibu dan suami

diperbolehkan untuk berhubungan seksual.

15
DAFTAR PUSTAKA

Bahiyatun, 2009. Buku ajar asuhan kebidanan nifas normal. Jakarta: EGC

Bobak, dkk, 2004. Buku ajar keperawatan maternitas edisi 4. Jakarta: EGC

Coad, J. 2006. Buku anatomi dan fisiologi untuk bidan. Jakarta: EGC

Fraser, D. Margaret A. Cooper(Ed), 2009. Myles buku ajar bidan. Edisi 14. Cetakan

Harty, Mery (2015). Hubungan vulva hygiene ibu nifas denagn kesembuhan luka

jahitan perineum di Puskesmas Mergangsan Kota Yogyakarta : Laporan

penelitian.Yogyakarta : Stikes Aisyiyah Yogyakarta

1. Jakarta:EGC Helen, V, 2001. Buku saku kebidanan. Jakarta : EGC

Maryunani, A, 2009. Asuhan pada ibu dalam masa nifas (postpartum). Jakarta: TIM

Mitayani. 2009. Asuhan keperawatan maternitas. Jakarta: Salemba Medika

Mochtar, R, 1998. Obstetri fisiologi jilid I. Jakarta : EGC

Prawirohardjo, S, 2008. Ilmu kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo

Sulistyawati, A. 2009. Buku ajar asuhan kebidanan pada ibu nifas. Yogyakarta: Andi

Sweet, B. R, 1993. A text book for midwives. Philadelphia: WB Saundirs

Varney, Helen., Jan M. Kriebs., dan Carolyn L. Gegor, 2002. Buku saku bidan.

Jakarta: EGC WHO, 2013. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan

dasar dan rujukan.Jakarta: - Wiknjosastro, H, 2007. Ilmu kebidanan. Jakarta:

Yayasan Bina Pustaka

16
17

Anda mungkin juga menyukai